Anda di halaman 1dari 27

ALERGI PADA IMUNITAS

KELOMPOK 6 IMUNITAS
A. DEFINISI ALERGI

Menurut KBBI3, alergi merupakan perubahan reaksi


tubuh terhadap kuman-kuman penyakit atau keadaan
sangat peka terhadap penyebab tertentu (zat, makanan,
serbuk, keadaan udara, asap, dsb) yang dalam kadar
tertentu tidak membahayakan untuk sebagian besar
orang
Alergi adalah reaksi sistem kekebalan tubuh yang
berlebihan terhadap benda asing tertentu yang disebut
alergen. Alergen sebenarnya adalah zat yang tidak
berbahaya bagi tubuh. Alergen masuk ke tubuh bisa
melalui saluran pernapasan, dari makanan, melalui
suntikan atau bisa juga timbul akibat adanya kontak
dengan kulit.
B. ETIOLOGI

Alergi menunjuk pada reaksi berlebihan oleh sistem imun


kita sebagai tanda penolakan dari bahan-bahan asing tertentu.
Tubuh dari orang-orang yang alergi mengenali bahan asing itu
dan sebagian dari sistem imun diaktifkan. Bahan-bahan alergi
tersebut disebut allergens. Contoh allergens yaitu serbuk sari,
tungau, jamur-jamur, dan makanan-makanan.

Zat yang paling sering menyebabkan alergi adalah


serbuk tanaman (jenis rumput tertentu, jenis pohon yang berkulit
halus dan tipis, serbuk spora, penisilin), seafood, telur, kacang
(kacang panjang, kacang tanah, kacang kedelai dan kacang-
kacangan lainnya), susu, jagung dan tepung jagung, sengatan
serangga (bulu binatang kecoa dan kutu) dan debu dan kutu.
Yang juga tidak kalah sering adalah zat aditif pada makanan,
penyedap, pewarna dan pengawet.
Selain bahan-bahan tersebut penyebab alergi
yang sering dijumpai yaitu penggunaan obat-obatan
dan zat-zat kimia. Secara umum penyebab dari
terjadinya alergi belum dapat dijabarkan secara jelas
namun adapun beberapa factor yang
menyebabkan adalah:
1. Jenis makanan tertentu, vaksin dan obat-obatan,
bahan berbahan dasar karet, aspirin, debu, bulu
binatang, dan lain sebagainya.
2. Sengatan lebah, gigitan semut api, penisilin’
kacang-kacangan. Biasanya reaksi yang
ditimbulkan akan berlebihan dan bisa
mengakibatkan rius di sekujur tubuh.
3. Penyebab minor; suhu udara panas ataupun
dingin, dan kadar emosi yang berlebihan.
Terdapat empat jenis reaksi alergi atau yang biasa
disebut dengan reaksi hipersensitifitas. Berikut jenis – jenis
Reaksi Hipersensitifitas :
1. Reaksi Hipersensitifitas tipe I (reaksi atopik atau
anafilatik)
Ini merupakan reaksi alergi yang diperantarai oleh
antibodi IgE. Pada reaksi tipe I, antigen terikat ke
antibodi IgE. Kompleks IgE – Antigen menyebabkan
degranulasi sel mast dan pelepasan histamin, serta
mediator peradangan lainnya. Mediator ini
menyebabkan vasodilatasi perifer dan pembengkakan
ruang interstisium. Gejala – gejala bersifat spesifik
bergantung pada dimana respon alergi tersebut
berlangsung. Pengikatan antigen di saluran hidung
menyebabkan rinitis alergi disertai kongesti hidung dan
peradangan jaringan, sementara pengikatan antigen
disaluran cerna mungkin menimbulkan diare atau
muntah.
2. Reaksi Hipersensitifitas tipe II ( reaksi sitotoksik atau sitolitik
)
Hal ini terjadi sewaktu antibodi IgG atau IgM
menyerang antigen – antigen jaringan. Reaksi tipe II terjadi
akibat hilangnya toleransi diri dan dianggap suatu reaksi
autoimun, sel – sel sasaran biasanya dihancurkan. Pada
reaksi tipe II, pengikatan antibodi – antigen menyebabkan
pengaktifan komplemen, degranulasi sel mast, oedema,
kerusakan jaringan, dan lisis sel. Reaksi tipe II menyebabkan
fagositosis sel – sel penjamu oleh makrofag.
Contoh – contoh penyakit autoimun tipe II :
· Penyakit grave dimana terjadi pembentukan antibodi
terhadap kelenjar tiroid.
· Anemia hemolitik autoimun dimana antibodi dibentuk
terhadap sel darah merah.
· Reaksi tranfusi yang melibatkan pembentukan
antibodi terhadap sel darah kotor.
· Purpura trombositopenik autoimun dimana terjadi
pembentukan antibodi terhadap trombosit.
3. Reaksi Hipersensitifitas tipe III ( reaksi Arthus atau komplek toksik
)
Terjadi sewaktu komplek antigen – antibodi yang
bersirkulasi dalam darah mengendap di pembuluh darah atau
jaringan sebelah hilir. Antibodi disini biasanya jenis IgG. Antibodi
tidak ditunjukan kepada jaringan tersebut tetapi terperangkap
di dalam jaringan kapilernya. Reaksi tipe III mengaktifkan
komplemen yang kemudian melepaskan macrophage
chemotaktik factor.
Contoh – contoh reaksi hipersensitifitas tipe III :
· Penyakit Serum dimana terbentuknya antibodi terhadap
darah asing, seiring sebagai respon terhadap penggunaan obat
IV, kompleks antigen – antibodi mengendap di sistem pembuluh,
sendi, ginjal, dan lain – lain.
· Glomerulonefritis dimana terbentuk kompleks antigen –
antibodi sebagai respon terhadap suatu infeksi, sering oleh
bakteri streptokokus dan mengendap di kapiler glomerolus ginjal.
· Lupus Eritematosus Sistemik dimana terbentuk kompleks
antigen – antibodi terhadap kolagen dan DNA sel dan
mengendap di berbagai tempat di seluruh tubuh.
4. Reaksi Hipersensitifitas tipe IV ( reaksi seluler atau
hipersensitifitas tipe lambat )
Reaksi tipe IV yang juga disebut reaksi
hipersensitifitas lambat, timbul lebih dari 24 jam setelah
tubuh terpapar oleh antigen. Reaksi terjadi karena respon
sel T yang sudah disensitasi bereaksi spesifik dengan suatu
antigen tertentu sehingga menimbulkan reaksi makrofag.
Serta membentuk indurasi jaringan pada daerah tempat
antigen tersebut. Reaksi ini sama sekali tidak memerlukan
antibodi seperti pada ketiga tipe terdahulu, bahkan tidak
memerlukan aktivasi komplemen.
Contoh – contoh reaksi hipersensitifitas tipe IV :
· Tiroiditis autoimun dimana terbentuknya sel T terhadap
jaringan, tiroid, penolakan tandur dan tumor.
· Reaksi alergi tipe lambat, misal alergi terhadap poison
IVX.
· Uji kulit tuberkulin, mengisyaratkan adanya imunitas
selular terhadap hasil tuberkulosis.
C. PATOFISIOLOGI
Alergi merupakan suatu reaksi abnormal dalam tubuh
yang disebabkan oleh zat-zat yang tidak berbahaya, namun
berbahaya bagi orang yang menderita alergi. Alergi timbul bila
ada kontak terhadap zat tertentu yang biasanya tidak
menimbulkan reaksi pada orang normal. Zat penyebab alergi ini
disebut allergen. Allergen bisa berasal dari berbagai jenis dan
masuk ke tubuh dengan berbagai cara. Bisa melalui saluran
pernapasan, berasal dari makanan, melalui suntikan atau bisa
juga timbul akibat adanya kontak dengan kulit seperti kosmetik,
logam perhiasan dan jam tangan, dll.
Alergi merujuk pada reaksi berlebihan oleh sistim imun
kita sebagai tanggapan pada kontak badan dengan bahan-
bahan asing tertentu. Berlebihan karena bahan-bahan asing ini
umumnya dipandang oleh tubuh sebagai sessuatu yang tidak
membahayakan dan tidak terjadi tanggapan pada orang-
orang yang tidak alergi. Tubuh-tubuh dari orang-orang yang
alergi mengenali bahan asing itu dan sebagian dari sistim imun
diaktifkan.
Terjadinya alergi:
1. Pada paparan awal, alergen dikenali oleh sel penyaji
antigen untuk selanjutnya mengekspresikan pada sel-T.
Sel-T tersensitisasi dan akan merangsang sel-B
menghasilkan antibodi dari berbagai subtipe.
2. Alergen yang intak diserap oleh usus dalam jumlah
cukup banyak dan mencapai sel-sel pembentuk
antibodi di dalam mukosa usus dan organ limfoid
usus,yang pada anak atopi cenderung terbentuk IgE
lebih banyak.Selanjutnya terjadi sensitisai sel mast
pada saluran cerna, saluran nafas dan kulit.
3. Pada paparan selanjutnya mulai terjadi produksi sitokin
oleh sel-T. Sitokin mempunyai berbagai efek terhadap
berbagai sel terutama dalam menarik sel-sel radang
misalnya netrofil dan eosinofil, sehingga menimbulkan
reaksi peradangan. Aktifasi komplemen dan terjadinya
komplek imun akan menarik netrofil.
4. Gejala klinis yang timbul adalah hasil interaksi
mediator, sitokin dan kerusakan jaringan yang
ditimbulkannya
D. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis alergi biasanya mengenai berbagai
organ sasaran seperti kulit, saluran nafas, saluran cerna,
mata, telinga, saluran vaskuler. Organ sasaran bisa
berpindah-pindah, gejala sering kali sudah dijumpai
pada masa bayi. Makanan dan obat-obatan tertentu
bisa menyebabkan gejala tertentu pada seseorang
anak, tetapi pada anak lain bisa menimbulkan gejala
lain. Pada seseorang makanan atau obat yang satu
bisa mempunyai organ sasaran yang lain dengan
factor yang lain, misalnya udang menyebabkan
urtikaria, sedangkan kacang tanah menyebabkan
sesak nafas. Susu sapi bisa menimbulkan gejala alergi
pada saluran nafas, saluran cerna, kulit dan anafilaksis.
Berikut gejala umum dari suatu reaksi alergi terhadap
alergen yang terhirup atau kulit meliputi:
· Gatal
· mata berair
· Bersin
· hidung beringus
· Ruam
· Merasa lelah atau sakit
· Hives (gatal-gatal dengan bercak merah
dibangkitkan)
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium dan secara akademis dipastikan dengan
”Double Blind Placebo Controlled Food Challenge”. Secara klinis bisa
dilakukan uji eliminasi dan provokasi terbuka ”Open Challenge”. Pertama-
tama dilakukan eliminasi dengan makanan yang dikemukakan sendiri oleh
penderita atau orangtuanya atau dari hasil uji kulit. Kalau tidak ada perbaikan
maka dipakai regimem diet tertentu.
Pemerikasaan penyaring (misalnya dengan alergen hirup seperti
tungau, kapuk, debu rumah, bulu kucing, tepung sari rumput, atau alergen
makanan seperti susu, telur, kacang, ikan).
• Darah tepi : bila eosinofilia 5% atau 500/ml condong pada alergi. Hitung
leukosit 5000/ml disertai neutropenia 3% sering ditemukan pada alergi
makanan.
• IgE total dan spesifik: harga normal IgE total adalah 1000u/l sampai umur 20
tahun. Kadar IgE lebih dari 30u/ml pada umumnya menunjukkan bahwa
penderita adalah atopi, atau mengalami infeksi parasit atau keadaan
depresi imun seluler.
• Tes IgE spesifik dengan RAST (radio immunosorbent test) atau ELISA (enzyme
linked immuno assay).
• Secara in vivo dengan uji intrakutan yang tunggal atau berseri, uji tusuk
(prick test), uji provokasi hidung/ uji inhalasi, dan uji gores. Dilakukan diet
eliminasi dan provokasi untuk alergi makanan.
F. PENATALAKSANAAN
Terapi ideal adalah menghindari kontak dengan allergen
penyebab dan eliminasi. Terapi simtomatis dilakukan melalui pemberian
antihistamin dengan atau tanpa vasokonstriktor atau kortikosteroid per oral
atau local. Untuk gejala yang berat dan lama, bila terapi lain tidak
memuaskan dilakukan imunoterapi melalui desensitisasi dan hiposensitisasi
atau netralisasi. Ada beberapa cara untuk mengobati reaksi alergi. Piliha
tentang pengobatan dan bagaimana cara pemberian disesuaikan dengan
gejala yang dirasakan.
• Untuk jenis alergi biasa, seperti reaksi terhadap debu atau bulu binatang,
pengobatan yang di lakukan dilakukan disarankan adalah:Prescription
anthistamines, seperti cetirizine (Zyrtec), fexofenadine (allerga), dan
loratadine (Claritin), dapat mengurangi gejala tanpa menyebabkan
rasa ngantuk. Pengobatan ini dilakuan sesaat si penderita mengalami
reaksi alergi. Jangka waktu pemakaian hanya dalam satu hari, 24 jam.
Nasal corticosteroid semprot. Cara pengobatan ini di masukan ke dalam
mulut melalui injeksi. Berkerja cukup ampuh dan aman dalam
penggunaan, pengobatan ini tidak menyebabkan efek samping. Alat
semprot bias digunakan beberapa hari untuk meredakan reaksi alergi,
dan harus dipakai setiap hari. Contoh: fluticasone (Flonase),
mometasone (Nasonex), dan triamcinolone (Nasacort).
• Untuk reaksi alergi spesifik. Beberapa jenis pengobatan
yang dapat dilakukan untuk menekan gejala yang
mengikuti : Epinephrine, Antihistamines, seperti
diphenhydramine (Benadryl), Corticosteroids.
• Pengobatan lain yang bisa diberikan jika dibutuhkan :
Pada orang tertentu, cromolyn sodium semprot
mencegah alergi rhinitis, inflamasi di hidung. Decongestan
dapat menghilangkan ingus pada sinus. Tersedia dalam
bentuk cairan yang dimasukan ke mulut dan semprot.
Digunakan hanya beberapa hari, namun terjadi
efeksmping tekanan darah yang meningkat, detang
jantung yang menguat , dan gemetaran.
G. KOMPLIKASI

Beberapa komplikasi yang dapat ditimbulkan


dari reaksi alergi yaitu:
• Polip hidung
• Otitis media
• Sinusitis paranasal
• Anafilaksi
• Pruritus
• Mengi
• Edema
ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN ALERGI
A. Pengkajian Keperawatan
1. Pengumpulan Data
a) Identitas Pasien
Nama
Tempat/Tanggal lahir
Jenis kelamin
Status kawin
Agama
Pendidikan
Pekerjaan
Alamat
Diagnosa medis
b) Identitas Penanggung Jawab
Nama
Pekerjaan
Hubungan
Alamat
c) Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
a. Keluhan Utama

b. Keluhan Saat Dikaji

2. Riwayat Kesehatan Dahulu

3. Riwayat Kesehatan Keluarga


PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik yang bisa dilakukan pada kasus


alergi yaitu :
Inspeksi : lihat adanya kemerahan , terdapat bentol-
bentol
Palpasi : ada nyeri pada kemerahan
Perkusi : mengetahui apakah diperut terdapat udara
atau cairan
Auskultasi : mendengarkan suara napas , bunyi
jantung dan bunyi usus .
No Analisa data Masalah Etiologi
1. DS : Hiperventilasi Pola nafas tidak
Dispneq efektif
DO :
Penggunaan otot
bantu nafas
Fase ekspirasi
memanjang
Pola nafas
abnormal
Pernafasan cuping
hidung
2. Utrikaria
DS : Respon alergi lateks
Utrikaria
Edema
DO :
Gatal
Gelisah
Tampak merintih
atau menangis
DIAGNOSA KEPERAWATAN:

1. pola nafas tidak efektif b/d hiperventilasi


2. respon alergi lateks b/d utrikaria
INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan NOC NOC
1. Pola nafas tidak efektif Level 1 domain II kes. Level 1 domain 2 fisiologi
Defensi :inspirasi atau Fisologi kompleks
ekspirasi yg tidak Level 2 kelas E- jantung Level 2 kelas K-
memberi ventilasi paru manajemen pernafasan
adekuat Level 3 outcomes status Level 3 intervensi
Batasan karakteristik : pernafasan manajemen jalan nafas
Dispneu , penggunaan Defenisi : Defenisi :
otot bantu nafas , Proses keluar masuknya Fasilitas kepatenan jalan
pernafasan cuping udara ke paru-paru serta nafas
hidung . pertukaran Aktivitas-aktivitas ;
karbondioksida dan posisikan pasien untuk
oksigen di alveoli. memaksimalkan ventilasi
Indikator : Lakukan fisioterapi dada
Frekuensi pernafasan sebagaiamana mestinya
Penggunaan otot bantu Posisikan untuk
nafas meringankan sesak nafas
dispneu dengan aktifitas Monitor status
ringan pernafasan dan
Pernafasan cuping oksigenasi ,
hidung sebagaimana mestinya
Diagnosa keperawatan NOC NIC

Respon alergi lateks Level 1 domain 2 kesehatan Level 1 domain 4 keamanan


Defenisi : fisiologi Level 2 kelas manajemen
Suatu reaksi hipersensitifitas Level 2 respon imun risiko
terhadap produk lateks Level 3 outcomes respon Level 3 intervensi
alami alergi manajemen alergi
Batasan karakteristik : Defenisi : Defenisi :
mengi Keparahan respon imun Identifikasi / perawatan dan
Dispneu hipersensitivitas terlokalisir pebcegahan respon alergi
Utrikaria terhadap suatu antigen lur terhadap makanan , obat
Edema spesifik obatan , gigitann serangga ,
Indikator : bahan kontras , darah dan
Rasa gatal setempat zat lain
Nyeri setempat Ativitas –aktivitas
Ruam kulit setempat Identifikasi alergi yg
Edema setempat diketahui
Memberi tahukan pemberi
pelayanan / petugas kes
mengenai laergi
Pakaiaikan gelang alergi
Moitor pasien terhadap
alergi pada pengobatan
Jaga psien tetap dibawah
pengawasan
Identifikasi segera tingkat
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Diagnosa Tindakan keperawatan Paraf
keperawatan
1. Pola nafas tidak • Memposisikan pasien utk
efektif b/d memaksimalkan ventilasi
hiperventilasi • Melakukan fisioterapi dada
• Memposisikan pasien untuk meringan
sesak nafas
• Memonitor status pernafasan dan
oksigenasi
• Memberikan motivasi terhadap pasien
untuk bernafas pelan

2. Respon alergi • Mengidentifikasi alergi yang diketahui


lateks b/d utrikaria pasien
• Memakaikan gelang alergi terhadap
pasien
• Memonitor paisen terhadap reaksi
alergi
• Melakukan pengawasan terhadap
EVALUASI KEPERAWATAN
Diagnosa Evaluasi keperawatan Paraf
keperawatan

1. Pola nafas tidak S : pasien mengatakan nafasnya sudah


efektif b/d tidak sesak lagi
hiperventilasi
O : pasien sudah tidak menggunakan alat
bantu nafas

A : masalah teratasi

P : Intervensi di hentikan

2. Respon alergi S : Pasien mengatakan sudah tidak gatal


lateks b/d utrikaria lagi

O : Pasien sudah tampak merasa nyaman

A : masalah teratasi

P : intervensi dihentikan
SEKIAN
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai