Anda di halaman 1dari 54

LAPORAN MAKALAH MINI SEMINAR

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TB PARU DIRUANGAN JASMIN


RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU

Preseptor Akademik:
Ns. Defi Eka Kartika, M. Kep

Preseptor Klinik:
Ns. Renny Gustinawati, S. Kep

Kelompok 3:

Eva Nurul Dianti 19031010


Pipit Yuliani 19031011
Nissa Hidayah 19031013
Mellisa Aridna Putri 19031014

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS HANGTUAH PEKANBARU
TA.2022-2023
PERSETUJUAN PRESEPTOR

Judul Kasus Mini Seminar : Asuhan Keperawatan Pada Tn. E Dengan Diagnosa Tuberkulosis
di Ruang Jasmine RSUD Arifin Achmad Pekanbaru
Nama Kelompok : 1. Eva Nurul Dianti
2. Pipit Yuliani
3. Nissa Hidayah
4. Mellisa Aridna Putri

Pekanbaru, 17 Januari 2023

Menyetujui

Preseptor Akademik Preseptor Klinik

Ns. Defi Eka Kartika, M. Kep Ns. Renni Gustinawati, S. Kep


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat tuhan yang maha esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah keperawatan
Medikal Bedah pada Tn. E dengan diagnosa medis TB Paru ini sebatas pengetahuan dan
kemampuan yang kelompok kami miliki dan kami juga berterimakasih kepada ibu Ns.
Defi Eka Kartika, M. Kep sebagai dosen pembimbing tugas kami ini serta kak Ns. Renny
Gustinawati, S. Kep sebagai preceptor klinik yang telah membantu kelompok kami ini.
Kelompok kami sangat berharap makalah ini berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita. Kelompok kami juga menyadari sepenuhnya bahwa didalam
makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari apa yang kelompok kami harapkan.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sebelumnya kelompok kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan, kelompok kami memohon kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan dimasa depan.

Pekanbaru, 18 Desember 2023

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i


DAFTAR ISI ....................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 2
1.3 Tujuan Penulisan .............................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN TEORI ............................................................................................... 5
2.1 Definisi TB Paru .............................................................................................. 5
2.2 Klasifikasi ......................................................................................................... 7
2.3 Etiologi .............................................................................................................. 7
2.4 Patofisiologis..................................................................................................... 8
2.5 Manifestasi klinis .............................................................................................. 8
2.6 Komplikasi ........................................................................................................ 9
2.7 WOC (Web Of Cautions) ................................................................................ 10
2.8 Pemeriksaan Penunjang .................................................................................. 11
2.9 Penatalaksanaan .............................................................................................. 13
2.10Konsep Asuhan Keperawatan ......................................................................... 13
BAB III GAMBARAN KASUS ....................................................................................... 23
3.1 Kasus ............................................................................................................... 23
3.2 Pengkajian ....................................................................................................... 23
3.3 Analisa Data .................................................................................................... 35
3.4 Diagnosis Keperawatan................................................................................... 36
BAB IV PEMBAHASAN KASUS ................................................................................... 40
BAB V PENUTUP ............................................................................................................ 47
5.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 47
5.2 Saran................................................................................................................ 47
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 50

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Tuberkulosis Paru adalah suatu penyakit infeksiyang disebabkan oleh kuman
Tuberkulosis(Mycobacterium tuberculosis). Bakteri ini lebih seringmenginfeksi organ
paru-paru dibandingkan bagian yanglain (Indriani, 2013). Zaman dahulu
penyakitTuberkulosis menyerang pada siapa saja, baik priamaupun wanita, tua atau
muda. Penyakit paru inidiidentifikasikan sebagi penyakit yang paling luasmelibatkan
batuk darah dan demam yang hampir selalufatal penyakit Tuberkulosis paru merupakan
penyakitinfeksi yang masih menjadi masalah kesehatanmasyarakat. Penyakit ini dapat
menyerang siapa saja(tua, muda, laki-laki, perempuan, miskin, atau kaya) (Yunita, 2012).
Karena pengobatan tbc memakan waktuyang cukup lama sekitar 6-8 bulan sering
kalimasyarakat mengabaikannya karena 2 bulan saatpengobatan sudah tidak ada gejala
sehingga merekamenganggap sudah sembuh,tetapi sebenarnya penyakitmereka belum
sembuh sehingga akan terjadikekambuhan yang disebut Tuberkulosis berulang(Pradana,
2014).
Dilihat dari data pada tahun 2020, terdapat 9.9 juta pengidap TB di dunia. Pada
tahun 2020, kasus TB terbanyak berada di Asia Tenggara (43%), Afrika (25%) dan
Pasifik Barat (18%). Tercatat Indonesia menduduki peringkat ketiga setelah India dan
China dari daftar 30 negara dengan kasus TB tertinggi di seluruh dunia yang termasuk
kategori HBC (High Burden Countries), artinya Indonesia tercatat sebagai negara yang
menghadapi tantangan berat dalam memberantas kasus TB. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia mencatat dalam Dashboard Tuberkulosis Indonesia Tahun 2020,
ditemukan sebanyak 824.000 suspek TB dan sekitar 393.323 kasus TB yang ternotifikasi.
Tercatat pula sekitar 33.366 kasus TB anak di Indonesia. Pada tahun 2020 tercatat 13.110
kematian akibat TB di Indonesia.
Menurut Profil Kesehatan Provinsi Riau, ditemukan pada tahun 2020 sebanyak
38.587 orang penderita TB yang menjalankan pengobatan di pelayanan kesehatan
Provinsi Riau dari 7.128.305 jiwa total penduduk Provinsi Riau. Dirinci lebih lanjut,
tercatat sebanyak 31.779 orang (82%) yang mendapatkan pelayanan sesuai standar
kesehatan meliputi pemeriksaan klinis dan bakteriologis, serta sebanyak 6.808 orang

1
(18%) mendapatkan pelayanan yang tidak sesuai standar kesehatan. Kota Pekanbaru
merupakan wilayah dengan kasus TB terbanyak yang ternotifikasi berjumlah 2.150 orang
dan suspek TB terbanyak berjumlah 7.728 kasus di Provinsi Riau. Hal ini disebabkan
karena Kota Pekanbaru memiliki jumlah penduduk terbanyak dibandingkan
kabupaten/kota lainnya di Provinsi Riau dan juga merupakan pusat rujukan pelayanan
kesehatan di Provinsi Riau. RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau merupakan pusat
pelayanan kesehatan yang menjadi rujukan dari semua puskesmas, klinik, rumah sakit,
dan pelayanan kesehatan lain di setiap kabupaten/kota yang ada di Provinsi Riau.
Diketahui juga bahwa penyakit TB paru merupakan penyakit yang rutin ditemukan
banyak penderita setiap tahunnya yang dirawat di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau,
baik rawat jalan maupun rawat inap. Jumlah penderita TB paru rawat jalan di RSUD
Arifin Achmad Provinsi Riau pada periode Januari hingga Desember tahun 2021 adalah
653 orang. Penderita TB paru rawat inap di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau
ditemukan sebanyak 95 orang.
Tuberkulosis Paru disebabkan oleh Mycobacteriumtuberculosis. Mycobacterium
tuberculosis merupakanjenis kuman berbentuk batang berukuran panjang 1-4 mm dengan
tebal 0,3-0,6 mm. Mikroorganisme ini tidak tahanterhadap sinar UV, karena itu
penularannya terutama pada malam hari. Mikroorganisme ini adalah bersifat aerobyakni
menyukai daerah yang banyak oksigen. Oleh karena itu Mycobacterium tuberculosis
senang tinggal didaerah apeks paru-paru yang kandungan oksigennyatinggi. Daerah
tersebut menjadi tempat yang kondusifuntuk penyakit Tuberkulosis. Biasanya sering
ditandaidengan batuk, batuk berdahak, nyeri dada, sesak, batukdarah serta keringat
malam. Komplikasi pada penderitaTuberkulosis Paru adalah kerusakan jaringan paru
yangmasif, gagal napas, pneumothoraks, efusi pleura, pneumonia, bronkioektasis, infeksi
organ tubuh lain olehfokus primer, penyakit hati sekunder (Aryanto,2015).
Tatalaksana Tuberkulosis terdiri dari : tindakanpencegahan dengan promosi
kesehatan/ Health Educationtentang Tuberkulosis, pengobatan dan rehabilitasi
pasienTuberkulosis. Tindakan pencegahan dapat berupapemeriksaan kontak terhadap
individu yang dekat denganpenderita Tuberkulosis Paru BTA Positif. Mass chest X-Ray,
yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompokpopulasi tertentu.Vaksinasi BCG, Salah
satu penanggulangan penyakit Tuberkulosis dengan strategis DOTS adalah dengan
penemuan kasus sedini mungkin.Hal ini maksutkan untuk mengefektifkan pengobatan

2
penderita dan menghindari penularan dari orang kontak yang termasuk subclinical
infection. Dengan pencegahan, gunakan masker untuk menutup mulut, mengusahakan
sinar matahari dan udara segar masuk secukupnya kedalam tempat tidur, makanan harus
tinggi karbohidrat dan tinggi protein, serta pola hidup sehat dapat di biasakan dengan
mengkonsumsi makanan yang di berikan bergizi dan menjaga kebersihan diri. Sebagai
perawat kita dapat mengajarkan cara untuk batuk efektif dengan cara nafas dalam dan
mengeluarkan dahaknya dengan cara dibatukkan. Namun beritahu klien untuk tidak
batuk, bersin dan meludah sembarangan. Menganjurkan klien untuk menghirup uap air
hangat untuk mengencerkan dahak, anjurkan pada keluarga untuk memberikan makan
klien sedikit tapi sering dan mencuci tangan enam langkah setiap sebelum dan sesudah
melakukan aktivitas (Depkes RI,2015).

1.2 Tujuan penulisan


1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui Konsep dan Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Pada Tn. E
yang mengalami Tuberculosis.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Untuk Mengetahui dan Memahami Definisi dan kalsifikasi tuberculosis
2. Untuk Mengetahui dan Memahami Etiologi tuberculosis
3. Untuk Mengetahui dan Memahami Patofisiologi tuberculosis
4. Untuk Mengetahui dan Memahami Manifestasi Klinis tuberculosis
5. Untuk Mengetahui dan Memahami Penatalaksanaan Medis tuberculosis
6. Untuk Mengetahui dan Memahami Penatalaksanaan Keperawatan
Tuberculosis
7. Untuk Mengetahui dan Memahami Asuhan Keperawatan medical bedah
Dengan tuberculosis

1.3 Manfaat penulisan


1. Dapat Mengetahui dan Memahami Definisi dan kalsifikasi tuberculosis

2. Dapat Mengetahui dan Memahami Etiologi tuberculosis

3. Dapat Mengetahui dan Memahami Patofisiologi tuberculosis

3
4. Dapat Mengetahui dan Memahami Manifestasi Klinis tuberculosis

5. Dapat Mengetahui dan Memahami Penatlaaksanaan Medis tuberculosis

6. Dapat Mengetahui dan Memahami Penatalaksanaan Keperawatan tuberculosis

7. Dapat Mengetahui dan Memahami Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Dengan


Tuberculosis

4
BAB II

TINJAUAN TEORI
2.1. Definisi
Tuberkulosis Paru adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman
Tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosis). Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ
paru-paru dibandingkan bagian yang lain (Indriani, 2014). Tuberkulosis adalah suatu
penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Sebagian
besar infeksi Tuberkulosis menyebar lewat udara, melalui terhirupnya nucleus droplet
yang berisikan organisme basil tuberkel dari seorang yang terinfeksi (Sylfia A. price &
Lorraine M. Willson, 2013).
Tuberkulosis paru yaitu penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru,
tuberculosis dapat juga di tularkan kebagian tubuh lainnya, termasuk meninges, ginjal,
tulang, dan nodus limfe (Brunner dan Suddart, 2013).

2.2. Klasifikasi
Klasifikasi Tuberkulosis menurut Pedoman Nasional Penganggulangan Tuberkulosis
(2014). Pasien Tuberkulosis juga diklasifikasikan menurut: Lokasi anatomi dari penyakit,
Riwayat pengobatan sebelumnya, Hasil pemeriksaan uji kepekaan obat dan hasil
pemeriksaan dahak mikroskopik.
1. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit:
Tuberkulosis paru adalah Tuberkulosis yang terjadi pada parenkim (jaringan)
paru Milier Tuberkulosis dianggap sebagai Tuberkulosis parukarena adanya
lesi pada jaringan paru. Limfadenitis Tuberkulosis dirongga dada (hilus dan
atau mediastinum) atau efusi pleura tanpa terdapat gambaran radiologis yang
mendukung Tuberkulosis pada paru, dinyatakan sebagai Tuberkulosis ekstra
paru. Pasien yang menderita Tuberkulosis paru dan sekaligus juga menderita
Tuberkulosis ekstra paru, diklasifikasikan sebagai pasien Tuberkulosis paru.
Tuberkulosis ekstra paru adalah Tuberkulosis yang terjadi pada organ selain
paru, misalnya: pleura, kelenjar limfe, abdomen, saluran kencing, kulit, sendi,
selaput otak dan tulang. Diagnosis Tuberkulosis ekstra paru dapat ditetapkan
berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis. Diagnosis Tuberkulosis
ekstra paru harus diupayakan berdasarkan penemuan Mycobacterium

5
tuberculosis. Pasien Tuberkulosis ekstra paru yang menderita Tuberkulosis pada
beberapa organ, diklasifikasikan sebagai pasien Tuberkulosis ekstra paru pada
organ menunjukkan gambaran Tuberkulosis yang terberat.

2. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya:


a. Pasien baru Tuberkulosis: adalah pasien yang belum pernah mendapatkan
pengobatan Tuberkulosis sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT
namun kurang dari 1 bulan (dari 28 dosis).
b. Pasien yang pernah diobati Tuberkulosis: adalah pasien yang sebelumnya
pernah menelan OAT selama 1 bulan atau lebih (dari 28 dosis). Pasien ini
selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan hasil pengobatan Tuberkulosis
terakhir.
c. Pasien kambuh: adalah pasien Tuberkulosis yang pernah dinyatakan
sembuh atau pengobatan lengkap dan saat ini didiagnosis Tuberkulosis
berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis (baik karena benar-
benar kambuh atau karena reinfeksi).
d. Pasien yang diobati kembali setelah gagal: adalah pasien Tuberkulosis yang
pernah diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan terakhir.
e. Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up) adalah
pasien yang pernah diobati dan dinyatakan lost to follow up (klasifikasi ini
sebelumnya dikenal sebagai pengobatan pasien setelah putus berobat
/default).
f. Lain-lain: adalah pasien Tuberkulosis yang pernah diobati namun hasil akhir
pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
3. Klasifikasi pasien Tuberkulosis berdasarkan hasil pemeriksaan dahak
mikroskopis yaitu:
1) Tuberkulosis paru BTA positif.
a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
positif.
b. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto thorak dada
menunjukkan tuberkulosis.
c. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman
Tuberkulosis positif.

6
d. 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak
SPS yang pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan
tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
2) Tuberkulosis BTA Negataif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada Tuberkulosis paru BTA positif.
Kriteria diagnostik Tuberkulosis paru BTA negatif harus meliputi:
a. spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.
b. Foto thorak abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
c. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika nonOAT.
d. Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.

2.3. Etiologi
Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis. Jenis kuman ini
berbentuk basil dengan ukuran 1-4 mm dengan tebal 0.3-0.6 mm. Mikroorganisme ini
tidak tahan terhadap Sinar UV, karena itu penularannya terutama pada malam hari. Pada
waktu batuk dan bersin pasien menyebarkan kuman, percikan dari droplet. Pertumbuhan
bakteri tuberkulosis dengan suhu pertumbuhan 30-40 ºC dan suhu optimum 37- 38ºC.
Dan akan mati pada pemanasan dengan suhu 60ºC selama 15-20 menit. Basil
Tuberkulosis dapat bertahan lebih dari 50 tahun dalam keadaan dormant (tidur) (Amin
dan Hardhi,2015).

2.4. Patofisiologi
Penularan terjadi karena kuman dibatukan atau dibersinkan keluar menjadi droplet
65tnuklei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1 –
2 jam, tergantung ada atau tidaknya sinar ultra violet. dan ventilasi yang baik dan
kelembaban. Dalam suasana yang gelap dan lembab kuman dapat bertahan sampai berhari
– hari bahkan berbulan, bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang yang sehat akan
menempel pada alveoli kemudian partikel ini akan berkembang bisa sampai puncak apeks
paru sebelah kanan atau kiri dan dapat pula keduanya dengan melewati pembuluh linfe,
basil berpindah ke bagian paru-paru yang lain atau jaringan tubuh yang lain. Setelah itu
infeksi akan menyebar melalui sirkulasi, yang pertama terangsang adalah limfokinase,
yaitu akan dibentuk lebih banyak untuk merangsang macrofage. Berkurang tidaknya

7
jumlah kuman tergantung pada jumlah macrofage. Karena fungsinya adalah membunuh
kuman / basil apabila proses ini berhasil & macrofage lebih banyak maka klien akan
sembuh dan daya tahan tubuhnya akan meningkat.
Tetapi apabila kekebalan tubuhnya menurun maka kuman tadi akan bersarang didalam
jaringan paru-paru dengan membentuk tuberkeln(biji-biji kecil sebesar kepala jarum).
Tuberkel lama kelamaan akan bertambah besar dan bergabung menjadi satu dan lama-
lama timbul perkejuan ditempat tersebut. Apabila jaringan yang nekrosis dikeluarkan saat
penderita batuk yang menyebabkan pembuluh darah pecah, maka klien akan batuk darah
(hemaptoe).

2.5. Manifestasi Klinis


Gejala utama Tuberkulosis Paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu, dapat
diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, sesak napas, badan lemas,
nafsu makan menurn, berat badan menurun (Depkes, 2014).
Gejala lain yang sering timbul adalah :
a. Demam, dengan suhu tubuh bisa mencapai 40-41ºC. Biasanya sering timbul pada
waktu sore dan malam hari.
b. Batuk darah, batuk yang disertai bercak darah atau gumpalan darah dalam jumlah
yang banyak. Batuk darah terjadi karena pecahnya pembuluh darah.
c. Sesak napas, Pada penyakit yang ringan (baru kambuh) belum dirasakan sesak napas.
Sesak napas akan ditemukan pada kondisi yang sudah lanjut yang infiltrasinya sudah
meliputi setengah bagian paru-paru.
d. Nyeri dada, nyeri pada Tuberkulosis Paru merupakan nyeri pleuritik yang ringan.
Gejala ini timbul apabila bagian persyarafan di pleura terkena.
e. Anoreksia. Anoreksia dan penurunan berat badan merupakan manifestasi toksemia
yang timbul belakangan dan lebih sering dikeluhkan bila proses progresif.
f. Keringat malam. Keringat malam bukanlah gejala yang patognomonis untuk
penyakit Tuberkulosis Paru. Keringat malam umumnya baru timbul bila proses telah
lanjut.
g. Gejala sistemik lainnya : malaise, lemah badan, dan penurunan berat badan.

8
2.6. Komplikasi
Menurut Sudoyo, dkk (2009 : hal 2238), komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan Tuberculosis
Paru, yaitu :
1) Pleuritis tuberkulosa
Terjadi melalui fokus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening, sebab lain dapat
juga dari robeknya perkijuan ke arah saluran getah bening yang menuju ronggal pleura, iga atau
columna vertebralis.
2) Efusi pleura
Keluarnya cairan dari pembuluh darah atau pembuluh limfe ke dalam jaringan selaput paru, yang
disebabkan oleh adanya penjelasan material masuk ke rongga pleura. Material mengandung
bakteri dengan cepat mengakibatkan reaksi inflamasi dan eksudat pleura yang kaya akan protein..
3) Empisema
Penumpukann cairana terinfeksi atau pus (nanah) pada cavitas pleura, rongga pleura yang di
sebabkan oleh terinfeksinya pleura oleh bakteri mycobacterium tuberculosis (pleuritis
tuberculosis).
4) Laryngitis
Infeksi mycobacteriym pada laring yang kemudian menyebabkan laryngitis tuberculosis.
5) Tuberkulosis Milier (tulang, usus, otak, limfe)
Bakteri mycobacterium tuberculosis bila masuk dan berkumpul di dalam saluran pernapasan akan
berkembang biak terutama pada orang yang daya tahan tubuhnya lemah, dan dapat menyebat
melalaui pembuluh darah atau kelenjar getah bening, oleh karena itu infeksi mycobacterium
tuberculosis dapat menginfeksi seluruh organ tubuh seperti paru, otak, ginjal, dan saluran
pencernaan.
6) Keruskan parennkim paru berat
Mycobacterium tuberculosis dapat menyerang atau menginfeksi parenkim paru, sehingga jika
tidak ditangani akan menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada parenkim yang terinfeksi.
7) Sindrom gagal napas (ARDS)
Disebabkan oleh kerusakan jaringan dan organ paru yang meluas, menyebabkan gagal napas atau
ketidak mampuan paru-paru untuk mensuplay oksigen ke seluruh jaringan tubuh.

9
2.7. Woc

10
2.8. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
LED (Laju Endap Darah) sebagai indikator atau respon terhadap pengobatan dan prediksi
tingkat penyembuhan; meningkat pada fase aktif. Leukosit/ limfosit menggambarkan status
imunitas penderita.

2. Tes kulit tuberculin


Tes Mantoux adalah tes kulit yang digunakan untuk menentukan individu terinfeksi basil
Tuberkulosis. Ekstrak basil tuberkulin ada 2 macam, yaitu : OT (Old Tuberkulin) dan PPD
(Purified Protein Derivative). Disuntikkan secara IC sebanyak 3-5 kali TU (Tuberculin Unit),
membentuk benjolan pada kulit, dan reaksi lokal seperti edema dan infiltrasi seluler. Area
suntikkan diinspeksi dalam waktu 48-72 jam dan diukur indurasinya. Ukuran indurasi
menentukan apakah Negatif (0-4 mm)natau Positif (5-10 mm), dan dapat bertahan selama
beberapa hari.

3. Rontgen thorax
Karakteristik kelainan terlihat sebagai daerah garis opaque yang ukurannya bervariasi dengan
batas lesi yang tidak jelas dilokasi sekitar hilus. Tidak jarang kelainan ini tampak kurang
jelas bibagian atas maupun bawah, memanjang di daerah clavicula atau satu bagian lengan
atas. Pasien dengan kelainan sering kali tidak dapat terdeteksi hingga mencapai stadium
lanjut, sehingga tampak gambaran kavitas dan penyebaran brokhogenik ke paru lain maupun
lobus bawah pada parus yang sama. Pemeriksaan toraks sangat berguna untuk mengevaluasi
hasil pengobatan dan bergantung juga pada tipe kerentanan bakteri tuberkel terhadap OAT.

4. CT scan
Pemeriksaan CT Scan dilakukan untuk menemukan hubungan kasus Tuberkulosis yang
inaktif dengan hasil kultur sputum. Ditunjukkan dengan adanya gambaran garis-garis fibrotik
ireguler, pita parenkimal, kalsifikasi nodul dan adenopati, perubahan kelengkungan berkas
bronkhovaskular, bronkhiektasis, dan emfisema perisikatriksial. Pada pasien Tuberkulosis
ditemukan adanya gambaran kavitas yang membentuk lingkaran nyata atau bentuk oval
dengan dinding yang cukup tipis.

11
5. Pemeriksaan mikrobiologi
Hasil pemeriksaan mikroskopik dilaporkan sebabgai berikut
+1 : Bila setelah 10 menit tidak ditemukan BTA, maka BTA Negatif
+2 : Bila ditemukan BTA 1-3 batang pada seluruh sediaan, maka sediaan diulang
+3 : Bila ditemukan bakteri tersebut, maka BTA +
Bahan pemeriksaan dapat berupa :
1) Sputum.
Sputum diambil pada pagi hari dan yang pertama keluar. Jika sulit didapatkan maka
sputum dikumpulkan selama 24 jam. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis
dilakukan dengan mengumpulkan 3 bahan dahak yang dikumpulkan dalam dua hari
kunjungan yang berurutan berupa, yang dikenal dengan konsep sewaktu- pagi sewaktu
(SPS) : Diagnosis tuberkolusi paru pada orang dewasa di tegakkan dengan ditemukannya
kuman tuberkolusis (BTA).

2) Urine
Urine yang pertama di pagi hari atau yang dikumpulkan selama 12-24 jam. Jika pasien
menggunakan kateter maka urine yang tertampung didalam urine bag dapat diambil.

3) Cairan kumah lambung


Umumnya bahan pemeriksaan ini digunakan jika anakanak atau penderita tidak dapat
mengeluarkan sputum. Bahan pemeriksaan diambil pagi hari sebelum sarapan.

4) Bahan lain: pus, cairan cerebrospinal (sumsum tulangbelakang), cairan pleura, jaringan
tubuh, feses dan swab tenggorok.

6. Tes faal paru


Penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio udara residu dan
kapasitas paru total, penurunan saturasi oksigen sebagai akibat dari infiltrasi
parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural.

2.9. Penatalaksanaan
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase, yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan
(4 atau 7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan.
12
a) Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
• Isoniazid (INH)
• Rifampisisn (R)
• Pirazinamid (Z)
• Streptomisin (S)
• Etambutol (E)

Dosis OAT untuk pengobatan TB-SO menggunakan tablet kombinasi dosis tetap (KDT)
Berat badan (KG) Fase infasif setiap hari dengan KDT Fase lanjutan setiap hari dengan
RHZE (150/75/400/275) KDT RH (150/75)
Selama 8 minggu Selama 16 minggu
30-37 kg 2tablet 4KDT 2tablet
38-54 kg 3tablet 4KDT 3tablet
≥55 kg 4tablet 4KDT 4tablet

b) Pengobatan Supportif/ Simptomatik


• Makan makanan yang bergizi
• Bila demam berikan obat penurun panas
• Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi batuk, sesak napas dan keluhan lainnya
c) Non-farmakologis
• Diit tinggi kalori tinggi protein (TKTP)
• Hindari merokok dan minuman alkohol
• Istirahat yang cukup
• Mengajarkan batuk efektif
• Olahraga
• Pengawasan minum obat
2.10. Konsep Asuhan Keperawatan
2.10.1 Pengkajian
• Identitas
A. Usia : Yang mudah terpapar bakteri penyebab penyakit Tuberkulosis adalah usia 15-
50 tahun, karena penyakit Tuberkulosis Paru paling sering ditemukan pada usia muda
atau usia produktif (15-50) tahun. Dewasa ini dengan terjadinya transisi demografi
menyebabkan usia harapan hidup lansia menjadi lebih tinggi. Pada usia lanjut lebih
dari 55 tahun sistem imunologis seseorang menurun, sehingga sangat rentan terhadap
13
berbagai penyakit, termasuk penyakit Tuberkulosis Paru, bahkan juga tidak menutup
kemungkinan pada usia produktif atau pada anak (Nurarif dan Kusuma, 2015).
B. Jenis kelamin : laki-laki, karena jenis kelamin cukup berperan dalam menentukan
apakah seseorang lebih rentan terkena Tuberkulosis atau tidak. Jumlah penderita pria
yang lebih banyak diduga disebabkan mobilitas dan aktivitasnya yang lebih tinggi
daripada perempuan. Terlalu banyak merokok tembakau dan minum alcohol sehingga
dapat menurunkan system pertahanan tubuh, sehingga lebih mudah terpapar dengan
agen penyebab Tuberkulosis Paru. Dengan faktor tersebut, pria diyakini lebih mudah
terpapar bakteri penyebab penyakit Tuberkulosis (Hiswani, 2009).
C. Pekerjaan : pasiean yang mempunyai pekerjaan yang tidak sesuai standart K3 seperti
di pabrik , pekerja diruangan tertutup tanpa adanya ventilasi yang memadai hingga
kurangnya paparan sinar matahari yang dapat menimbulkan kuman Tuberkulosis
dapat menetap disana. Pekerja tambang khususnya tambang logam, peleburan dan
konstruksi yang rentan terpapar debu silika yang jika dibiarkan terus menerus bisa
menyebabkan sesak nafas dan terjangkit Tuberkulosis paru (Irman Somantri, 2009).
• Keluhan utama
Gejala umum biasanya lemah dan demam. Keluhan Tuberkulosis dibagi menjadi gejala
respiratorik (batuk, batuk darah, sesak napas, nyeri dada), dan gejala sistemik(demam,
anoreksia, keringat malam, penurunan berat badan, dan malaise) (Somantri, 2008)
• Riwayat penyakit sekarang Bagian ini untuk melengkapi keluhan utama. Biasanya batuk
lebih dari tiga minggu dengan dahak berwarna kuning yang bisa bercampur dengan
darah. Berkeringat di malam hari yang dimulai dengan demam dan akhirnya
menyebabkan keringat berlimpah diikuti oleh menggigil. Kehilangan nafsu makan pada
penderita biasanya disebabkan oleh rasa mual yang dirasakan, dan terjadi penurunan
berat badan karena pengaruh hormone leptin dalam tubuh (Naga, 2014).
• Riwayat penyakit dahulu
Pernah menderita/ didiagnosa Tuberkulosis sebelumnya, mengalami keluhan atau gejala
yang sama, pernah mendapatkan OAT. Jika iya, bagaiman keteraturan meminum obat
dan efek yang dirasa. Riwayat penyakit lain, seperti Diabetes, pembesaran getah bening,
riwayat operasi, diet, alergi obat, dan obat-obat yang biasa diminum pada masa lalu (Arif
Muttaqin, 2009)
• Riwayat penyakit keluarga
Secara patologi Tuberkulosis tidak diturunkan, tetapi riwayat Tuberkulosis pada anggota
keluarga lain perlu ditanyakan sebagai faktor presdiposisi penularan didalam rumah.
Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan yaitu, merokok, penyalahgunaan obat-obatan
14
dan alkohol, dan kurangnya olahraga, kurang istirahat, terpapar polusi setiap hari tanpa
menggunakan masker, besar kemungkinan untuk tertular penyakit Tuberkulosis Paru
(Helmia, 2010). Lingkungan tempat tinggal pasien kumuh, udara yang kotor, rumah
yang kurang terpapar sinar matahari, lembab dan berdebu punya resiko tinggi terinfeksi
kuman Mycobacterium Tuberculosis (Ahmad, 2008).
• Pemeriksaan Fisik Menurut Arif Mutaqin (2012)
A. Breath (B1)
Pada inspeksi didapatkan bentuk dada. Sekilas pasien Tuberkulosis terlihat
kurus sehingga tampak penurunan proporsi diameter bentuk dada anterior-posterior
dibandingkan proporsi diameter lateral. Pada Tuberkulosis dengan efusi pleura yang
masif, terlihat adanya ketidaksimetrisan rongga dada, pelebaran ICS pada sisi yang
sakit. Pada Tuberkulosis dengan atelektasis paru membuat bentuk dada menjadi
asimetris, penyempitan ICS pada sisi yang sakit. Gerakan napas pada Tuberkulosis
minimal tanpa komplikasi, biasanya gerakan pernapasan tidak mengalami
perubahan. Jika terdapat komplikasi yang melibatkan kerusakan luas pada parenkim
paru, biasanya pasien terlihat sesak napas, peningkatan frekuensi napas, dan
menggunakan otot bantu napas. Batuk dan sputum. Pasien Tuberkulosis biasanya
didapatkan batuk yang produktif disertai adanya peningkatan produksi sekret dan
sekresi sputum yang purulen. Tuberkulosis Paru dengan atelektasis mengalami
peningkatan produksi sputum yang banyak. Produksi sputum seperti konsistensi,
jumlah, warna, darah, dan kemampuan mengeluarkan perlu diukur sebagai
penunjang evaluasi.
Pada palpasi didapatkan adanya pergeseran trakhea menunjukkan penyakit
dari lobus atas paru. Pada Tuberkulosis paru dengan efusi pleura masif dan
pneumothoraks akan mendorong posisi trakhea ke arah berlawanan dari arah sakit.
Gerakan dinding thoraks Tuberkulosis Paru tanpa komplikasi, gerakan dada
biasanya normal. Adanya penurunan gerakan dinding pernapasan biasanya
ditemukan pada pasien Tuberkulosis dengan kerusakan parenkim paru yang luas.
Perkusi pada pasien Tuberkulosis paru minimal tanpa komplikasi, biasanya
didapatkan bunyi resonan pada seluruh lapang paru. Pada Tuberkulosis Paru dengan
efusi pleura didapatkan bunyi redup sampai pekak pada sisi yang sakit sesuai
banyaknya akumulasi cairan dirongga pleura. Apabila disertai pneumothoraks,
didapatkan bunyi hiperresonan. Pada auskultasi didapatkan bunyi napas tambahan
Ronchi pada sisi yang sakit. Catat diarea paru mana terdengar suara ronchi. Bunyi

15
yang terdengar melalui stetoskop ketika pasien berbicara pada Tuberkulosis Paru
dengan efusi pleura akan didapatkan penurunan pada sisi yang sakit.
B. Blood (B2)
Inspeksi adanya jaringan parut dan keluhan kelemahan fisik. Denyut nadi perifer
terpalpasi lemah. Saat diperkusi pada Tuberkulosis Paru dengan efusi pleura masif,
batas jantung mengalami pergeseran mendorong ke sisi sehat. Tekanan darah
biasanya normal. Bunyi jantung tambahan biasanya tidak didapatkan.
C. Brain (B3)
Kaji tingkat kesadaran, penurunan sensori, nyeri, reflek, fungsi saraf kranial dan
fungsi saraf serebral. Pada Tuberkulosis Paru telah mengalami Tuberkulosis
miliralis maka akan terjadi komplikasi meningitis yang berakibat penurunan
kesadaran, penurunan sensasi, kerusakan nervus kranial, tanda kernig dan brudinsky
serta kaku kuduk yang positif (Arif Muttaqin, 2009).
D. Bladder (B4)
Pasien Tuberkulosis paru akan menemukan urine berwarna jingga pekat dan berbau
yang menandakan fungsi ginjal masih normal sebagai ekskresi karena meminum
OAT terutama Rifampisin.
E. Bowel (B5)
Pasien mungkin mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan dan penurunan
berat badan.
F. Bone (B6)
Aktivitas sehari-hari mungkin berkurang pada pasien Tuberkulosis Paru. Gejala
kelemahan, keletihan, insomnia, jadwal olahraga tidak teratur.

• Konsep Analisa Data


Merupakan informasi yang dilakukan secara sistematis dan kontinyu tentang status
kesehatan klien untuk menentukan masalahmasalah serta kebutuhan-kebutuhan
kesehatan klien. Informasi yang diperlukan adalah segala sesuatu penyimpangan tentang
klien sebagai makhluk bio-psiko-sosio-spiritual, kemampuan dalam mengatasi masalah
sehari-hari, masalah kesehatan dan keperawatan yang mengganggu kemampuan klien
dan keadaan sekarang yang berkaitan dengan rencana asuhan keperawatan yang akan
dilakukan terhadap klien.
Jenis data yang dikumpulkan dapat berupa data subjektif dan data objektif. Data subjektif
adalah data yang diperoleh dari keluhan-keluhan yang disampaikan oleh klien, termasuk
sensasi klien, perasaan, nilai-nilai kepercayaan, pengetahuan, dan persepsi terhadap
16
status kesehatan dan situasi kehidupan, misalnya: rasa nyeri, mual, sakit kepala, rasa
khawatir, cemas dan lain-lain. Sedangkan data objektif adalah data yang diperoleh
melalui suatu pengamatan, pengukuran, pemeriksaan dengan menggunakan standar yang
diakui (berlaku), misalnya: perubahan warna kulit, tekanan darah, suhu tubuh, perubahan
perilaku dan lain-lain (Patricia A. Dan Perry Anne Griffin, 2008).

2.10.2 Diagnosa Keperawatan


1) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan sekret
2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kongesti paru,penurunan perifer,
dan penurunan curah jantung
3) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan menurunnya ekspasi paru
sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura
4) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
penurunan nafsu makan.
5) Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan batuk produktif

2.10.3 Rencana Intervensi Keperawatan


1) Diagnosa 1 : Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
Tujuan dan kriteria hasil : Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3x24
jam diharapkan nafas kembali efektif dengan kriteria hasil :
• Tidak ada suara ronkhi
• Mengeluarkan secret tanpa bantuan
• Mempertahankan jalan nafas
• Tanda-tanda vital dalam batas norma
Intervensi:
• Observasi dan pantau fungsi pernapasan (bunyi napas, kecepatan, dan
penggunaan otot bantu napas) R/ Penurunan bunyi napas menunjukkan
atelektasis, ronkhi menunjukkan akumulasi sekret, dan adanya penggunaan otot
bantu napas serta peningkatan kerja napas
• Observasi dan pantau kemampuan mengeluarkan sekresi dan karakteristiknya
R/ Sputum yang kental akan menyulitkan untuk mengeluarkannya, sputum
kental juga menunjukkan efek infeksi dan hidrasi yang tidak adekuat, sputum
berdarah bila ada kerusakan atau luka bronkhial
• Berikan posisi semifowler/ fowler R/ Memaksimalkan ekspansi paru dan
menurunkan upaya bernapas
17
• Ajarkan batuk efektif R/ Ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan
meningkatkan gerakan sekret ke jalan napas besar untuk dikeluarkan
• Bersihkan sekret, lakukan suction bila perlu R/ Mencegah obstruksi dan
aspirasi. Penghisapan dilakukan jika pasien tidak mampu mengeluarkan.
• Lakukan oksigenasi bila perlu R/ Memberikan transpor oksigen yang adekuat,
meringankan upaya bernapas
• Kolaborasi pemberian OAT, agen mukolitik, bronkodilator, kortikosteroid R/
Perlu memantau minum OAT pada pasien. Agen mukolitik untuk menurunkan
kekentalan sekret sehingga mudah dikeluarkan dengan mudah. Bronkodilator
untuk meningkatkan diameter lumen percabangan trakeobronkhial sehingga
menurunkan tahanan terhadap aliran udara. Kortikosteroid berguna dengan
keterlibatan luas pada hipoksemia dan bila reaksi inflamasi mengancam
kehidupan

2) Diagnosa 2 : Gangguan pertukaran gas


Tujuan dan kriteria hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapakan oksigenasi adekuat dengan criteria hasil :
• Tidak ada keluhan sesak
• Tidak tampak tarikan dinding dada
• Klien bisa istirahat pada malam hari
• TTV dalam batas normal (RR 20-24 x/menit)
• Analisis gas darah dalam batas normal
Intervensi:
• Auskultasi bunyi nafas, catat adanya alergi R/ Menyatakan adanya kongestif
paru / pengumpulan sekret menunjukkan kebutuhan untuk intervensi lebih
lanjut
• Anjurkan klien untuk batuk efektif dan nafas dalam R/ Membersihkan jalan
nafas dan memudahkan oksigenasi
• Dorong klien untuk perubahan posisi sering R/ Membantu untuk mencegah
ateletaksis dan pneumonia
• Berikan tambahan O2 6 liter /menit R/ Untuk meningkatkan konsentrasi O2
dalam proses pertukaran gas

18
• Kolaborasi pemberian digoxin R/ Meningkatkan kontraktilitas otot jantung
sehingga dapat mengurangi timbulnya edema dan dapat mencegah gangguan
pertukaran gas
3) Diagnosa 3 :Ketidakefektifan pola napas
Tujuan dan kriteria hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam
diharapkan ketidakefektifan pola nafas kembali efektif dengan kriteria hasil:
• Jalan nafas kembali normal
• Respirasi rate dalam batas normal
• Tidak ada retraksi intercosta
• Tidak ada pernafasan cuping hidung

Intervensi:
• Observasi dan pantau fungsi pernapasan R/ Distress pernapasan dan perubahan
tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stres fisiologi dan nyeri atau dapat
menunjukkan terjadinya syok akibat hipoksia. Bunyi napas dapat menurun/
tidak ada pada area kolaps yang meliputi satu lobus, segmen paru atau seluruh
area paru
• Berikan posisi semifowler/ fowler tinggi dan miring pada sisi yang sakit R/
Posisi fowler memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya bernapas
• Bantu pasien untuk melakukan napas dalam dan batuk efektif R/ Ventilasi
maksimal membuka area atelektasis dan meningkat kan gerakan sekret ke jalan
napas besar untuk dikeluarkan
• Lakukan oksigenasi bila perlu R/ Memberikan transpor oksigen yang adekuat,
meringankan upaya bernapas
• Kolaborasi untuk tindakan thorakosentesis atau WSD, jika perlu R/ Sebagai
evakuasi cairan atau udara dan memudahkan ekspansi paru secara maksimal
4) Diagnosa 4 :Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
Tujuan dan kriteria hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam
diharapkan klien ada peningkatan nutrisi dengan kriteria hasil :
• Menunjukan berat badan meningkat
• Melakukan pola makan untuk mempertahankan berat badan yang tepat
Intervensi :

19
• Observasi dan pantau status nutrisi pasien (BB, intake, output, turgor kulit,
integritas mukosa bibir, kemampuan menelan, anoreksia, diare) R/
Memvalidasi dan menetapkan derajat masalah nutrisi sebagai evaluasi
• Ajarkan perawatan kebersihan mulut R/ Menurunkan rasa tidak enak pada
mulut karena sisa makanan, sisa sputum atau sisa obat, dan menurunkan
rangsangan muntah
• Kolaborasi dan fasilitasi pasien untuk memperoleh diet yang sesuai indikasi dan
disukai, diet tinggi kalori tinggi protein, porsi sedikit tapi sering R/
Memaksimalkan pemberian intake gizi, mengurangi kelelahan dan iritasi
saluran cerna. Merencanakan diet dengan kandungan gizi yang cukup dan
sesuai dengan status hipermetabolik pasien
• Kolaborasi pemeriksaan BUN, protein serum, dan albumin R/ Menilai
kemajuan terapi nutrisi dan sebagai evaluasi
• Kolaborasi pemberian multivitamin, jika perlu R/ Multivitamin berguna untuk
memenuhi kebutuhan vitamin yang tinggi sekunder dari peningkatan
metabolisme
5) Diagnosa 5 : Gangguan pola istirahat tidur
Tujuan dan kriteria hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan kebutuhan tidur klie terpenuhi dengan criteria hasil :
• Klien tidak mengeluh susah tidur
• Sklera tidak tampak merah
• Frekuensi tidur 7-8 jam / hari
Intervensi
• Beri posisi senyaman mungkin bagi pasien R/ Posisi semi fowler atau posisi
yang menyenangkan akan memperlancar pereedaran O2 dan CO2
• Tentukan kebiasaan motivasi sebelum tidur malam sesuai dengan kebiasaan
pasien sebelum sakit R/ Mengubah pola yang sudah menjadi kebiasaan sebelum
tidur akan mengganggu proses tidur
• Anjurkan pasien untuk latihan relaksasi sebelum tidur R/ Relaksasi dapat
membantu mengatasi gangguan tidur
• Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang R/ Dengan lingkungan yang
nyaman dan tenang ditunjukkan sepaya klien dapat tidur dengan nyenyak

20
• Jelaskan tentang pentingnya istirahat tidur R/ Melalui penjelasan tentang
pentingnya istirahat tidur diharapkan klien dapat beristirahat dengan teratur dan
tepat waktu sehinga sklera mata tidak tampak merah

21
BAB III
GAMBARAN KASUS
3.1 Kasus
Seorang laki laki berusia 61 tahun inisial Tn E datang ke IGD, kemudian dirujuk ke ruang
jasmine pada tanggal 12-Januari-2023 dengan keluhan sesak nafas, batuk berdahak dan suhu panas
naik turun. Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 16-Januari-2023 hari rawatan ke 4 pasien
mengatakan sesak nafas, batuk, nyeri sehingga mengeluhkan sulit tidur dikarenakan pasien sesak dan
batuk. Pasien memiliki riwayat merokok sejak umur 12 tahun tetapi pasien tidak memiliki riwayat
hipertensi dan diabtes melitus. Keluarga pasien juga tidak ada yang memiliki riwayat hipertensi,
tuberculosis paru dan diabetes melitus. Pasien mengkonsumsi obat-obatan seperti IUFD NaCl, N-
acetylsistein, Vipalbumin, Kapsul garam, Nebu combivent + pulmicort, Injeksi omeprazol, Symbicort,
Paracetamol tablet dan Ketorolac.
Hasil pemeriksaan fisik pada tanggal 16-Januari-2023 didapatkan hasil Tekanan darah 120/75
mmHg, pernafasan 22x/menit, nadi 95 dan suhu 37,5 derajat celcius. Rambut pasien hitam (terdapat
uban), mata simetris, tidak menggunakan alat bantu dengar, tidak terpasang NGT, mulut bersih, tidak
ada kaku kuduk, dada simetris, nyeri dada skala 4, suara pekak redup, terdapat suara tambahan ronchi,
bising usus 20x/menit, suara pekak, tidak ada nyeri tekan, kekuatan (5).

3.2 Pengkajian

A. INFORMASI UMUM
Tanggal Pengkajian : Senin, 16 Januari 2023 Suku Bangsa : Indonesia
Nama Lengkap : Esra Maharaja Agama : Kristen
Umur : 61 th Tanggal masuk : 12-01-2023
Tanggal Lahir : 1962-04-04 Hari rawat ke : ke-5
Jenis Kelamin : Laki-Laki Dari Rujukan : IGD
No. MR : 01116584 Diagnosa Medik : TB Paru

1. KELUHAN UTAMA
P: Nyeri di dada dan bagian WSD
Q: Nyeri seperti ditusuk
R: Nyeri pada dada
S: Skala nyeri 2-3
T: Nyeri timbul saat batuk

2. RIWAYAT PENYAKIT SAAT INI


Saat dilakukan pengkajian nyeri pada perut kanan bawah, nyeri seperti ditusuk, skala 2-3, nyeri timbul
22
saat batuk, GCS 15, kesadaran composmentis, terpasang nasal kanul, CRT <3 detik, TD 120/75 mmHg, N 95,
RR 22, S 37.5
3. RIWAYAT KESEHATAN SEBELUMNYA
Pasien mengatakan sebelumnya tidak memiliki penyakit lain, pasien mengatakan bahwa pasien
merupakan perokok aktif sejak remaja

4. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA (GENOGRAM)


Keluarga mengatakan tidak ada keluarga yang memiliki penyakit sepeti pasien, keluarga juga
tidak ada yang memiliki riwayat hipertensi dan diabetes melitus.
GENOGRAM

Keterangan:
Laki-laki hidup
Perempuan hidup
Laki-laki meninggal
Perempuan meninggal
Pasien

B. KEADAAN UMUM
a. Kesadaran : Composmentis
b. GCS : 15 E:4 M:5 V :6 Total: 15
c. Antropometri :
- BB :49 kg
- TB :158 cm
- IMT :19,6 cm
- LILA :22 cm

23
d. TTV (Pukul : WIB )
- TD :120/75 mmHg
- N :95 kali/mnt
- RR :22 kali/mnt
o
- S :37.5 C

*Buat nilai normal pada setiap hasil pemeriksaan TTV


TD : 120/80 mmHg
N : 60-100 x/Menit
RR : 12-20 x/Menit
S : 37C

IMT:
<18,5 : BB kurang
18.5-22.5 : Normal
23-24,5 : Kelebihan BB
25-29,9 : Obesitas I
>30 : Obesitas II

C. PENGKAJIAN FISIK (HEAD TO TOE)


1. Kepala
a. Rambut & Kulit Kepala : Warna Rambut Tekstur/ Ketebalan Rambut/ Kondisi
Kulit Kepala/ Nodul-Massa kulit kepala/ Bentuk- Ukuran Kesimetrisan Tulang
Kranium/ Kesimetrisan Bentuk Wajah
Jelaskan
Rambut beruban, tidak rontok, tidak terdapat lesi, tidak terdapat massa, bentuk
kepala bulat, wajah simetris, kulit kepala bersih, tidak ada abnormal.
b. Mata : Distribusi Alis dan Bulu Mata/ Kondisi Tulang Orbital/ Kesimetrisan
Mata/ Palpebra/ Kondisi Kornea/ Refleks Korea/ Pupil (Ukuran Pupil-Refleks
Cahaya Sklera/ Konjungtiva/ Lesi/ Pergerakan Bola Mata/Nyeri KelenjarLakrimal-
Kantus Mata/ Lapangan Pandang/ Ketajaman Pandang
Jelaskan
Distribusi bulu mata tidak terlalu tebal, tulang orbital normal, mata simetris,
tidak terdapat lesi, konjungtiva tidak anemis, kornea tampak jernih, refleks
pupil mengecil, pergerakan bola mata normal, tidak ada nyeri, tidak ada edema.
24
c. Telinga : Kondisi Aurikula Tulang Mastoid/ Kebersihan Liang Telinga
Membran Timpani/ Nyeri Massa/ Perdarahan/ Infeksi Kemamampuan
Pendengaran/ Alat Bantu Dengar/ Benda Asing
Jelaskan :

Kondisi telinga tidak terdapat adanya pembengkakan pada tulang mastoid,


telinga bersih, tidak ada nyeri, tidak ada massa, tidak ada peradangan,
pendengaran baik dan tidak menggunakan alat bantu dengar.

d. Hidung : Bentuk-Ukuran-Wama-Kesimetrisan/ Cuping Hidung/ Massa/


kondisi Tulang dan Kartilago Hidung/ Patensi Lubang Hidung/ Kebersihan
Kondisi Sinus/ Nyeri/ Discharge! Terpasang Alat Bantu Nafas (Jenis/lt)/
Terpasang NGT (Ukuran/Hari)/ Perdarahan/ Daya Penciuman
Jelaskan :

Bentuk hidung simetris, ukuran normal, warna sawo matang, cuping hidung
normal, tidak terdapat massa, kondisi hidung normal, bersih, tidak ada nyeri
tekan, tidak terpasang NGT dan penciuman normal.

e.Mulut : Kesimetrisan-Warna-Tekstur Bibir/ Warna Bibir-Rongga Mulut/


Kebersihan Rongga Mulut dan Lidah/ Kondisi Bukal-Gusi Kelengkapan Gigi/
Pergerakan Lidah/ Kondisi Orofaring dan Tonsil/ Lesi/ Massa/ Gag Refleks/
Gigi Palsu
Jelaskan :

Mulut simetris, mulut bersih, lidah bersih, gusi tidak terdapat lesi, gigi lengkap,
mulut tidak terdapat lesi, gag refleks normal.

2. Leher : Kondisi Otot leher, Tiroid/ Kondisi Nodus Limfatikus/ Kesimetrisan


Trakea/ Arteri Karotis/ Jugular Venous Pressure (JVP) Jejas/ Kaku Kuduk/
Pembengkakan-Massa/Kondisi trakeostomi
Jelaskan :

Kondisi otot leher normal, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada
pembengkakan, tidak ada kaku kuduk.

25
3 Dada
.
a. Paru- Paru b. Jantung
Inspeksi Bentuk dada simetris kiri Simetris kiri dan kanan, CRT < 3
dan kanan detik, ronchi (+)
Palpasi Nyeri dada skala 4
Perkusi Pekak, Redup
Auskultasi Suara tambahan ronchi

4 Payudara dan aksila : Kesimetrisan Payudara/ Warna Kulit Payudara/ Discharge/


Nodus Limfatikus Aksila/ Edema/ Pembengkan/ Massa/ Nyeri
Jelaskan :
Payudara simetris, warna kulit payudara berwarna sawo matang, tidak terdapat
edema, tidak ada nyeri tekan dan tidak ada pembengkakan
5 Tangan : Kesimetrisan Bentuk-Ukuran Tangan/ CRT/ Warna Kulit/ Tekstur-
Turgor-Kelembapan/ Kekuatan otot/ Rentang Gerak Sendi/ Kesimetrisan-
Kekuatan Nadi/ Suhu Akral/ Nodul-Massa/ Edema/ Deformitas/ Fraktur/ Krepitasi/
Kontraktur/ Luka (Panjang-Lebar-Kedalaman) / Terpasang Infus (Ukuran IV
Chateter-Hari) / Clubbing Finger
Jelaskan :
Tangan kiri dan kanan simetris, ukuran tangan normal, warna kulit sawo matang,
tekstur turgor lembab, suhu akral hangat, tidak terdapat luka, terpasang infus, tidak
adanya clubbing finger
6. Abdomen :
Inspeksi : Permukaan dinding perut? kulit dinding perut? bentuk perut?
Jelaskan :
Tidak terdapat luka, kulit berwarna sawo matang, tidak terdapat lesi,tidak terdapat
umbilikus
Auskultasi : peristaltik? melemah? mengeras? frekuensi? succussion splash? bruit?
Friction rub
Jelaskan :
Bising usus 20x/menit

Perkusi : abdomen: tympani / pekak? supra pubik: tympani / pekak? hepar liver
span, pekak hati +/- limpa: ukuran limpa? ascites: tes undulasi? Pekak sisi? Pekak

26
alih? (bila ada indikasi) batas paru hepar
Jelaskan :
Pekak
Palpasi : hangatkan tangan -Lakukan palpasi ringan tiap kuadran - lakukan palpasi
dalam umum - Palpasi ringan: rigiditas? defans muskular? - Palpasi hepar: teraba /
tidak? ukuran? Tepi? Permukaan? Konsistensi? Nyeri tekan? Palpasi limpa:teraba /
tidak? ukuran? Tepi? Permukaan? Konsistensi? Nyeri tekan? - Palpasi ginjal:
teraba / tdk? Nyeri ketok? - Palpasi aorta
Jelaskan :
Tidak ada nyeri tekan
7. Perkemihan dan genitalia : Kebersihan/ Distribusi Rambut Pubis/
Pembengkakan-Massa Area Kulit Pubis dan Genitalia/ Lesi/ Discharge!
Menstruasi/ Disfungsi/ Nodus Limfatikus Inguinal/ Skrotum/ Bladder! Warna Urin/
Perdarahan/ Trauma/ Infeksi/Kateter Urin (Ukuran/Hari)/ Malformasi/Nyeri

Jelaskan :

Genitalia bersih, tidak ada pembengkakan, warna urine kuning, tidak terdapat
perdarahan, tidak ada infeksi, tidak ada darah saat berkemih, dan tidak
menggunakan kateter urine

8. Rectum dan anus : Kebersihan/ Kondis Kulit Sekitar Anus/ Lesi/ Nodul- Massa/
Hemoroid (Grade)/ Perdarahan
Jelaskan :
Anus bersih, kondisi kulit disekitar anus bagus, tidak terdapat lesi dan perdarahan
9. Kaki : Kesimetrisan Bentuk dan Ukuran Kaki Warna Kulit Turgor- Tekstur-
Kelembapan Kulit Kaki/ Suhu Akral/ Kekuatan otot/ Rentang Gerak Sendi/
Kesiemtrisan-Kekuatan Nadi Edema/ Kontraktur/ Deformitas/ Fraktur/ Krepitasi/
Malforasi/ Nodus-Massa Edema/ Luka Infeksi Keganasan/ Kemampuan berjalan

Jelaskan :
Bentuk kaki simetris, tidak ada kelainan, kaki tidak kering, suhu akral hangat,
kekuatan otot (5), rentang gerak tidak terbatas, tidak terdapat edema, tidak adanya
fraktur, edema (-), luka infeksi tidak ada, dan kemampuan berjalan normal
10. Punggung : Turgor-Tekstur-Kelembapan Kulit Punggung / Pergerakan Punggung/
Lordosis/ Kiposis/ Skoliosis/ Luka (Panjang-Lebar-Kedalaman Dekubitus/
Infeksi/Nyeri
Jelaskan :
27
Kelembaban kulit punggung normal, tidak ada dekubitus, tidak ada kelainan, tidak
ada lesi, tidak terdapat nyeri punggung pasien.

D. KENYAMANAN, POLA ISTIRAHAT DAN TIDUR


(Mencakup skala nyeri mengunakan NUMERIK RATING SCALE/ CRITICAL PAIN
OBSERVATIONAL TOOLS untuk pasien dewasa dan anak lebih besar, FLACC untuk
anak <7 tahun. Catat lokasi, frekuensi, durasi, penjalaran dan kualitas nyeri. Khusus
pasien tersedari gunakan skala COMFORT/Richmond Agitation and Sedation Scale
(RASS). Jumlah jam dan frekuensi tidur, gangguan tidur dsbg).
Jelaskan :
Pagi : 1 jam
Siang : 1 jam
Malam : 5 jam
E. POLA AKTIVITAS HARIAN (ADL)
(Pengkajian fungsional menggunakan BARTEL INDEKS dan penilaian risiko jatuh
menggunakan skala MORSE bagi dewasa dan HUMTY DUMPTY bagi pasien anak)
Jelaskan :
Pola aktivitas harian didapatkan hasil pengkajian menggunakan skala morse yaitu 30
dengan keterangan tidak beresiko
PSIKO-SOSIAL-SPIRITUAL
(mencakup persepsi, ekspresi dan reaksi terhadap penyakit, konsep diri, kebiasaan
ibadah (jenis/frekuensi)
Jelaskan :
Sosial: tidak ada kegiatan sosial, hanya bekerja usaha jual batu cincin
Spiritual: dapat menerima penyakit dan berdoa diberi kesembuhan

F. PENGKAJIAN REFLEKS DAN SARAF KRANIAL


1. Refleks
a. Biseps : normal
b. Triseps : normal
c. Bradiordialis : normal
d. Patella : normal
e. Achiles : normal
f. Babinski : normal

28
2. Saraf Kranial

No Saraf Kranial Hasil


1. Olfaktorius Klien mampu membedakan bau
2. Optikus Klien mampu melihat jarak sekitar 30cm
3. Okulomotor Klien mampu mengangkat kelopak mata
4. Troklear Klien mampu menggerakkan bola mata
kebawah
5. Trigeminus Klien mampu mengunyah
6. Abdusen Klien mampu menggerakkan tangan
kesamping
7. Fasial Klien mampu tersenyum dan mengangkat alis
8. Vestibulokoklear Klien mampu mendengar dengan baik
9. Glosofaringeus Klien mampu membedakan rasa manis dan
asam
10. Vagus Klien mampu menelan
11. Aksesorius Klien mampu mengangkat bahu dan melawan
tekanan
12. Hipoglosus Klien mampu menjulurkan lidah dan
menggerakkan lidah diberbagai arah

G. CAIRAN-NUTRISI-ELIMINASI
a. Intake Oral/Enteral
a. Jenis diit : makan biasa
b. Kebutuhan Kalori Harian : 2500 Kkal/hari
c. Jumlah kalori diit dari ahli gizi : tidak ada Kkal/hari
d. Frekuensi makan
- Makanan berat 3 : kali Kkal/hari (tampak dlm 1 shift)
- Makanan selingan (jenis) : tidak ada Kkal/hari (tampak dlm 1 shift)
e. Jumlah makan cair : tidak ada ml/hari (tampak dlm 1 shift)
f. Jumlah minum : 1.5 liter Gelas/hari (tampak dlm 1 shift)
g. Parenteral : tidak ada ml/shift
Jelaskan : (kemampuan menghabiskan makanan, gangguan mengunyah dan menelan)
b. Eliminasi
a. Frekuensi BAK : 3-4 kali/hari (tampak dlm 1 shift)
b. Urine output : 1000 ml/shift : cc/kgBB/jampengamatan
c. Jumlah cairan muntah : tidak ada ml/shift

d. BAB
29
- Frekuensi : 2 kali/hari (tampak dlm 1 shift)
- Konsistensi : lembek kali/hari (tampak dlm 1 shift)
- Warna : kuning kecoklatan
- Jumlah : normal ml/shift (bila BAB cair)
b. Drain tidakk ada ml/hari (tampak dlm 1 shift)
c. Balance Cairan
Intake : - kali/hari (tampak dlm 1 shift)
Output : - cc/kgBB/jam
IWL : - ml/shift (+10% kenaikan suhu oC)
Balance Cairan : - cc/shift
Jelaskan : (Urin output dan balance cairan hari sift / hari sebelumnya dsbg)

30
H. HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN DIAGNOSTIK
1. Hasil Pemeriksaan Labor (Saat Masuk dan Hari Pengkajian)

Tanggal Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi

31
32
2. Hasil Pemeriksaan Radiologi (CT-Scan, X-Ray, MRI, USG, Echocardiograsi) tulis
keterangan tanggal dan kesan hasil pembacaan/expertised
Tidak terdapat hasil Radiologi

3. Hasil EKG terbaru (Rekaman awal dan Hari Pengkajian)


Tidak terdapat hasil EKG terbaru

33
I. MEDIKASI/OBAT-OBATAN YANG DIBERIKAN SAAT INI

Nama Obat
No Rute Dosis Indikasi Kontraindikasi Implikasi Keperawatan
(Definisi)
1. iInjeksi lansoprazole 1 x 30mg Untuk kerusakan saluran Pasien dengan Segera hubungi dokter
n cerna akibat kelebihan hipersensitivitas terhadap
j sekresi asam lambung lansoprazole

2. Injeksi vitamin C 3 x 40mg Sebagai asam askorbat, Aergi terhadap vitamin c Untuk mencegah penyakit
sebagai pencegahan atau atau komponen lain dalam skarbut
terapi untuk penyakit obat
skarbut

3. Injeksi cefriaxone 1x 2gr Untuk mengatasi infeksi Dapat menyebabkan Untuk mengatasi infeksi
bakteri gram negatif pengendapan kristal pada
maupun gram positif paru-paru dan ginjal
digunakan secara
bersamaan cairan infus
yang mengandung
kalsium
4. Azitromyan 1x 500mg Terapi penyakit infeksi Hipersensitivitas terhadap Untuk infeksi bakteri
bakteri yang rendah obat, riwayat ikterus
kolestasile atau dispenasi
hati
5. Vitamin D 1x500mg Untuk memelihara Penggunaan pada pasien Konsumsi untuk kesehatan
kesehatan tulang dengan gangguan ginjal tulang
6. Ksr tab 1x500gr Mencegah atau mengobati Penderita gagal ginjal Cegah kadar kalium rendah
kadar kalium rendah dalam tahap lanjut, penderita
darah dehidrasi akut

34
7. Infus PCT 3x1gr Nyeri ringan sampai Riwayat hipersensitivitas Untuk nyeri
sedang penyakit hiperaktiv derajat
berat

8. Curcuma 3x1 Meningkatkan nafsu Hipersensitivitas Untuk meningkatkan nafsu


makan makan

9. Nebu ventolin / 6 jam Mengobati penyakit pada Hipersensitivitas, alergi Untuk mengobati saluran
salura pernafasan seperti terhadap zat aktif pernafasan
asma
10. OAT 2 fol 1x3 Untuk mengobati tb dan Tidak untuk pasien Untuk mengobati Tb
infeksi bakteri dengan riwayat kerusakan
mycobacterium hati

11. Naksartan 1x6gr Untuk terapi hipertensi Pada pasien yang Untuk terapi hipertensi
gagal jantung dan pasca memiliki gangguan hepar
infark miokard berat, ibu hamil dan
penggunaan bersama
dengan aliskilen
12. Ambroxol 3x1 Meredakan batuk pada Riwayat hipersensitifitas Untuk meredakan batuk
penyakit saluran terhadap ambroxol
pernafasan sebelumnya

35
J. FORMAT ANALISA DATA

MASALAH
No. DATA PENUNJANG ETIOLOGI
KEPERAWATAN
1. Ds: Virus mycobacterium Bersihan jalan nafas tidak
tuberculosis masuk ke paru efektif b.d penumpukan
• Pasien mengatakan batuk melalui udara secret
berdahak sudah 2 bulan
Do: Peradangan dan merusak
• Pasien tampak batuk saat parenkrim paru
akan mengeluarkan dahak
• Pasien tampak sesak Produksi sekret meningkat

• Produksi sputum (+)


• Terdapat suara nafas Bersihan jalan nafas tidak
efektif
tambahan ronchi

2. Ds: Virus mycobacterium Pola nafas tidak efektif b.d


hambatan upaya nafas
•Pasien mengatakan sesak tuberculosis masuk ke paru
nafas melalui udara
•Memakai nassal kanul

Do: Terjadi peradangan dan


•Terpasang nassal kanul 5/liter merusak parenkim paru
•Terdapat retraksi dinding
dada
TTV Perubahan cairan pleura
TD: 120/75
N: 95
RR: 22 Sesak nafas, penggunaan
S: 37.5 alat bantu nafas

Pola nafas tidak efektif

36
3. Ds: Gangguan rasa nyaman b.d
• Pasien mengeluh nyeri Efusi pleura nyeri
setelah pemasangan WSD,
klien mengatakan nyeri
tidak menyebar, skala 4,
klien merasakan sulit Pemasangan WSD
bergerak.
Do:
• Terdapat selang wsd
• TTV
TD: 120/75 Terputusnya jaringan kulit
N: 95 nosicrptor meningkat
RR: 22
S: 37.5

Nyeri

Gangguan rasa nyaman:


nyeri

37
K. DIAGNOSA KEPERAWATAN (Minimal 3 diagnosa keperawatan)
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d penumpukan secret
2. Gangguan rasa nyaman b.d nyeri
3. Pola nafas tidak efektif b. d hambatan upaya nafas

Pekanbaru, 18 Januari 2023


Mahasiswa

(Kelompok 3)

38
FORMAT RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Pasien : Tn. E Nama Mahasiswa : Kelompok 3

Ruang : Jasmine NIM :-


No. MR : 01116584

Diagnosa Nursing Outcome Classification Nursing Intervention Classification


No. Keperawatan (NOC-SLKI) (NIC-SIKI) Termasuk EBN sesuai diagnose keperawatan
dan Intervensi yang dipilih

1. Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen jalan nafas (I.01011)
tidak efektif b.d 2x24 jam, diharapkan masalah bersihan • Monitor pola nafas
penumpukan secret jalan nafas tidak efektif dapat teratasi • Monitor bunyi nafas tambahan
(D.0001) dengan kriteria hasil: Terapeutik
Definisi: • Dispnea menurun • Posisikan semi fowler & fowler
Ketidakmampuan • Bunyi nafas tambahan menurun • Berikan minum hangat
membersihkan sekret • Berikan oksigen
atau obstruksi jalan Edukasi
nafas untuk • Anjurkan teknik batuk efektif
mempertahankan
jalan nafas tetap
pasien
Gejala & tanda:
• Sputum
berlebih
39
• Mengi,
wheezing dan
atau ronchi
kering
Gejala & tanda minor
• Dispnea

2. Pola nafas tidak Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen jalan nafas (I.01011)
efektif b.d hambatan 2x24 jam, diharapkan masalah pada • Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha
upaya nafas (D.0005) nafas tidak efektif dapat teratasi dengan nafas)
Definisi: • Dispnea menurun • Monitor bunyi nafas tambahan (misalnya mengi,
Inspirasi dan atau • Penggunaan otot bantu nafas gurgling, ronchi)
ekspirasi yang tidak menurun Terapeutik
memberikan ventilasi • Frekuensi nafas membaik • Posisikan semi fowler dan fowler
adekuat Edukasi
• Anjurkan batuk efektif
Gejala & tanda
mayor
Dispnea
Penggunaan otot
bantu pernafasan

40
3. Gangguan rasa Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen nyeri (I.08238)
nyaman b.d nyeri selama 2x24 jam diharapkan masalah • Identifikasi lokasi, karakteristik, frekuensi, kualitas,
(D.0074) nyeri dapat teratasi dengan kriteria hasil: intensitas nyeri
Definisi: Kontrol nyeri (L.08063) • Identifikasi respon nyeri non verbal
Perasaan kurang • Kemampuan mengenali penyebab Terapeutik
senang, lega dan nyeri meningkat • Berikan teknik non farmakologi untuk mengurangi
sempurna dalam • Kemampuan menggunakan rasa nyeri
dimensi fisik, teknik non farmakologi • Fasilitas istirahat dan tidur
psikospiritual, meningkat Edukasi
lingkungan dan • Jelaskan strategi meredakan nyeri
sosial • Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi
Gejala & tanda Setelah dilakukan tindakan keperawatan rasa nyeri
mayor: 2x24 jam, diharapkan masalah pada
Mengeluh tidak nafas tidak efektif dapat teratasi dengan
nyaman • Dispnea menurun
Gejala & tanda minor • Penggunaan otot bantu nafas
• Mengeluh menurun
sulit tidur • Frekuensi nafas membaik
• Tidak
mampu rileks
• Mengeluh
mual
• Tampak
merintih
41
42
BAB V
PEMBAHASAN

Selama penulis melakukan asuhan keperawatan pada Tn. E dengan TB Paru di Ruangan
Jasmine RSUD Arifin Ahmad Pekanbarui pada tanggal 16 Januari 2023 sampai 19 Januari
2023 ada beberapa hal yang perlu dibahas dan diperhatikan. Dalam penerapan asuhan
keperawatan tersebut penulis telah berusaha mencoba menerapkan asuhan keperawatan pada
Tn. E dengan TB Paru sesuai dengan teori – teori yang ada untuk melihat lebih jelas asuhan
keperawatan yang diberikan dan sejauh mana keberhasilan yang dicapai akan diuraikan sesuai
dengan tahap – tahap proses keperawatan di mulai dari pengkajian, diagnose keperawatan,
intervensi, implementasi dan evaluasi.

4.1 Pengkajian
4.1.1 Identitas
Pada tinjauan Pustaka menurut sylvia, (2010), TB paru banyak terjadi pada laki-
laki, usia 15- 50 tahun, karena perubahan aktifitas yang terlalu berat, pola hidup dan
lingkungan. Sedangkan pada tinjauan kasus didapatkan bahwa, pasien adalah seorang laki-
laki bernama Tn E usia 61 tahun. Pada pengkajian identitas tidak terdapat kesenjangan
antara tinjauan Pustaka dan tinjauan kasus dikarenakan pada tinjauan pustaka penyakit TB
Paru lebih banyak terjadi pada laki-laki usia 15-50 tahun dan pada tinjauan kasus Tn A
berjenis kelamin laki-laki

4.1.2 Riwayat Kesehatan Sekarang


Pada tinjauan pustaka menurut Naga (2014), Bagian ini untuk melengkapi keluhan
utama. Biasanya batuk lebih dari tiga minggu dengan dahak berwarna kuning yang bisa
bercampur dengan darah. Berkeringat di malam hari yang dimulai dengan demam dan
akhirnya menyebabkan keringat berlimpah diikuti oleh menggigil. Kehilangan nafsu
makan pada penderita biasanya disebabkan oleh rasa mual yang dirasakan, dan terjadi
penurunan berat badan karena pengaruh hormone leptin dalam tubuh. Sedangkan dari
hasil tinjauan kasus Tn A mengeluh sesak nafas, batuk berdahak, demam naik turun dan
penurunan nafsu makan. Pada pengkajian ini tidak banyak kesenjangan antara tinjauan
Pustaka dan tinjauan kasus. Pada tinjauan kasus Tn A tidak berkeringat dimalam hari dan
menggigil dan tidak mual.

43
4.1.3 Riwayat Kesehatan Sebelumnya
Pada tinjauan Pustaka Arif Muttaqin (2009), Pernah menderita/ didiagnosa
Tuberkulosis sebelumnya, mengalami keluhan atau gejala yang sama, pernah
mendapatkan OAT. Jika iya, bagaiman keteraturan meminum obat dan efek yang dirasa.
Riwayat penyakit lain, seperti diabetes, pembesaran getah bening, riwayat operasi, diet,
alergi obat, dan obat-obat yang biasa diminum pada masa lalu. Sedangkan dari hasil
tinjauan kasus Tn A mengatakan tidak mempunyai penyakit sebelumnya seperti tb,
diabetes, Tn A mengatakan 2 bulan lalu batuk tidak sembuh-sembuh dan flu. Terdapat
kesenjangan antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus, pada tinjauan kasus Tn A tidak
pernah mengalami Tb sebelumnya, riwayat diabetes sebelumnya, mendapatkan OAT
sebelumnya dan tidak mengalami pembesaran getah bening.

4.1.4 Riwayat Kesehatan Keluarga


Pada tinjauan pustaka (2010), Secara patologi Tuberkulosis tidak diturunkan, tetapi
riwayat Tuberkulosis pada anggota keluarga lain perlu ditanyakan sebagai faktor
presdiposisi penularan didalam rumah. Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan yaitu,
merokok, penyalahgunaan obat-obatan dan alkohol, dan kurangnya olahraga, kurang
istirahat, terpapar polusi setiap hari tanpa menggunakan masker, besar kemungkinan untuk
tertular penyakit Tuberkulosis Paru. Lingkungan tempat tinggal pasien kumuh, udara yang
kotor, rumah yang kurang terpapar sinar matahari, lembab dan berdebu punya resiko tinggi
terinfeksi kuman Mycobacterium Tuberculosis. Sedangkan hasil dari tinjauan kasus
Keluarga mengatakan tidak ada yang terkena Tb, lingkungan tempat tinggal kumuh, udara
kotor, ventilasi udara yang kurang baik sehingga polusi masuk ke dalam rumah. Tidak
banyak kesenjangan antara tinjauan pustaka dengan tinjauan kasus, pada tinjuan kasus Tn
A keluarga tidak ada yang terkena Tb dan rumah terpapar matahari,

4.1.5 Pemeriksaan Fisik


1. Sistem pernafasan
Pada tinjauan pustaka menurut Arif Muttaqin (2012) didapatkan bentuk dada
asimetris, Gerakan nafas tidak mengalami perubahan, sesak nafas, peningkatan
frekuensi nafas, menggunakan alat bantu nafas, batuk, sputum, gerakan dada
normal, perkusi thorax sedikit redup, bunyi nafas tambahan ronchi.
Sedangkan pada tinjauan kasus didapatkan bentuk dada simetris, tidak ada

44
pembengkakan, batuk, terdapat sputum dan terdapat bunyi nafas tambahan ronchi.
2. Sistem kardiovaskuler
Pada tinjauan pustaka menurut Arif Muttaqin (2012) Inspeksi adanya jaringan
parut dan keluhan kelemahan fisik. Denyut nadi perifer terpalpasi lemah, CRT<3
detik, akral hangat, takikardi (jika terjadi syok). Saat diperkusi pada Tuberkulosis
Paru dengan efusi pleura masif, batas jantung mengalami pergeseran mendorong
ke sisi sehat. Tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung tambahan biasanya
tidak didapatkan.
Sedangkan pada tinjauan kasus tidak didapatkan nyeri dada, CRT <3 detik,
akral hangat, tidak terjadi takikardi, tidak terdapat bunyi jantung tambahan, 120/75
mmHg.
3. Sistem persyarafan
Pada tinjauan pustaka menurut Arif Muttaqin (2012) Kaji tingkat kesadaran,
penurunan sensori, nyeri, reflek, fungsi saraf kranial dan fungsi saraf serebral. Pada
Tuberkulosis Paru telah mengalami Tuberkulosis miliralis maka akan terjadi
komplikasi meningitis yang berakibat penurunan kesadaran, penurunan sensasi,
kerusakan nervus kranial, tanda kernig dan brudinsky serta kaku kuduk yang positif
Sedangkan pada tinjauan kasus didapatkan kesadaran composmentis, GCS 15,
tidak ada kaku kuduk, istirahat kurang lebih 7 jam perhari sering terbangun saat
batuk, refleks cahaya ++
4. Sistem perkemihan
Pada tinjauan pustaka menurut Arif Muttaqin (2012) Pasien Tuberkulosis paru
akan menemukan urine berwarna jingga pekat dan berbau yang menandakan fungsi
ginjal masih normal sebagai ekskresi karena meminum OAT terutama Rifampisin.
Pada tinjauan kasus didapatkan bentuk alat kelamin normal, tidak ada massa,
alat kelamin bersih, berkemih 3-4 kali perhari, warna kuning jernih dengan jumlah
kurang lebih 1000 cc.
Ada kesenjangan antara tinjauan pustaka dengan tinjauan kasus. Pasien
berkemih 3-4 kali perhari dengan warna kuning jernih. Pasien minum dengan
jumlah 1500 ml per hari sehingga urine tampak berwarna jernih.
5. Sistem pencernaan
Pada tinjauan pustaka menurut Arif Muttaqin (2012) Pasien mungkin
mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan.
Pada tinjauan kasus didapatkan penurunan nafsu makan, penurunan berat

45
badan turun 10 kg dari 56 kg ke 47 kg. Terdapat kesenjangan antara tinjauan
pustaka dan tinjauan kasus, pasien tidak mengalami mual muntah.
6. Sistem musculoskeletal dan integument
Pada tinjauan pustaka menurut Arif Muttaqin (2012) Aktivitas sehari-hari
mungkin berkurang pada pasien Tuberkulosis Paru. Gejala kelemahan, keletihan,
insomnia, jadwal olahraga tidak teratur.
Pada tinjauan kasus Kemampuan pergerakan sendi dan tungkai bebas. Pada
inspeksi kulit kurang bersih. Pada palpasi akral hangat, turgor kulit dapat kembali
<3 detik. Kekuatan otot tangan dan kaki kanan (5 5) sedangkan tangan dan kaki
kiri (5 5). Pasien Ketika berjalan tidak dibantu oleh keluarga dan bisa berjalan.
Terdapat kesenjangan antara tinjauan pustaka dan tinjauan teori karena pasien
tidak mengalami kelemahan dan keletihan saat berjalan tidak dibantu oleh
keluarga.

4.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan yang ada pada tinjauan pustaka menurut Nurarif dan Kusuma
(2015), ada lima diagnosa aktual, yaitu:
4.2.1 Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan secret
4.2.2 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kongesti paru, penurunan perifer, dan
penurunan curah jantung
4.2.3 Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan menurunnya ekspasi paru sekunder
terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura
4.2.4 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
penurunan nafsu makan
4.2.5 Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan batuk produktif
Pada tinjauan kasus terdapat tiga diagnosa aktual, yaitu ketidakefektifan bersihan jalan
nafas berhubungan dengan penumpukan sekret, resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh dan pola nafas tidak efektif.
Ada kesenjangan antara tinjauan pustaka dengan tinjauan kasus. Pada tinjauan kasus
tidak ditemukan diagnose gangguan pertukaran gas dan gangguan pola istirahat dan tidur
dikarenakan pasien tidur kurang lebih 7 jam perhari.

4.3 Intervensi

46
Ada kesenjangan antara tinjauan pustaka dengan tinjauan kasus. Pada tinjauan kasus tidak
ditemukan diagnose gangguan pertukaran gas dan gangguan pola istirahat dan tidur
dikarenakan pasien tidur kurang lebih 7 jam perhari. Pada tinjauan kasus ditemukan diagnosa
Bersihan jalan nafas tidak efektif, pola nafas tidak efektif dan gangguan rasa nyaman. Sehingga
pada intervensi diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
penumpukan sekret terjadi kesenjangan antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus. pada
tinjauan kasus tidak dilakukan suction untuk mencegah obstruksi dan aspirasi.

4.4 Evidance Based Nursing Practice


“Pengaruh Batuk Efektif Terhadap Pengeluaran Sputum Pada Pasien Tuberkulosis Paru”
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
Tuberculosis dengan ukuran 1-5 mikrometer. Masuknya bakteri Tuberkulosis akan
menginfeksi saluran nafas bawah yang dapat mengakibatkan terjadinya batuk produktif dan
batuk darah. Jika bakteri sudah menginfeksi saluran napas bawah maka akan menurunkan
fungsi kerja silia dan mengakibatkan penumpukan sekret pada saluran pernafasan sehingga
menimbulkan masalah keperawatan bersihan jalan nafas tidak efektif (Black dan Hawks,
2009). Beberapa intervensi keperawatan untuk mengatasi masalah ketidakefektifan bersihan
jalan nafas diantaranya adalah latihan batuk efektif yaitu batuk yang dilakukan secara sengaja.
Pada penderita Tuberkulosis paru produksi sputum, semakin lama semakin bertambah. Sputum
awalnya bersifat mukoid dan pengaruh teknik batuk efektif terhadap pengeluaran sputum
keluar dalam jumlah sedikit, kemudian berubah menjadi kental bila sudah terjadi pengejuan
dan perlunakan (Alsagaff, 2012). Keberhasilan dalam pengeluaran sputum ditunjang oleh
beberapa hal diantaranya produksi sputum, keadaan pasien dan adanya obstruksi jalan nafas
oleh benda asing. Apabila ada salah satu dari ketiga hal tersebut terdapat pada pasien
Tuberkulosis paru, maka sputum yang dikeluarkan akan sedikit. Manfaat batuk efektif untuk
melonggarkan dan melegakan saluran pernapasan maupun mengatasi sesak napas akibat
adanya lendir yang memenuhi saluran pernapasan. Lendir, baik dalam bentuk dahak (sputum)
maupun sektet dalam hidung, timbul akibat adanya infaksi pada saluran pernapasan maupun
karena jumlah penyakit yang diderita seseorang. Bagi penderita Tuberkulosis batuk efektif
merupakan salah satu metode yang dilakukan tenaga medis penyebab terjadinya penyakit
(Tabrani, 2010).
Ada pengaruh batuk efektif terhadap pengeluaran sputum pada pasien Tuberkulosis di RSUD
Balarja berjumlah 15 responden mencakup semua pasien Tuberkulosis Paru dengan hasil
penelitian didapatkan sebagian besar responden tidak dapat mengeluarkan sputum sebelum

47
dilatih batuk efektif sebesar 4 responden (40,0%), responden yang pengeluaran sputum sedang
sebanyak 6 responden dan responden dapat mengeluarkan sputum banyak sesudah dilatih
batuk efektif sebesar 6 responden (60,0%), responden yang mengeluarkan sputum banyak
sedang sebanyak 4 responden(40,0%) dan hasil Wilcoxon Match Pair Test 0,04 berarti < 0,05
maka Ha diterima.
“Pengaruh Pemberian Posisi Semi Fowler Terhadap Kestabilan Pola Nafas Pada Pasien TB
Paru di Irina C5 RSUP Prof Dr.R.D Kandou Manado”

Tuberkulosis paru (TB Paru) merupakan suatu penyakit infeksi yang dapat menyerang
berbagai organ, terutama parenkim paru – paru yang disebabkan oleh Mycobacterium
Tuberkulosis dengan gejala yang bervariasi (Junaidi, 2010).Munculnya berbagai gejala klinis
pada pasien TB paru akan menimbulkan masalah keperawatan dan mengganggu kebutuhan
dasar manusia salah satu diantaranya adalah kebutuhan istirahat, seperti adanya nyeri dada
saat aktivitas, dyspnea saat istirahat atau aktivitas, letargi dan gangguan tidur (Heather, 2013).
Metode yang paling sederhana dan efektif untuk mengurangi resiko penurunan pengembangan
dinding dada yaitu dengan pengaturan posisi saat istirahat. Posisi yang paling efektif bagi
pasien dengan penyakit kardiopulmonari adalah diberikannya posisi semi fowler dengan
derajat kemiringan 30-45° (Yulia, 2008). Posisi semi fowler pada pasien TB paru telah
dilakukan sebagai salah satu cara untuk membantu mengurangi sesak napas (Bare, 2010).
Tujuan dari tindakan ini adalah untuk menurunkan konsumsi O2 dan menormalkan ekspansi
paru yang maksimal, serta mempertahankan kenyamanan (Azis & Musrifatul, 2012). Dari
hasil analisis pengaruh pemberian posisi semi fowler terhadap kestabilan pola napas, bahwa
pasien yang sebelum diberikan intervensi posisi semi fowler memiliki rata – rata skor dyspnea
lebih tinggi yaitu 27,68. Frekuensi pernapasan sebelum diberikan posisi semi fowler termasuk
frekuensi sesak napas sedang ampai berat yaitu sebanyak 36 orang (90,0%) dari 40 responden.
Penumpukan sekret menyebabkan seseorang sulit bernapas karena menghambat aliran udara
masuk atau keluar dari paru – paru, karena itu pasien dengan sesak napas akan cenderung
melakukan pernapasan pada volume paru yang tinggi dan membutuhkan kerja keras otot – otot
pernapasan, karena itu penting untuk diberikan latihan pernapasan pada posisi yang tepat
(Brooker dalam Safitry, 2011). Dari hasil analisis pengaruh pemberian posisi semi fowler
terhadap kestabilan pola napas, bahwa pasien yang setelah diberikan intervensi posisi semi
fowler memiliki rata – rata skor dyspnea lebih rendah yaitu 23,53. Frekuensi pernapasan
sebelum diberikan posisi semi fowler termasuk frekuensi pernapasan normal yaitu sebanyak
32 orang (80,0%) dari 40 responden.

48
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan

Tuberkulosis Paru adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman
Tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosis). Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ
paru-paru dibandingkan bagian yang lain. Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium
tuberculosis. Jenis kuman ini berbentuk basil dengan ukuran 1-4 mm dengan tebal 0.3-0.6
mm. Mikroorganisme ini tidak tahan terhadap Sinar UV, karena itu penularannya terutama
pada malam hari. Pada waktu batuk dan bersin pasien menyebarkan kuman, percikan dari
droplet. Pertumbuhan bakteri tuberkulosis dengan suhu pertumbuhan 30-40 ºC dan suhu
optimum 37- 38ºC.

Pada tanggal saat dilakukan pengkajian pada tanggal 16-Januari-2023, seorang laki laki
berusia 61 tahun inisial Tn E datang ke IGD, kemudian dirujuk ke ruang jasmine pada
tanggal 12-Januari-2023 dengan keluhan sesak nafas, batuk berdahak dan suhu panas naik
turun hari rawatan ke 4 pasien mengatakan sesak nafas, batuk, nyeri sehingga mengeluhkan
sulit tidur dikarenakan pasien sesak dan batuk. Pasien memiliki riwayat merokok sejak
remaja, tetapi pasien tidak memiliki riwayat hipertensi dan diabetes melitus. Keluarga pasien
juga tidak ada yang memiliki riwayat hipertensi, tuberculosis paru dan diabetes melitus.
Hasil pemeriksaan fisik pada tanggal 16-Januari-2023 didapatkan hasil Tekanan darah
120/75 mmHg, pernafasan 22x/menit, nadi 95 dan suhu 37,5 derajat celcius. Rambut pasien
hitam (terdapat uban), mata simetris, tidak menggunakan alat bantu dengar, tidak terpasang
NGT, mulut bersih, tidak ada kaku kuduk, dada simetris, nyeri dada skala 4, suara pekak
redup, terdapat suara tambahan ronchi, bising usus 20x/menit, suara pekak, tidak ada nyeri
tekan, kekuatan (5)

5.1 Saran
Diharapakan kepada seluruh anggota kelompok mahasiswa keperawatan dapat melakukan
pengkajian, analisis data, diagnosa keperawatan dan perencanaan yang benar mengenai asuhan
keperawatan pada pasien TB paru.

49
Daftar Pustaka

Bruner dan suddart, (2012), Buku Keperawatan Medikal Bedah, Vol 1, Edisi 8, Penerbit
Buku Kedokteran, ECG, Jakarta.
Indriani, 2013, Buku Ajar Ilmu Bedah Jakarta: EGC
Nuraratif dan Kusuma, 2015; Asuhan Keperawatan berdasarkan diagnosa medis Nanda
NIC-NOC
S. Naga, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: ECG 2014
Aryanto, Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta, ECG, 2015
Bruner dan suddart, (2012), Buku Keperawatan Medikal Bedah, Vol 1, Edisi 8, Penerbit
Buku Kedokteran, ECG, Jakarta.
A, Sylvia., M, Lorraine. (2015). Patofisiologi Edisi 6 Vo 2 Konsep Klinis Proses- Proses
Penyakit. Jakarta: EGC
Amin, Hardi. ( 2015 ) . Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
Nanda Nic, Nic, Noc. Jogjakarta: Medi Action

50

Anda mungkin juga menyukai