T.A 2022
A. Sistem imunitas
1. Definisi
sistem imun adalah melindungi pejamu dari invasi organisme asing dengan
membedakan diri (self) dari bukan diri (non-self). Sistem semacam ini diperlukan
untuk kelangsungan hidup. Sistem imun yang berfungsi baik tidak saja
melindungipejamu dari faktor eksternal seperti mikroorganisme atau toksin tetapi
juga mencegah dan menolak serangan oleh faktor endogen seperti tumor atau
fenomena autoimun.
Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang
melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan
membunuh patogen serta sel tumor. Sistem ini mendeteksi berbagai macam pengaruh
biologis luar yang luas, organisme akan melindungi tubuh dari infeksi, bakteri, virus
sampai cacing parasit, serta menghancurkan zat-zat asing lain dan memusnahkan
mereka dari sel organisme yang sehat dan jaringan agar tetap dapat berfungsi seperti
biasa. Deteksi sistem ini sulit karena adaptasi patogen dan memiliki cara baru agar
dapat menginfeksi organisme.
2. Anatomi sistem imun
a. Sel sistem imun
Sistem imun terdiri atas komponen spesifik dan non spesifik yang
memiliki fungsi tersendiri tetapi tumpang tindih. Sistem imun yang diperantarai
oleh antibodi yang diperantarai oleh sel menghasilkan spesifisitas dan ingatan
akan antigen yang pernah dijumpai. Meskipun tidak memiliki spesifitas,
komponen-komponen ini esensial karena berperan dalam imunitas alamiterhadap
beragam mikroorganisme lingkungan.
b. Organ sistem imun
Semua sel sistem imun berasal dari sumsum tulang. Stem cells pluripoten
berdiferensiasi menjadi limfosit, granulosit, monosit, eritrosit, dan megakariosit.
Defisiensi dan disfungsi stem cells atau berbagai turunan sel yang berkembang
darinya menyebabkan defisiensi imun dengan beragam ekpresivitas dan
keparahan Timus yang berasal dari kantong faring ketiga dan keempat pada
mudigah, berfungsi menghasilkan limfosit T dann merupakan tempat diferensiasi
awal limfosit
c. Fungsi sitem imun
1. .Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit menghancurkan dan
menghilangkan mokroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur
dan virus) yang masuk kedalam tubuh.
2. .Menghilangkan jaringan atau sel yang mati atau rusak untuk memperbaiki
jaringan.
3. .Mengenali dan menghilangkan sel yang abnormal.
6. Etiologi
Adanya penurunan fungsi pada sistem kekebalan tubuh atau disebut
immunosenescence menyebabkan respons sel-sel terhadap suatu alergen berubah.
Akibatnya, bisa terjadi suatu reaksi alergi baru pada lansia, khususnya terhadap
alergen dari makanan. Perubahan respons ini juga membuat gejala alergi kerap ringan
dan tidak khas, bahkan menyerupai kondisi medis lain.
Gejala alergi yang kerap tersamarkan ini dapat membuat lansia terlambat untuk
mencari pengobatan.Penyebab lain, adanya malnutrisi vitamin dan mineral pada
lansia, terutama vitamin D3, seng, dan zat besi. Kekurangan kadar ketiganya di dalam
darah membuat kerja sistem kekebalan tubuh kurang efektif dan efisien, sehingga
lebih mudah terjadi alergi. Pada kasus ini, pemberian suplemen dapat memperbaiki
kondisi alergi yang dialami.Selain dari makanan, lansia juga lebih rentan mengalami
reaksi alergi obat. Salah satunya, akibat harus mengonsumsi berbagai macam obat
(polifarmasi) untuk mengatasi kondisi medis seperti hipertensi, penyakit jantung atau
diabetes.Tak berhenti di situ, alergi juga bisa muncul akibat interaksi obat, dimana
terjadi kesalahan dalam mengombinasikan obat yang diminum pada satu waktu
tertentu. Karenanya, sebelum menambahkan obat atau suplemen baru, sebaiknya
Anda berkonsultasi terlebih dulu dengan dokter
7. Patofisilogi
Saat pertama kali masuknya alergen (eg telur) ke dalam tubuh seseorang yang
mengkonsumsi makanan tetapi dia belum pernah terkena alergi. Namun ketika untuk
kedua kalinya orang tersebut mengkonsumsi makanan yang sama barulah tampak
gejalan gejala timbulnya alergi pada kulit orang tersebut setelah tanda anda itu
muncul maka antigen akan mengenali alergen yang masuk yang akan memicu
aktifnya sel T dimana sel T tersebut yang akan merangsang sel Buntuk mengaktifkan
antibodi ( IgE). Proses ini mengakibatkan melekatnya antibodi pada sel mast yang
dikeluarkan oleh basofil. Apabila seseorang mengalami paparan untuk kedua kalinya
oleh alergen yang sama maka akan terjadi 2 hal yaitu:
1. Ketika mulai terjadinya produksi sitokin oleh sel T. Sitokin memberikan efek
terhadap berbagai sel terutama dalam menarik sellel radang misalnya nettrofil dan
eosinofil, sehingga menimbulkan reaksi peradangan yang menyebabkan panas.
2. alergen tersebut akan langsung mengaktifkan antibodi (Ig E) yang merangsang sel
mast kemudian melepaskan histamin dalam jumlah yang banyak, kemudian
histamin tersebut beredar di dalam tubuh melalui pembuluh darah. Saat mereka
mencapai kulit. alergen akan menyebabkan terjadinya
gatal.prutitus.angioderma.urtikaria.kemerahan pada kulit dan dermatitis. Pada saat
mereka mencapai paru-paru, alergen dapat mencetuskan terjadinya asma, Gejala
alergi yang paling dikenal dengan nama syok anafilaktik. Gejala ini ditandai
dengan tekanan darah yang menurun, kesadaran menurun, dan bila tidak segera
ditangani dapat menyebabkan kematian
8. klasifikasi
a. hipersensitivitas anafilaktik (tipe 1)
Keadaan ini merupakan hipersensitif anafilaktif seketika dengan reaksi yang
dimulai dalam waktu beberapa menit setelah kontak dengan antigen.
b. Hipersensitivitas sitotoksik (tipe 2)
Hipersensitivitas sitotoksik terjadi ketika sistem kekebalan secara keliru
mengenali konsituen tubuh yang normal sebagai benda asing.
c. Hipersensitivitas kompleks imun ( tipe 3)
kompleks imun terbentuk ketika antigen terikat dengan antibodi dan dibersihkan
dari dalam sirkulasi darah lewat kerja fagositik
d. Tipe hipersensitif lambat (tipe 4)
Reaksi seluler ini juga dikenal sebagai hipersensitivitas, berlangsung 24 hingga 72
jam sesudahnya kontak dengan alergen
9. gejala klinik
a. Ruam kemerahan pada kulit.
b. Gatal pada kulit yang mengalami ruam.
c. Bersin dan batuk.
d. Sesak napas.
e. Hidung berair.
f. Bengkak pada bagian tubuh yang terpapar alergen, misalnya wajah, mulut, lidah,
dan tenggorokan.
g. Mata merah, berair, dan gatal.
h. Mual, muntah, sakit perut, atau diare.
10. Diagnosis
Diagnosis alergi makanan dicurigai berdasarkan riwayat klinis pasien. Pada
anamnesis, tanyakan karakteristik makanan alergen, rute paparan, dan faktor pencetus
lainnya. Manifestasi klinis alergi makanan dapat terlihat pada sistem pencernaan,
seperti mual dan muntah, pada sistem pernapasan, seperti sesak napas, dan pada kulit,
misalnya urtikaria. Gejala sistemik, seperti reaksi anafilaksis, juga dapat terjadi. Baku
emas untuk mendiagnosis alergi makanan adalah dengan pemeriksaan food challenge,
yang harus dilakukan di bawah pengawasan dokter.
Anamnesis pada kecurigaan alergi makanan diperlukan untuk mengenali bahan
makanan penyebab, rute paparan, misalnya oral, inhalasi, atau kulit, dan gejala yang
muncul. Sebaiknya, dokter meminta pasien untuk menyebutkan atau mendata semua
jenis makanan yang dicurigai menyebabkan gejala muncul, serta cara penyajian
makanan tersebut, misalnya dimasak, mentah, serta bumbu-bumbu dan bahan lain
yang dipakai. Tanyakan juga berapa banyak jumlah makanan yang dapat
menimbulkan gejala. Perlu dipastikan, apakah gejala berulang setiap kali
mengonsumsi makanan yang sama.
Gejala apa saja yang muncul saat alergi, seberapa berat gejala, serta apa terapi
yang diberikan dan bagaimana respon terhadap terapi juga perlu diketahui oleh
dokter. Berapa lama sejak kejadian alergi makanan terakhir juga perlu ditanyakan.
Selain itu, dokter perlu menanyakan tentang faktor-faktor lain yang mungkin
berperan dalam terjadinya alergi makanan, misalnya olahraga, konsumsi obat
antiinflamasi nonsteroid (OAINS), seperti aspirin atau ibuprofen, dan riwayat
konsumsi alkohol. Riwayat atopi pada keluarga, seperti dermatitis, asma, dan rhinitis
alergi, serta riwayat keluarga dengan alergi makanan juga perlu digali.
Pemeriksaan fisik bertujuan untuk mengetahui status gizi dan parameter
pertumbuhan untuk mencari bukti adanya malnutrisi. Periksa juga tanda penyakit
alergi lainnya, misalnya dermatitis atopik, rinitis alergi, atau asma
11. Penatalaksanaan
Ada beberapa rejimen diet yang bisa digunakan
1. Diet eliminasi Beberapa makanan yang harus dihindari yaitu Buah, Susu, Telur.
Ikan dan Kacang, di Surabaya terkenal dengan singkatan BSTIK. Merupakan
makanan- makanan yang banyak ditemukan sebagai penyebab gejala alergi,
jadilah makanan-makanan dengan indeks alergi yang tinggi. Indeks ini mungkin
lain untuk wilayah lain, sebagai contoh dengan DBPFC mendapatkan telur,
kacang tanah, susu sapi, ikan, kedelai, gandum, ayam, babi, sapi dan kentang,
sedangkan Bischop mendapatkan susu, telur. kedelai dan kacang.
2. Diet minimal 1" (Diet Rowe yang Dimodifikasil dari beberapa makanan dengan
indeks alergenitis yang ren dah. Berbeda dengan "diet eliminasi", rejimen ini
terdiri dari beberapa bahan makanan yang diperbolehkan yaitu: air, beras, daging
sapi, kelapa, kedelai, bayam, Wortel, bawang putih, kerakusan, garam dan susu
formula kedelai. Bahan makanan lain tidak diperbolehkan.
3. Diet minimal 2" (Diet Rowe yang Dimodisili dari makanan-makanan dengan
indeks alergenisitas rendah yang lain yang diperbolehkan, misalnya: air, kentang,
daging kambing, kacang merah, buncis, kobis, bawang, formula hydrolisat kasein,
bahan makanan yang lain tidak diperkenankan
4. Diet bebas telur dan ikan ini menyingkirkan telur termasuk makanan-makanan
yang dibuat dari telur dan semua ikan. Biasanya diberikan pada penderite-
penderite dengan keluhan dengan keluhan utama urtikaria, angionerotik udem dan
eksema. penderitanya sebagai penyebab gejala alergi.
Diet dilakukan selama 3 minggu, setelah itu dilakukan rangsangan dengan
1 bahan makanan setiap hari minggu. Makanan yang menimbulkan gejala alergi
pada penggunaan ini dicatat penyakit tetapi alergen kalau pada 3 kali memicu
menimbulkan gejala alergi. Waktunya tidak perlu berturut-turut, jika dengan diet
salah satu tidak ada perbaikan padahal sudah dilakukan dengan benar, maka
diberikan rejimen yang lain. Sebelum memulai rejimen yang baru, penderite
diberi "karnaval selama seminggu, artinya selama 1 minggu itu semua makanan
boleh dimakan (pesta). Maksudnya adalah memberi hadiah setelah 3 minggu diet
dengan baik, demikian ada semangat untuk menjalani diet berikunya. Selanjutnya
diet yang berikutnya juga dilakukan selama 3 minggu sebelum dilakukan
pemicuan.
5. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan fisik
1. keadaan umum
a. GCS Tingkat kesadaran
b. Tanda-tanda vital
c. Keadaan fisik
d. kepala dan leher
e. diberikan
f. payudara dan ketiak
g. Perut
h. alat kelamin
i. Kulit
j. Ekstremitas
k. Pemeriksaan saraf
6. Pemeriksaan penunjang
a. Uji kulit: sebagai pemeriksaan penyaring (misalnya dengan alergen hirup
ungau, kapuk, debu rumah, bulu kucing, tepung sari rumput, atau allergen
makanan seperti susu, telur, kacang, ikan)
b. darah tepi bila eosinofilia 5% atau 500/ml condong pada alergi. Hitungan
leukosit 5000/ml disertai neutropenia 3% sering ditemukan pada alergi
makanan
c. Total IgE dan spesifik: harga normal Total IgE adalah 1000u/l sampai umur
20 tahun. Kadar IgE lebih dari 30u/ml pada umumnya menunjukkan
bahwa penderita adalah atopi, atau mengalamiparasit infeksiatau keadaan
depresi imun seluler
d. Tes intradermal kelemahan terbatas, berbahaya dan.
e. Tes hemaglutinin dan antibodi presipitat tidak sensitive
f. Biopsi usus sekunder dan sesudah dirangsang dengan makanan makanan
tantangan didapatkan inflamasi / atrofi mukosa usus, peningkatan limfosit
intraepitel dan IgM. IgE (dengan mikroskop imunofluoresen)
g. Pemeriksaan tes D Xylose, proktosigmoidoskopi dan biopsi usus.
h. Diit coba buta ganda (Double blind food challenge) untuk diagnosis pasti
7. Analisis tanggal
a. Tanggal subjek
1. sesak napas
2. mual, muntah
3. Meringis, gelisah
4. Terdapat nyeri pada bagian perut
5. Dankatal
6. batuk
b. Objek data jika
a. Penggunaan 02
b. Adanya kemerahan pada kulit
c. terlihat pucat
d. Pembengkakan pada bibir
e. Demam (suhu tubuh di atas 37.9
13. Diagnose keperawatan
a. rumusan diagnosa
1. resiko alergi makanan
2. gangguan rasa nyaman berdasarkan dengan gejala penyakit (alergi makanan)
3. gangguan integritas kulit berdasasarkan proses penuaan
4. hipertermia berdasarkan proses penyakit ( alergi makanan )
rencana keperawatan
DAFTAR PUSTAKA
Djuanda S, Sularsito. (2005). SA. Dermatitis In: Djuanda A, ed Ilmu penyakit kulit dan
kelamin. Edisi III. Jakarta: FK UI: 126-31.
Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Penerbit
:EGC, Jakarta.
Doenges, Marilynn E, et all. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Penerbit: EGC,
Jakarta
Djuanda, Adhi. 2005i Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Penerbit : Balai Penerbit FK
UI, Jakarta.
Mansoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran jilid 2. Edisi 3. Penerbit : Media
Aesculapius FK UI, Jakarta.