Supositoria ini umumnya meleleh, melunak atau melarut pada suhu tubuh.
Sementara itu, ovula merupakan bentuk sediaan padat yang saat digunakan melalui
vaginal. Ovula ini umumnya berbentuk telur, dapat melarut, melunak, meleleh pada
suhu tubuh. Saudara mahasiswa, sebenarnya ovula dapat dikategorikan kedalam jenis
supositoria. Namun demikian, penggunaan nama ovula dimaksudkan agar dapat
merujuk pada bentuk sediaan dan rute pemberiannya yang hanya lewat vaginal, dari
berbagai rujukan terkait dengan definisi supositoria dan ovula diperoleh informasi
sebagai berikut. Menurut Farmakope Indonesia, yang dimaksud supositoria dan ovula
adalah sediaan padat yang digunakan melalui dubur, umumnya berbentuk peluru, dapat
melarut, melunak atau meleleh pada suhu tubuh (Farmakope Indonesia Edisi III).
Sementara itu menurut Farmakope Indonesia Edisi IV kedua sedian tersebut
didefinisikan sebagai sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan
melalui rektal, vagina atau uretra. Menurut Ansel (2002), supositoria adalah suatu
bentuk sediaan padat yang pemakaiannya dilakukan dengan cara memasukkan
sediaan tersebut melalui lubang atau celah pada tubuh, dimana sediaan tersebut akan
melebur, melunak atau melarut dan memberikan efek lokal atau sistemik. Penggunaan
supositoria umumnya dimasukkan melalui rectum dan vagina. Namun demikian,
kadang-kadang penggunaannya dilakukan melalui saluran urin. Sangat jarang dijumpai
penggunaan supositoria dilakukan melalui telinga dan hidung. Supositoria untuk obat
hidung dan telinga sekarang ini sudah tidak digunakan. Sementara itu, ovula adalah
sediaan padat yang digunaklan melalui vagina. Umumnya berbentuk seperti telur, dapat
melarut, melunak atau meleleh.
Keuntungannya:
1. Mudah digunakan untuk pengobatan lokal pada rectum, vagina ataupun urethra.
Misalnya, wasir, infeksi dan lain sebagainya.
2. Sebagai alternatif bila penggunaan melalui oral tidak dapat dilakukan. Misalnya:
pada bayi, pasien debil (lemas, tidak bertenaga), muntah-muntah, gangguan
sistem pencernaan (mual, muntah), dan kerusakan saluran cerna.
3. Obat lebih cepat bekerja, karena absorpsi obat oleh selaput lendir rectal
langsung ke sirkulasi pembuluh darah.
4. Untuk mendapatkan “prolonged action” (obat tinggal ditempat tersebut untuk
jangka waktu yang dikehendaki).
5. Untuk menghindari kerusakan obat pada saluran cerna
6. Dapat menghindari first fast efek dihati.
Kerugiannya:
1. Pemakaiannya tidak menyenangkan dan kurang praktis.
2. Tidak dapat disimpan pada suhu ruang untuk supositoria dengan basis oleum cacao.
3. Daerah absorpsinya lebih kecil dan absorpsi hanya melalui difusi pasif
Sebagai catatan bahwa bentuk dan ukuran dari sediaan suppositoria harus
sedemikian rupa, sehingga supositoria dapat dengan mudah dimasukkan ke dalam
lubang atau celah yang ketika dimasukkan tanpa menimbulkan rasa tidak nyaman bagi
pasien. Selain itu, harus dapat bertahan dalam waktu tertentu. Macam-macam
Supositoria Terdapat bermacam-macam jenis untuk sediaan dari supositoria ini.
Penggolongannya ada yang didasarkan kepada bentuk ataupun cara penggunaannya.
1. Rektal Supositoria rectal (anus) dengan tangan Bentuk seperti peluru dengan
panjang + 32 mm (1,5 inci) Berat supositoria untuk orang dewasa 3 g dan untuk anak-
anak 2 g Bentuk ini memberi keuntungan, yaitu apabila bagian yang besar masuk
melalui otot penutup dubur, maka suppos akan tertarik masuk dengan sendirinya.
Bahan dasar (basis) supositoria yang paling umum digunakan adalah lemak
coklat (Oleum cacao), gelatin tergliserinasi, minyak nabati terhidrogenasi, campuran
polietilen glikol berbagai bobot molekul, lemak tengkawang (Oleum Shoreae) atau
Gelatin, dan ester asam lemak polietilen glikol. Bahan dasar yang digunakan ini harus
dapat larut dalam air atau meleleh pada suhu tubuh.
Bahan-bahan dasar supositoria tersebut jika dikategorikan berdasarkan sifatnya dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Basis berlemak yang meleleh pada suhu tubuh, misalnya: Oleum Cacao
2. Basis yang larut dalam air atau yang bercampur dengan air, misalnya: Gliserin
Gelatin dan Polietilenglikol
TUJUAN PENGGUNAAN
1. Efek Lokal
Pada umumnya digunakan untuk pengobatan wasir, konsipasi, infeksi dubur. Zat aktif
yang biasa digunakan:
Anastetik lokal (benzokain, tetrakain)
Adstringen (ZnO, Bi-subgalat, Bi-subnitrat)
Vasokonstriktor (efedrin HCL)
Analgesik (turunan salisilat)
Emollient (balsam peru untuk wasir)
Konstipasi (glisin bisakodil)
Antibiotika untuk infeksi
2. Efek Sistemik
Meringankan penyakit asma (teofilin, efedrin, amonifilin)
Analgetik dan antiinflamasi (turunan salisilat, parasetamol)
Anti arthritis, radang persendian (fenilbutason, indometasin)
Hipnotik & sedatif (turunan barbiturat)
Trankuilizer dan anti emetik (fenotiazin, klorpromazin)
Khemoterapetik (antibiotik, sulfonamida)
(Lachman, Teory and Practice of Industrial Pharmacy, hal 565)
B. KARAKTERISASI DOSIS
Umumnya dosis pada pemberian rektal besarnya 1 ,5-2 kali atau lebih dosis oral kecuali
untuk obat-obat keras. Dosis yang benar tergantung pada kecepatan pelepasan obat dari
suppo. Ini berarti basis suppo dan jumlah obat harus dipertimbangkan secara
bersamaan. Karena pembawa dapat merubah kecepatan absorbsi obat jumlah obat
yang diberikan dalam suppo tergantung pada pembawa dan sifat fisikokimia obat.
Bobot suppo untuk orang dewasa sekitar 2 gram sedangkan untuk anak-anak sekitar 1
gram.
(Lachman, Teory and Practice of Industrial Pharmacy, 564).
Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi obat dalam rektum pada pemberian obat
dalam bentuk suppositoria yaitu :
1) Faktor fisiologis
Antara lain ada tidaknya feses dalam rektum, sirkulasi darah di rektum, beberapa
kondisi patologik seperti diare sehingga terjadi dehidrasi pada tubuh, pH cairan rektal,
juga selaput lendir pada dinding rektum. Untuk memberikan efek yang optimal rektum
harus dikosongkan dulu. Cairan rektal memiliki kapasitas dapar yang rendah, sehingga
pH cairan rektal sangat dipengaruhi pH zat aktif yang ada melarut. Bila diatur pH kritis
untuk memperoleh efisiensi absorpsi yang optimal maka dibutuhkan penambahan
dapar ke dalam formula. Selaput lendir bisa menghambat absorpsi terutama bila
selaput lendir tersebut kental dan tebal. Penempatan suppositoria di dalam rektum, bila
terlalu dalam akan menuju vena hemoroidal atas.
2) Faktor fisikokimia
Antara lain koefisien partisi lemak-air dari zat aktif, kecepatan hancurnya basis,
kecepatan disolusi zat aktif dalam cairan rektal, keadaan zat aktif dalam suppositoria
(jika terlarut, maka dalam basis biasanya proses pelepasan dan disolusi zat aktif
menjadi lebih lambat), kelarutan zat aktif dalam cairan rektal, ukuran partikel zat aktif.
3) Adanya zat tambahan khusus ke dalam basis
Misalnya surfaktan, dapat merubah tegangan permukaan selaput mukosa pada rektal
sehingga absorpsi zat berkhasiat menjadi lebih baik. Surfaktan dapat memperbesar
kelarutan suatu zat berkhasiat sehingga diabsorpsi lebih cepat, tapi juga dapat
membentuk suatu kompleks senyawa baru yang lambat diabsorpsi.
4) Faktor aliran darah
Makin banyak pembuluh darah di sekitar suppositoria maka absorpsi obat akan
semakin cepat. Tetapi luas permukaan absorpsi terbatas di daerah kolon dan tidak ada
perbedaan luas permukaan yang mencolok di daerah kolon, baik di pinggir, di tengah
maupun di dalam daerah kolon. Setelah obat diabsorpsi dari usus halus obat dialirkan
melalui vena porta hepatika ke hati. Hati memetabolisme obat tersebut, dapat berupa
modifikasi atau mengurangi efek obat tersebut. di lain pihak jumlah yang lebih banyak
dari obat yang sama dengan di atas akan diabsorpsi melalui anorektal. Vena haemoroid
halus yang mengelilingi kolon dan rektum masuk vena kava inferior sehingga tidak
masuk ke hati. Vena haemoroid menuju ke vena porta dan bermuara di hati. Tetapi
lebih dari setengah pemberian melalui rektal diabsorpsi langsung ke sirkulasi tubuh.
Sirkulasi limfa juga membantu absorpsi obat melalui rektal dan mengalihkannya dari
hati. Rektal tidak mempunyai daya kapasitas buffer. Menurut Schumber, asam dan
basa lemah lebih cepat diabsorpsi daripada asam / basa kuat dan yang terionisasi kuat
lainnya.
(Lachman, Teory and Practice of Industrial Pharmacy, 565-568)
B. BASIS SUPPOSITORIA
Basis suppositoria mempunyai peranan penting dalam pelepasan obat yang
dikandungnya. Salah satu syarat utama basis suppositoria adalah selalu padat dalam
suhu ruangan tetapi segera melunak, melebur atau melarut pada suhu tubuh sehingga
obat yang dikandungnya dapat tersedia sepenuhnya, segera setelah pemakaian
(H.C. Ansel, 1990, hal 375).
Menurut Farmakope Indonesia IV, basis suppositoria yang umum digunakan adalah
lemak coklat, gelatin tergliserinasi, minyak nabati terhidrogenasi, campuran
polietilenglikol (PEG) dengan berbagai bobot molekul dan ester asam lemak polietilen
glikol. Basis suppositoria yang digunakan sangat berpengaruh pada pelepasan zat
terapeutik (FI IV,hlm.16).
Yang perlu diperhatikan untuk basis suppositoria adalah :
a. Asal dan komposisi kimia
b. Jarak lebur/leleh
c. Solid-Fat Index (SFI)
d. Bilangan hidroksil
e. Titik pemadatan
f. Bilangan penyabunan (saponifikasi)
g. Bilangan iodida
h. Bilangan air (jumlah air yang dapat diserap dalam 100 g lemak)
i. Bilangan asam
(Lachman, Teory and Practice of Industrial Pharmacy, 568-569)
Tipe basis suppositoria berdasarkan karakteristik fisik yaitu (H. C. Ansel, 1990 hal 376) :
a. Basis suppositoria yang meleleh (Basis berlemak)
Basis berlemak merupakan basis yang paling banyak dipakai, terdiri dari oleum cacao,
dan macam-macam asam lemak yang dihidrogenasi dari minyak nabati seperti minyak
palem dan minyak biji kapas.
Menurut USP, oleum cacao merupakan :
Lemak yang diperoleh dari biji Theobroma cacao yang dipanggang.
Secara kimia adalah trigliserida yang terdiri dari oleapalmitostearin dan oleo
distearin
Pada suhu kamar, berwarna kekuning-kuningan sampai putih padat sedikit redup,
beraroma coklat
Melebur pada 30-36oC
(H. C. Ansel, 1990 hal 376)
Titik leleh :31-34 oC
Kelarutan : mudah larut dalam kloroform, eter, petroleum spirit, larut dalam etanol
panas, sedikit larut dalam etanol 95%
Stabilitas dan penyimpanan : pemanasan diatas 36 oC menyebabkan pembentukan
kristal metastabil. Oleum cacao disimpan di suhu < 25 oC
(HOPE , ed. IV hal. 639)
Bilangan iod 34 - 38
Bilangan asam 4
Mudah tengik dan meleleh harus disimpan di tempat sejuk dan kering terhindar
dari cahaya.
(Lachman,575)
Bentuk polimorfisa
1. Bentuk α melebur pada 24°C diperoleh dengan pendinginan secara tiba-tiba sampai
0oC.
2. Bentuk β diperoleh dari cairan oleum cacao yang diaduk pada suhu 18-23 0 C titik
leburnya 28-31 oC
3. Bentuk stabil β diperoleh dari bentuk β’, melebur pada 34-35 0C diikuti dengan
kontraksi volume
4. Bentuk γ melebur pada suhu 18oC, diperoleh dengan menuangkan oleum cacao
suhu 20oC sebelum dipadatkan ke dalam wadah yang didinginkan pada suhu yang
sangat dingin.
Basis suppositoria larut air dan basis yang bercampur dengan air
Basis yang penting dari kelompok ini adalah basis gelatin tergliserinasi dan basis
polietilen glikol. Basis gelatin tergliserinasi terlalu lunak untuk dimasukkan dalam rektal
sehingga hanya digunakan melalui vagina (umum) dan uretra. Basis ini melarut dan
bercampur dengan cairan tubuh lebih lambat dibandingkan dengan oleum cacao
sehingga cocok untuk sediaan lepas lambat. Basis ini menyerap air karena gliserin
yang higroskopis. Oleh karena itu, saat akan dipakai, suppo harus dibasahi terlebih
dahulu dengan air.
Polietilen glikol (PEG) merupakan polimer dari etilen oksida dan air, dibuat menjadi
bermacam-macam panjang rantai, berat molekul dan sifat fisik. Polietilen glikol tersedia
dalam berbagai macam berat molekul mulai dari 200 sampai 8000. PEG yang umum
digunakan adalah PEG 200, 400, 600, 1000, 1500, 1540, 3350, 4000, 6000 dan 8000.
Pemberian nomor menunjukkan berat molekul rata-rata dari masing-masing polimernya.
Polietilen glikol yang memiliki berat molekul rata-rata 200, 400, 600 berupa cairan
bening tidak berwarna dan yang mempunyai berat molekul rata-rata lebih dari 1000
berupa lilin putih, padat dan kekerasannya bertambah dengan bertambahnya berat
molekul. Basis polietilen glikol dapat dicampur dalam berbagai perbandingan dengan
cara melebur, dengan memakai dua jenis PEG atau lebih untuk memperoleh basis
suppo dengan konsistensi dan karakteristik yang diinginkan. PEG menyebabkan
pelepasan lebih lambat dan memiliki titik leleh lebih tinggi daripada suhu tubuh.
Penyimpanan PEG tidak perlu di kulkas dan dapat dalam penggunaan dapat
dimasukkan secara perlahan tanpa kuatir suppo akan meleleh di tangan (hal yang
umum terjadi pada basis lemak). (Ansel, hal 377)
Contoh formula basis (Lachman, 578)
a. PEG 1000 96%, PEG 4000 4%
b. PEG 1000 75%, PEG 4000 25%
Basis a) memiliki titik leleh rendah, sehingga membutuhkan tempat dingin untuk
penyimpanan, terutama pada musim panas. Basis ini berguna jika kita ingin disintegrasi
yang cepat. Sedangkan basis b) lebih tahan panas daripada basis a) sehingga dapat
disimpan pada suhu yang lebih tinggi. Basis ini berguna jika kita ingin pelepasan zat
yang lambat. (Lachman, 578)
Suppositoria dengan polietilen glikol tidak melebur ketika terkena suhu tubuh, tetapi
perlahanlahan melarut dalam cairan tubuh. Oleh karena itu basis ini tidak perlu
diformulasi supaya melebur pada suhu tubuh. Jadi boleh saja dalam pengerjaannya,
menyiapkan suppositoria dengan campuran PEG yang mempunyai titik lebur lebih
tinggi daripada suhu tubuh.
Keuntungannya, tidak memungkinkan perlambatan pelepasan obat dari basis begitu
suppo dimasukkan, tetapi juga menyebabkan penyimpanan dapat dilakukan di luar
lemari es dan tidak rusak bila terkena udara panas. Suppo dengan basis PEG harus
dicelupkan ke dalam air untuk mencegah rangsangan pada membran mukosa dan rasa
“menyengat”, terutama pada kadar air dalam basis yang kurang dari 20%. (Ansel hal
377)
PEG Titik Leleh (°C)
1000 37 – 40
1500 44 – 48
1540 40 – 48
4000 50 – 58
6000 55 – 63
(HOPE, ed.IV p. 455)
Keuntungan basis PEG :
a. stabil dan inert
b. polimer PEG tidak mudah terurai.
c. Mempunyai rentang titik leleh dan kelarutan yang luas shg memungkinkan formula
supo dgn berbagai derajat kestabilan panas dan laju disolusi yg berbeda
d. Tidak membantu pertumbuhan jamur
(Teori dan Praktek Industri Farmasi, hal 1174)
Kerugian basis PEG:
1. secara kimia lebih reaktif daripada basis lemak.
2. dibutuhkan perhatian lebih untuk mencegah kontraksi volume yang membuat bentuk
suppo rusak
3. kecepatan pelepasan obat larut air menurun dengan meningkatnya jumlah PEG dgn
BM tinggi.
4. cenderung lebih mengiritasi mukosa drpd basis lemak.
(HOPE, hal 455)
Kombinasi jenis PEG dapat digunakan sbg basis supo dan memberikan keuntungan
sbb.:
1. titik lebur supo dapat meningkat shg lebih tahan thd suhu ruangan yg hangat.
2. pelepasan obat tdk tergantung dari titik lelehnya.
3. stabilitas fisik dalam penyimpanan lebih baik.
4. sediaan supo akan segera bercampur dengan cairan rektal.
(HOPE, hal 455)
c. Basis surfaktan
Surfaktan tertentu disarankan sebagai basis hidrofilik sehingga dapat digunakan tanpa
penambahan zat tambahan lain. Surfaktan juga dapat dikombinasikan dengan basis
lain. Basis ini dapat digunakan untuk memformulasi obat yang larut air dan larut lemak.
Keuntungan :
Dapat disimpan pada suhu tinggi
Mudah penanganannya
Dapat bercampur dengan obat
Tidak mendukung pertumbuhan mikroba
Nontoksik dan tidak mensensitisasi
(Lachman, Teory and Practice of Industrial Pharmacy, 575, 578)
FORMULASI SUPPOSITORIA
PENDEKATAN FORMULASI
1. Apakah untuk tujuan sistemik atau lokal?
2. Di mana lokasi pemberian suppositoria? Rektal, vaginal, atau uretral?
3. Bagaimana efek yang diinginkan? Cepat atau lambat?
1. Suppositoria untuk tujuan sistemik
Basis yang digunakan tersedia dan ekonomis.
Zat aktif harus terdispersi baik dalam basis dan dapat lepas dengan baik (pada
kecepatan yang diinginkan) dalam cairan tubuh di sekitar suppositoria.
Jika zat aktif larut air, gunakan basis lemak dengan kadar air rendah.
Jika zat aktif larut lemak, gunakan basis larut air. Dapat ditambahkan surfaktan
untuk mempertinggi kelarutannya.
Untuk meningkatkan homogenitas zat aktif dalam basis sebaiknya digunakan
pelarut yang
melarutkan zat aktif atau zat aktif dihaluskan sebelum dicampur dengan basis yang
meleleh.
Zat aktif yang larut sedikit dalam air atau pelarut lain yang tercampur dalam
basis, dilarutkan
dulu sebelum dicampur dengan basis.
Zat aktif yang langsung dapat dicampur dengan basis, terlebih dahulu digerus halus
sehingga 100 % dapat melewati ayakan 100 mesh.
2. Suppositoria untuk efek lokal
Untuk hemoroid, anestetika lokal dan antiseptik (tidak untuk diabsorbsi).
Basis tidak diabsorpsi, melebur dan melepaskan obat secara perlahan-lahan.
Basis harus dapat melepas sejumlah obat yang memadai dalam 1/2 jam, dan
meleleh seluruhnya dengan melepas semua obat antara 4-6 jam agar terjadi efek lokal
dalam kisaran waktu tersebut.
Pilih basis untuk efek lokal
Obat harus didistribusikan secara homogen dalam basis suppositoria.
(Lachman, “Theory and Practice of Industrial Pharmacy” 3rd ed, 582-583)
2. Pemilihan Basis
Peran utama basis suppositoria:
a. Menjadikan zat aktif tertentu dapat dibuat dalam bentuk suppositoria yang tepat
dengan karakteristik fisikokimia zat aktif dan keinginan formulator
b. Basis digunakan untuk mengatur penghantaran pengobatan pada tempat
absorpsinya.
Karakteristik basis yang menentukan selama produksi:
a. Kontraksi
Sedikit kontraksi pada saat pendinginan volume suppositoria diinginkan untuk
memudahkan pengeluaran dari cetakan.
b. Ke-inert-an (inertness)
Tidak boleh ada interaksi kimia antara basis dengan bahan aktif.
c. Pemadatan
Interval antara titik leleh dengan titik solidifikasi harus optimal: jika terlalu pendek maka
penuangan lelehan ke dalam cetakan akan sulit; jika terlalu panjang, waktu pemadatan
menjadi lama sehingga laju produksi suppositoria menurun.
d. Viskositas
Jika viskositas tidak cukup, komponen terdispersi dari campuran akan membentuk
sedimen, mengganggu integritas dari produk akhir.
PERHITUNGAN SUPPOSITORIA
Dosis Replacement
Jika dosis zat aktif yang digunakan < 100 mg (untuk bobot supo 2 g), maka volume
yang ditempati oleh serbuk tidak berubah secara bermakna sehingga tidak perlu
dipertimbangkan.
Jika bobot supo yang akan dibuat < 2 g maka volume serbuk harus diperhitungkan.
Faktor kerapatan (densitas) dari basis dan serbuk harus diketahui.(Slide kuliah bu Heni)
Berikut adalah cara perhitungan jumlah basis yang dapat digunakan oleh sejumlah
bahan obat ataupun bahan pembantu :
1. Density Factor (Dispensing of Medication, 9th, Robert E. King, hal. 96)
Merupakan jumlah gram zat aktif yang setara dengan 1 g basis.
Contoh :
a. Akan dibuat 12 buah suppo yang mengandung aspirin @ 300 mg dan dibuat dalam
cetakan suppo 2 g dengan basis oleum cacao
Maka perhitungan basis oleum cacao yang dibutuhkan untuk suppo tersebut sbb:
Aspirin yang dibutuhkan (dibuat dengan ditambah 1 buah suppo untuk cadangan)
= 13 x 0,3 g = 3,9 g
Faktor densitas untuk aspirin
= 1,1 → 3,9 / 1,1 = 3,55 → 3,9 g aspirin setara dengan 3,55 g oleum cacao.
Oleum cacao teoritis yang dibutuhkan untuk membuat suppo (basis saja tanpa
ZA) = 13 x 2 g = 26 g
Oleum cacao sebenarnya yang dibutuhkan untuk membuat suppo
= 26 g – 3,55 g = 22,45 g
Jawab :
Karena mengandung 100 mg fenobarbital dalam sekitar 2 g, maka % fenobarbital
dalam sediaan supo adalah (100 / 2000) mg x 100% = 5%
Bilangan pengganti fenobarbital, f = 0,81
( E - G )
f = 100 x ------------ + 1
( G x X )
( 2 - G )
0,81 = 100 x ------------ + 1
( G x 5)
-0,19 = 200 – 100G
5G
-0,19 = 40 – 20G → G = 2,0095 g
Jadi bobot supo dengan 100 mg fenobarbital = 2,0095 g
Dalam perhitungan apabila diketahui maka f dapat langsung dikalikan dengan jumlah
bahan obat. Obat-obat yang umum dibuat dalam sediaan Suppositoria, bila
dibandingkan dengan oleum cacao yang memiliki f = 1, memiliki faktor pengganti
seperti dalam tabel berikut ini :
3. Displacement Value
Adalah jumlah zat aktif yang dapat menggantikan oleum cacao.
Contoh perhitungan :
Buat dan timbang 6 Suppo oleum cacao tanpa bahan obat, misalnya
diperoleh bobot 6,0g.
Buat Suppositoria dengan 40 % zat aktif diperoleh bobot 8,8 g
Jumlah Oleum Cacao : 60% x 8,8 = 5,28
Jumlah Zat Aktif : 40% x 8,8 = 3,52
Jadi jumlah oleum cacao yang dapat digantikan oleh 3,52 g zat aktif adalah : (6,0-5,28)
g = 0,72 g
3,52
Displacement value zat aktif adalah : ------- = 4,89 = 5 (dibulatkan)
0,72
5 g Zat aktif dapat menggantikan 1 g oleum cacao
Data kesetaraan zat aktif dengan basis tidak diketahui
R/ Vioform 250 mg
mf Suppositoria no VI @ 2 g
Langkah pengerjaan :
1. Buat dan timbang 8 Suppositoria yang terbuat dari oleum cacao saja, misal
diperoleh bobot total adalah 16 g, berarti bobot rata-rata satu Suppositoria adalah 2 g.
2. Kemudian dibuat Suppositoria orientasi dengan 250 mg Vioform dan oleum cacao
1500 mg. Kedua bahan tersebut dicampurkan dan dituangkan ke dalam cetakan
(lubang cetakan seharusnya belum terisi penuh), sisa volume diisi dengan lelehan
oleum cacao lainnya sampai meluap. Suppositoria yang dihasilkan ditimbang, misal
diperoleh bobot 2,2 g.
PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN
A. Pengemasan
Suppositoria gliserin dan gelatin umumnya dikemas dalam wadah gelas ditutup
rapat supaya mencegah perubahan kelembapan suppositoria.
Suppo yang diolah dengan basis oleum cacao biasanya dibungkus terpisah-pisah
atau dipisahkan satu sama lainnya pada ceah-celah dalam kotak untuk mencegah
terjadinya kontak antar suppo tersebut dan mencegah perekatan.
Suppo dengan kandungan obat yang peka terhadap cahaya dibungkus satu
persatu dalam bahan tidak tembus cahaya seperti lembaran logam (alufoil).
Sebenarnya kebanyakan suppositoria yang terdapat di pasaran dibungkus dengan
alufoil atau bahan plastik satu per satu. Beberapa di antaranya dikemas dalam strip
kontinu berisi suppositoria yang dipisahkan dengan merobek lubang-lubang yang
terdapat di antara suppositoria tersebut. Suppo ini biasa juga dikemas dalam kotak
dorong (slide box) atau dalam kotak plastik. (Howard. C. Ansel, 1990,hal. 385.)
Suppo yang berbasis gliserin dan gelatin tergliserinasi sebaiknya dikemas dalam wadah
botol bermulut lebar dan tertutup rapat. Suppo berbasis oleum cacao dan polimer PEG
biasanya masingmasing suppo dikemas dalam kotak kardus yang dilapisi bahan kedap
air. Suppo dapat dikemas rapat dengan kertas logam atau wadah berlapis kertas lilin.
Suppo yang mengandung bahan mudah menguap seperti fenol dan mentol harus
dikemas dalam wadah kaca yang tertutup rapat. (HUSA’S Pharmaceutical dispensing,
ed. 5, hal. 126)
Labelling
Label sediaan harus mengandung:
1. Nama dan jumlah senyawa aktif yang terkandung.
2. Sediaan tidak boleh ditelan.
3. Tanggal sediaan tidak boleh digunakan lagi.
4. Kondisi penyimpanan sediaan.
(BP 2002, hal.1895)
Petunjuk penyimpanan dalam ruangan dingin disampaikan kepada pasien. (HUSA’S
Pharmaceutical dispensing, ed. 5, hal. 126)
B. Penyimpanan
Karena suppo umumnya dipengaruhi panas, maka perlu menjaga dalam tempat dingin.
Suppo yang basisnya oleum cacao harus disimpan di bawah 30 0F (-1,1°C) dan
akan lebih baik apabila disimpan di dalam lemari es.
Suppo yang basisnya gelatin gliserin baik sekali bila disimpan di bawah 35 0F
(1,6°C).
Suppo dengan basis polietilen glikol mungkin dapat disimpan pada suhu ruang
biasa tanpa pendinginan.
Suppo yang disimpan dalam lingkungan yang kelembapan nisbinya tinggi mungkin
akan menarik uap air dan cenderung menjadi seperti spon, sebaliknya bila disimpan
dalam tempat yang kering sekali mungkin akan kehilangan kelembapannya sehingga
akan menjadi rapuh. (Howard. C. Ansel, 1990, hal. 385.)
EVALUASI SUPPOSITORIA
1. Appearance
Tes ini lebih ditekankan pada distribusi zat berkhasiat di dalam basis suppo. Suppo
dibelah secara longitudinal kemudian dibuat secara visual pada bagian internal dan
bagian eksternal dan harus nampak seragam. Penampakan permukaan serta warna
dapat digunakan untuk mengevaluasi ketidakadaan:
celah
lubang
eksudasi
pengembangan lemak
migrasi senyawa aktif
(Pharmaceutical Dosage Form Disperse System Volume 2, Herbert A. Lieberman,
1989,hal. 552)
2. Keragaman Bobot
Timbang masing-masing suppo sebanyak 10, diambil secara acak. Lalu tentukan bobot
rata-rata. Tidak lebih dari 2 suppo yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata lebih
dari % deviasi, yaitu 5 %. Keragaman bobot juga merupakan bagian dari uji
keseragaman sediaan, dilakukan bila sediaan mengandung zat aktif 50 mg atau lebih
yang merupakan 50% atau lebih dari bobot sediaan. Jika tidak, keseragaman sediaan
ditentukan dengan metode keseragaman kandungan (lihat poin 6).
(BP 2002, Appendix XII H, A.253, FI IV 1995 hal. 999)
3. Waktu Hancur / Disintegrasi
Uji ini perlu dilakukan terhadap suppo kecuali suppo yang ditujukan untuk pelepasan
termodifikasi atau kerja lokal diperlama. Suppo yang digunakan untuk uji ini sebanyak 3
buah. Suppo diletakkan di bagian bawah ‘perforated disc’ pada alat, kemudian
dimasukkan ke silinder yang ada pada alat. Lalu diisi air sebanyak 4 liter dengan suhu
36-37 oC dan dilengkapi dengan stirer. Setiap 10 menit balikkan tiap alat tanpa
mengeluarkannya dari air. Disintegrasi tercapai ketika suppo :
a. Terlarut sempurna
b. Terpisah dari komponen-komponennya, yang mungkin terkumpul di permukaan air
(bahan lemak meleleh) atau tenggelam di dasar (serbuk tidak larut) atau terlarut
(komponen mudah larut) atau dapat terdistribusi di satu atau lebih cara ini.
c. Menjadi lunak, dibarengi perubahan bentuk, tanpa terpisah sempurna menjadi
komponennya, massa tidak lagi memiliki inti padatan yang membuatnya tahan terhadap
tekanan dari pengaduk kaca.
Suppo hancur dalam waktu tidak lebih dari 30 menit untuk suppo basis lemak dan tidak
lebih dari 60 menit untuk suppo basis larut air, kecuali dinyatakan lain. (BP2002, A237,
FI IV hal 1087-1088)
4. Ketegaran / Kehancuran Suppositoria
Tes ini menentukan ketegaran suppo di bawah kondisi tertentu terhadap pemecahan
suppositoria dan ovula yang diukur dengan menggunakan sejumlah tertentu massa
atau beban untuk menghancurkannya. Tes ini didasarkan untuk suppo dan ovula
berbasis lemak. Uji ini tidak sesuai untuk sediaan yang memiliki bahan pembantu
hidrofilik, seperti campuran gelatin-gliserol.
Metode
Cek apakah alat yang digunakan sudah dalam keadaan vertikal atau belum. Alat
dipanaskan sampai suhunya 25 oC. Sediaan yang akan diuji telah diletakkan dalam
suhu yang sesuai dengan suhu yang akan digunakan minimal 24 jam. Tempatkan
sediaan di antara kedua penjepit dengan bagian ujung menghadap ke atas.
Tunggu selama 1 menit dan tambahkan lempeng 200 g pertama. Tunggu lagi selama 1
menit dan tambahkan lempeng berikutnya. Hal tersebut diulang dengan cara yang
sama sampai sediaan hancur. Massa yang dibutuhkan menghancurkan sediaan
dihitung berdasarkan massa yang dibutuhkan untuk menghancurkan sediaan (termasuk
massa awal yang terdapat pada alat). Hal-hal yang perlu diperhatikan:
Apabila sediaan hancur dalam 20 detik setelah pemberian lempeng terakhir maka
massa yang terakhir ini tidak masuk dalam perhitungan.
Apabila sediaan hancur dalam waktu antara 20 dan 40 detik setelah pemberian
lempeng terakhir maka massa yang dimasukkan ke dalam perhitungan hanya setengah
dari massa yang digunakan, misal 100 g.
Apabila sediaan belum hancur dalam waktu lebih dari 40 detik setelah pemberian
lempeng terakhir maka seluruh massa lempeng terakhir dimasukkan ke dalam
perhitungan.
Setiap pengukuran menggunakan 10 sediaan dan pastikan tidak terdapat residu
sediaan sebelum setiap pengukuran.
(BP2002, A334, Leon Lachman, 1990, hal. 586-587)
5. Berhubungan dengan Pelelehan Suppositoria
a. Kisaran Leleh
Uji ini disebut juga uji kisaran meleleh makro, dan uji ini merupakan suatu ukuran waktu
yang diperlukan suppositoria untuk meleleh sempurna bila dicelupkan ke dalam
penangas air dengan temperatur tetap (37 oC). Sebaliknya uji kisaran meleleh mikro
adalah kisaran leleh yang diukur dalam pipa kapiler hanya untuk basis lemak. Alat yang
biasa digunakan untuk mengukur kisaran leleh sempurna dari suppositoria adalah suatu
alat disintegrasi tablet USP. Suppositoria dicelupkan seluruhnya dalam penangas air
yang konstan, dan waktu yang diperlukan unutk meleleh sempurna atau menyebar
dalam air sekitarnya diukur. (Leon Lachman, 1990, hal. 586)
b. Uji Pencairan atau Uji Melunak dari Suppositoria Rektal
Uji ini mengukur waktu yang diperlukan suppositoria rektal untuk mencair dalam alat
yang disesuaikan dengan kondisi in vivo. Suatu penyaringan melalui selaput semi
permeabel diikat pada kedua ujung kondensor dengan masing-masing ujung pipa
terbuka. Air pada 37 oC disirkulasi melalui kondensor sehingga separuh bagian bawah
pipa kempis dan separuh bagian atas membuka. Tekanan hidrostatis air dalam alat
tersebut kira-kira nol ketika pipa tersebut mulai kempis. Suppositoria akan sampai pada
level tertentu (lihat gambar pada buku) dan waktu tersebut diukur untuk suppositoria
meleleh dengan sempurna dalam pipa tersebut. (Leon Lachman, 1990, hal. 586)
c. Pelelehan dan Pemadatan
Pembebasan senyawa aktif dari basisnya adalah fungsi langsung dari suhu
melelehnya. Untuk mendapatkan efek terapetik yang ideal dari sediaan ini maka
pemahaman yang baik terhadap faktor-faktor dalam pembuatan sediaan, pada saat
pelelehan (atau fusion) dan pemadatan, akan menentukan bioavailabilitas optimum dari
sediaan akhir. Metode yang umum digunakan:
tabung kapiler terbuka
tabung U
titik jatuh
(Pharmaceutical Dosage Form Disperse System Vol. 2, Herbert A. Lieberman, 1989,
h. 555)
6. Keseragaman Kandungan
Diambil tidak kurang 30 suppo lalu ditetapkan kadar 10 satuan satu per satu. Kecuali
dinyatakan lain, persyaratannya adalah kadar dalam rentang 85,0%-115,0% dari yang
tertera pada etiket dam simpangan baku relatif kurang dari atau sama dengan 6,0%.
Jika satu satuan berada di luar rentang tersebut, tapi dalam rentang 75,0%-125,0% dari
yang tertera dalam etiket, atau simpangan baku relatif lebih besar dari 6,0%, atau jika
kedua kondisi tidak dipenuhi, dilakukan uji 20 satuan tambahan. Persyaratan dipenuhi
jika tidak lebih dari satu satuan dari 30 terletak di luar rentang 85,0%-115,0% dari yang
tertera pada etiket dan tidak ada satuan terletak di luar rentang 75,0%-125,0% dari
yang tertera pada etiket dan simpangan baku relatif dari 30 satuan sediaan tidak lebih
dari 7,8%. (FI ed.IV hal 999-1000)
7. Penentuan Waktu Pelembekan dari Suppositoria Lipofilik
(Softening time determination of lipophilic suppositories)
Uji ini dilakukan untuk menentukan waktu yang dibutuhkan sediaan di dalam air sampai
sediaan melembek hingga sediaan tidak mempunyai ketegaran / ketahanan saat berat
tertentu diberikan. Metode ini dapat menggunakan beberapa alat. (BP 2002, A332)
8. Metode Uji Disolusi Sediaan Suppositoria
Belum ada metode atau desain alat yang dijadikan standar untuk digunakan dalam
laboratorium farmasi. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi disolusi farmasi dari
sediaan suppositoria: pengaruh surfaktan dan kelarutan, pengaruh viskositas, zat
tambahan dan ukuran partikel zat aktif. (Abdou, Dissolution, Bioavalability and
Bioequivalence; TA A 673 Leon Lachman, 1990,hal. 567)
FORMULA DI PUSTAKA
NOTE: Jika tidak dinyatakan lain, sebagai suppo dasar digunakan lemak coklat dan untuk
memperoleh massa suppo yang baik, sebagian lemak coklat dapat diganti dengan
malam putih dalam jumlah yang sesuai. Suppo yang dibuat dengan menggunakan
suppo dasar lemak coklat berbobot antara 1-2 g (Fornas hal 333)