Anda di halaman 1dari 19

HIPERSENTIVITAS

NAMA : AULIYA SALSABILA


NPM : 190501005
SEMESTER : 4/A
DEFINISI

Alergi atau hipersensitivitas adalah kegagalan kekebalan tubuh di mana tubuh seseorang
menjadi hipersensitif dalam bereaksi secara imunologi terhadap bahan-bahan yang umumnya non
imunogenik. Dengan kata lain, tubuh manusia bereaksi berlebihan terhadap lingkungan atau
bahan-bahan yang oleh tubuh dianggap asing atau berbahaya. Bahan-bahan yang menyebabkan
hipersensitivitas tersebut disebut alergen. Reaksi alergi terjadi ketika tubuh salah mengartikan
zat yang masuk sebagai zat yang berbahaya.

Sejalan dengan definisi ini, alergi makanan merupakan reaksi sistem kekebalan yang
terjadi segera setelah mengonsumsi makanan tertentu.  Bahkan sejumlah kecil makanan
penyebab alergi dapat memicu tanda dan gejala seperti masalah pencernaan, gatal-gatal atau
bengkak saluran udara. Pada beberapa orang, alergi makanan dapat menyebabkan gejala
parah atau bahkan reaksi yang mengancam nyawa yang dikenal sebagai anafilaksis. Kadang,
alergi makanan disalah artikan dengan kondisi yang lebih umum terjadi, yaitu intoleransi
terhadap makanan. Intoleransi terhadap makanan kondisinya lebih ringan dari alergi karena
tidak melibatkan sistem kekebalan tubuh. 
MEKANISME HIPERSENTIVITAS
Seseorang dapat terpajan alergen dengan menghirup, menelan, atau mendapatkan pada atau di bawah
kulit. Setelah seseorang terkena alergi, serangkaian kegiatan menciptakan reaksi alergi. Reaksi
imunologis tubuh mempengaruhi timbulnya alergi terhadap makanan. Reaksi ini melibatkan
imunoglobulin, yaitu protein yang membantu dalam respon kekebalan tubuh, tepatnya Imonuglobulin E
(IgE) yang membentuk respon imun tubuh. Respon imun yang muncul dalam reaksi alergi melalui dua
tahap, yaitu tahap sensitisasi alergen dan tahap elisitasi.
MEKANISME HIPERSENTIVITAS

1. Tahap Sensitisasi
Tahap sensitisasi muncul ketika tubuh memproduksi antibodi IgE yang spesifik. Tahap sensitisasi ini
juga disebut dengan tahap induksi, merupakan kontak pertama dengan alergen (yaitu ketika
mengkonsumsi makanan penyebab alergi).
2. Tahap Elisitasi

● Fase elisitasi terjadi jika terdapat pajanan ulang. Ketika terpajan dengan makanan (penyebab alergi)
yang sama, protein akan mengikat molekul di sel mediator (sel basofil dan sel mast). Tahap elisitasi
ini menyebabkan tubuh mengeluarkan molekul yang menyebabkan inflamasi (seperti leukotrien dan
histamin). Efek yang timbul serta keparahan alergi dipengaruhi oleh konsentrasi dan tipe alergen, rute
pajanan, dan sistem organ yang terlibat (misalnya kulit, saluran cerna, saluran pernapasan, dan darah).
● Antibodi melampirkan ke bentuk sel darah yang disebut sel mast. sel Mast dapat ditemukan di saluran
udara, di usus, dan di tempat lain. Kehadiran sel mast dalam saluran udara dan saluran pencernaan
membuat daerah ini lebih rentan terhadap paparan alergen. Mengikat alergen ke IgE, yang melekat
pada sel mast. Hal ini menyebabkan sel mast untuk melepaskan berbagai bahan kimia ke dalam darah.
Histamin, senyawa kimia utama, menyebabkan sebagian besar gejala reaksi alergi.
Skema mekanisme alergi
TANDA DAN GEJALA HIPERSENSITIVITAS

Gejala alergi dapat mulai dari yang ringan hingga yang berat. Gejala alergi yang ringan dapat berupa
bersin – bersin, hidung meler, gatal – gatal baik bersifat lokal atau seluruh tubuh, hidung mampet dan
gejala alergi lainnya. Gejala alergi dapat dapat terlihat pada kulit, mata, hidung, paru-paru dan perut,
tergantung pada jenis alerginya. Gejala-gejala alergi bisa mulai dari ringan ke sangat serius adalah :
● Hives atau welts, ruam, blisters, atau masalah kulit yang disebut eksim. Ini adalah yang paling
umum gejala alergi obat.
● Batuk, wheezing, dan kesulitan bernapas.
● Demam.
● Kulit melepuh dan mengelupas. Masalah ini disebut racun berhubung dengan kulit necrolysis dan
dapat menyebabkan kematian jika tidak dirawat.
● Anaphylaxis, yang merupakan reaksi paling berbahaya. Dapat menyebabkan kematian dan akan
memerlukan perawatan darurat. Gejala seperti hives dan kesulitan bernapas biasanya muncul
dalam waktu 1 jam setelah minum obat, reaksi cepat tanpa perawatan akan menyebabkan shock.
Lanjutan...
Gambaran lain yang menandakan adanya alergi adalah :
• Adanya penonjolan kemerahan, seperti orang terkena cacar
• Adanya biduran
• Adanya kemerahan pada kulit yang disertai dengan sisik kulit.
• Adanya perdarahan dalam kulit, seperti kemerahan pada penderita demam berdarah dengue.
• Adanya radang pada pembulih darah (vaskulitis)
• Adanya rekasi kemerahan karena kontak dengan sinar matahari
• Adanya penonjolan bernanah seperti jerawat.
• Kelainan lain gawat darurat, seperti kulit seperti terbakar yang dalam klinik disebut nekrolisis epidermal toksik.

Gejala alergi yang berbahaya meliputi reaksi anafilaksis. Reaksi alergi yang sangat berbahaya adalah gejala
anafilaksis, gejalanya dapat berupa shock berupa tekanan darah secara tiba – tiba dan cepat sehingga membahayakan
nyawa si penderita, kepala pusing dan sang penderita terlihat sangat cemas sehingga perlu penanganan yang cepat dan
harus segera di bawa ke klinik atau RS. Gejala alergi anafilaksis paling sering terjadi pada gigitan serangga dan alergi obat
tertentu namun reaksi anafilaksis akibat minum obat tersangat jarang terjadi.
Lanjutan...
Gejala ringan mungkin tidak begitu terlihat, hanya membuat tubuh merasa sedikit sakit. Gejala
sedang dapat membuat tubuh merasa sakit, seolah-olah mendapat flu atau bahkan dingin.sedangkan
gejala parah dari reaksi alergi akan menimbulkan rasa yang sangat tidak nyaman, bahkan melumpuhkan.
Kebanyakan gejala reaksi alergi menghilang tak lama setelah berhenti eksposur. Reaksi alergi yang
paling parah disebut anafilaksis. Anafilaksis dapat mengancam jiwa dan memerlukan perhatian medis
segera. Penanganan cepat sangat penting untuk anafilaksis. Jika tidak ditangani secara cepat, anafilaksis
dapat menyebabkan koma atau kematian Gejala dapat berkembang pesat. Dalam anafilaksis, alergen
menyebabkan reaksi alergi seluruh tubuh yang dapat mencakup:
• Gatal-gatal di seluruh tubuh
• Mengi atau sesak napas
• Suara serak
• Kesemutan di tangan, kaki, bibir, atau kulit kepala
MACAM-MACAM ALERGI
● Alergi makanan
Alergi makanan adalah merupakan respon alamiah imun tubuh yang bersifat negatif terhadap protein dari
makanan yang kita konsumsi. Intolerance atau alergi terhadap jenis makanan, umumnya dapat berpengaruh
pada siapa saja serta dapat menimbulkan reaksi yang berbeda pada tiap individunya.
● Alergi obat-obatan
Jenis alergi ini disebabkan oleh penggunaan obat-obatan tertentu. Reaksi alergi obat merupakan reaksi alergi di
mana system kekebalan tubuh bereaksi secara berlebihan terhadap obat-obatan tertentu yang dikonsumsi oleh
seseorang. yang diberikan tubuh pun sangat keras.
● Alergi debu
Alergi debu disebabkan ketidakbiasaan tubuh dalam menerima kehadiran debu. Hal ini dapat menimbulkan
penderita dapat mengalami bersin-bersin dalam frekuensi yang sering, flu, rasa gatal, dan hidung tersumbat
● Alergi suhu udara (dingin/panas)
Alergi ini diakibatkan oleh alergen udara. Ketidakmampuan sistem imun menerima udara dingin misalnya
dapat mengakibatkan jaringan dalam hidung menjadi bengkak, sehingga hidung pun menjadi tersumbat.
● Alergi musiman & Alergi yang terjadi terus menerus
Musiman (hay fever) yang umumnya disebabkan kontak dengan allergen dari luar rumah seperti benang sari,
debu, polusi udara atau asap.
KLASIFIKASI ALERGI
1.Hipersensitifitas tipe I
Hipersensitifitas tipe I disebut juga sebagai hipersensitivitas langsung atau anafilaktik. Reaksi ini
berhubungan dengan kulit, mata, nasofaring, jaringan bronkopulmonari, dan saluran gastrointestinal.
Reaksi ini dapat mengakibatkan gejala yang beragam, mulai dari ketidaknyamanan kecil hingga
kematian. Waktu reaksi berkisar antara 15-30 menit setelah terpapar antigen, namun terkadang juga
dapat mengalami keterlambatan awal hingga 10-12 jam. Hipersensitivitas tipe I diperantarai oleh
imunoglobulin E (IgE). Komponen seluler utama pada reaksi ini adalah mastosit atau basofil. Reaksi
ini diperkuat dan dipengaruhi oleh keping darah, neutrofil, dan eosinofil.
Uji diagnostik yang dapat digunakan untuk mendeteksi hipersensitivitas tipe I adalah tes kulit
(tusukan dan intradermal) dan ELISA untuk mengukur IgE total dan antibodi IgE spesifik untuk
melawan alergen (antigen tertentu penyebab alergi) yang dicurigai. Peningkatan kadar IgE merupakan
salah satu penanda terjadinya alergi akibat hipersensitivitas pada bagian yang tidak terpapar langsung
oleh alergen). Namun, peningkatan IgE juga dapat dikarenakan beberapa penyakit non-atopik seperti
infeksi cacing, mieloma, dll. Pengobatan yang dapat ditempuh untuk mengatasi hipersensitivitas tipe I
adalah menggunakan anti-histamin untuk memblokir reseptor histamin, penggunaan Imunoglobulin G
(IgG), hyposensitization (imunoterapi atau desensitization) untuk beberapa alergi tertentu.
KLASIFIKASI ALERGI
2. Hipersensitifitas tipe II
Hipersensitivitas tipe II diakibatkan oleh antibodi berupa imunoglobulin G (IgG) dan
imunoglobulin E (IgE) untuk melawan antigen pada permukaan sel dan matriks ekstraseluler. Kerusakan
akan terbatas atau spesifik pada sel atau jaringan yang langsung berhubungan dengan antigen tersebut.
Pada umumnya, antibodi yang langsung berinteraksi dengan antigen permukaan sel akan bersifat
patogenik dan menimbulkan kerusakan pada target sel.
Hipersensitivitas dapat melibatkan reaksi komplemen (atau reaksi silang) yang berikatan dengan
antibodi sel sehingga dapat pula menimbulkan kerusakan jaringan. Beberapa tipe dari hipersensitivitas
tipe II adalah:
a) Pemfigus (IgG bereaksi dengan senyawa intraseluler di antara sel epidermal),
b) Anemia hemolitik autoimun (dipicu obat-obatan seperti penisilin yang dapat menempel pada
permukaan sel darah merah dan berperan seperti hapten untuk produksi antibodi kemudian berikatan
dengan permukaan sel darah merah dan menyebabkan lisis sel darah merah), dan
c) Sindrom Goodpasture (IgG bereaksi dengan membran permukaan glomerulus sehingga
menyebabkan kerusakan ginjal).
KLASIFIKASI ALERGI
3. Hipersensitifitas tipe III
Hipersensitivitas tipe III merupakan hipersensitivitas kompleks imun. Hal ini disebabkan
adanya pengendapan kompleks antigen-antibodi yang kecil dan terlarut di dalam jaringan. Hal ini
ditandai dengan timbulnya inflamasi atau peradangan. Pada kondisi normal, kompleks antigen-antibodi
yang diproduksi dalam jumlah besar dan seimbang akan dibersihkan dengan adanya fagosit. Namun,
kadang-kadang, kehadiran bakteri, virus, lingkungan, atau antigen (spora fungi, bahan sayuran, atau
hewan) yang persisten akan membuat tubuh secara otomatis memproduksi antibodi terhadap senyawa
asing tersebut sehingga terjadi pengendapan kompleks antigen-antibodi secara terus-menerus. Hal ini
juga terjadi pada penderita penyakit autoimun. Pengendapan kompleks antigen-antibodi tersebut akan
menyebar pada membran sekresi aktif dan di dalam saluran kecil sehingga dapat memengaruhi
beberapa organ, seperti kulit, ginjal, paru-paru, sendi, atau dalam bagian koroid pleksus otak.
Patogenesis kompleks imun terdiri dari dua pola dasar, yaitu kompleks imun karena
kelebihan antigen dan kompleks imun karena kelebihan antibodi. Kelebihan antigen kronis akan
menimbulkan sakit serum (serum sickness) yang dapat memicu terjadinya artritis atau
glomerulonefritis. Kompleks imun karena kelebihan antibodi disebut juga sebagai reaksi Arthus,
diakibatkan oleh paparan antigen dalam dosis rendah yang terjadi dalam waktu lama sehingga
menginduksi timbulnya kompleks dan kelebihan antibodi. Beberapa contoh sakit yang diakibatkan
reaksi Arthus adalah spora Aspergillus clavatus dan A. fumigatus yang menimbulkan sakit pada paru-
paru pekerja lahan gandum (malt) dan spora Penicillium casei pada paru-paru pembuat keju.
KLASIFIKASI ALERGI
4. Hipersensitifitas tipe IV
Hipersensitivitas tipe IV dikenal sebagai hipersensitivitas yang diperantarai sel atau tipe
lambat (delayed-type). Reaksi ini terjadi karena aktivitas perusakan jaringan oleh sel T dan makrofag.
Waktu cukup lama dibutuhkan dalam reaksi ini untuk aktivasi dan diferensiasi sel T, sekresi sitokin dan
kemokin, serta akumulasi makrofag dan leukosit lain pada daerah yang terkena paparan. Beberapa
contoh umum dari hipersensitivitas tipe IV adalah hipersensitivitas pneumonitis, hipersensitivitas
kontak (kontak dermatitis), dan reaksi hipersensitivitas tipe lambat kronis (delayed type
hipersensitivity, DTH).
LANJUTAN….
Hipersensitivitas tipe IV dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori berdasarkan waktu awal
timbulnya gejala, serta penampakan klinis dan histologis. Ketiga kategori tersebut dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.

Tipe Waktu reaksi Penampakan klinis Histologi Antigen dan situs

Epidermal (senyawa organik, 


Limfosit, diikuti makrofag; edema
Kontak 48-72 jam Eksim (ekzema) jelatang atau poison ivy, logam
epidermidis
berat , dll.)

Intraderma (tuberkulin, lepromin,


Tuberkulin 48-72 jam Pengerasan (indurasi) lokal Limfosit, monosit, makrofag
dll.)

Antigen persisten atau senyawa


Makrofag, epitheloid dan sel raksaksa,
Granuloma 21-28 hari Pengerasan asing dalam tubuh (tuberkulosis, 
fibrosis
kusta, etc.)
LANJUTAN….
Mekanisme Berbagai Gangguan Yang Diperantarai Secara Imunologis

Tipe Mekanisme Imun Gangguan Prototipe


1 Tipe Anafilaksis Alergen mengikat silang antibody IgE  pelepasan Anafilaksis, beberapa bentuk asma
amino vasoaktif dan mediatorlain dari basofil dan sel bronchial
mast rektumen sel radang lain
2 Antibodi terhadap antigen IgG atau IgM  berikatan dengan antigen pada Anemia hemolitik autoimun,
jaringan tertentu permukaan sel        fagositosis sel target atau lisis sel eritroblastosis fetalis, penyakit
target oleh komplemen atau sitotosisitas yang Goodpasture, pemfigus vulgaris
diperantarai oleh sel yang bergantung antibody

3 Penyakit Kompleks Imun Kompleks mengaktifkan  Reahsi Arthua, serum sickness, lupus
antigen-antibodi  
komplemen  menarik perhatian nenutrofil menjadikan eritematosus sistemik, bentuk tertentu
pelepasan enzim lisosom, radikal bebas oksigen, glumerulonefritis akut
dll                     

4 Hipersensivitas Selular Limfisit T tersensitisasi pelepasan sitokin dan Tuberkulosis, dermatitis kontak,
(Lambat) sitotoksisitas yang diperantarai oleh sel T penolakan transplant
•Reaksi tipe I dapat terjadi sebagai suatu gangguan sistemik atau reaksi lokal. Pemberian antigen protein atau obat (misalnya,
penisilin) secara sistemik (parental) menimbulkan anafilaksis sistemik. Dalam beberapa menit setelah pajanan, pada pejamu yang
tersensitisasi akan muncul rasa gatal, urtikaria (bintik merah dan bengkak), dan eritems kulit,diikuti oleh kesulitan bernafas berat
yang disebabkan oleh bronkokonstriksi paru dan diperkuat dengan hipersekresi mukus. Edema laring dapat memperberat persoalan
dengan menyebabkan obstruksi saluran pernafasan bagian atas. Selain itu, otot semua saluran pencernaan dapat terserang, dan
mengakibatkan vomitus, kaku perut, dan diare. Tanpa intervensi segera,dapatterjadi vasodilatasi sistemik (syok anafilaktik ), dan
penderita dapat mengalami kegagalan sirkulasi dan kematian dalam beberapa menit. Reaksi lokal biasanya terjadi bila antigen hanya
terbatas pada tempat tertentu sesuai jalur pemajanannya, seperti di kulit (kontak, menyebabkan urtikaria), traktus gastrointestinal
(ingesti,menyebabkan diare), atau paru (inhalasi, menyebabkan bronkokonstriksi).
•Reaksi tipe II umumnya berupa kelainan darah, seperti anemia hemolitik, trombositopenia, eosinofilia dan granulositopenia.
•Manifestasi klinik hipersensivitas tipe III dapat berupa:
1. Urtikaria, angioedema, eritema, makulopapula, eritema multiforme dan lain-lain. gejala sering disertai pruritis
2.  Demam
3. Kelainan sendi, artralgia dan efusi sendi
4.  Limfadenopati
5. Kejang perut, mual
6. Neuritis optic
7. Glomerulonefritis
8. Sindrom lupus eritematosus sistemik
9. Gejala vaskulitis lain
•Manifestasi klinis hipersensitivitas tipe IV, dapat berupa reaksi paru akut seperti demam, sesak, batuk dan efusi pleura. Obat yang
tersering menyebabkan reaksi ini yaitu nitrofuratonin, nefritis intestisial, ensafalomielitis. hepatitis juga dapat merupakan manifestasi
reaksi obat. Adapun Gejala klinis umumnya :
a) Pada saluran pernafasan : asma
b) Pada saluran cerna: mual,muntah,diare,nyeri perut
c) Pada kulit: urtikaria. angioderma,dermatitis,pruritus,gatal,demam,gatal
d) Pada mulut: rasa gatal dan pembengkakan bibir
PEMERIKSAAN FISIK

• Inspeksi:  apakah ada kemerahan, bentol-bentol dan  terdapat gejala


adanya urtikaria,angioderma,pruritus dan pembengkakan pada bibir
• Palpasi: ada nyeri tekan  pada kemerahan
• Perkusi: mengetahui apakah diperut terdapat udara atau cairan
• Auskultasi: mendengarkan suara napas, bunyi jantung, bunyi
usus( karena pada oarng yang menderita alergi bunyi usunya
cencerung lebih meningkat)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Uji kulit: sebagai pemerikasaan penyaring (misalnya dengan alergen hirup
seperti tungau, kapuk, debu rumah, bulu kucing, tepung sari rumput, atau
alergen makanan seperti susu, telur, kacang, ikan).
2. Darah tepi: bila eosinofilia 5% atau 500/ml condong pada alergi. Hitung
leukosit 5000/ml disertai neutropenia 3% sering ditemukan pada alergi
makanan.
• IgE total dan spesifik: harga normal IgE total adalah 1000u/l sampai umur
20 tahun. Kadar IgE lebih dari 30u/ml pada umumnya menunjukkan bahwa
penderita adalah atopi, atau mengalami infeksi parasit atau keadaan depresi
imun seluler.
3. Tes intradermal nilainya terbatas, berbahaya.
4. Tes hemaglutinin dan antibodi presipitat tidak sensitif.
5. Biopsi usus: sekunder dan sesudah dirangsang dengan makanan food
chalenge didapatkan inflamasi / atrofi mukosa usus, peningkatan limfosit
intraepitelial dan IgM. IgE ( dengan mikroskop imunofluoresen ).
6. Pemeriksaan/ tes D Xylose, proktosigmoidoskopi dan biopsi usus.
7. Diit coba buta ganda ( Double blind food chalenge ) untuk diagnosa pasti
DAFTAR PUSTAKA

Baratawidhaya KG. 2006. Reaksi Hipersensitivitas. Dalam : Imunologi Dasar. Edisi


ke-7. Jakarta. Balai penerbit FKUI pp. 157-161

Endaryanto E., & Harsono A., 2010. Prospek Probiotik dalam pencegahan alergi
melalui induksi aktif toleransi imunologis. Divisi Alergi Imunologi Bagian/SMF
Ilmu Kesehatan Anak FK-Unair/RSU Dr. Soetomo Surabaya. Graham-Brown, R

Anda mungkin juga menyukai