Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PENDAHULUAN

ALL DIRUANGAN POLI ONKOLOGI ANAK

A. PENGERTIAN
Leukemia merupakan penyakit keganasan sel darah putih yang berasal dari sumsum tulang
ditandai oleh proliferasi sel-sel darah putih, dengan manisfestasi adanya sel-sel abnormal
dalam darah tepi. Pada leukemia ada gangguan dalam pengaturan sel leukosit. Leukosit dalam
darah berploriferasi secara tidak teratur dan tidak terkendali dan fungsinyapun menjadi tidak
normal. Oleh karena proses tersebut fungsi-fungsi lain dari sel darah normal juga terganggu
hingga menimbulkan gejala leukemia yang dikenal dalam
klinik (Mansjoer, 2000).
Leukemia adalah penyakit akibat terjadinya proliferasi sel leukosit yang abnormal dan
ganas serta sering disertai adanya leukosit jumlah berlebihan yang dapat menyebabkan
terjadinya anemia dan trombositopenia. Leukemia limfosis atau limfositik akut ini merupakan
kanker jaringan yang menghasilkan leukosit yang imatur dan berlebihan sehingga jumlahnya
menyusup ke berbagai organ seperti sumsum tulang dan mengganti unsur sel yang normal
sehingga mengakibatkan jumlah eritrosit kurang untuk mencukupi kebutuhan sel sehingga
timbul perdarahan (Hidayat, 2006).

Klasifikasi besar leukemia terbagi menjadi leukemia akut dan kronis. Apabila populasi sel
abnormal tidak matang, maka dinamakan bentuk akut. Sedangkan leukemia yang bersel
matang dinamakan leukemia kronis. Leukemia akut dapat dibagi menjadi leukemia myelositik
akut (AML) dan leukemia limfoblastik akut (LLA). Pada leukemia kronis mencakup dua tipe
utama yaitu Leukemia granulositik (myelositik) kronik (CML ) dan leukemia limfositik kronik
( CLL ) (Mansjoer, 2000).

Akut Leukemia Limfoblastik ( ALL ) merupakan kanker paling umum yang terjadi pada
anak-anak. Tetapi LLA dapat berefek pada semua umur. Insidennya paling sering usia 2-10
tahun. Insiden tertinggi umur 3-5 tahun. Insiden turun bersamaan dengan peningkatan umur.
Lebih sering mengenai laki – laki daripada perempuan (Djoerban, 1998)

ALL terbagi menjadi 3, yakni :


1. L1 Sel-sel leukemia terdiri dari limfoblas yang homogen dan L1 ini banyak menyerang
anak-anak.

2. L2 Terdiri dari sel sel limfoblas yang lebih heterogen bila dibandingkan dengan L1. ALL
jenis ini sering diderita oleh orang dewasa.

3. L3 Terdiri dari limfoblas yang homogen, dengan karakteristik berupa sel Burkitt. Terjadi
baik pada orang dewasa maupun anak-anak dengan prognosis yang buruk.

B. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO


1. Faktor predisposisi
a. Penyakit defisiensi imun tertentu, misalnya agannaglobulinemia; kelainan
kromosom, misalnya sindrom Down (risikonya 20 kali lipat populasi umumnya);
sindrom Bloom.
b. Virus
Virus sebagai penyebab sampai sekarang masih terus diteliti. Sel leukemia mempunyai
enzim trankriptase (suatu enzim yang diperkirakan berasal dari virus). Limfoma
Burkitt, yang diduga disebabkan oleh virus EB, dapat berakhir dengan
leukemia.
c. Radiasi ionisasi
Terdapat bukti yang menyongkong dugaan bahwa radiasi pada ibu selama kehamilan
dapat meningkatkan risiko pada janinnya. Baik dilingkungan kerja, maupun
pengobatan kanker sebelumnya. Terpapar zat-zat kimiawi seperti benzene,
arsen, kloramfenikol, fenilbutazon, dan agen anti neoplastik.
d. Herediter
Faktor herediter lebih sering pada saudara sekandung terutama pada kembar

monozigot.
e. Obat-obatan
Obat-obat imunosupresif, obat karsinogenik seperti diethylstilbestrol
2. Faktor Lain
a. Faktor eksogen seperti sinar X, sinar radioaktif, dan bahan kimia (benzol, arsen,

preparat sulfat), infeksi (virus dan bakteri).


b. Faktor endogen seperti ras
c. Faktor konstitusi seperti kelainan kromosom, herediter (kadang-kadang dijumpai
kasus leukemia pada kakak-adik atau kembar satu telur.
C. PATOFISIOLOGI
D. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinik leukemia akut sangat bervariasi, tetapi pada umumnya timbul cepat, dalam

beberapa hari sampai minggu. Gejala leukemia akut dapat digolongkan menjadi tiga yaitu;
1. Gejala kegagalan sumsum tulang:
a. Anemia menimbulkan gejala pucat dan lemah. Disebabkan karena produksi sel darah
merah kurang akibat dari kegagalan sumsum tulang memproduksi sel darah merah.
Ditandai dengan berkurangnya konsentrasi hemoglobin, turunnya hematokrit, jumlah
sel darah merah kurang. Anak yang menderita leukemia mengalami pucat,
mudah lelah, kadang-kadang sesak nafas.
b. Netropenia menimbulkan infeksi yang ditandai demam, malaise, infeksi rongga

mulut, tenggorokan, kulit, saluran napas, dan sepsis sampai syok septic.
c. Trombositopenia menimbulkan easy bruising, memar, purpura perdarahan kulit,
perdarahan mukosa, seperti perdarahan gusi dan epistaksis. Tanda-tanda perdarahan
dapat dilihat dan dikaji dari adanya perdarahan mukosa seperti gusi, hidung (epistaxis)
atau perdarahan bawah kulit yang sering disebut petekia. Perdarahan ini dapat terjadi
secara spontan atau karena trauma. Apabila kadar
trombosit sangat rendah, perdarahan dapat terjadi secara spontan.
2. Keadaan hiperkatabolik yang ditandai oleh:
a. Kaheksia
b. Keringat malam
c. Hiperurikemia yang dapat menimbulkan gout dan gagal ginjal
3. Infiltrasi ke dalam organ menimbulkan organomegali dan gejala lain seperti:
a. Nyeri tulang dan nyeri sternum
b. Limfadenopati superficial
c. Splenomegali atau hepatomegali biasanya ringan
d. Hipertrofi gusi dan infiltrasi kulit
e. Sindrom meningeal: sakit kepala, mual muntah, mata kabur, kaku kuduk.
f. Ulserasi rectum, kelainan kulit.
g. Manifestasi ilfiltrasi organ lain yang kadang-kadang terjadi termasuk pembengkakan
testis pada ALL atau tanda penekanan mediastinum (khusus pada Thy-ALL atau pada
penyakit limfoma T-limfoblastik yang mempunyai hubungan dekat)
4. Gejala lain yang dijumpai adalah:
a. Leukostasis terjadi jika leukosit melebihi 50.000/µL. penderita dengan leukositosis
serebral ditandai oleh sakit kepala, confusion, dan gangguan visual. Leukostasis
pulmoner ditandai oleh sesak napas, takhipnea, ronchi, dan adanya infiltrasi pada
foto rontgen.
b. Koagulapati dapat berupa DIC atau fibrinolisis primer. DIC lebih sering dijumpai pada
leukemia promielositik akut (M3). DIC timbul pada saat pemberian kemoterapi yaitu
pada fase regimen induksi remisi.

c. Hiperurikemia yang dapat bermanifestasi sebagai arthritis gout dan batu ginjal.
d. Sindrom lisis tumor dapat dijumpai sebelum terapi, terutama pada ALL. Tetapi
sindrom lisis tumor lebih sering dijumpai akibat kemoterapi.

E. KOMPLIKASI
1. Infeksi
Komplikasi ini yang sering ditemukan dalam terapi kanker masa anak-anak
adalah infeksi berat sebagai akibat sekunder karena neutropenia. Anak paling rentan
terhadap infeksi berat selama tiga fase penyakit berikut:
a. Pada saat diagnosis ditegakkan dan saat relaps (kambuh) ketika proses leukemia

telah menggantikan leukosit normal.


b. Selama terapi imunosupresi
c. Sesudah pelaksanaan terapi antibiotic yang lama sehingga mempredisposisi
pertumbuhan mikroorganisme yang resisten.
Walau demikian , penggunaan faktor yang menstimulasi-koloni granulosit telah
mengurangi insidensi dan durasi infeksi pada anak-anak yang mendapat terapi kanker.
Pertahanan pertama melawan infeksi adalah pencegahan.
2. Perdarahan
Sebelum penggunaan terapi transfuse trombosit, perdarahan merupakan penyebab
kematian yang utama pada pasien leukemia. Kini sebagaian besar episode perdarahan
dapat dicegah atau dikendalikan dengan pemberian konsentrat trombosit atau plasma
kaya trombosit.
Karena infeksi meningkat kecenderungan perdarahan dan karena lokasi perdarahan
lebih mudah terinfeksi, maka tindakan pungsi kulit sedapat mungkin harus dihindari. Jika
harus dilakukan penusukan jari tangan, pungsi vena dan penyuntikan IM dan aspirasi
sumsum tulang, prosedur pelaksanaannya harus menggunakan teknik aseptic, dan lakukan
pemantauan kontinu untuk mendeteksi perdarahan.
Perawatan mulut yang saksama merupakan tindakan esensial, karena sering terjadi
perdarahan gusi yang menyebabkan mukositis. Anak-anak dianjurkan untuk menghindari
aktivitas yang dapat menimbulkan cedera atau perdarahan seperti bersepeda atau
bermain skateboard, memanjat pohon atau bermain dengan ayunan.
Umumnya transfuse trombosit hanya dilakukan pada episode perdarahan aktif
yang tidak bereaksi terhadap terapi lokal dan yang terjadi selama terapi induksi atau
relaps. Epistaksis dan perdarahan gusi merupakan kejadian yang paling sering
ditemukan.
3. Anemia
Pada awalnya, anemia dapat menjadi berat akibat penggantian total sumsum
tulang oleh sel-sel leukemia. Selama terapi induksi, transfusi darah mungkin diperlukan.
Tindakan kewaspadaan yang biasa dilakukan dalam perawatan anak yang menderita
anemia harus dilaksanakan (Wong, 2009).

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium
1. Hitung darah lengkap (Complete Blood Count) dan Apus Darah Tepi
a. Jumlah leukosit dapat normal, meningkat, atau rendah pada saat diagnosis. Jumlah
leukosit biasanya berbanding langsung dengan jumlah blas. Jumlah leukosit neutrofil
seringkali rendah
b. Hiperleukositosis (> 100.000/mm3) terjadi pada kira-kira 15% pasien dan dapat

melebih 200.000/mm3.
c. Pada umumnya terjadi anemia dan trombositopenia
d. Prporsi sel blast pada hitung leukosit bervariasi dari 0-100%
e. Hitung trombosit kurang dari 25.000/mm3
f. Kadar hemoglobin rendah
2. Aspirasi dan Biopsi sumsum tulang
Apus sumsum tulang tampak hiperselular dengan limpoblast yang sangat banyak
lebih dari 90% sel berinti pada ALL dewasa. Jika sumsum tulang seluruhnya digantikan
oleh sel-sel leukemia, maka aspirasi sumsum tulang dapat tidak berhasil, sehingga
touch imprintdari jaringan biopsy penting untuk evaluasi gambaran sitologi.
Dari pemeriksaan sumsum tulang akan ditemukan gambaran monoton, yaitu
hanya terdiri dari sel limfopoetik patologis sedangkan sistem lain terdesak (aplasia
sekunder).
3. Sitokimia
Pada ALL, pewarnaan Sudan Black dan mieloperoksidase akan memberikan hasil
yang negative. Mieloperoksidase adalah enzim sitoplasmik yang ditemukan pada granula
primer dari precursor granulositik yang dapat dideteksi pada sel blast AML. Sitokimia
berguna untuk membedakan precursor B dan B-ALL dari T-ALL. Pewarnaan fosfatase
asam akan positif pada limfosit T yang ganas, sedangkan sel B dapat memberikan hasil
yang positif pada pewarnaan periodic acid Schiff (PAS). TdT yang diekspresikan oleh
limpoblast dapat dideteksi dengan pewarnaan imunoperoksidase
atau flow cytometry
4. Imunofenotif (dengan sitometri arus/ Flow cytometry)
Reagen yang dipakai untuk diagnosis dan identifikasi subtype imunologi adalah

antibody terhadap:
a. Untuk sel precursor B: CD 10 (common ALL antigen), CD19, CD79A, CD22,

cytoplasnic m-heavy chain, dan TdT


b. Untuk sel T: CD1a,CD2,CD3,CD4,CD5 ,CD7,CD8 dan TdT
c. Untuk sel B: kappa atau lambda CD19,CD20, dan CD22

5. Sitogenetik

Analisi sitogenetik sangat berguna karena beberapa kelainan sitogenetik berhubungan dengan
subtype ALL tertentu, dan dapat memberikan informasi prognostik. Translokasi t(8;14), t(2;8), dan
t (8;22) hanya ditemukan pada ALL sel B, dan kelainan kromosom ini menyebabkan disregulasi
dan ekspresi yang berlebihan dari gen c-myc pada kromosom 8.

6. Biopsi limpa
Pemeriksaan ini memeperlihatkan poriferasi sel leukemia dan sel yang berasal dari
jaringan limpa yang terdesak, seperti limposit normal, RES, granulosit, dan pulp cell.

G. PENATALAKSANAAN
Terapi untuk leukemia akut dapat digolongkan menjadi dua yaitu:
a. Terapi spesifik: dalam bentuk kemoterapi
Kemoterapi memiliki tahapan pengobatan yaitu:
1. Induksi Remisi.
Banyak obat yang dapat membuat remisi pada leukemia limfositik akut. Pada
waktu remisi, penderita bebas dari symptom, darah tepi dan sumsum tulang normal
secara sitologis, dan pembesaran organ menghilang. Remisi dapat diinduksi dengan
obat-obatan yang efeknya hebat tetapi terbatas. Remisi dapat dipertahankan dengan
memberikan obat lain yang mempunyai kapasitas untuk tetap mempertahankan
penderita bebas dari penyakit ini.
Berupa kemoterapi intensif untuk mencapai remisi, yaitu suatu keadaan di mana
gejala klinis menghilang, disertai blast sumsum tulang kurang dari 5%. Dengan
pemeriksaan morfolik tidak dapat dijumpai sel leukemia dalam sumsum tulang dan
darah tepi.
Biasanya 3 obat atau lebih diberikan pada pemberian secara berurutan yang
tergantung pada regimen atau protocol yang berlaku. Beberapa rencana induksi
meliputi: prednisone, vinkristin (Oncovin),daunorubisin (Daunomycin), dan L-
asparaginase (Elspar). Obat-obatan lain yang mungkin dimasukan pada pengobatan
awal adalah 6-merkaptopurin (Purinethol) dan Metotreksat (Mexate). Allopurinol
diberikan secara oral dalam dengan gabungan kemoterapi untuk mencegah
hiperurisemia dan potensial adanya kerusakan ginjal. Setelah 4 minggu pengobatan,
85-90% anak-anak dan lebih dari 50% orang dewasa dengan ALL dalam remisi
komplit. Teniposude (VM-26) dan sitosin arabinosid (Ara-C) mungkin di gunakan
untuk menginduksi remisi juka regimen awal gagal.
i. Obat yang dipakai terdiri atas:
▪ Vincristine (VCR) 1.5 mg/m2/minggu, i.v
▪ Predison (Pred) 6 mg/m2/hari, oral
▪ L Asparaginase (L asp) 10.000 U/m2

▪ Daunorubicin 25 mg/m2/minggu-4 minggu


ii. Regimen yang dipakai untuk ALL dengan risiko standar terdiri atas:
▪ Pred + VCR
▪ Pred + VCR + L asp
iii. Regimen untuk ALL denga risiko tinggi atau ALL pada orang dewasa antara lain:
▪ Pred + VCR + DNR dengan atau tanap L asp
▪ Kelompok G!MEMA dari Italia memberikan DNR+VCR+Pred+L asp dengan

atau tanpa siklofosfamid.


2. Fase postremisi
Suatu fase pengobatan untuk mempertahankan remisi selama mungkin yang
pada akhirnya akan menuju kesembuhan. Hal ini dicapai dengan:
a) Kemoterapi lanjutan, terdiri atas:
▪ Terapi konsolidasi
▪ Terapi pemeliharaan (maintenance)
▪ Late intensification
b) Transplantasi sumsum tulang: merupakan terapi konsolidasi yang memberikan
penyembuhan permanen pada sebagaian penderita, terutama penderita yang
berusia di bawah 40 tahun.
Terapi postremisi
a) Terapi untuk sanctuary phase (membasmi sel leukemia yang bersembunyi dalam
SSp dan testis)
Triple IT yang terdiri atas : intrathecal methotrexate (MTX), Ara C (cytosine

arabinosid), dan dexamenthason


b) Terapi iontensifikasi/konsolidasi: pemberian regimen noncrossresistant terhadap

regimen induksi remisi.


c) Terapi pemeliharaan (maintenance): umumnya dipakai 6 mercaptopurine(6 MP)
peroral dan MTX tiap minggu. Di berikan selama 2-3 tahun denga diselingi terapi
konsolidasi atau intesifikasi.
b. Terapi suportif
Terapi ini bertujuan untuk mengatasi kegagalan sumsum tulang, baik karena proses
leukemia sendiri atau sebagai akibat terapi. Terapi suportif pada penderita leukemia tidak
kalah pentingnya dengan terapi spesifik karena akan menentukan angka keberhasilan
terapi. Kemoterapi intensif harus ditunjang oleh terapi suportif yang intensif pula, kalu
tidak maka penderita dapat meninggal karena efek samping obat, suatu kematian
iatrogenic. Terapi suportif berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yang ditimbulkan oleh
penyakit leukemia itu sendiri dan juga untuk mengatasi efek samping obat. Terapi
suportif yang diberikan adalah;
1. Terapi untuk mengatasi anemia
Transfusi PRC untuk mempertahankan hemoglobin sekitar 9-10 g/dl. Untuk calon
transplantasi sumsum tulang, transfusi darah sebaiknya dihindari.

2. Terapi untuk mengatasi infeksi, sama seperti kasus anemia aplastik terdiri atas:
a) Antibiotika adekuat
b) Transfusi konsentrat granulosit
c) Perawatan khusus (isolasi)
d) Hemopoitic growth factor (G-CSF atau GM-CSF)
3. Terapi untuk mengatasi perdarahan terdiri atas:
a) Transfuse konsentrat trombosit untuk mempertahankan trombosit minimal 10 x

106/ml, idealnya diatas 20 x 106/ml


b) Pada M3 diberikan Heparin untuk mengatasi DIC
4. Terapi untuk mengatasi hal-hal lain yaitu:
a) Pengelolaan leukostasis : dilakukan dengan hidrasi intravenous dan

leukapheresis. Segera lakukan induksi remisi untuk menurunkan jumlah leukosit


b) Pengelolaan sindrom lisis tumor: dengan hidrasi yang cukup, pemberiaan
alopurinol dan alkalinisasi urin.

Hasil pengobatan

Hasil pengobatan tergantung pada berikut ini:


1. Tipe leukemia : pada umumnya ALL mempunyai prognosis lebih baik dibandingkan
dengan AML
2. Karakteristik faktor prognostik dari penderita
3. Jenis regimen obat yang diberikan

B. PROGNOSIS

Prognosis leukemia tergantung pada faktor usia, penyakit komorbid, subtipe leukemia, dan
karakteristik sitogenik dan molekular leukemia pada masing-masing orang.  Prognosis 5-
year relative survival rate:
 Acute lymphocytic leukemia: usia <50 tahun sebesar 75%, usia ≥50 tahun sebesar 25%
 Acute myeloid leukemia: usia <50 tahun sebesar 55%, usia ≥50 tahun sebesar 14%
 Chronic lymphocytic leukemia: usia <50 tahun sebesar 94%, usia ≥50 tahun sebesar 83%
 Chronic myeloid leukemia: usia <50 tahun sebesar 84%, usia ≥50 tahun sebesar 48%[3]

C. PROMOSI KESEHATAN
Edukasi dan promosi kesehatan terhadap leukemia harus dilakukan supaya orang tua
dan kelompok masyarakat berisiko tinggi dapat mengenali tanda dan gejala leukemia. Pasien
leukemia dan orang tua juga harus diberikan edukasi mengenai aspek penanganan dan tanda
bahaya yang harus segera mendapat perawatan secepatnya. Hal perawatan leukemia, baik di
rumah sakit maupun di rumah. Edukasi tersebut harus mencakup lain yang perlu diedukasi
adalah supaya pasien dan keluarga tidak mencari pengobatan alternatif yang tidak jelas
manfaatnya dan malah berpotensi memperburuk kondisi pasien. Pasien dan keluarga
sebaiknya berdiskusi terlebih dahulu dengan dokter yang merawat pasien sebelum mencoba
terapi alternative,
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. BIODATA

a. Identitas Anak
▪ Umur : ALL lebih sering terjadi pada umur kurang dari 5 tahun.
Angka kejadian tertinggi adalah pada umur 3 tahun.

▪ Jenis kelamin : leukemia limpfositik akut paling sering terjadi pada laki-

laki dibandingkan perempuan.

b. Identitas Orang Tua

▪ Pendidikan : Pendidikan yang rendah pada orang tua mengakibatkan

kurangnya pengetahuan terhadapa penyakit anaknya.

▪ Pekerjaan : Pekerjaan orang tua yang berhubungan dengan bahan


kimia , radiasi sinar X , sinar radioaktif, berpengaruh kepada anaknya. Selain
itu sejauh mana orang tua mempengaruhi pengobatan penyakit anaknya.

2. Keluhan utama
Nyeri sendi dan tulang sering terjadi, lemah , nafsu makan menurun, demam (jika
disertai infeksi) bisa juga disertai dengan sakit kepala, purpura, penurunan berat badan
dan sering ditemukan suatu yang abnormal. Kelelahan dan petekie
berhubungan dengan trombositopenia juga merupakan gejala-gejala umum terjadi
3. Riwayat Kehamilan dan kelahiran
Saat hamil ibu sering mengkomsumsi makanan dengan bahan pengawet dan
penyedap rasa. Radiasi pada ibu selama kehamilan dapat meningkatkan resiko

pada janinnya. Lebih sering pada saudara sekandung, terutama pada kembar.
4. Riwayat Keluarga
Insiden ALL lebih tinggi berasal dari saudara kandung anak-anak yang terserang

terlebih pada kembar monozigot (identik).

5. Riwayat Tumbuh kembang

Pada penderita ALL pertumbuhan dan perkembangannya mengalami


keterlambatan akibat nutrisi yang didapat kurang karena penurunan nafsu makan,
pertumbuhan fisiknya terganggu, terutama pada berat badan anak tersebut. Anak
keliatan kurus, kecil dan tidak sesuai dengan usia anak.

Usia Rata-rata Berat Badan


(Kg)
3 hari 3,0
10 hari 3,2
3 bulan 5,4
6 bulan 7,3
9 bulan 8,6
1 tahun 9,5
2 tahun 11,8
4 tahun 16,2
6 tahun 20,0
10 tahun 28,0
14 tahun 45,0
18 tahun 54,0
Tabel 1.1 Rata-rata normal sesuai usia

(Wong, Donna L, 2004)

Sedangkan pada keadaan normal anak lingkar kepala mencapai 42,5 pada usia 6
bulan. Setiap bulannya lingkar kepala meningkat 1,25 cm
Pada anak dengan penderita penyakit ALL cenderung berat badan menurun, dan
tidak sesuai usia, lingkar kepala dan panjang badan relatif tetap (normal).
a) Riwayat Perkembangan
➢ Motorik Kasar
▪ Pada anak normal
o Mengangkat kepala saat tengkurap

o Dapat duduk sebentar dengan ditopang


o Dapat duduk dengan kepala tegak
o Jatuh terduduk di pangkuan ketika disokong pada posisi berdiri
o Control kepala sempurna
o Mengangkat kepala sambil berbaring terlentang
o Berguling dari terlentang ke miring
o Posisi lengan dan tungkai kurang fleksi
o Berusaha untuk merangkak

Pada anak dengan penyakit ALL pada umumnya dapat melakukan aktivitas
secara normal, tapi mereka cepat merasa lelah saat melakukan aktivitas yang
terlalu berat (membutuhkan banyak energi).

➢ Motorik Halus
▪ Pada keadaan normal
o Melakukan usaha yang bertujuan untuk memegang suatu objek

o Mengikuti objek dari sisi ke sisi


o Mencoba memegang benda tapi terlepas
o Memasukkan benda ke dalam mulut
o Memperhatikan tangan dan kaki
o Memegang benda dengan kedua tangan
o Menahan benda di tangan walaupun hanya sebentar

Pada umumnya anak dengan ALL masih dapat melakukan aktivitas ringan
seperti halnya anak-anak normal. Karena aktivitas ringan tidak membutuhkan
energi yang banyak dan anak tidak mudah lelah
6. Data psikososio spiritual
a. Psikologi:
Anak belum tahu tentang penyakitnya, sehingga anak tidak merasa
memiliki penyakit. Orang tua mengalami kecemasan mengenai penyakit yang
dialami anak, kondisinya apakah bisa sembuh atau tidak, serta masalah financial

keluarga.
b. Sosial:

Anak jarang bermain dengan teman-temannya, karena kondisi anak lemah


sehingga orangtua tidak mengizinkan anak untuk beraktivitas yang berat. Dirumah
anak bermain dengan orang tua dan saudaranya, tetapi bermain yang ringan.
c. Spiritual:
Sebelum tidur anak diingatkan oleh orang tua untuk berdoa. Saat anak
melihat orang tuanya berdoa anak mengikuti cara orang tuanya berdoa.

7. ADL

a. Nutrisi:
Anak makan 2 kali sehari, pada ALL terjadi penurunan nafsu makan. Anak
suka makan makanan siap saji maupun jajan diluar rumah. Anak tidak suka
makan sayur-sayuran, makan buah kadang-kadang sehingga zat besi yang
diperlukan berkurang. Selain itu pengaruh ibu yang suka masak menggunakan
penyedap rasa dan sering menyediakan makanan siap saji dirumah.

Gizi merupakan komponen penting lain dalam pencegahan infeksi. Asupan


protein-kalori yang adekuat akan memberikan hospes pertahanan yang lebih baik
terhadap infeksi dan meningkatkan toleransi terhadap kemoterapi dan iradiasi.
b. Aktivitas istirahat dan tidur:
Saat beraktivitas anak cepat kelelahan. Anak kebanyakan istirahat dan tidur
karena kelemahan yang dialaminya. Sebagaian aktivitas biasanya dibantu oleh
keluarga. Saat tidur anak ditemani oleh ibunya. Tidur anak terganggu karena nyeri
sendi yang sering dialami oleh leukemia.

c. Eleminasi:
Anak gangguan ALL pada umumnya mengalami diare, dan penurunan
haluran urin. BAB 3-5x sehari, dengan konsistensi cair. Haluan urin sedikit yang
disebabkan susahnya masukan cairan pada anak, warna urine kuning keruh.
Saat BAK anak merasa nyeri karena nyeri tekan diperianal.
d. H.P:
Anak mandi 2x sehari, gosok gigi 2x setelah makan dan mau tidur.

Sebagaian aktivitas hygiene personal sebagaian dibantu oleh orang tua.

8. Keadaan Umum:

Pada anak –anak tampak pucat, demam, lemah, sianosis


9. Pemeriksaan TTV

RR : Pada penderita PDA, manifestasi kliniknya pada umumnya anak sesak


nafas, tachypnea (Pernafasan >70x/menit), retraksi dada

Usia Nilai Pernafasan


Bayi baru 35
lahir
1-11 bulan 30
2 tahun 25
4 tahun 23
6 tahun 21

8 tahun 20

10-12 tahun 19

14 tahun 17

16 tahun 17

18 tahun 16-18
Tabel 1.4 Nilai Pernafasan rata-rata setiap menit sesuai umur

(Weni Kristiyani Sari, 2010 : 6)

Nadi : Pada penderita ALL, terdapat manifestasi klinik nadi teraba kuat dan
cepat (takikardia)
Usia Waktu bangun Tidur Demam

(kali/menit) (kali/ (kali/


menit) menit)

Bayi baru 100-180 80-160 >200

lahir

1 minggu-3 100-120 80-200 >200

bulan

3 bulan-2 70-120 70-120 >200

tahun

2-10 tahun 60-90 60-90 >200


10 tahun- 50-90 50-90 >200

dewasa

Tabel 1.4 Nilai Nadi Normal pada Anak

(Weni Kristiyani Sari, 2010 : 6)

TD : pada penderita ALL, tekanan darahnya tinggi disebabkan oleh


hiperviskositas darah

Usia Sistolik Diastolik


(mmHg) (mmHg)

Neonatus 80 45
6-12 bulan 90 60
1-5 tahun 95 65
5-10 tahun 10 60
0
10-15 11 60
tahun 5
Tabel 1.3 Nilai Tekanan Darah Normal pada Bayi dan Anak-anak

(Aziz Alimul, 2005 : 279 )

Suhu : Pada penderita ALL yang terjadi infeksi l suhu akan naik (hipertermi,

>37,50C)

Usia Nilai Suhu

3 bulan 37,5

6 bulan 37,5

1 tahun 37,7

3 tahun 37,2

5 tahun 37

7 tahun 36,8

9 tahun 36,7
11 tahun 36,7

13 tahun 36,6

Tabel 1.2 Nilai Suhu rata-rata normal anak

(Weni Kristiyani Sari, 2010 : 5)

10. Pemeriksaan Fisik Head to Toe

a. Kepala dan Leher


➢ Rongga mulut :
▪ apakah terdapat peradangan (infeksi oleh jamur atau bakteri). Penyebab
yang paling sering adalah stafilokokus,streptokokus, dan bakteri gram
negative usus serta berbagai spesies jamur.

▪ perdarahan gusi,
▪ pertumbuhan gigi apakah sudah lengkap
▪ ada atau tidaknya karies gigi.
➢ Mata:
▪ Konjungtiva : anemis atau tidak. Terjadi gangguan penglihatan akibat

infiltrasi ke SSP,

▪ sclera: kemerahan, ikterik.


▪ Perdarahan pada retinas
➢ Telinga: ketulian
➢ Leher: distensi vena jugularis
➢ Perdarahan otak
➢ Leukemia system saraf pusat: nyeri kepala, muntah (gejala tekanan tinggi
intrakranial), perubahan dalam status mental, kelumpuhan saraf otak,
terutama saraf VI dan VII, kelainan neurologic fokal.

b. Pemeriksaan Dada dan Thorax

➢ Inspeksi : bentuk thorax, kesimetrisan, adanya retraksi dada,

penggunaan otot bantu pernapasan


➢ Palpasi denyut apex (Ictus Cordis)
➢ Perkusi untuk menentukan batas jantung dan batas paru.
➢ Auskultasi : suara nafas, adakah ada suara napas tambahan: ronchi
(terjadi penumpukan secret akibat infeksi di paru), bunyi jantung I, II, dan III
jika ada

c. Pemeriksaan Abdomen

➢ Inspeksi bentuk abdomen apakah terjadi pembesaran pada kelenjar limfe,

ginjal, terdapat bayangan vena, auskultasi peristaltik usus, palpasi nyeri tekan
bila ada pembesaran hepar dan limpa.

➢ Perkusi adanya asites atau tidak.


d. Pemeriksaan Genetalia

➢ Pembesaran pada testis


➢ Hematuria
e. Pemeriksaan integument

Kulit :
➢ Perdarahan kulit (pruritus, pucat, sianosis, ikterik, eritema, petekie, ekimosis,

ruam)

➢ nodul subkutan, infiltrat, lesi yg tidak sembuh, luka bernanah, diaforesis

(gejala hipermetabolisme).

➢ peningkatan suhu tubuh.

Kuku : rapuh, bentuk sendok / kuku tabuh, sianosis perifer.

f. Pemeriksaan Ekstremitas

➢ Adakah sianosis, kekuatan otot.


➢ Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel-sel leukemia)

B. DAFTAR DIAGNOSA
Menurut Wong, D.L (2004 :596 – 610) , diagnosa pada anak dengan leukemia

adalah:

1. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh


2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia

3. Resiko terhadap cedera : perdarahan yang berhubungan dengan penurunan jumlah

trombosit

4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah
5. Perubahan membran mukosa mulut : stomatitis yang berhubungan dengan efek

samping agen kemoterapi

6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan

anoreksia, malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitis

7. Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia

8. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens kemoterapi,

radioterapi, imobilitas.

9. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan alopesia atau perubahan cepat pada

penampilan.

10. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang menderita

leukemia.

11. Antisipasi berduka berhubungan dengan perasaan potensial kehilangan anak.


C. RENCANA INTERVENSI

Berdasarkan diagnosa yang ada maka dapat disusun rencana keperawatan


sebagai berikut (Wong,D.L: 2004)

1. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh


Tujuan: Anak tidak mengalami gejala-gejala infeksi
Intervensi:
➢ Pantau suhu dengan teliti
➢ Tempatkan anak dalam ruangan khusus
➢ Anjurkan semua pengunjung dan staff rumah sakit untuk menggunakan

teknik mencuci tangan dengan baik

➢ Gunakan teknik aseptik yang cermat untuk semua prosedur invasive


➢ Evaluasi keadaan anak terhadap tempat-tempat munculnya infeksi

seperti tempat penusukan jarum, ulserasi mukosa, dan masalah gigi

➢ Inspeksi membran mukosa mulut. Bersihkan mulut dengan baik


➢ Berikan periode istirahat tanpa gangguan
➢ Berikan diet lengkap nutrisi sesuai usia
➢ Berikan antibiotik sesuai ketentuan
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia
Tujuan: terjadi peningkatan toleransi aktifitas

Intervensi:
➢ Evaluasi laporan kelemahan, perhatikan ketidakmampuan untuk

berpartisipasi dalam aktifitas sehari-hari

➢ Berikan lingkungan tenang dan perlu istirahat tanpa gangguan


➢ Kaji kemampuan untuk berpartisipasi pada aktifitas yang diinginkan atau

dibutuhkan

➢ Berikan bantuan dalam aktifitas sehari-hari dan ambulasi


3. Resiko terhadap cedera/perdarahan yang berhubungan dengan penurunan

jumlah trombosit

Tujuan: klien tidak menunjukkan bukti-bukti perdarahan


Intervensi:

➢ Gunakan semua tindakan untuk mencegah perdarahan khususnya pada


daerah ekimosis

➢ Cegah ulserasi oral dan rectal


➢ Gunakan jarum yang kecil pada saat melakukan injeksi
➢ Menggunakan sikat gigi yang lunak dan lembut
➢ Laporkan setiap tanda-tanda perdarahan (tekanan darah menurun,

denyut nadi cepat, dan pucat)

➢ Hindari obat-obat yang mengandung aspirin


➢ Ajarkan orang tua dan anak yang lebih besar ntuk mengontrol

perdarahan hidung

4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan

muntah

Tujuan: Tidak terjadi kekurangan volume cairan dan pasien tidak mengalami
mual dan muntah.

Intervensi:

➢ Berikan antiemetik awal sebelum dimulainya kemoterapi


➢ Berikan antiemetik secara teratur pada waktu dan program kemoterapi
➢ Kaji respon anak terhadap anti emetic
➢ Hindari memberikan makanan yang beraroma menyengat
➢ Anjurkan makan dalam porsi kecil tapi sering
➢ Berikan cairan intravena sesuai ketentuan
5. Perubahan membran mukosa mulut: stomatitis yang berhubungan dengan

efek samping agen kemoterapi

Tujuan: pasien tidak mengalami mukositis oral


Intervensi:

➢ Inspeksi mulut setiap hari untuk adanya ulkus oral


➢ Hindari mengukur suhu oral
➢ Gunakan sikat gigi berbulu lembut, aplikator berujung kapas, atau jari

yang dibalut kasa

➢ Berikan pencucian mulut yang sering dengan cairan salin normal atau

tanpa larutan bikarbonat

➢ Gunakan pelembab bibir


➢ Hindari penggunaan larutan lidokain pada anak kecil
➢ Berikan diet cair, lembut dan lunak
➢ Inspeksi mulut setiap hari
➢ Dorong masukan cairan dengan menggunakan sedotan
➢ Hindari penggunaa swab gliserin, hidrogen peroksida dan susu magnesia
➢ Berikan obat-obat anti infeksi sesuai ketentuan
➢ Berikan analgetik
6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan

anoreksia, malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau
stomatitis

Tujuan: pasien mendapat nutrisi yang adekuat


Intervensi:

➢ Dorong orang tua untuk tetap rileks pada saat anak makan
➢ Izinkan anak memakan semua makanan yang dapat ditoleransi,
rencanakan untuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan anak
meningkat

➢ Berikan makanan yang disertai suplemen nutrisi gizi, seperti susu bubuk

atau suplemen yang dijual bebas

➢ Izinkan anak untuk terlibat dalam persiapan dan pemilihan makanan


➢ Dorong masukan nutrisi dengan jumlah sedikit tapi sering
➢ Dorong pasien untuk makan diet tinggi kalori kaya nutrient
➢ Timbang BB, ukur TB dan ketebalan lipatan kulit trisep
DAFTAR PUSTAKA

1. Wong. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta :EGC

2. Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga. FKUI. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai