Preseptor Akademik:
Ns. Defi Eka Kartika, M. Kep
Preseptor Klinik:
Ns. Renny Gustinawati, S. Kep
Kelompok 3:
Judul Kasus Mini Seminar : Asuhan Keperawatan Pada Tn. E Dengan Diagnosa Tuberkulosis
di Ruang Jasmine RSUD Arifin Achmad Pekanbaru
Nama Kelompok : 1. Eva Nurul Dianti
2. Pipit Yuliani
3. Nissa Hidayah
4. Mellisa Aridna Putri
Menyetujui
Puji syukur kami panjatkan kehadirat tuhan yang maha esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah keperawatan
Medikal Bedah pada Tn. E dengan diagnosa medis TB Paru ini sebatas pengetahuan dan
kemampuan yang kelompok kami miliki dan kami juga berterimakasih kepada ibu Ns.
Defi Eka Kartika, M. Kep sebagai dosen pembimbing tugas kami ini serta kak Ns. Renny
Gustinawati, S. Kep sebagai preceptor klinik yang telah membantu kelompok kami ini.
Kelompok kami sangat berharap makalah ini berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita. Kelompok kami juga menyadari sepenuhnya bahwa didalam
makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari apa yang kelompok kami harapkan.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sebelumnya kelompok kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan, kelompok kami memohon kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan dimasa depan.
Kelompok 3
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
(18%) mendapatkan pelayanan yang tidak sesuai standar kesehatan. Kota Pekanbaru
merupakan wilayah dengan kasus TB terbanyak yang ternotifikasi berjumlah 2.150 orang
dan suspek TB terbanyak berjumlah 7.728 kasus di Provinsi Riau. Hal ini disebabkan
karena Kota Pekanbaru memiliki jumlah penduduk terbanyak dibandingkan
kabupaten/kota lainnya di Provinsi Riau dan juga merupakan pusat rujukan pelayanan
kesehatan di Provinsi Riau. RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau merupakan pusat
pelayanan kesehatan yang menjadi rujukan dari semua puskesmas, klinik, rumah sakit,
dan pelayanan kesehatan lain di setiap kabupaten/kota yang ada di Provinsi Riau.
Diketahui juga bahwa penyakit TB paru merupakan penyakit yang rutin ditemukan
banyak penderita setiap tahunnya yang dirawat di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau,
baik rawat jalan maupun rawat inap. Jumlah penderita TB paru rawat jalan di RSUD
Arifin Achmad Provinsi Riau pada periode Januari hingga Desember tahun 2021 adalah
653 orang. Penderita TB paru rawat inap di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau
ditemukan sebanyak 95 orang.
Tuberkulosis Paru disebabkan oleh Mycobacteriumtuberculosis. Mycobacterium
tuberculosis merupakanjenis kuman berbentuk batang berukuran panjang 1-4 mm dengan
tebal 0,3-0,6 mm. Mikroorganisme ini tidak tahanterhadap sinar UV, karena itu
penularannya terutama pada malam hari. Mikroorganisme ini adalah bersifat aerobyakni
menyukai daerah yang banyak oksigen. Oleh karena itu Mycobacterium tuberculosis
senang tinggal didaerah apeks paru-paru yang kandungan oksigennyatinggi. Daerah
tersebut menjadi tempat yang kondusifuntuk penyakit Tuberkulosis. Biasanya sering
ditandaidengan batuk, batuk berdahak, nyeri dada, sesak, batukdarah serta keringat
malam. Komplikasi pada penderitaTuberkulosis Paru adalah kerusakan jaringan paru
yangmasif, gagal napas, pneumothoraks, efusi pleura, pneumonia, bronkioektasis, infeksi
organ tubuh lain olehfokus primer, penyakit hati sekunder (Aryanto,2015).
Tatalaksana Tuberkulosis terdiri dari : tindakanpencegahan dengan promosi
kesehatan/ Health Educationtentang Tuberkulosis, pengobatan dan rehabilitasi
pasienTuberkulosis. Tindakan pencegahan dapat berupapemeriksaan kontak terhadap
individu yang dekat denganpenderita Tuberkulosis Paru BTA Positif. Mass chest X-Ray,
yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompokpopulasi tertentu.Vaksinasi BCG, Salah
satu penanggulangan penyakit Tuberkulosis dengan strategis DOTS adalah dengan
penemuan kasus sedini mungkin.Hal ini maksutkan untuk mengefektifkan pengobatan
2
penderita dan menghindari penularan dari orang kontak yang termasuk subclinical
infection. Dengan pencegahan, gunakan masker untuk menutup mulut, mengusahakan
sinar matahari dan udara segar masuk secukupnya kedalam tempat tidur, makanan harus
tinggi karbohidrat dan tinggi protein, serta pola hidup sehat dapat di biasakan dengan
mengkonsumsi makanan yang di berikan bergizi dan menjaga kebersihan diri. Sebagai
perawat kita dapat mengajarkan cara untuk batuk efektif dengan cara nafas dalam dan
mengeluarkan dahaknya dengan cara dibatukkan. Namun beritahu klien untuk tidak
batuk, bersin dan meludah sembarangan. Menganjurkan klien untuk menghirup uap air
hangat untuk mengencerkan dahak, anjurkan pada keluarga untuk memberikan makan
klien sedikit tapi sering dan mencuci tangan enam langkah setiap sebelum dan sesudah
melakukan aktivitas (Depkes RI,2015).
3
4. Dapat Mengetahui dan Memahami Manifestasi Klinis tuberculosis
4
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1. Definisi
Tuberkulosis Paru adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman
Tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosis). Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ
paru-paru dibandingkan bagian yang lain (Indriani, 2014). Tuberkulosis adalah suatu
penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Sebagian
besar infeksi Tuberkulosis menyebar lewat udara, melalui terhirupnya nucleus droplet
yang berisikan organisme basil tuberkel dari seorang yang terinfeksi (Sylfia A. price &
Lorraine M. Willson, 2013).
Tuberkulosis paru yaitu penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru,
tuberculosis dapat juga di tularkan kebagian tubuh lainnya, termasuk meninges, ginjal,
tulang, dan nodus limfe (Brunner dan Suddart, 2013).
2.2. Klasifikasi
Klasifikasi Tuberkulosis menurut Pedoman Nasional Penganggulangan Tuberkulosis
(2014). Pasien Tuberkulosis juga diklasifikasikan menurut: Lokasi anatomi dari penyakit,
Riwayat pengobatan sebelumnya, Hasil pemeriksaan uji kepekaan obat dan hasil
pemeriksaan dahak mikroskopik.
1. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit:
Tuberkulosis paru adalah Tuberkulosis yang terjadi pada parenkim (jaringan)
paru Milier Tuberkulosis dianggap sebagai Tuberkulosis parukarena adanya
lesi pada jaringan paru. Limfadenitis Tuberkulosis dirongga dada (hilus dan
atau mediastinum) atau efusi pleura tanpa terdapat gambaran radiologis yang
mendukung Tuberkulosis pada paru, dinyatakan sebagai Tuberkulosis ekstra
paru. Pasien yang menderita Tuberkulosis paru dan sekaligus juga menderita
Tuberkulosis ekstra paru, diklasifikasikan sebagai pasien Tuberkulosis paru.
Tuberkulosis ekstra paru adalah Tuberkulosis yang terjadi pada organ selain
paru, misalnya: pleura, kelenjar limfe, abdomen, saluran kencing, kulit, sendi,
selaput otak dan tulang. Diagnosis Tuberkulosis ekstra paru dapat ditetapkan
berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis. Diagnosis Tuberkulosis
ekstra paru harus diupayakan berdasarkan penemuan Mycobacterium
5
tuberculosis. Pasien Tuberkulosis ekstra paru yang menderita Tuberkulosis pada
beberapa organ, diklasifikasikan sebagai pasien Tuberkulosis ekstra paru pada
organ menunjukkan gambaran Tuberkulosis yang terberat.
6
d. 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak
SPS yang pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan
tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
2) Tuberkulosis BTA Negataif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada Tuberkulosis paru BTA positif.
Kriteria diagnostik Tuberkulosis paru BTA negatif harus meliputi:
a. spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.
b. Foto thorak abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
c. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika nonOAT.
d. Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
2.3. Etiologi
Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis. Jenis kuman ini
berbentuk basil dengan ukuran 1-4 mm dengan tebal 0.3-0.6 mm. Mikroorganisme ini
tidak tahan terhadap Sinar UV, karena itu penularannya terutama pada malam hari. Pada
waktu batuk dan bersin pasien menyebarkan kuman, percikan dari droplet. Pertumbuhan
bakteri tuberkulosis dengan suhu pertumbuhan 30-40 ºC dan suhu optimum 37- 38ºC.
Dan akan mati pada pemanasan dengan suhu 60ºC selama 15-20 menit. Basil
Tuberkulosis dapat bertahan lebih dari 50 tahun dalam keadaan dormant (tidur) (Amin
dan Hardhi,2015).
2.4. Patofisiologi
Penularan terjadi karena kuman dibatukan atau dibersinkan keluar menjadi droplet
65tnuklei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1 –
2 jam, tergantung ada atau tidaknya sinar ultra violet. dan ventilasi yang baik dan
kelembaban. Dalam suasana yang gelap dan lembab kuman dapat bertahan sampai berhari
– hari bahkan berbulan, bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang yang sehat akan
menempel pada alveoli kemudian partikel ini akan berkembang bisa sampai puncak apeks
paru sebelah kanan atau kiri dan dapat pula keduanya dengan melewati pembuluh linfe,
basil berpindah ke bagian paru-paru yang lain atau jaringan tubuh yang lain. Setelah itu
infeksi akan menyebar melalui sirkulasi, yang pertama terangsang adalah limfokinase,
yaitu akan dibentuk lebih banyak untuk merangsang macrofage. Berkurang tidaknya
7
jumlah kuman tergantung pada jumlah macrofage. Karena fungsinya adalah membunuh
kuman / basil apabila proses ini berhasil & macrofage lebih banyak maka klien akan
sembuh dan daya tahan tubuhnya akan meningkat.
Tetapi apabila kekebalan tubuhnya menurun maka kuman tadi akan bersarang didalam
jaringan paru-paru dengan membentuk tuberkeln(biji-biji kecil sebesar kepala jarum).
Tuberkel lama kelamaan akan bertambah besar dan bergabung menjadi satu dan lama-
lama timbul perkejuan ditempat tersebut. Apabila jaringan yang nekrosis dikeluarkan saat
penderita batuk yang menyebabkan pembuluh darah pecah, maka klien akan batuk darah
(hemaptoe).
8
2.6. Komplikasi
Menurut Sudoyo, dkk (2009 : hal 2238), komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan Tuberculosis
Paru, yaitu :
1) Pleuritis tuberkulosa
Terjadi melalui fokus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening, sebab lain dapat
juga dari robeknya perkijuan ke arah saluran getah bening yang menuju ronggal pleura, iga atau
columna vertebralis.
2) Efusi pleura
Keluarnya cairan dari pembuluh darah atau pembuluh limfe ke dalam jaringan selaput paru, yang
disebabkan oleh adanya penjelasan material masuk ke rongga pleura. Material mengandung
bakteri dengan cepat mengakibatkan reaksi inflamasi dan eksudat pleura yang kaya akan protein..
3) Empisema
Penumpukann cairana terinfeksi atau pus (nanah) pada cavitas pleura, rongga pleura yang di
sebabkan oleh terinfeksinya pleura oleh bakteri mycobacterium tuberculosis (pleuritis
tuberculosis).
4) Laryngitis
Infeksi mycobacteriym pada laring yang kemudian menyebabkan laryngitis tuberculosis.
5) Tuberkulosis Milier (tulang, usus, otak, limfe)
Bakteri mycobacterium tuberculosis bila masuk dan berkumpul di dalam saluran pernapasan akan
berkembang biak terutama pada orang yang daya tahan tubuhnya lemah, dan dapat menyebat
melalaui pembuluh darah atau kelenjar getah bening, oleh karena itu infeksi mycobacterium
tuberculosis dapat menginfeksi seluruh organ tubuh seperti paru, otak, ginjal, dan saluran
pencernaan.
6) Keruskan parennkim paru berat
Mycobacterium tuberculosis dapat menyerang atau menginfeksi parenkim paru, sehingga jika
tidak ditangani akan menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada parenkim yang terinfeksi.
7) Sindrom gagal napas (ARDS)
Disebabkan oleh kerusakan jaringan dan organ paru yang meluas, menyebabkan gagal napas atau
ketidak mampuan paru-paru untuk mensuplay oksigen ke seluruh jaringan tubuh.
9
2.7. Woc
10
2.8. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
LED (Laju Endap Darah) sebagai indikator atau respon terhadap pengobatan dan prediksi
tingkat penyembuhan; meningkat pada fase aktif. Leukosit/ limfosit menggambarkan status
imunitas penderita.
3. Rontgen thorax
Karakteristik kelainan terlihat sebagai daerah garis opaque yang ukurannya bervariasi dengan
batas lesi yang tidak jelas dilokasi sekitar hilus. Tidak jarang kelainan ini tampak kurang
jelas bibagian atas maupun bawah, memanjang di daerah clavicula atau satu bagian lengan
atas. Pasien dengan kelainan sering kali tidak dapat terdeteksi hingga mencapai stadium
lanjut, sehingga tampak gambaran kavitas dan penyebaran brokhogenik ke paru lain maupun
lobus bawah pada parus yang sama. Pemeriksaan toraks sangat berguna untuk mengevaluasi
hasil pengobatan dan bergantung juga pada tipe kerentanan bakteri tuberkel terhadap OAT.
4. CT scan
Pemeriksaan CT Scan dilakukan untuk menemukan hubungan kasus Tuberkulosis yang
inaktif dengan hasil kultur sputum. Ditunjukkan dengan adanya gambaran garis-garis fibrotik
ireguler, pita parenkimal, kalsifikasi nodul dan adenopati, perubahan kelengkungan berkas
bronkhovaskular, bronkhiektasis, dan emfisema perisikatriksial. Pada pasien Tuberkulosis
ditemukan adanya gambaran kavitas yang membentuk lingkaran nyata atau bentuk oval
dengan dinding yang cukup tipis.
11
5. Pemeriksaan mikrobiologi
Hasil pemeriksaan mikroskopik dilaporkan sebabgai berikut
+1 : Bila setelah 10 menit tidak ditemukan BTA, maka BTA Negatif
+2 : Bila ditemukan BTA 1-3 batang pada seluruh sediaan, maka sediaan diulang
+3 : Bila ditemukan bakteri tersebut, maka BTA +
Bahan pemeriksaan dapat berupa :
1) Sputum.
Sputum diambil pada pagi hari dan yang pertama keluar. Jika sulit didapatkan maka
sputum dikumpulkan selama 24 jam. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis
dilakukan dengan mengumpulkan 3 bahan dahak yang dikumpulkan dalam dua hari
kunjungan yang berurutan berupa, yang dikenal dengan konsep sewaktu- pagi sewaktu
(SPS) : Diagnosis tuberkolusi paru pada orang dewasa di tegakkan dengan ditemukannya
kuman tuberkolusis (BTA).
2) Urine
Urine yang pertama di pagi hari atau yang dikumpulkan selama 12-24 jam. Jika pasien
menggunakan kateter maka urine yang tertampung didalam urine bag dapat diambil.
4) Bahan lain: pus, cairan cerebrospinal (sumsum tulangbelakang), cairan pleura, jaringan
tubuh, feses dan swab tenggorok.
2.9. Penatalaksanaan
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase, yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan
(4 atau 7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan.
12
a) Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
• Isoniazid (INH)
• Rifampisisn (R)
• Pirazinamid (Z)
• Streptomisin (S)
• Etambutol (E)
Dosis OAT untuk pengobatan TB-SO menggunakan tablet kombinasi dosis tetap (KDT)
Berat badan (KG) Fase infasif setiap hari dengan KDT Fase lanjutan setiap hari dengan
RHZE (150/75/400/275) KDT RH (150/75)
Selama 8 minggu Selama 16 minggu
30-37 kg 2tablet 4KDT 2tablet
38-54 kg 3tablet 4KDT 3tablet
≥55 kg 4tablet 4KDT 4tablet
15
yang terdengar melalui stetoskop ketika pasien berbicara pada Tuberkulosis Paru
dengan efusi pleura akan didapatkan penurunan pada sisi yang sakit.
B. Blood (B2)
Inspeksi adanya jaringan parut dan keluhan kelemahan fisik. Denyut nadi perifer
terpalpasi lemah. Saat diperkusi pada Tuberkulosis Paru dengan efusi pleura masif,
batas jantung mengalami pergeseran mendorong ke sisi sehat. Tekanan darah
biasanya normal. Bunyi jantung tambahan biasanya tidak didapatkan.
C. Brain (B3)
Kaji tingkat kesadaran, penurunan sensori, nyeri, reflek, fungsi saraf kranial dan
fungsi saraf serebral. Pada Tuberkulosis Paru telah mengalami Tuberkulosis
miliralis maka akan terjadi komplikasi meningitis yang berakibat penurunan
kesadaran, penurunan sensasi, kerusakan nervus kranial, tanda kernig dan brudinsky
serta kaku kuduk yang positif (Arif Muttaqin, 2009).
D. Bladder (B4)
Pasien Tuberkulosis paru akan menemukan urine berwarna jingga pekat dan berbau
yang menandakan fungsi ginjal masih normal sebagai ekskresi karena meminum
OAT terutama Rifampisin.
E. Bowel (B5)
Pasien mungkin mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan dan penurunan
berat badan.
F. Bone (B6)
Aktivitas sehari-hari mungkin berkurang pada pasien Tuberkulosis Paru. Gejala
kelemahan, keletihan, insomnia, jadwal olahraga tidak teratur.
18
• Kolaborasi pemberian digoxin R/ Meningkatkan kontraktilitas otot jantung
sehingga dapat mengurangi timbulnya edema dan dapat mencegah gangguan
pertukaran gas
3) Diagnosa 3 :Ketidakefektifan pola napas
Tujuan dan kriteria hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam
diharapkan ketidakefektifan pola nafas kembali efektif dengan kriteria hasil:
• Jalan nafas kembali normal
• Respirasi rate dalam batas normal
• Tidak ada retraksi intercosta
• Tidak ada pernafasan cuping hidung
Intervensi:
• Observasi dan pantau fungsi pernapasan R/ Distress pernapasan dan perubahan
tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stres fisiologi dan nyeri atau dapat
menunjukkan terjadinya syok akibat hipoksia. Bunyi napas dapat menurun/
tidak ada pada area kolaps yang meliputi satu lobus, segmen paru atau seluruh
area paru
• Berikan posisi semifowler/ fowler tinggi dan miring pada sisi yang sakit R/
Posisi fowler memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya bernapas
• Bantu pasien untuk melakukan napas dalam dan batuk efektif R/ Ventilasi
maksimal membuka area atelektasis dan meningkat kan gerakan sekret ke jalan
napas besar untuk dikeluarkan
• Lakukan oksigenasi bila perlu R/ Memberikan transpor oksigen yang adekuat,
meringankan upaya bernapas
• Kolaborasi untuk tindakan thorakosentesis atau WSD, jika perlu R/ Sebagai
evakuasi cairan atau udara dan memudahkan ekspansi paru secara maksimal
4) Diagnosa 4 :Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
Tujuan dan kriteria hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam
diharapkan klien ada peningkatan nutrisi dengan kriteria hasil :
• Menunjukan berat badan meningkat
• Melakukan pola makan untuk mempertahankan berat badan yang tepat
Intervensi :
19
• Observasi dan pantau status nutrisi pasien (BB, intake, output, turgor kulit,
integritas mukosa bibir, kemampuan menelan, anoreksia, diare) R/
Memvalidasi dan menetapkan derajat masalah nutrisi sebagai evaluasi
• Ajarkan perawatan kebersihan mulut R/ Menurunkan rasa tidak enak pada
mulut karena sisa makanan, sisa sputum atau sisa obat, dan menurunkan
rangsangan muntah
• Kolaborasi dan fasilitasi pasien untuk memperoleh diet yang sesuai indikasi dan
disukai, diet tinggi kalori tinggi protein, porsi sedikit tapi sering R/
Memaksimalkan pemberian intake gizi, mengurangi kelelahan dan iritasi
saluran cerna. Merencanakan diet dengan kandungan gizi yang cukup dan
sesuai dengan status hipermetabolik pasien
• Kolaborasi pemeriksaan BUN, protein serum, dan albumin R/ Menilai
kemajuan terapi nutrisi dan sebagai evaluasi
• Kolaborasi pemberian multivitamin, jika perlu R/ Multivitamin berguna untuk
memenuhi kebutuhan vitamin yang tinggi sekunder dari peningkatan
metabolisme
5) Diagnosa 5 : Gangguan pola istirahat tidur
Tujuan dan kriteria hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan kebutuhan tidur klie terpenuhi dengan criteria hasil :
• Klien tidak mengeluh susah tidur
• Sklera tidak tampak merah
• Frekuensi tidur 7-8 jam / hari
Intervensi
• Beri posisi senyaman mungkin bagi pasien R/ Posisi semi fowler atau posisi
yang menyenangkan akan memperlancar pereedaran O2 dan CO2
• Tentukan kebiasaan motivasi sebelum tidur malam sesuai dengan kebiasaan
pasien sebelum sakit R/ Mengubah pola yang sudah menjadi kebiasaan sebelum
tidur akan mengganggu proses tidur
• Anjurkan pasien untuk latihan relaksasi sebelum tidur R/ Relaksasi dapat
membantu mengatasi gangguan tidur
• Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang R/ Dengan lingkungan yang
nyaman dan tenang ditunjukkan sepaya klien dapat tidur dengan nyenyak
20
• Jelaskan tentang pentingnya istirahat tidur R/ Melalui penjelasan tentang
pentingnya istirahat tidur diharapkan klien dapat beristirahat dengan teratur dan
tepat waktu sehinga sklera mata tidak tampak merah
21
BAB III
GAMBARAN KASUS
3.1 Kasus
Seorang laki laki berusia 61 tahun inisial Tn E datang ke IGD, kemudian dirujuk ke ruang
jasmine pada tanggal 12-Januari-2023 dengan keluhan sesak nafas, batuk berdahak dan suhu panas
naik turun. Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 16-Januari-2023 hari rawatan ke 4 pasien
mengatakan sesak nafas, batuk, nyeri sehingga mengeluhkan sulit tidur dikarenakan pasien sesak dan
batuk. Pasien memiliki riwayat merokok sejak umur 12 tahun tetapi pasien tidak memiliki riwayat
hipertensi dan diabtes melitus. Keluarga pasien juga tidak ada yang memiliki riwayat hipertensi,
tuberculosis paru dan diabetes melitus. Pasien mengkonsumsi obat-obatan seperti IUFD NaCl, N-
acetylsistein, Vipalbumin, Kapsul garam, Nebu combivent + pulmicort, Injeksi omeprazol, Symbicort,
Paracetamol tablet dan Ketorolac.
Hasil pemeriksaan fisik pada tanggal 16-Januari-2023 didapatkan hasil Tekanan darah 120/75
mmHg, pernafasan 22x/menit, nadi 95 dan suhu 37,5 derajat celcius. Rambut pasien hitam (terdapat
uban), mata simetris, tidak menggunakan alat bantu dengar, tidak terpasang NGT, mulut bersih, tidak
ada kaku kuduk, dada simetris, nyeri dada skala 4, suara pekak redup, terdapat suara tambahan ronchi,
bising usus 20x/menit, suara pekak, tidak ada nyeri tekan, kekuatan (5).
3.2 Pengkajian
A. INFORMASI UMUM
Tanggal Pengkajian : Senin, 16 Januari 2023 Suku Bangsa : Indonesia
Nama Lengkap : Esra Maharaja Agama : Kristen
Umur : 61 th Tanggal masuk : 12-01-2023
Tanggal Lahir : 1962-04-04 Hari rawat ke : ke-5
Jenis Kelamin : Laki-Laki Dari Rujukan : IGD
No. MR : 01116584 Diagnosa Medik : TB Paru
1. KELUHAN UTAMA
P: Nyeri di dada dan bagian WSD
Q: Nyeri seperti ditusuk
R: Nyeri pada dada
S: Skala nyeri 2-3
T: Nyeri timbul saat batuk
Keterangan:
Laki-laki hidup
Perempuan hidup
Laki-laki meninggal
Perempuan meninggal
Pasien
B. KEADAAN UMUM
a. Kesadaran : Composmentis
b. GCS : 15 E:4 M:5 V :6 Total: 15
c. Antropometri :
- BB :49 kg
- TB :158 cm
- IMT :19,6 cm
- LILA :22 cm
23
d. TTV (Pukul : WIB )
- TD :120/75 mmHg
- N :95 kali/mnt
- RR :22 kali/mnt
o
- S :37.5 C
IMT:
<18,5 : BB kurang
18.5-22.5 : Normal
23-24,5 : Kelebihan BB
25-29,9 : Obesitas I
>30 : Obesitas II
Bentuk hidung simetris, ukuran normal, warna sawo matang, cuping hidung
normal, tidak terdapat massa, kondisi hidung normal, bersih, tidak ada nyeri
tekan, tidak terpasang NGT dan penciuman normal.
Mulut simetris, mulut bersih, lidah bersih, gusi tidak terdapat lesi, gigi lengkap,
mulut tidak terdapat lesi, gag refleks normal.
Kondisi otot leher normal, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada
pembengkakan, tidak ada kaku kuduk.
25
3 Dada
.
a. Paru- Paru b. Jantung
Inspeksi Bentuk dada simetris kiri Simetris kiri dan kanan, CRT < 3
dan kanan detik, ronchi (+)
Palpasi Nyeri dada skala 4
Perkusi Pekak, Redup
Auskultasi Suara tambahan ronchi
Perkusi : abdomen: tympani / pekak? supra pubik: tympani / pekak? hepar liver
span, pekak hati +/- limpa: ukuran limpa? ascites: tes undulasi? Pekak sisi? Pekak
26
alih? (bila ada indikasi) batas paru hepar
Jelaskan :
Pekak
Palpasi : hangatkan tangan -Lakukan palpasi ringan tiap kuadran - lakukan palpasi
dalam umum - Palpasi ringan: rigiditas? defans muskular? - Palpasi hepar: teraba /
tidak? ukuran? Tepi? Permukaan? Konsistensi? Nyeri tekan? Palpasi limpa:teraba /
tidak? ukuran? Tepi? Permukaan? Konsistensi? Nyeri tekan? - Palpasi ginjal:
teraba / tdk? Nyeri ketok? - Palpasi aorta
Jelaskan :
Tidak ada nyeri tekan
7. Perkemihan dan genitalia : Kebersihan/ Distribusi Rambut Pubis/
Pembengkakan-Massa Area Kulit Pubis dan Genitalia/ Lesi/ Discharge!
Menstruasi/ Disfungsi/ Nodus Limfatikus Inguinal/ Skrotum/ Bladder! Warna Urin/
Perdarahan/ Trauma/ Infeksi/Kateter Urin (Ukuran/Hari)/ Malformasi/Nyeri
Jelaskan :
Genitalia bersih, tidak ada pembengkakan, warna urine kuning, tidak terdapat
perdarahan, tidak ada infeksi, tidak ada darah saat berkemih, dan tidak
menggunakan kateter urine
8. Rectum dan anus : Kebersihan/ Kondis Kulit Sekitar Anus/ Lesi/ Nodul- Massa/
Hemoroid (Grade)/ Perdarahan
Jelaskan :
Anus bersih, kondisi kulit disekitar anus bagus, tidak terdapat lesi dan perdarahan
9. Kaki : Kesimetrisan Bentuk dan Ukuran Kaki Warna Kulit Turgor- Tekstur-
Kelembapan Kulit Kaki/ Suhu Akral/ Kekuatan otot/ Rentang Gerak Sendi/
Kesiemtrisan-Kekuatan Nadi Edema/ Kontraktur/ Deformitas/ Fraktur/ Krepitasi/
Malforasi/ Nodus-Massa Edema/ Luka Infeksi Keganasan/ Kemampuan berjalan
Jelaskan :
Bentuk kaki simetris, tidak ada kelainan, kaki tidak kering, suhu akral hangat,
kekuatan otot (5), rentang gerak tidak terbatas, tidak terdapat edema, tidak adanya
fraktur, edema (-), luka infeksi tidak ada, dan kemampuan berjalan normal
10. Punggung : Turgor-Tekstur-Kelembapan Kulit Punggung / Pergerakan Punggung/
Lordosis/ Kiposis/ Skoliosis/ Luka (Panjang-Lebar-Kedalaman Dekubitus/
Infeksi/Nyeri
Jelaskan :
27
Kelembaban kulit punggung normal, tidak ada dekubitus, tidak ada kelainan, tidak
ada lesi, tidak terdapat nyeri punggung pasien.
28
2. Saraf Kranial
G. CAIRAN-NUTRISI-ELIMINASI
a. Intake Oral/Enteral
a. Jenis diit : makan biasa
b. Kebutuhan Kalori Harian : 2500 Kkal/hari
c. Jumlah kalori diit dari ahli gizi : tidak ada Kkal/hari
d. Frekuensi makan
- Makanan berat 3 : kali Kkal/hari (tampak dlm 1 shift)
- Makanan selingan (jenis) : tidak ada Kkal/hari (tampak dlm 1 shift)
e. Jumlah makan cair : tidak ada ml/hari (tampak dlm 1 shift)
f. Jumlah minum : 1.5 liter Gelas/hari (tampak dlm 1 shift)
g. Parenteral : tidak ada ml/shift
Jelaskan : (kemampuan menghabiskan makanan, gangguan mengunyah dan menelan)
b. Eliminasi
a. Frekuensi BAK : 3-4 kali/hari (tampak dlm 1 shift)
b. Urine output : 1000 ml/shift : cc/kgBB/jampengamatan
c. Jumlah cairan muntah : tidak ada ml/shift
d. BAB
29
- Frekuensi : 2 kali/hari (tampak dlm 1 shift)
- Konsistensi : lembek kali/hari (tampak dlm 1 shift)
- Warna : kuning kecoklatan
- Jumlah : normal ml/shift (bila BAB cair)
b. Drain tidakk ada ml/hari (tampak dlm 1 shift)
c. Balance Cairan
Intake : - kali/hari (tampak dlm 1 shift)
Output : - cc/kgBB/jam
IWL : - ml/shift (+10% kenaikan suhu oC)
Balance Cairan : - cc/shift
Jelaskan : (Urin output dan balance cairan hari sift / hari sebelumnya dsbg)
30
H. HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN DIAGNOSTIK
1. Hasil Pemeriksaan Labor (Saat Masuk dan Hari Pengkajian)
31
32
2. Hasil Pemeriksaan Radiologi (CT-Scan, X-Ray, MRI, USG, Echocardiograsi) tulis
keterangan tanggal dan kesan hasil pembacaan/expertised
Tidak terdapat hasil Radiologi
33
I. MEDIKASI/OBAT-OBATAN YANG DIBERIKAN SAAT INI
Nama Obat
No Rute Dosis Indikasi Kontraindikasi Implikasi Keperawatan
(Definisi)
1. iInjeksi lansoprazole 1 x 30mg Untuk kerusakan saluran Pasien dengan Segera hubungi dokter
n cerna akibat kelebihan hipersensitivitas terhadap
j sekresi asam lambung lansoprazole
2. Injeksi vitamin C 3 x 40mg Sebagai asam askorbat, Aergi terhadap vitamin c Untuk mencegah penyakit
sebagai pencegahan atau atau komponen lain dalam skarbut
terapi untuk penyakit obat
skarbut
3. Injeksi cefriaxone 1x 2gr Untuk mengatasi infeksi Dapat menyebabkan Untuk mengatasi infeksi
bakteri gram negatif pengendapan kristal pada
maupun gram positif paru-paru dan ginjal
digunakan secara
bersamaan cairan infus
yang mengandung
kalsium
4. Azitromyan 1x 500mg Terapi penyakit infeksi Hipersensitivitas terhadap Untuk infeksi bakteri
bakteri yang rendah obat, riwayat ikterus
kolestasile atau dispenasi
hati
5. Vitamin D 1x500mg Untuk memelihara Penggunaan pada pasien Konsumsi untuk kesehatan
kesehatan tulang dengan gangguan ginjal tulang
6. Ksr tab 1x500gr Mencegah atau mengobati Penderita gagal ginjal Cegah kadar kalium rendah
kadar kalium rendah dalam tahap lanjut, penderita
darah dehidrasi akut
34
7. Infus PCT 3x1gr Nyeri ringan sampai Riwayat hipersensitivitas Untuk nyeri
sedang penyakit hiperaktiv derajat
berat
9. Nebu ventolin / 6 jam Mengobati penyakit pada Hipersensitivitas, alergi Untuk mengobati saluran
salura pernafasan seperti terhadap zat aktif pernafasan
asma
10. OAT 2 fol 1x3 Untuk mengobati tb dan Tidak untuk pasien Untuk mengobati Tb
infeksi bakteri dengan riwayat kerusakan
mycobacterium hati
11. Naksartan 1x6gr Untuk terapi hipertensi Pada pasien yang Untuk terapi hipertensi
gagal jantung dan pasca memiliki gangguan hepar
infark miokard berat, ibu hamil dan
penggunaan bersama
dengan aliskilen
12. Ambroxol 3x1 Meredakan batuk pada Riwayat hipersensitifitas Untuk meredakan batuk
penyakit saluran terhadap ambroxol
pernafasan sebelumnya
35
J. FORMAT ANALISA DATA
MASALAH
No. DATA PENUNJANG ETIOLOGI
KEPERAWATAN
1. Ds: Virus mycobacterium Bersihan jalan nafas tidak
tuberculosis masuk ke paru efektif b.d penumpukan
• Pasien mengatakan batuk melalui udara secret
berdahak sudah 2 bulan
Do: Peradangan dan merusak
• Pasien tampak batuk saat parenkrim paru
akan mengeluarkan dahak
• Pasien tampak sesak Produksi sekret meningkat
36
3. Ds: Gangguan rasa nyaman b.d
• Pasien mengeluh nyeri Efusi pleura nyeri
setelah pemasangan WSD,
klien mengatakan nyeri
tidak menyebar, skala 4,
klien merasakan sulit Pemasangan WSD
bergerak.
Do:
• Terdapat selang wsd
• TTV
TD: 120/75 Terputusnya jaringan kulit
N: 95 nosicrptor meningkat
RR: 22
S: 37.5
Nyeri
37
K. DIAGNOSA KEPERAWATAN (Minimal 3 diagnosa keperawatan)
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d penumpukan secret
2. Gangguan rasa nyaman b.d nyeri
3. Pola nafas tidak efektif b. d hambatan upaya nafas
(Kelompok 3)
38
FORMAT RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen jalan nafas (I.01011)
tidak efektif b.d 2x24 jam, diharapkan masalah bersihan • Monitor pola nafas
penumpukan secret jalan nafas tidak efektif dapat teratasi • Monitor bunyi nafas tambahan
(D.0001) dengan kriteria hasil: Terapeutik
Definisi: • Dispnea menurun • Posisikan semi fowler & fowler
Ketidakmampuan • Bunyi nafas tambahan menurun • Berikan minum hangat
membersihkan sekret • Berikan oksigen
atau obstruksi jalan Edukasi
nafas untuk • Anjurkan teknik batuk efektif
mempertahankan
jalan nafas tetap
pasien
Gejala & tanda:
• Sputum
berlebih
39
• Mengi,
wheezing dan
atau ronchi
kering
Gejala & tanda minor
• Dispnea
2. Pola nafas tidak Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen jalan nafas (I.01011)
efektif b.d hambatan 2x24 jam, diharapkan masalah pada • Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha
upaya nafas (D.0005) nafas tidak efektif dapat teratasi dengan nafas)
Definisi: • Dispnea menurun • Monitor bunyi nafas tambahan (misalnya mengi,
Inspirasi dan atau • Penggunaan otot bantu nafas gurgling, ronchi)
ekspirasi yang tidak menurun Terapeutik
memberikan ventilasi • Frekuensi nafas membaik • Posisikan semi fowler dan fowler
adekuat Edukasi
• Anjurkan batuk efektif
Gejala & tanda
mayor
Dispnea
Penggunaan otot
bantu pernafasan
40
3. Gangguan rasa Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen nyeri (I.08238)
nyaman b.d nyeri selama 2x24 jam diharapkan masalah • Identifikasi lokasi, karakteristik, frekuensi, kualitas,
(D.0074) nyeri dapat teratasi dengan kriteria hasil: intensitas nyeri
Definisi: Kontrol nyeri (L.08063) • Identifikasi respon nyeri non verbal
Perasaan kurang • Kemampuan mengenali penyebab Terapeutik
senang, lega dan nyeri meningkat • Berikan teknik non farmakologi untuk mengurangi
sempurna dalam • Kemampuan menggunakan rasa nyeri
dimensi fisik, teknik non farmakologi • Fasilitas istirahat dan tidur
psikospiritual, meningkat Edukasi
lingkungan dan • Jelaskan strategi meredakan nyeri
sosial • Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi
Gejala & tanda Setelah dilakukan tindakan keperawatan rasa nyeri
mayor: 2x24 jam, diharapkan masalah pada
Mengeluh tidak nafas tidak efektif dapat teratasi dengan
nyaman • Dispnea menurun
Gejala & tanda minor • Penggunaan otot bantu nafas
• Mengeluh menurun
sulit tidur • Frekuensi nafas membaik
• Tidak
mampu rileks
• Mengeluh
mual
• Tampak
merintih
41
42
BAB V
PEMBAHASAN
Selama penulis melakukan asuhan keperawatan pada Tn. E dengan TB Paru di Ruangan
Jasmine RSUD Arifin Ahmad Pekanbarui pada tanggal 16 Januari 2023 sampai 19 Januari
2023 ada beberapa hal yang perlu dibahas dan diperhatikan. Dalam penerapan asuhan
keperawatan tersebut penulis telah berusaha mencoba menerapkan asuhan keperawatan pada
Tn. E dengan TB Paru sesuai dengan teori – teori yang ada untuk melihat lebih jelas asuhan
keperawatan yang diberikan dan sejauh mana keberhasilan yang dicapai akan diuraikan sesuai
dengan tahap – tahap proses keperawatan di mulai dari pengkajian, diagnose keperawatan,
intervensi, implementasi dan evaluasi.
4.1 Pengkajian
4.1.1 Identitas
Pada tinjauan Pustaka menurut sylvia, (2010), TB paru banyak terjadi pada laki-
laki, usia 15- 50 tahun, karena perubahan aktifitas yang terlalu berat, pola hidup dan
lingkungan. Sedangkan pada tinjauan kasus didapatkan bahwa, pasien adalah seorang laki-
laki bernama Tn E usia 61 tahun. Pada pengkajian identitas tidak terdapat kesenjangan
antara tinjauan Pustaka dan tinjauan kasus dikarenakan pada tinjauan pustaka penyakit TB
Paru lebih banyak terjadi pada laki-laki usia 15-50 tahun dan pada tinjauan kasus Tn A
berjenis kelamin laki-laki
43
4.1.3 Riwayat Kesehatan Sebelumnya
Pada tinjauan Pustaka Arif Muttaqin (2009), Pernah menderita/ didiagnosa
Tuberkulosis sebelumnya, mengalami keluhan atau gejala yang sama, pernah
mendapatkan OAT. Jika iya, bagaiman keteraturan meminum obat dan efek yang dirasa.
Riwayat penyakit lain, seperti diabetes, pembesaran getah bening, riwayat operasi, diet,
alergi obat, dan obat-obat yang biasa diminum pada masa lalu. Sedangkan dari hasil
tinjauan kasus Tn A mengatakan tidak mempunyai penyakit sebelumnya seperti tb,
diabetes, Tn A mengatakan 2 bulan lalu batuk tidak sembuh-sembuh dan flu. Terdapat
kesenjangan antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus, pada tinjauan kasus Tn A tidak
pernah mengalami Tb sebelumnya, riwayat diabetes sebelumnya, mendapatkan OAT
sebelumnya dan tidak mengalami pembesaran getah bening.
44
pembengkakan, batuk, terdapat sputum dan terdapat bunyi nafas tambahan ronchi.
2. Sistem kardiovaskuler
Pada tinjauan pustaka menurut Arif Muttaqin (2012) Inspeksi adanya jaringan
parut dan keluhan kelemahan fisik. Denyut nadi perifer terpalpasi lemah, CRT<3
detik, akral hangat, takikardi (jika terjadi syok). Saat diperkusi pada Tuberkulosis
Paru dengan efusi pleura masif, batas jantung mengalami pergeseran mendorong
ke sisi sehat. Tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung tambahan biasanya
tidak didapatkan.
Sedangkan pada tinjauan kasus tidak didapatkan nyeri dada, CRT <3 detik,
akral hangat, tidak terjadi takikardi, tidak terdapat bunyi jantung tambahan, 120/75
mmHg.
3. Sistem persyarafan
Pada tinjauan pustaka menurut Arif Muttaqin (2012) Kaji tingkat kesadaran,
penurunan sensori, nyeri, reflek, fungsi saraf kranial dan fungsi saraf serebral. Pada
Tuberkulosis Paru telah mengalami Tuberkulosis miliralis maka akan terjadi
komplikasi meningitis yang berakibat penurunan kesadaran, penurunan sensasi,
kerusakan nervus kranial, tanda kernig dan brudinsky serta kaku kuduk yang positif
Sedangkan pada tinjauan kasus didapatkan kesadaran composmentis, GCS 15,
tidak ada kaku kuduk, istirahat kurang lebih 7 jam perhari sering terbangun saat
batuk, refleks cahaya ++
4. Sistem perkemihan
Pada tinjauan pustaka menurut Arif Muttaqin (2012) Pasien Tuberkulosis paru
akan menemukan urine berwarna jingga pekat dan berbau yang menandakan fungsi
ginjal masih normal sebagai ekskresi karena meminum OAT terutama Rifampisin.
Pada tinjauan kasus didapatkan bentuk alat kelamin normal, tidak ada massa,
alat kelamin bersih, berkemih 3-4 kali perhari, warna kuning jernih dengan jumlah
kurang lebih 1000 cc.
Ada kesenjangan antara tinjauan pustaka dengan tinjauan kasus. Pasien
berkemih 3-4 kali perhari dengan warna kuning jernih. Pasien minum dengan
jumlah 1500 ml per hari sehingga urine tampak berwarna jernih.
5. Sistem pencernaan
Pada tinjauan pustaka menurut Arif Muttaqin (2012) Pasien mungkin
mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan.
Pada tinjauan kasus didapatkan penurunan nafsu makan, penurunan berat
45
badan turun 10 kg dari 56 kg ke 47 kg. Terdapat kesenjangan antara tinjauan
pustaka dan tinjauan kasus, pasien tidak mengalami mual muntah.
6. Sistem musculoskeletal dan integument
Pada tinjauan pustaka menurut Arif Muttaqin (2012) Aktivitas sehari-hari
mungkin berkurang pada pasien Tuberkulosis Paru. Gejala kelemahan, keletihan,
insomnia, jadwal olahraga tidak teratur.
Pada tinjauan kasus Kemampuan pergerakan sendi dan tungkai bebas. Pada
inspeksi kulit kurang bersih. Pada palpasi akral hangat, turgor kulit dapat kembali
<3 detik. Kekuatan otot tangan dan kaki kanan (5 5) sedangkan tangan dan kaki
kiri (5 5). Pasien Ketika berjalan tidak dibantu oleh keluarga dan bisa berjalan.
Terdapat kesenjangan antara tinjauan pustaka dan tinjauan teori karena pasien
tidak mengalami kelemahan dan keletihan saat berjalan tidak dibantu oleh
keluarga.
4.3 Intervensi
46
Ada kesenjangan antara tinjauan pustaka dengan tinjauan kasus. Pada tinjauan kasus tidak
ditemukan diagnose gangguan pertukaran gas dan gangguan pola istirahat dan tidur
dikarenakan pasien tidur kurang lebih 7 jam perhari. Pada tinjauan kasus ditemukan diagnosa
Bersihan jalan nafas tidak efektif, pola nafas tidak efektif dan gangguan rasa nyaman. Sehingga
pada intervensi diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
penumpukan sekret terjadi kesenjangan antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus. pada
tinjauan kasus tidak dilakukan suction untuk mencegah obstruksi dan aspirasi.
47
dilatih batuk efektif sebesar 4 responden (40,0%), responden yang pengeluaran sputum sedang
sebanyak 6 responden dan responden dapat mengeluarkan sputum banyak sesudah dilatih
batuk efektif sebesar 6 responden (60,0%), responden yang mengeluarkan sputum banyak
sedang sebanyak 4 responden(40,0%) dan hasil Wilcoxon Match Pair Test 0,04 berarti < 0,05
maka Ha diterima.
“Pengaruh Pemberian Posisi Semi Fowler Terhadap Kestabilan Pola Nafas Pada Pasien TB
Paru di Irina C5 RSUP Prof Dr.R.D Kandou Manado”
Tuberkulosis paru (TB Paru) merupakan suatu penyakit infeksi yang dapat menyerang
berbagai organ, terutama parenkim paru – paru yang disebabkan oleh Mycobacterium
Tuberkulosis dengan gejala yang bervariasi (Junaidi, 2010).Munculnya berbagai gejala klinis
pada pasien TB paru akan menimbulkan masalah keperawatan dan mengganggu kebutuhan
dasar manusia salah satu diantaranya adalah kebutuhan istirahat, seperti adanya nyeri dada
saat aktivitas, dyspnea saat istirahat atau aktivitas, letargi dan gangguan tidur (Heather, 2013).
Metode yang paling sederhana dan efektif untuk mengurangi resiko penurunan pengembangan
dinding dada yaitu dengan pengaturan posisi saat istirahat. Posisi yang paling efektif bagi
pasien dengan penyakit kardiopulmonari adalah diberikannya posisi semi fowler dengan
derajat kemiringan 30-45° (Yulia, 2008). Posisi semi fowler pada pasien TB paru telah
dilakukan sebagai salah satu cara untuk membantu mengurangi sesak napas (Bare, 2010).
Tujuan dari tindakan ini adalah untuk menurunkan konsumsi O2 dan menormalkan ekspansi
paru yang maksimal, serta mempertahankan kenyamanan (Azis & Musrifatul, 2012). Dari
hasil analisis pengaruh pemberian posisi semi fowler terhadap kestabilan pola napas, bahwa
pasien yang sebelum diberikan intervensi posisi semi fowler memiliki rata – rata skor dyspnea
lebih tinggi yaitu 27,68. Frekuensi pernapasan sebelum diberikan posisi semi fowler termasuk
frekuensi sesak napas sedang ampai berat yaitu sebanyak 36 orang (90,0%) dari 40 responden.
Penumpukan sekret menyebabkan seseorang sulit bernapas karena menghambat aliran udara
masuk atau keluar dari paru – paru, karena itu pasien dengan sesak napas akan cenderung
melakukan pernapasan pada volume paru yang tinggi dan membutuhkan kerja keras otot – otot
pernapasan, karena itu penting untuk diberikan latihan pernapasan pada posisi yang tepat
(Brooker dalam Safitry, 2011). Dari hasil analisis pengaruh pemberian posisi semi fowler
terhadap kestabilan pola napas, bahwa pasien yang setelah diberikan intervensi posisi semi
fowler memiliki rata – rata skor dyspnea lebih rendah yaitu 23,53. Frekuensi pernapasan
sebelum diberikan posisi semi fowler termasuk frekuensi pernapasan normal yaitu sebanyak
32 orang (80,0%) dari 40 responden.
48
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Tuberkulosis Paru adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman
Tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosis). Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ
paru-paru dibandingkan bagian yang lain. Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium
tuberculosis. Jenis kuman ini berbentuk basil dengan ukuran 1-4 mm dengan tebal 0.3-0.6
mm. Mikroorganisme ini tidak tahan terhadap Sinar UV, karena itu penularannya terutama
pada malam hari. Pada waktu batuk dan bersin pasien menyebarkan kuman, percikan dari
droplet. Pertumbuhan bakteri tuberkulosis dengan suhu pertumbuhan 30-40 ºC dan suhu
optimum 37- 38ºC.
Pada tanggal saat dilakukan pengkajian pada tanggal 16-Januari-2023, seorang laki laki
berusia 61 tahun inisial Tn E datang ke IGD, kemudian dirujuk ke ruang jasmine pada
tanggal 12-Januari-2023 dengan keluhan sesak nafas, batuk berdahak dan suhu panas naik
turun hari rawatan ke 4 pasien mengatakan sesak nafas, batuk, nyeri sehingga mengeluhkan
sulit tidur dikarenakan pasien sesak dan batuk. Pasien memiliki riwayat merokok sejak
remaja, tetapi pasien tidak memiliki riwayat hipertensi dan diabetes melitus. Keluarga pasien
juga tidak ada yang memiliki riwayat hipertensi, tuberculosis paru dan diabetes melitus.
Hasil pemeriksaan fisik pada tanggal 16-Januari-2023 didapatkan hasil Tekanan darah
120/75 mmHg, pernafasan 22x/menit, nadi 95 dan suhu 37,5 derajat celcius. Rambut pasien
hitam (terdapat uban), mata simetris, tidak menggunakan alat bantu dengar, tidak terpasang
NGT, mulut bersih, tidak ada kaku kuduk, dada simetris, nyeri dada skala 4, suara pekak
redup, terdapat suara tambahan ronchi, bising usus 20x/menit, suara pekak, tidak ada nyeri
tekan, kekuatan (5)
5.1 Saran
Diharapakan kepada seluruh anggota kelompok mahasiswa keperawatan dapat melakukan
pengkajian, analisis data, diagnosa keperawatan dan perencanaan yang benar mengenai asuhan
keperawatan pada pasien TB paru.
49
Daftar Pustaka
Bruner dan suddart, (2012), Buku Keperawatan Medikal Bedah, Vol 1, Edisi 8, Penerbit
Buku Kedokteran, ECG, Jakarta.
Indriani, 2013, Buku Ajar Ilmu Bedah Jakarta: EGC
Nuraratif dan Kusuma, 2015; Asuhan Keperawatan berdasarkan diagnosa medis Nanda
NIC-NOC
S. Naga, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: ECG 2014
Aryanto, Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta, ECG, 2015
Bruner dan suddart, (2012), Buku Keperawatan Medikal Bedah, Vol 1, Edisi 8, Penerbit
Buku Kedokteran, ECG, Jakarta.
A, Sylvia., M, Lorraine. (2015). Patofisiologi Edisi 6 Vo 2 Konsep Klinis Proses- Proses
Penyakit. Jakarta: EGC
Amin, Hardi. ( 2015 ) . Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
Nanda Nic, Nic, Noc. Jogjakarta: Medi Action
50