Anda di halaman 1dari 39

SUPPOSITORIA

SUPOSITORIA DAN OVULA

Pengertian yang mungkin sudah dikenal dikalangan farmasi, supositoria


(Suppositoria) merupakan sediaan padat yang dikemas dalam berbagai bobot dan
bentuk. Sediaan ini cara pemakaiannya diberikan melalui rektal, vagina atau uretra.

Supositoria ini umumnya meleleh, melunak atau melarut pada suhu tubuh.
Sementara itu, ovula merupakan bentuk sediaan padat yang saat digunakan melalui
vaginal. Ovula ini umumnya berbentuk telur, dapat melarut, melunak, meleleh pada
suhu tubuh. Saudara mahasiswa, sebenarnya ovula dapat dikategorikan kedalam jenis
supositoria. Namun demikian, penggunaan nama ovula dimaksudkan agar dapat
merujuk pada bentuk sediaan dan rute pemberiannya yang hanya lewat vaginal, dari
berbagai rujukan terkait dengan definisi supositoria dan ovula diperoleh informasi
sebagai berikut. Menurut Farmakope Indonesia, yang dimaksud supositoria dan ovula
adalah sediaan padat yang digunakan melalui dubur, umumnya berbentuk peluru, dapat
melarut, melunak atau meleleh pada suhu tubuh (Farmakope Indonesia Edisi III).
Sementara itu menurut Farmakope Indonesia Edisi IV kedua sedian tersebut
didefinisikan sebagai sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan
melalui rektal, vagina atau uretra. Menurut Ansel (2002), supositoria adalah suatu
bentuk sediaan padat yang pemakaiannya dilakukan dengan cara memasukkan
sediaan tersebut melalui lubang atau celah pada tubuh, dimana sediaan tersebut akan
melebur, melunak atau melarut dan memberikan efek lokal atau sistemik. Penggunaan
supositoria umumnya dimasukkan melalui rectum dan vagina. Namun demikian,
kadang-kadang penggunaannya dilakukan melalui saluran urin. Sangat jarang dijumpai
penggunaan supositoria dilakukan melalui telinga dan hidung. Supositoria untuk obat
hidung dan telinga sekarang ini sudah tidak digunakan. Sementara itu, ovula adalah
sediaan padat yang digunaklan melalui vagina. Umumnya berbentuk seperti telur, dapat
melarut, melunak atau meleleh.

Suppositoria dapat bertindak sebagai pelindung jaringan setempat, sebagai pembawa


zat terapetik yang bersifat lokal atau sistemik. Bahan dasar suppositoria yang umum
digunakan adalah lemak coklat, gelatin tergliserinasi, minyak nabati terhidrogenasi,
campuran polietilen glikol berbagai bobot molekul, dan ester asam lemak polietilen
glikol.
Bahan dasar suppositoria yang digunakan sangat berpengaruh pada pelepasan
zat terapetik. Lemak coklat cepat meleleh pada suhu tubuh dan tidak tercampurkan
dengan cairan tubuh, oleh karena itu menghambat difusi obat yang larut dalam lemak
pada tempat diobati. Polietilen glikol adalah bahan dasar yang sesuai untuk beberapa
antiseptik. Jika diharapkan bekerja secara sistemik, lebih baik menggunakan bentuk
ionik dari pada nonionik, agar diperoleh ketersediaan hayati yang maksimum. Meskipun
obat bentuk nonionik dapat dilepas dari bahan dasar yang dapat bercampur dengan air,
seperti gelatin tergliserinasi dan polietilen glikol, bahan dasar ini cenderung sangat
lambat larut sehingga menghambat pelepasan.

Keuntungan Penggunaan Supositoria dan Ovula

Keuntungannya:

1. Mudah digunakan untuk pengobatan lokal pada rectum, vagina ataupun urethra.
Misalnya, wasir, infeksi dan lain sebagainya.
2. Sebagai alternatif bila penggunaan melalui oral tidak dapat dilakukan. Misalnya:
pada bayi, pasien debil (lemas, tidak bertenaga), muntah-muntah, gangguan
sistem pencernaan (mual, muntah), dan kerusakan saluran cerna.
3. Obat lebih cepat bekerja, karena absorpsi obat oleh selaput lendir rectal
langsung ke sirkulasi pembuluh darah.
4. Untuk mendapatkan “prolonged action” (obat tinggal ditempat tersebut untuk
jangka waktu yang dikehendaki).
5. Untuk menghindari kerusakan obat pada saluran cerna
6. Dapat menghindari first fast efek dihati.

Kerugiannya:
1. Pemakaiannya tidak menyenangkan dan kurang praktis.

2. Tidak dapat disimpan pada suhu ruang untuk supositoria dengan basis oleum cacao.

3. Daerah absorpsinya lebih kecil dan absorpsi hanya melalui difusi pasif

4. Tidak dapat digunakan untuk zat yang rusak pada pH rektum

Sebagai catatan bahwa bentuk dan ukuran dari sediaan suppositoria harus
sedemikian rupa, sehingga supositoria dapat dengan mudah dimasukkan ke dalam
lubang atau celah yang ketika dimasukkan tanpa menimbulkan rasa tidak nyaman bagi
pasien. Selain itu, harus dapat bertahan dalam waktu tertentu. Macam-macam
Supositoria Terdapat bermacam-macam jenis untuk sediaan dari supositoria ini.
Penggolongannya ada yang didasarkan kepada bentuk ataupun cara penggunaannya.

Berikut adalah macam-macam jenis supositoria berdasarkan penggolongannya


tersebut, yaitu:

1. Rektal Supositoria rectal (anus) dengan tangan Bentuk seperti peluru dengan
panjang + 32 mm (1,5 inci) Berat supositoria untuk orang dewasa 3 g dan untuk anak-
anak 2 g Bentuk ini memberi keuntungan, yaitu apabila bagian yang besar masuk
melalui otot penutup dubur, maka suppos akan tertarik masuk dengan sendirinya.

2. Vaginal Suppositoria = Ovula = Pessary, dimasukkan ke dalam vagina dengan alat.

3. Urethral Suppositoria = Bacilla = Bougies, dimasukkan ke dalam urethra (saluran


kemih) pria dan wanita

Bahan Dasar (basis) Supositoria

Bahan dasar (basis) supositoria yang paling umum digunakan adalah lemak
coklat (Oleum cacao), gelatin tergliserinasi, minyak nabati terhidrogenasi, campuran
polietilen glikol berbagai bobot molekul, lemak tengkawang (Oleum Shoreae) atau
Gelatin, dan ester asam lemak polietilen glikol. Bahan dasar yang digunakan ini harus
dapat larut dalam air atau meleleh pada suhu tubuh.
Bahan-bahan dasar supositoria tersebut jika dikategorikan berdasarkan sifatnya dapat
dijelaskan sebagai berikut:

1. Basis berlemak yang meleleh pada suhu tubuh, misalnya: Oleum Cacao

2. Basis yang larut dalam air atau yang bercampur dengan air, misalnya: Gliserin
Gelatin dan Polietilenglikol

3. Basis campuran, misalnya: polioksil 40 stearat (campuran ester monostearat dan


distearat dari polioksietilendiol dan glikol bebas.

Untuk menghasilkan sediaan supositoria yang baik, maka bahan-bahan dasar


pembuatannya haruslah memenuhi syarat-syarat yang ideal, yaitu sebagai berikut:

 Baik secara fisiologis dan kimia serta tidak mengiritasi


 Mempunyai viskositas yang cukup saat dilelehkan
 Harus meleleh pada suhu badan dalam jangka waktu singkat
 Tidak mengganggu absorpsiatau pelepasan zat aktif
 Bercampur dengan bermacam obat
 Stabil pada penyimpanan, tidak menunjukkan perubahan warna, bau dan
pemisahan obat.
Bahan pembawa berminyak seperti lemak coklat jarang digunakan dalam sediaan
vagina, karena membentuk residu yang tidak dapat diserap, Sedangkan gelatin
tergliserinasi jarang digunakan melalui rektal karena disolusinya lambat. Lemak coklat
dan penggantinya (lemak keras) lebih baik untuk menghilangkan iritasi, seperti pada
sediaan untuk hemoroid internal.
a. Suppositoria Lemak Coklat
Suppositoria dengan bahan dasar lemak coklat dapat dibuat dengan mencampur bahan
obat yang dihaluskan ke dalam minyak padat pada suhu kamar dan massa yang
dihasilkan dibuat dalam bentuk sesuai, atau dibuat dengan minyak dalam keadaan
lebur dan membiarkan suspensi yang dihasilkan menjadi dingin di dalam cetakan.
Sejumlah zat pengeras yang sesuai dapat ditambahkan untuk mencegah
kecenderungan beberapa obat, (seperti kloralhidrat dan fenol) melunakkan bahan
dasar. Yang penting, suppositoria meleleh pada suhu tubuh.
1.         Tujuan penggunaan (ovula)
Biasanya digunakan untuk lokal dengan efek sebagai antiseptik, kontrasepsi, anastetik
lokal, dan pengobatan penyakit infeksi seperti trichomonal, bakteri dan monilial.
2.         Absorpsi Vagina
Absorpsi sediaan vaginal terjadi secara pasif melalui mukosa. Proses absorpsi
dipengaruhi oleh fisiologi, pH, dan kelarutan dan kontanta partisi obat. Permukaan
vagina dilapisi oleh lapisan film air (aqueous film)  yang volume, pH dan komposisinya
dipengaruhi oleh umur, siklus menstruasi, dan lokasi. pH vagina meningkat secara
gradien yaitu pH 4 untuk anterior formix dan pH 5 di dekat cervix.
Pada umumnya ovula digunakan untuk efek lokal. Tapi beberapa penelitian
menunjukkan ada beberapa obat yang dapat berdifusi melalui mukosa dan masuk
dalam peredaran darah. Sebagai contoh, kadar propanolol dalam plasma untuk sediaan
ovula lebih besar dibandingkan dengan rute oral pada dosis yang sama.(Husa’s,
Pharmaceutical Dispensing, hal. 117)
Suppositoria dengan bahan lemak coklat harus disimpan dalam wadah tertutup
baik, sebaiknya pada suhu dibawah 30 derajat (suhu kamar terkendali).
a.      Pengganti Lemak Coklat
Suppositoria dengan bahan dasar jenis lemak, dapat dibuat dari berbagai minyak
nabati, seperti minyak kelapa atau minyak kelapa sawit yang dimodifikasi dengan
esterifikasi, hidrogenasi, dan fraksionasi hingga diperoleh berbagai komposisi dan suhu
lebur (misalnya minyak nabati terhidrogenasi dan lemak padat). Produk ini dapat
dirancang sedemikian hingga dapat mengurangi terjadinya ketengikan. Selain itu sifat
yang diinginkan seperti interval yang sempit antara suhu melebur dan suhu memadat
dan jarak lebur juga dapat dirancang umtuk penyesuaian berbagai formulasi dan
keadaan iklim.
b.       Suppositoria Gelatin Tergliserinasi
Bahan obat dapat dicampur ke dalam bahan dasar gelatin tergliserinasi, dengan
menambahkan sejumlah tertentu kepada bahan pembawa yang terdiri dari lebih kurang
70 bagian gliserin, 20 bagian gelatin dan 10 bagian air. Suppositoria ini harus disimpan
dalam wadah tertutup rapat, sebaiknya pada suhu dibawah 35 derajat.
c.      Suppositoria dengan Bahan Dasar Polietilen Glikol
Beberapa kombinasi polietilen glikol mempunyai suhu lebur lebih tinggi dari suhu badan
telah digunakan sebagi bahan dasar suppositoria. Karena pelepasan dari bahan dasar
lebih ditentukan oleh disolusi dari pada pelelehan, maka massalah dalam pembuatan
dan penyimpanan jauh lebih sedikit dibanding massalah yang disebabkan oleh jenis
pembawa yang melebur. Tetapi polietilen glikol dengan kadar tinggi dapat
memperpanjang waktu disolusi sehingga menghambat pelepasan. Pada etiket
suppositoria polietilen glikol harus tertera petunjuk “basahi dengan air sebelum
digunakan”, meskipun dapat disimpan tanpa pendinginan, suppositoria ini harus
dikemas dalam wadah tertutup rapat.
d.       Suppositoria dengan Bahan Dasar Surfaktan
Beberapa surfaktan nonionik dengan sifat kimia mendekati polietilen glikol dapat
digunakan sebagai bahan pembawa suppositoria. Contoh surfaktan ini adalah ester
asam lemak polioksietilen sorbitan dan polioksietilen stearat. Surfaktan ini dapat
digunakan dalam bentuk tunggal atau kombinasi dengan pembawa suppositoria lain
untuk memperoleh rentang suhu lebur yang lebar dan konsistensi. Salah satu
keuntungan utama pembawa ini adalah dapat terdispersi dalam air. Tetapi harus hati-
hati dalam penggunaan surfaktan, karena dapat meningkatkan kecepatan absorpsi obat
atau dapat berinteraksi dengan molekul obat yang menyebabkan penurunan aktivitas
terapetik.
e. Suppositoria Kempa atau Suppositoria Sisipan Suppositoria vaginal dapat dibuat
dengan cara mengempa massa serbuk menjadi bentuk yang sesuai. Dapat juga
dengan cara pengkapsulan dalam gelatin lunak.
(FI ed. IV hal 16-17)

TUJUAN PENGGUNAAN
1. Efek Lokal
Pada umumnya digunakan untuk pengobatan wasir, konsipasi, infeksi dubur. Zat aktif
yang biasa digunakan:
 Anastetik lokal (benzokain, tetrakain)
 Adstringen (ZnO, Bi-subgalat, Bi-subnitrat)
 Vasokonstriktor (efedrin HCL)
 Analgesik (turunan salisilat)
 Emollient (balsam peru untuk wasir)
 Konstipasi (glisin bisakodil)
 Antibiotika untuk infeksi
       2. Efek Sistemik
 Meringankan penyakit asma (teofilin, efedrin, amonifilin)
 Analgetik dan antiinflamasi (turunan salisilat, parasetamol)
 Anti arthritis, radang persendian (fenilbutason, indometasin)
 Hipnotik & sedatif (turunan barbiturat)
 Trankuilizer dan anti emetik (fenotiazin, klorpromazin)
 Khemoterapetik (antibiotik, sulfonamida)
(Lachman, Teory and Practice of Industrial Pharmacy, hal 565)

B.     KARAKTERISASI DOSIS
Umumnya dosis pada pemberian rektal besarnya 1 ,5-2 kali atau lebih dosis oral kecuali
untuk obat-obat keras. Dosis yang benar tergantung pada kecepatan pelepasan obat dari
suppo. Ini berarti basis suppo dan jumlah obat harus dipertimbangkan secara
bersamaan. Karena pembawa dapat merubah kecepatan absorbsi obat jumlah obat
yang diberikan dalam suppo tergantung pada pembawa dan sifat fisikokimia obat.
Bobot suppo untuk orang dewasa sekitar 2 gram sedangkan untuk anak-anak sekitar 1
gram.
(Lachman, Teory and Practice of Industrial Pharmacy, 564).

C. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ABSORPSI REKTAL


PEMBERIAN PER REKTAL (Farmasetika 2 Biofarmasi)
      Dapat mengurangi pengaruh pH lambung, enzim lambung (yang merusak ZA),
mencegah inaktivasi ZA yang sudah diserap ke peredaran darah oleh hati (bahan yang
terserap di bag. akhir usus langsung menuju vena cava dan sebagian besar oleh vena
haemoroidales superior menuju vena porta dan hati)
      dilakukan bila pemberian per oral tidak mungkin, baik karena sifat obat sendiri
maupun keadaan penderita (menghindari obat dimuntahkan, pasien koma, dll)
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINETIKA PRE DISPOSISI ZA
         Penghancuran Sediaan
        Suhu rektum kurang lebih 37 oC, suppo melebur 32,6-37,6 oC (36,5 oC).
        Jarak lebur maksimal 10 menit.
     Setelah peleburan, suppo akan menjadi massa kental yang melapisi permukaan
mukosa, hal yang berpengaruh pada massa tsb antara lain : konsistensi (massa yg
lebih lunak--pelepasan lebih cepat), kekentalan setelah peleburan (kekentalan
meningkat--laju pelepasan ZA menurun), kemampuan pecah (zat pembawa kental--
memperlambat pelepasan, untuk meningkatkan pelepasan suppo lemak dapat
ditambah surfaktan HLB 4-9.
         Transfer ZA dalam cairan rektum
        Sifat ZA dalam suppo (ZA teremulsi tidak memberikan efek ke pelepasan karena ZA
terlarut dalam air yg teremulsi dalam fase lemak, ZA yg lipofil menggunakan basis
hidrofil)
        kelarutan ZA
        koefisien partisi dalam fase lemak dan cairan rektum
        ukuran partikel ZA ( partikel kecil--kekentalan meningkat---transfer ZA menurun)
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINETIKA PENYERAPAN ZA YG AKAN

 DIBERIKAN PER REKTUM


         kedudukan suppo setelah pemakaian
         waktu tinggal suppo dalam rektum
         pH cairan rektum (penyerapan terjadi dalam mekanisme transpor pasif yang
tergantung pada koefisien partisi, pKa ZA, dan pH cairan rektum)
         konsentrasi ZA dalam cairan rektum(semakin tinggi konsentrasi ZA-laju penyerapan
ZA m-).
FAKTOR PATOLOGIS YANG MEMPENGARUHI PENYERAPAN MELALUI REKTUM
         pasien demam---penyerapan lebih baik bila ZA dalam basis lemak
         pasien gangguan transisi saluran cerna dan diare--tidak boleh pengobatan
sistemik rektum
         harus diberikan setelah rektum dibersihkan
         lebih disukai pada subjek berpuasa.
Dosis obat yang digunakan melalui rektum mungkin lebih besar atau lebih kecil
daripada obat yang dipakai secara oral, tergantung kepada faktor-faktor seperti
keadaan tubuh pasien, sifat fisika kimia obat dan kemampuan obat melewati
penghalang fisiologi untuk absorpsi dan sifat basis suppositoria serta kemampuannya
melepaskan obat supaya siap untuk diabsorpsi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi obat dalam rektum pada pemberian obat
dalam bentuk suppositoria yaitu :

1)          Faktor fisiologis
Antara lain ada tidaknya feses dalam rektum, sirkulasi darah di rektum, beberapa
kondisi patologik seperti diare sehingga terjadi dehidrasi pada tubuh, pH cairan rektal,
juga selaput lendir pada dinding rektum. Untuk memberikan efek yang optimal rektum
harus dikosongkan dulu. Cairan rektal memiliki kapasitas dapar yang rendah, sehingga
pH cairan rektal sangat dipengaruhi pH zat aktif yang ada melarut. Bila diatur pH kritis
untuk memperoleh efisiensi absorpsi yang optimal maka dibutuhkan penambahan
dapar ke dalam formula. Selaput lendir bisa menghambat absorpsi terutama bila
selaput lendir tersebut kental dan tebal. Penempatan suppositoria di dalam rektum, bila
terlalu dalam akan menuju vena hemoroidal atas.
2)        Faktor fisikokimia
Antara lain koefisien partisi lemak-air dari zat aktif, kecepatan hancurnya basis,
kecepatan disolusi zat aktif dalam cairan rektal, keadaan zat aktif dalam suppositoria
(jika terlarut, maka dalam basis biasanya proses pelepasan dan disolusi zat aktif
menjadi lebih lambat), kelarutan zat aktif dalam cairan rektal, ukuran partikel zat aktif.
3)      Adanya zat tambahan khusus ke dalam basis
Misalnya surfaktan, dapat merubah tegangan permukaan selaput mukosa pada rektal
sehingga absorpsi zat berkhasiat menjadi lebih baik. Surfaktan dapat memperbesar
kelarutan suatu zat berkhasiat sehingga diabsorpsi lebih cepat, tapi juga dapat
membentuk suatu kompleks senyawa baru yang lambat diabsorpsi.
4)      Faktor aliran darah
Makin banyak pembuluh darah di sekitar suppositoria maka absorpsi obat akan
semakin cepat. Tetapi luas permukaan absorpsi terbatas di daerah kolon dan tidak ada
perbedaan luas permukaan yang mencolok di daerah kolon, baik di pinggir, di tengah
maupun di dalam daerah kolon. Setelah obat diabsorpsi dari usus halus obat dialirkan
melalui vena porta hepatika ke hati. Hati memetabolisme obat tersebut, dapat berupa
modifikasi atau mengurangi efek obat tersebut. di lain pihak jumlah yang lebih banyak
dari obat yang sama dengan di atas akan diabsorpsi melalui anorektal. Vena haemoroid
halus yang mengelilingi kolon dan rektum masuk vena kava inferior sehingga tidak
masuk ke hati. Vena haemoroid menuju ke vena porta dan bermuara di hati. Tetapi
lebih dari setengah pemberian melalui rektal diabsorpsi langsung ke sirkulasi tubuh.
Sirkulasi limfa juga membantu absorpsi obat melalui rektal dan mengalihkannya dari
hati. Rektal tidak mempunyai daya kapasitas buffer. Menurut Schumber, asam dan
basa lemah lebih cepat diabsorpsi daripada asam / basa kuat dan yang terionisasi kuat
lainnya.
(Lachman, Teory and Practice of Industrial Pharmacy, 565-568)
B.     BASIS SUPPOSITORIA
Basis suppositoria mempunyai peranan penting dalam pelepasan obat yang
dikandungnya. Salah satu syarat utama basis suppositoria adalah selalu padat dalam
suhu ruangan tetapi segera melunak, melebur atau melarut pada suhu tubuh sehingga
obat yang dikandungnya dapat tersedia sepenuhnya, segera setelah pemakaian
(H.C. Ansel, 1990, hal 375).
Menurut Farmakope Indonesia IV, basis suppositoria yang umum digunakan adalah
lemak coklat, gelatin tergliserinasi, minyak nabati terhidrogenasi, campuran
polietilenglikol (PEG) dengan berbagai bobot molekul dan ester asam lemak polietilen
glikol. Basis suppositoria yang digunakan sangat berpengaruh pada pelepasan zat
terapeutik (FI IV,hlm.16).
Yang perlu diperhatikan untuk basis suppositoria adalah :
a.     Asal dan komposisi kimia
b.    Jarak lebur/leleh
c.     Solid-Fat Index (SFI)
d.    Bilangan hidroksil
e.     Titik pemadatan
f.     Bilangan penyabunan (saponifikasi)
g.    Bilangan iodida
h.    Bilangan air (jumlah air yang dapat diserap dalam 100 g lemak)
i.      Bilangan asam
(Lachman, Teory and Practice of Industrial Pharmacy, 568-569)

Syarat basis yang ideal antara lain :


a.     melebur pada temperatur rektal
b.    tidak toksik, tidak menimbulkan iritasi dan sensitisasi
c.     dapat bercampur (kompatibel) dengan berbagai obat
d.    tidak berbentuk metastabil
e.     mudah dilepas dari cetakan
f.     memiliki sifat pembasahan dan emulsifikasi
g.    bilangan airnya tinggi
h.    stabil secara fisika dan kimia selama penyimpanan
i.      dapat dibentuk dengan tangan, mesin, kompresi atau ekstrusi
Jika basis adalah lemak, ada persyaratan tambahan sebagai berikut :
 Bilangan asam < 0,2
 Bilangan penyabunan 200 - 245
 Bilangan iodine < 7
 Interval antara titik lebur dan titik pemadatan kecil (kurva SFI tajam)
(Lachman, teory and Practice of Industrial Pharmacy, 575)

Tipe basis suppositoria berdasarkan karakteristik fisik yaitu (H. C. Ansel, 1990 hal 376) :
a. Basis suppositoria yang meleleh (Basis berlemak)
Basis berlemak merupakan basis yang paling banyak dipakai, terdiri dari oleum cacao,
dan macam-macam asam lemak yang dihidrogenasi dari minyak nabati seperti minyak
palem dan minyak biji kapas.
Menurut USP, oleum cacao merupakan :
      Lemak yang diperoleh dari biji Theobroma cacao yang dipanggang.
      Secara kimia adalah trigliserida yang terdiri dari oleapalmitostearin dan oleo
distearin
      Pada suhu kamar, berwarna kekuning-kuningan sampai putih padat sedikit redup,
beraroma coklat
      Melebur pada 30-36oC
(H. C. Ansel, 1990 hal 376)
      Titik leleh :31-34 oC
      Kelarutan : mudah larut dalam kloroform, eter, petroleum spirit, larut dalam etanol
panas, sedikit larut dalam etanol 95%
      Stabilitas dan penyimpanan : pemanasan diatas 36  oC menyebabkan pembentukan
kristal metastabil. Oleum cacao disimpan di suhu < 25 oC
(HOPE , ed. IV hal. 639)

      Bilangan iod 34 - 38
      Bilangan asam 4
      Mudah tengik dan meleleh harus disimpan di tempat sejuk dan kering terhindar
dari cahaya.
(Lachman,575)
      Bentuk polimorfisa
1. Bentuk α melebur pada 24°C diperoleh dengan pendinginan secara tiba-tiba sampai
0oC.
2. Bentuk β diperoleh dari cairan oleum cacao yang diaduk pada suhu 18-23 0 C titik
leburnya 28-31 oC
3. Bentuk stabil β diperoleh dari bentuk β’, melebur pada 34-35 0C diikuti dengan
kontraksi volume
4. Bentuk γ melebur pada suhu 18oC, diperoleh dengan menuangkan oleum cacao
suhu 20oC sebelum dipadatkan ke dalam wadah yang didinginkan pada suhu yang
sangat dingin. 

Pembentukan polimorfisa ini tergantung dari derajat pemanasan, proses pendinginan


dan keadaan selama proses. Pembentukan kristal non stabil dapat dihindari dengan
cara :
o  Jika massa tidak melebur sempurna, sisa-sisa krsital mencegah pembentukan krsital
non stabil.
o  Sejumlah kristal stabil ditambahkan ke dalam leburan untuk mempercepat perubahan
dari bentuk non stabil ke bentuk stabil. (istilahnya “seeding”).
o  Leburan dijaga pada temperatur 28-32 0C selama 1 jam atau 1 hari.

       Hal-hal yang harus diperhatikan :


o   Gunakan panas minimal pada proses peleburan, < 40 oC
o   Jangan memperlama proses pemanasan
o   Jika melekat pada cetakan gunakan lubrikan
o   Titik pemadatan oleum cacao terletak 12-13 oC dibawah titik leburnya sehingga dapat
dimanfaatkan dalam pembuatan suppo (menjaga suppo tetap cair tanpa berubah
menjadi bentuk tidak stabil)
o   Penambahan emulgator seperti tween 61 sebanyak 5-10 % akan meningkatkan
absorpsi air sehingga menjaga zat-zat yang tidak larut tetap terdispersi/tersuspensi
dalam oleum cacao
o   Kestabilan suspensi dapat ditingkatkan dengan penambahan bahan-bahan seperti
Asam monostearat atau silika yang memberikan leburan oleum cacao bersifat
tiksotropik.
o   Untuk obat-obat yang dapat menurunkan titik lebur oleum cacao seperti minyak atsiri,
creosote, fenol,. Kloralhidrat, digunakan campuran malam atau spermaceti (lemak ikan
paus). (Lachman,576)

Basis suppositoria larut air dan basis yang bercampur dengan air
Basis yang penting dari kelompok ini adalah basis gelatin tergliserinasi dan basis
polietilen glikol. Basis gelatin tergliserinasi terlalu lunak untuk dimasukkan dalam rektal
sehingga hanya digunakan melalui vagina (umum) dan uretra. Basis ini melarut dan
bercampur dengan cairan tubuh lebih lambat dibandingkan dengan oleum cacao
sehingga cocok untuk sediaan lepas lambat. Basis ini menyerap air karena gliserin
yang higroskopis. Oleh karena itu, saat akan dipakai, suppo harus dibasahi terlebih
dahulu dengan air.
Polietilen glikol (PEG) merupakan polimer dari etilen oksida dan air, dibuat menjadi
bermacam-macam panjang rantai, berat molekul dan sifat fisik. Polietilen glikol tersedia
dalam berbagai macam berat molekul mulai dari 200 sampai 8000. PEG yang umum
digunakan adalah PEG 200, 400, 600, 1000, 1500, 1540, 3350, 4000, 6000 dan 8000.
Pemberian nomor menunjukkan berat molekul rata-rata dari masing-masing polimernya.
Polietilen glikol yang memiliki berat molekul rata-rata 200, 400, 600 berupa cairan
bening tidak berwarna dan yang mempunyai berat molekul rata-rata lebih dari 1000
berupa lilin putih, padat dan kekerasannya bertambah dengan bertambahnya berat
molekul. Basis polietilen glikol dapat dicampur dalam berbagai perbandingan dengan
cara melebur, dengan memakai dua jenis PEG atau lebih untuk memperoleh basis
suppo dengan konsistensi dan karakteristik yang diinginkan. PEG menyebabkan
pelepasan lebih lambat dan memiliki titik leleh lebih tinggi daripada suhu tubuh.
Penyimpanan PEG tidak perlu di kulkas dan dapat dalam penggunaan dapat
dimasukkan secara perlahan tanpa kuatir suppo akan meleleh di tangan (hal yang
umum terjadi pada basis lemak). (Ansel, hal 377)
Contoh formula basis (Lachman, 578)
a.         PEG 1000 96%, PEG 4000 4%
b.         PEG 1000 75%, PEG 4000 25%
Basis a) memiliki titik leleh rendah, sehingga membutuhkan tempat dingin untuk
penyimpanan, terutama pada musim panas. Basis ini berguna jika kita ingin disintegrasi
yang cepat. Sedangkan basis b) lebih tahan panas daripada basis a) sehingga dapat
disimpan pada suhu yang lebih tinggi. Basis ini berguna jika kita ingin pelepasan zat
yang lambat. (Lachman, 578)
Suppositoria dengan polietilen glikol tidak melebur ketika terkena suhu tubuh, tetapi
perlahanlahan melarut dalam cairan tubuh. Oleh karena itu basis ini tidak perlu
diformulasi supaya melebur pada suhu tubuh. Jadi boleh saja dalam pengerjaannya,
menyiapkan suppositoria dengan campuran PEG yang mempunyai titik lebur lebih
tinggi daripada suhu tubuh.
Keuntungannya, tidak memungkinkan perlambatan pelepasan obat dari basis begitu
suppo dimasukkan, tetapi juga menyebabkan penyimpanan dapat dilakukan di luar
lemari es dan tidak rusak bila terkena udara panas. Suppo dengan basis PEG harus
dicelupkan ke dalam air untuk mencegah rangsangan pada membran mukosa dan rasa
“menyengat”, terutama pada kadar air dalam basis yang kurang dari 20%. (Ansel hal
377)
PEG Titik Leleh (°C)
1000 37 – 40
1500 44 – 48
1540 40 – 48
4000 50 – 58
6000 55 – 63
(HOPE, ed.IV p. 455)
Keuntungan basis PEG :
a.         stabil dan inert
b.         polimer PEG tidak mudah terurai.
c.         Mempunyai rentang titik leleh dan kelarutan yang luas shg memungkinkan formula
supo dgn berbagai derajat kestabilan panas dan laju disolusi yg berbeda
d.        Tidak membantu pertumbuhan jamur
(Teori dan Praktek Industri Farmasi, hal 1174)
Kerugian basis PEG:
1.         secara kimia lebih reaktif daripada basis lemak.
2.         dibutuhkan perhatian lebih untuk mencegah kontraksi volume yang membuat bentuk
suppo rusak
3.         kecepatan pelepasan obat larut air menurun dengan meningkatnya jumlah PEG dgn
BM tinggi.
4.         cenderung lebih mengiritasi mukosa drpd basis lemak.
(HOPE, hal 455)

Kombinasi jenis PEG dapat digunakan sbg basis supo dan memberikan keuntungan
sbb.:
1.         titik lebur supo dapat meningkat shg lebih tahan thd suhu ruangan yg hangat.
2.         pelepasan obat tdk tergantung dari titik lelehnya.
3.         stabilitas fisik dalam penyimpanan lebih baik.
4.         sediaan supo akan segera bercampur dengan cairan rektal.
(HOPE, hal 455)

c.  Basis surfaktan
Surfaktan tertentu disarankan sebagai basis hidrofilik sehingga dapat digunakan tanpa
penambahan zat tambahan lain. Surfaktan juga dapat dikombinasikan dengan basis
lain. Basis ini dapat digunakan untuk memformulasi obat yang larut air dan larut lemak.
Keuntungan :
                  Dapat disimpan pada suhu tinggi
                  Mudah penanganannya
                  Dapat bercampur dengan obat
                  Tidak mendukung pertumbuhan mikroba
                  Nontoksik dan tidak mensensitisasi
(Lachman, Teory and Practice of Industrial Pharmacy, 575, 578)

FORMULASI SUPPOSITORIA

A. METODE PEMBUATAN (Lachman, 580)


Suppo dapat dibuat dengan beberapa metode yaitu pencetakan dengan tangan,
pencetakan kompresi, dan pencetakan dengan penuangan.
1.         Pencetakan dengan tangan (manual)
Pencetakan dengan tangan (manual) merupakan metode paling sederhana, praktis dan
ekonomis untuk memproduksi sejumlah kecil suppositoria. Caranya dengan menggerus
bahan pembawa / basis sedikit demi sedikit dengan zat aktif, di dalam mortir hingga
homogen. Kemudian massa suppositoria yang mengandung zat aktif digulung menjadi
bentuk silinder lalu dipotong-potong sesuai diameter dan panjangnya. Zat aktif
dicampurkan dalam bentuk serbuk halus atau dilarutkan dalam air. Untuk mencegah
melekatnya bahan pembawa pada tangan, dapat digunakan talk.
2.         Pencetakan dengan kompresi / cetak kempa / cold compression
Pada pencetakan dengan kompresi, suppositoria dibuat dengan mencetak massa yang
dingin ke dalam cetakan dengan bentuk yang diinginkan. Alat kompresi ini terdapat
dalam berbagai kapasitas yaitu 1,2 dan 5 g. Dengan metode kompresi, dihasilkan
suppositoria yang lebih baik dibandingkan cara pertama, karena metode ini dapat
mencegah sedimentasi padatan yang larut dalam bahan pembawa suppositoria.
Umumnya metode ini digunakan dalam skala besar produksi dan digunakan untuk
membuat suppositoria dengan pembawa lemak coklat / oleum cacao. Beberapa basis
yang dapat digunakan adalah campuran PEG 1450 – heksametriol-1,2,6 6% dan 12%
polietilen oksida 4000.
3.         Pencetakan dengan penuangan / cetak tuang / fusion
Metode pencetakan dengan penuangan sering juga digunakan untuk pembuatan skala
industri. Teknik ini juga sering disebut sebagai teknik pelelehan. Cara ini dapat dipakai
untuk membuat suppositoria dengan hampir semua pembawa. Cetakannya dapat
digunakan untuk membuat 6 - 600 suppositoria. Pada dasarnya langkah-langkah dalam
metode ini ialah melelehkan bahan pembawa dalam penangas air hingga homogen,
membasahi cetakan dengan lubrikan untuk mencegah melekatnya suppositoria pada
dinding cetakan, menuang hasil leburan menjadi suppo, selanjutnya pendinginan
bertahap (pada awalnya di suhu kamar, lalu pada lemari pendingin bersuhu 7-10 0C,
lalu melepaskan suppo dari cetakan. Cetakan yang umum digunakan sekarang terbuat
dari baj a tahan karat, aluminium, tembaga atau plastik.
Cetakan yang dipisah dalam sekat-sekat, umumnya dapat dibuka secara membujur.
Pada waktu leburan dituangkan cetakan ditutup dan kemudian dibuka lagi saat akan
mengeluarkan suppositoria yang sudah dingin. Tergantung pada formulasinya, cetakan
suppo mungkin memerlukan lubrikan sebelum leburan dimasukkan ke dalamnya,
supaya memudahkan terlepasnya suppo dari cetakan. Bahan-bahan yang mungkin
menimbulkan iritasi terhadap membran mukosa seharusnya tidak digunakan sebagai
lubrikan (Sylvia Nurendah, skripsi)
Metode yang sering digunakan pada pembuatan suppositoria baik skala kecil maupun
skala industri adalah pencetakan dengan penuangan (Ansel, 378)

PENDEKATAN FORMULASI
1.         Apakah untuk tujuan sistemik atau lokal?
2.         Di mana lokasi pemberian suppositoria? Rektal, vaginal, atau uretral?
3.         Bagaimana efek yang diinginkan? Cepat atau lambat?
1. Suppositoria untuk tujuan sistemik
         Basis yang digunakan tersedia dan ekonomis.
         Zat aktif harus terdispersi baik dalam basis dan dapat lepas dengan baik (pada
kecepatan yang diinginkan) dalam cairan tubuh di sekitar suppositoria.
         Jika zat aktif larut air, gunakan basis lemak dengan kadar air rendah.
         Jika zat aktif larut lemak, gunakan basis larut air. Dapat ditambahkan surfaktan
untuk mempertinggi kelarutannya.
         Untuk meningkatkan homogenitas zat aktif dalam basis sebaiknya digunakan
pelarut yang
melarutkan zat aktif atau zat aktif dihaluskan sebelum dicampur dengan basis yang
meleleh.
         Zat aktif yang larut sedikit dalam air atau pelarut lain yang tercampur dalam
basis, dilarutkan
dulu sebelum dicampur dengan basis.
         Zat aktif yang langsung dapat dicampur dengan basis, terlebih dahulu digerus halus
sehingga 100 % dapat melewati ayakan 100 mesh.
2. Suppositoria untuk efek lokal
         Untuk hemoroid, anestetika lokal dan antiseptik (tidak untuk diabsorbsi).
         Basis tidak diabsorpsi, melebur dan melepaskan obat secara perlahan-lahan.
         Basis harus dapat melepas sejumlah obat yang memadai dalam 1/2 jam, dan
meleleh seluruhnya dengan melepas semua obat antara 4-6 jam agar terjadi efek lokal
dalam kisaran waktu tersebut.
         Pilih basis untuk efek lokal
         Obat harus didistribusikan secara homogen dalam basis suppositoria.
(Lachman, “Theory and Practice of Industrial Pharmacy” 3rd ed, 582-583)

HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM FORMULASI


1. Pemilihan Obat / Zat Aktif
Suatu zat aktif dapat dberikan dalam bentuk suppositoria jika:
a. Dapat diabsorpsi dengan cukup melalui mukosa rektal untuk mencapai kadar
terapeutik dalam darah (absorpsi dapat ditingkatkan dengan bahan pembantu).
b. Absorpsi zat aktif melalui rute oral buruk atau menyebabkan iritasi mukosa
saluran pencernaan, atau zat aktif berupa antibiotik yang dapat mengganggu
keseimbangan flora normal usus.
c. Zat aktif berupa polipeptida kecil yang dapat mengalami proses enzimatis pada
saluran pencernaan bagian atas (sehingga tidak berguna jika diberikan melalui rute
oral).
d.      Zat aktif tidak tahan terhadap pH saluran pencernaan bagian atas.
e.       Zat aktif digunakan untuk terapi lokal gangguan di rektum atau vagina.
Sifat dari zat aktif yang mempengaruhi pengembangan produk suppositoria:
a.  Sifat fisik
 Zat aktif dapat berupa cairan, pasta atau solida.
Penurunan ukuran partikel dapat meningkatkan bioavailabilitas obat (melalui
peningkatan luas permukaan) dan meningkatkan kinetika disolusi pada ampula rektal.
Penurunan ukuran partikel dapat menyebabkan pengentalan campuran zat
aktif/eksipien, yang menyebabkan aliran menjadi jelek saat pengisian suppositoria ke
cetakan, dan juga memperlambat resorpsi zat aktif.
Adanya zat aktif berupa kristal kasar (baik karena kondisi zat aktif saat ditambahkan ke
dalam basis atau karena pembentukan kristal) dapat menyebabkan iritasi permukaan
mukosa rektal yang sensitif.
b. Densitas bulk
Jika terdapat perbedaan yang signifikan antara densitas zat aktif dengan
eksipien,diperlukan perlakuan khusus untuk mencapai homogenitas produk. Usaha
yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal ini yaitu dengan menurunkan ukuran partikel
atau meningkatkan viskositas produk. Peningkatan viskositas produk dapat dicapai
dengan penambahan bahan pengental, atau dengan menurunkan suhu campuran agar
mendekati titik solidifikasi sehingga fluiditasnya turun.
c.         Kelarutan (solubilitas)
Peningkatan kelarutan zat aktif dalam basis meningkatkan homogenitas produk, tetapi
menyulitkan/mengurangi pelepasan zat aktif jika terjadi kecenderungan yang besar dari
zat aktif untuk tetap berada dalam basis.
Afinitas zat aktif terhadap basis/eksipien dapat diatur dengan derajat misibilitas dari
kedua komponen suppositoria.

2. Pemilihan Basis
Peran utama basis suppositoria:
a.         Menjadikan zat aktif tertentu dapat dibuat dalam bentuk suppositoria yang tepat
dengan karakteristik fisikokimia zat aktif dan keinginan formulator
b.         Basis digunakan untuk mengatur penghantaran pengobatan pada tempat
absorpsinya.
Karakteristik basis yang menentukan selama produksi:
a.         Kontraksi
Sedikit kontraksi pada saat pendinginan volume suppositoria diinginkan untuk
memudahkan pengeluaran dari cetakan.
b.          Ke-inert-an (inertness)
Tidak boleh ada interaksi kimia antara basis dengan bahan aktif.
c.         Pemadatan
Interval antara titik leleh dengan titik solidifikasi harus optimal: jika terlalu pendek maka
penuangan lelehan ke dalam cetakan akan sulit; jika terlalu panjang, waktu pemadatan
menjadi lama sehingga laju produksi suppositoria menurun.
d.        Viskositas
Jika viskositas tidak cukup, komponen terdispersi dari campuran akan membentuk
sedimen, mengganggu integritas dari produk akhir.

Karakteristik basis yang menentukan selama penyimpanan:


a.          Ketidakmurnian (Impurity)
Kontaminasi bakteri / fungi harus diminimalisir dengan basis yang non-nutritif dengan
kandungan air minimal.
b.          Pelunakan (softening)
Suppositoria harus diformulasi agar tidak melunak atau meleleh selama transportasi
atau penyimpanan.
c.         Stabilitas
Bahan yang dipilih tidak teroksidasi saat terpapar udara, kelembapan atau cahaya.
Karakteristik basis yang menentukan selama penggunaan:
a.         Pelepasan
Pemilihan basis yang tepat memberikan penghantaran bahan aktif yang optimal ke
tempat target.
b.         Toleransi
Suppositoria akhir toksisitasnya harus minimal, dan tidak menyebabkan iritasi jaringan
mukosa rektal yang sensitif.
Kriteria pemilihan basis berdasarkan karakteristik fisikokimianya:
a.         Jarak lebur
Spesifikasi suhu lebur basis suppositoria (terutama basis lemak) dinyatakan dalam
jarak lebur daripada suatu titik lebur. Hal ini karena terdapat suatu rentang suhu antara
bentuk stabil dan tidak stabil, suatu hasil dari polimorfisme bahan tersebut.
Penambahan cairan ke dalam basis umumnya cenderung menurunkan suhu leleh
suppositoria, sehingga disarankan penggunaan basis dengan suhu leleh lebih tinggi.
Sedangkan, penambahan sejumlah besar serbuk fine akan meningkatkan viskositas
produk, sehingga diperlukan basis dengan suhu leleh yang lebih rendah.
b.         Bilangan iodin
Rancidifikasi (oksidasi) basis suppositoria dapat menjadi massalah. Karena sensitivitas
dari jaringan mukosa rektal, dan potensinya terpapar lelehan basis suppositoria, maka
antioksidan berpotensi mengiritasi tidak dianjurkan digunakan dalam suppositoria.
Untuk mencegah penggunaan antioksidan, sebaiknya digunakan basis dengan bilangan
iodin < 3 (dan lebih diutamakan < 1).
c. Indeks hidroksil
Bahan yang memiliki indeks hidroksil rendah juga memberikan stabilitas yang lebih baik
dalam kasus dimana zat aktif sensitif terhadap adanya radikal hidroksil.

3. Pemilihan bahan pembantu yang dapat meningkatkan homogenitas produk,


kelarutan, dll
Bahan pembantu digunakan untuk:
a. Meningkatkan penggabungan (inkorporasi) dari serbuk zat aktif
Peningkatan jumlah serbuk zat aktif dapat mengganggu integritas suppositoria dengan
menyebabkan peningkatan viskositas lelehan, sehingga menghambat alirannya ke
dalam cetakan. Ajuvan yang digunakan untuk mengatasi hal ini yaitu: Mg karbonat,
minyak netral (gliserida asam lemak jenuh C-8 hingga C-12 dengan viskositas rendah)
10 % dari bobot suppositoria, dan air (1 – 2 %).
b. Meningkatkan hidrofilisitas
Penambahan bahan peningkat hidrofilisitas digunakan untuk mempercepat disolusi
suppositoria di rektum, sehingga meningkatkan absorpsi, jika digunakan dengan
konsentrasi rendah. Tetapi, jika digunakan dalam konsentrasi besar, bahan ini malah
menurunkan absorpsi. Bahan peningkat hidrofilisitas juga dapat menyebabkan iritasi
lokal.
Contoh bahan ini yaitu:
1.         surfaktan anionik, misalnya: garam empedu, Ca oleat, setil stearil alkohol plus 10 %
Na alkil sulfat, Na dioktilsulfosuksinat, Na lauril sulfat (1 %), Na stearat (1 %), dan
trietanol amin stearat (3 – 5 %);
2.      surfaktan nonionik dan amfoterik, misalnya: ester asam lemak dari sorbitan (Span &
Arlacel), ester asam lemak dari sorbitan teretoksilasi (Tween), ester dan eter
teretoksilasi (polietilenglikol 400 miristat, Myrj, eter polietilenglikol dari alkohol lemak),
minyak natural termodifikasi (Labrafil M2273, Cremophor EL, lesitin, kolesterol);
3.      gliserida parsial, misalnya: mono- dan digliserida mengandung asam lemak
tergliserolisasi (Atmul 84), mono- dan digliserida (gliserin monostearat dan gliserin
monooleat), monogliserida asam stearat dan palmitat, mono- dan digliserida dari asam
palmitat dan stearat.
a. Meningkatkan viskositas
Pengaturan viskositas dari lelehan suppositoria selama pendinginan merupakan titik
kritis untuk mencegah sedimentasi. Bahan yang digunakan yaitu: asam lemak dan
derivatnya (Al monostearat, gliseril monostearat, & asam stearat), alkohol lemak (setil,
miristat dan stearil alkohol), serbuk inert (bentonit & silika koloidal).
b. Mengubah suhu leleh
Contoh bahan yang digunakan: asam lemak dan derivatnya (gliserol stearat dan asam
stearat), alkohol lemak (setil alkohol dan setil stearat alkohol), hidrokarbon (parafin),
dan malam (malam lebah, setil alkohol, dan malam carnauba).
c. Meningkatkan kekuatan mekanis
Pecahnya suppositoria merupakan masalah yang ditemui saat digunakan basis sintetik.
Untuk mengatasinya dapat ditambahkan ajuvan seperti: polisorbat, minyak
jarak (castor oil),  monogliserida asam lemak, gliserin, dan propilenglikol.
d. Mengubah penampilan
Pewarna dapat digunakan untuk berbagai alasan seperti psikologis, menjamin
keseragaman (uniformitas) warna produk dari lot ke lot, untuk membedakan produk,
dan menyembunyikan kerusakan saat pembuatan seperti eksudasi atau kristalisasi
permukaan. Bahan hidrosolubel, liposolubel dan insolubel serat tidak bersifat
mengiritasi mukosa dapat digunakan untuk mewarnai suppositoria.
e. Melindungi dari degradasi
Agen antifungi dan antimikroba digunakan jka suppositoria mengandung bahan asal
tanaman atau air. Digunakan asam sorbat atau garamnya jika pH larutan zat aktif
kurang dari 6. p-hidroksibenzoat atau garam natriumnya juga dapat digunakan. Tetapi,
potensi bahan-bahan ini menyebabkan iritasi rektal perlu dipertimbangkan.
Antioksidan seperti BHT, BHA, tokoferol dan asam askorbat digunakan untuk
mencegah ketengikan (rancidity) pada formulasi suppositoria yang menggunakan
lemak coklat (cocoa butter).
Sequestering agents seperti asam sitrat dan kombinasi antioksidan digunakan untuk
mengkompleks logam yang mengkatalisis reaksi redoks. Contohnya: campuran tiga
bagian BHT, BHA, dan propilgalat dengan satu bagian asam sitrat memberikan hasil
memuaskan pada penggunaan 0,01 %.
f. Mengubah absorpsi
Pada kasus di mana absorpsi obat di rektal amat terbatas, perlu ditambahkan bahan
untuk meningkatkan uptake obat tersebut. Sejumlah bahan telah digunakan untuk
meningkatkan bioavailabilitas dari zat aktif dalam suppositoria. Sebagai contoh,
penambahan enzim depolimerisasi (mukopolisakarase) telah dipelajari untuk
meningkatkan penetrasi beberapa zat aktif.
(Lieberman, “Disperse System”, thn 1989, vol 2, 537-54)

PERHITUNGAN SUPPOSITORIA

Dosis Replacement
Jika dosis zat aktif yang digunakan < 100 mg (untuk bobot supo 2 g),  maka volume
yang ditempati oleh serbuk tidak berubah secara bermakna sehingga tidak perlu
dipertimbangkan.
Jika bobot supo yang akan dibuat < 2 g maka volume serbuk harus diperhitungkan.
Faktor kerapatan (densitas) dari basis dan serbuk harus diketahui.(Slide kuliah bu Heni)

Berikut adalah cara perhitungan jumlah basis yang dapat digunakan oleh sejumlah
bahan obat ataupun bahan pembantu :
1. Density Factor (Dispensing of Medication, 9th, Robert E. King, hal. 96)
Merupakan jumlah gram zat aktif yang setara dengan 1 g basis.
Contoh :
a.       Akan dibuat 12 buah suppo yang mengandung aspirin @ 300 mg dan dibuat dalam
cetakan suppo 2 g dengan basis oleum cacao
Maka perhitungan basis oleum cacao yang dibutuhkan untuk suppo tersebut sbb:
          Aspirin yang dibutuhkan (dibuat dengan ditambah 1 buah suppo untuk cadangan)
= 13 x 0,3 g = 3,9 g
          Faktor densitas untuk aspirin
= 1,1 → 3,9 / 1,1 = 3,55 → 3,9 g aspirin setara dengan 3,55 g oleum cacao.
          Oleum cacao teoritis yang dibutuhkan untuk membuat suppo (basis saja tanpa
ZA) = 13 x 2 g = 26 g
          Oleum cacao sebenarnya yang dibutuhkan untuk membuat suppo
= 26 g – 3,55 g = 22,45 g

b. R/Aminofilin 10 % Density factor 1,1


aminofilin   
Fenobarbital 1% Density factor 0,8
fenobarbital 1
mf Suppositoria no VI @ 2 g
Jawab :
Jika diminta membuat 6 buah Suppositoria maka umumnya dibuat berlebih, misalnya 8
buah. Langkah pengerjaan :
1.         Buat dan timbang 8 Suppositoria yang terbuat dari oleum cacao saja, misal
diperoleh bobot total 8
 Suppositoria adalah 16, 8 g. Maka bobot rata-rata 1 Suppositoria adalah 16,8 / 8 = 8
2.         Zat aktif ditimbang :
 10% x  8 x  2,1 g =  1,68 g
Fenobarbital : 1% x  8 x  2,1 g =  0,168 g
3.         Dihitung kesetaraan zat aktif dengan oleum cacao :
      Aminofilin menggantikan : 1,68 / 1,1 = 1,53 g oleum cacao
      Fenobarbital menggantikan : 1,68 / 0,81 = 0,14 g oleum cacao
4.         Jumlah total oleum cacao yang ditimbang : 16,8 g – (1,53+0,14) = 15,13 g
5.        Buat 8 Suppositoria yang terdiri dari oleum cacao dan bahan obat kemudian
lakukan evaluasi terhadapnya dan serahkan 6 Suppositoria yang baik.

2. Replacement Factor (Lachman,585) / Nilai Tukar (IMO, hal 161)


Replacement factor [faktor penggantian dosis (f)] adalah jumlah basis yang dapat
digantikan oleh bahan obat. Nilai tukar dimaksudkan untuk mengetahui berat lemak
(oleum cacao) yang mempunyai besar volume yang sama dengan 1 gram bahan aktif
obat.
Jika f = 0,81 berarti bahwa 0,81 g basis dapat digantikan oleh 1 g bahan obat. f dapat
diturunkan dari persamaan berikut :
                                                      ( E  -  G )
                                    f  =  100  x  ------------  +  1
                                                      ( G  x  X )
E              : Berat Suppositoria yang hanya terdiri dari basis
G              : Berat Suppositoria dengan zat aktif x % X : % bahan obat
G.X      : Jumlah bahan obat dalam Suppositoria
Contoh :
Supositoria mengandung 100 mg fenobarbital, menggunakan oleum cacao sebagai
basis.
Bobot supo mengandung 100% ol.cacao = 2 g
Berapa bobot supo yang mengandung 100 mg fenobarbital ?

Jawab :
Karena mengandung 100 mg fenobarbital dalam sekitar 2 g, maka % fenobarbital
dalam sediaan supo adalah (100 / 2000) mg x 100% = 5%
Bilangan pengganti fenobarbital, f = 0,81
( E  -  G )
                                    f  =  100  x  ------------  +  1
                                                      ( G  x  X )
( 2 -  G )
                              0,81  =  100  x  ------------  +  1
                                                      ( G  x  5)
                              -0,19 = 200 – 100G
                                               5G
                              -0,19 = 40 – 20G → G = 2,0095 g
Jadi bobot supo dengan 100 mg fenobarbital = 2,0095 g
Dalam perhitungan apabila diketahui maka f dapat langsung dikalikan dengan jumlah
bahan obat. Obat-obat yang umum dibuat dalam sediaan Suppositoria, bila
dibandingkan dengan oleum cacao yang memiliki f = 1, memiliki faktor pengganti
seperti dalam tabel berikut ini :

Bahan aktif Faktor pengganti


Asam borat 0,67
Fenobarbital 0,81
Hg protein ringan 0,61
Balsam Peru 0,83
Bismuth subgallat 0,37
Bismuth subnitrat 0,33
Camphora 1,49
Malam putih atau malam kuning 1,0
Spermaseti 1,0
Kloral hidrat 0,67
Kinin hidroklorida 0,83
Serbuk daun digitalis 0,61
Ichthammol 0,91
Minyak jarak 1,0
Fenol 0,9
Prokain hidroklorida 0,8
Resorsin 0,71
Salol 0,71
Sulfanilamida 0,6
Sulfatiazol 0,62
Teofilin Na asetat 0,6
Zink oksida 0,15 - 0,25
(Lachman,585)
Untuk bahan aktif larutan nilai tukarnya adalah 1. (IMO, hal 164)

  3. Displacement Value
Adalah jumlah zat aktif yang dapat menggantikan oleum cacao.
Contoh perhitungan :
          Buat dan timbang 6 Suppo oleum cacao tanpa bahan obat, misalnya
diperoleh bobot 6,0g.
          Buat Suppositoria dengan 40 % zat aktif diperoleh bobot 8,8 g
                        Jumlah Oleum Cacao  : 60%  x  8,8  =  5,28
                        Jumlah Zat Aktif         : 40%  x  8,8  =  3,52
Jadi jumlah oleum cacao yang dapat digantikan oleh 3,52 g zat aktif adalah : (6,0-5,28)
g = 0,72 g

3,52
Displacement value zat aktif adalah :  -------  =  4,89 = 5 (dibulatkan)
0,72
5 g Zat aktif dapat menggantikan 1 g oleum cacao
Data kesetaraan zat aktif dengan basis tidak diketahui
R/ Vioform                             250 mg
mf Suppositoria no VI      @ 2 g
Langkah pengerjaan :
1.         Buat dan timbang 8 Suppositoria yang terbuat dari oleum cacao saja, misal
diperoleh bobot total adalah 16 g, berarti bobot rata-rata satu Suppositoria adalah 2 g.
2.      Kemudian dibuat Suppositoria orientasi dengan 250 mg Vioform dan oleum cacao
1500 mg. Kedua bahan tersebut dicampurkan dan dituangkan ke dalam cetakan
(lubang cetakan seharusnya belum terisi penuh), sisa volume diisi dengan lelehan
oleum cacao lainnya sampai meluap. Suppositoria yang dihasilkan ditimbang, misal
diperoleh bobot 2,2 g.

Maka jumlah oleum cacao adalah : 2,2 - 0,25 g = 1,95 g


Jadi jumlah oleum cacao yang dapat digantikan oleh 250 mg Vioform adalah (2,0 -
1,95)g= 0,05 g
3.         Jumlah vioform yang ditimbang adalah : 0,25 g x 8 = 1,5 g
Jumlah oleum cacao yang ditimbang : (2 – 0,05) g x 8 = 16,4 g
4.         Campurkan kedua bahan tadi dan tuang ke dalam 8 lubang cetakan. Lakukan
evaluasi terhadapnya dan serahkan Suppositoria yang baik.

1.        Metoda Paddock (Penetapan Bilangan Pengganti)


Bilangan pengganti adalah bilangan yang menyatakan jumlah basis yang digantikan
oleh zat aktif, dikarenakan perbedaan BJ antara zat aktif dan basis.
Misal, akan dibuat suppo dengan 10% zat aktif, cara penetapan bilangan pengganti :
a      Suppo basis :
buat basis suppo dan tuang dalam cetakan
biarkan suppo basis di suhu kamar sampai memadat sempurna
sempurnakan pemadatan pada suhu dingin (4 oC) selama 30 menit
keluarkan suppo basis dari cetakan dan tibang, misalnya didapat 2 gram
b     Suppo dengan 10% zat aktif :
buat lelehan basis suppo (90%)
timbang 10% zat aktif dan masukkan ke dalam lelehan basis suppo yang sudah turun
suhunya sampai nilai tertentu bergantung stabilitas zat aktif
aduk sampai zat aktif terdispersi rata dalam basis
tuang ke dalam campuran dan biarkan memadat seperti pada prosedur a.
keluarkan suppo dan timbang, misalnya didapat 2,2 gram
c      Perhitungan :
bobot suppo 100% basis = 2 g
bobot suppo 10% zat aktif = 2,2 g
Jadi bobot zat aktif dalam suppo = 0,1 x 2,2 = 0,22 g
       bobot basis dalam suppo 10% zat aktif = 2,2 – 0,22 = 1,98 g
Bobot basis yang digantikan oleh 0,22 g zat aktif = 2 – 1,98 = 0,02 g basis
Bobot basis yang digantikan oleh 1 g zat aktif        = 0,02 / 0,22 = 0,09 g basis
Jadi bilangan pengganti zat aktif = 0,09
 
PEMBUATAN
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan Suppositoria, sbb:
1.      Penyiapan cetakan
          Cetakan dikalibrasi, caranya : Siapkan cetakan supo dengan kondisi kering dan
bersih. Buat lelehan basis supo 6-12 supo. Tuang lelehan, dinginkan dan rapikan.
Keluarkan supo dari cetakan dan timbang. Hitung bobot rata-rata supo. Bobot rata-rata
ioni sebagai nilai kalibrasi untuk cetakan tertentu.
          Cetakan sebaiknya dilubrikasi. Cetakan yang baru masih memiliki permukaan
yang mengkilat dan dapat melepaskan suppositoria secara cepat, tetapi setelah
beberapa kali pemakaian dapat timbul goresan yang dapat menghambat pelepasan
suppositoria dari cetakan. Penggunaan lubrikan sesedikit mungkin untuk melapisi
semua bagian cetakan tertutup, jika berlebihan dapat menyebabkan deformasi supo,
jika kurang dapat menyebabkan kesulitan pengeluaran supo dari cetakan.
          Lubrikan yang digunakan tidak bercampur (immisibel)  dengan basis. Untuk
basis larut air, digunakan minyak mineral (contoh : parafin cair). Untuk basis larut
lemak, digunakan gliserin, air, air-gliserin, atau PEG 400.
          Teknik lain untuk memudahkan pengeluaran suppositoria akhir dari cetakan
adalah dengan
mendinginkan cetakan sebentar di freezer  setelah suppositoria membeku pada suhu
kamar.
Kontraksi tambahan dapat melepaskan suppositoria lebih mudah dari permukaan
logam.

2.      Pembuatan basis supo


          Pemanasan berlebihan harus dihindari dan basis yang telah dilelehkan dituang
ke dalam cetakan pada suhu sedikit di atas titik pembekuan untuk:
1.mencegah kristalisasi basis yang dapat menyebabkan suppositoria retak.
2.mencegah presipitasi obat yang tidak larut dalam basis ke ujung suppositoria dan
mencegah patahnya suppositoria.
          Suhu pelehan basis oleum cacao 34-35 oC, jika dipanaskan melebihi suhu ini
menyebabkan pembentukan bentuk α (tidak stabil), jika dipanaskan kurang dari suhu ini
menyebabkan ol.cacao sulit ditangani dan lengket di cetakan.
          PEG merupakan basis yang sangat stabil pada suhu tinggi, pelelehan biasanya
pada suhu 60oC.

3.      Penyiapan zat aktif


          Zat aktif sebaiknya digerus menjadi ukuran yang homogen, halus, dan dapat
menjamin distribusi yang merata dalam basis.
          Maksimum zat aktif / zat tambahan lain yang boleh dimasukkan ke dalam basis
adalah 30%. Lebih dari 30% menyebabkan kerapuhan supo.

4.      pencampuran dan penuangan


          Zat aktif dapat langsung dicampurkan ke dalam lelehan basis, atau dibasahkan
dulu sebelum dimasukkan.
          Waktu pencampuran harus diperhatikan sampai diperoleh distribusi zat aktif
yang homogen. Pencampuran yang terlalu lama dapat menyebabkan penguraian zat
aktif atau basis.
          Campuran dalam lelehan kemudian dituang pada suhu kamar sampai cetakan
terpenuhi sempurna agar tidak terjadi lapisan-lapisan dalam supo. Cetakan dingin tidak
digunakan karena menyebabkan fraktur. Hindarkan gelembung udara terjerat dalam
lelehan.

5.      pendinginan dan penyempurnaan


          Lelehan dibiarkan dalam suhu kamar 15-30 menit diikuti dengan pendinginan
tambahan di lemari es selama 30 menit.

Pembuatan dan penuangan Suppositoria dengan cara leburan :


1.         Panaskan dengan suhu serendah mungkin basis yang telah ditimbang hingga
melebur di atas penangas air dengan menggunakan mangkok porselin berbibir dan
memiliki tempat pegangan
2.      Bahan obat dicampur dengan sebagian lelehan basis, bila sudah bercampur baik
tambahkan dengan diaduk bersama sisa leburan basis yang telah mendingin / hampir
mengental. Untuk bahan yang menguap atau terganggu oleh pemanasan dicampur
dengan diaduk pada suhu tertentu yang dapat menjamin kestabilan bahan.
3.         Agar hasil cetakan lebih baik, cetakan didinginkan dahulu di lemari es sebelum
penuangan campuran ke dalam cetakan
4.         Apabila berat jenis zat aktif yang tidak larut basis lebih besar dari berat jenis basis
sehingga dapat menyebabkan pengendapan, maka ketika pencampuran dan
penuangan ke lubang cetakan dilakukan pengadukan terus-menerus.
5.         Penuangan campuran dilakukan sedikit diatas titik (suhu) pengendapan (tidak
dalam kondisi
terlalu cair), untuk mencegah presipitasi zat yang tidak larut dalam basis ke ujung
suppositoria.
6.         Penuangan dilakukan secara kontinu agar suppositoria tidak pecah akibat
terjadinya lapisan-
lapisan.
7.         Penuangan dilakukan secara berlebihan pada permukaan cetakan / hingga meluap
untuk menutup semua rongga pada permukaan secara sempurna. Sisa luapan dapat
dibersihkan dari permukaan cetakan setelah Suppositoria membeku.
(Ansel, 381)

PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN
A. Pengemasan
           Suppositoria gliserin dan gelatin umumnya dikemas dalam wadah gelas ditutup
rapat supaya mencegah perubahan kelembapan suppositoria.
           Suppo yang diolah dengan basis oleum cacao biasanya dibungkus terpisah-pisah
atau dipisahkan satu sama lainnya pada ceah-celah dalam kotak untuk mencegah
terjadinya kontak antar suppo tersebut dan mencegah perekatan.
           Suppo dengan kandungan obat yang peka terhadap cahaya dibungkus satu
persatu dalam bahan tidak tembus cahaya seperti lembaran logam (alufoil).
Sebenarnya kebanyakan suppositoria yang terdapat di pasaran dibungkus dengan
alufoil atau bahan plastik satu per satu. Beberapa di antaranya dikemas dalam strip
kontinu berisi suppositoria yang dipisahkan dengan merobek lubang-lubang yang
terdapat di antara suppositoria tersebut. Suppo ini biasa juga dikemas dalam kotak
dorong (slide box) atau dalam kotak plastik. (Howard. C. Ansel, 1990,hal. 385.)
Suppo yang berbasis gliserin dan gelatin tergliserinasi sebaiknya dikemas dalam wadah
botol bermulut lebar dan tertutup rapat. Suppo berbasis oleum cacao dan polimer PEG
biasanya masingmasing suppo dikemas dalam kotak kardus yang dilapisi bahan kedap
air. Suppo dapat dikemas rapat dengan kertas logam atau wadah berlapis kertas lilin.
Suppo yang mengandung bahan mudah menguap seperti fenol dan mentol harus
dikemas dalam wadah kaca yang tertutup rapat. (HUSA’S Pharmaceutical dispensing,
ed. 5, hal. 126)
Labelling
Label sediaan harus mengandung:
1.         Nama dan jumlah senyawa aktif yang terkandung.
2.         Sediaan tidak boleh ditelan.
3.         Tanggal sediaan tidak boleh digunakan lagi.
4.         Kondisi penyimpanan sediaan.
(BP 2002, hal.1895)
Petunjuk penyimpanan dalam ruangan dingin disampaikan kepada pasien. (HUSA’S
Pharmaceutical dispensing, ed. 5, hal. 126)
B. Penyimpanan
Karena suppo umumnya dipengaruhi panas, maka perlu menjaga dalam tempat dingin.
           Suppo yang basisnya oleum cacao harus disimpan di bawah 30 0F (-1,1°C) dan
akan lebih baik apabila disimpan di dalam lemari es.
           Suppo yang basisnya gelatin gliserin baik sekali bila disimpan di bawah 35 0F
(1,6°C).
           Suppo dengan basis polietilen glikol mungkin dapat disimpan pada suhu ruang
biasa tanpa pendinginan.
Suppo yang disimpan dalam lingkungan yang kelembapan nisbinya tinggi mungkin
akan menarik uap air dan cenderung menjadi seperti spon, sebaliknya bila disimpan
dalam tempat yang kering sekali mungkin akan kehilangan kelembapannya sehingga
akan menjadi rapuh. (Howard. C. Ansel, 1990, hal. 385.)
EVALUASI SUPPOSITORIA
1. Appearance
Tes ini lebih ditekankan pada distribusi zat berkhasiat di dalam basis suppo. Suppo
dibelah secara longitudinal kemudian dibuat secara visual pada bagian internal dan
bagian eksternal dan harus nampak seragam. Penampakan permukaan serta warna
dapat digunakan untuk mengevaluasi ketidakadaan:
          celah
          lubang
          eksudasi
          pengembangan lemak
          migrasi senyawa aktif
(Pharmaceutical Dosage Form Disperse System Volume 2, Herbert A. Lieberman,
1989,hal. 552)
2. Keragaman Bobot
Timbang masing-masing suppo sebanyak 10, diambil secara acak. Lalu tentukan bobot
rata-rata. Tidak lebih dari 2 suppo yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata lebih
dari % deviasi, yaitu 5 %. Keragaman bobot juga merupakan bagian dari uji
keseragaman sediaan, dilakukan bila sediaan mengandung zat aktif 50 mg atau lebih
yang merupakan 50% atau lebih dari bobot sediaan. Jika tidak, keseragaman sediaan
ditentukan dengan metode keseragaman kandungan (lihat poin 6).
(BP 2002, Appendix XII H, A.253, FI IV 1995 hal. 999)
3. Waktu Hancur / Disintegrasi
Uji ini perlu dilakukan terhadap suppo kecuali suppo yang ditujukan untuk pelepasan
termodifikasi atau kerja lokal diperlama. Suppo yang digunakan untuk uji ini sebanyak 3
buah. Suppo diletakkan di bagian bawah ‘perforated disc’  pada alat, kemudian
dimasukkan ke silinder yang ada pada alat. Lalu diisi air sebanyak 4 liter dengan suhu
36-37 oC dan dilengkapi dengan stirer. Setiap 10 menit balikkan tiap alat tanpa
mengeluarkannya dari air. Disintegrasi tercapai ketika suppo :
a.       Terlarut sempurna
b.      Terpisah dari komponen-komponennya, yang mungkin terkumpul di permukaan air
(bahan lemak meleleh) atau tenggelam di dasar (serbuk tidak larut) atau terlarut
(komponen mudah larut) atau dapat terdistribusi di satu atau lebih cara ini.
c.       Menjadi lunak, dibarengi perubahan bentuk, tanpa terpisah sempurna menjadi
komponennya, massa tidak lagi memiliki inti padatan yang membuatnya tahan terhadap
tekanan dari pengaduk kaca.
Suppo hancur dalam waktu tidak lebih dari 30 menit untuk suppo basis lemak dan tidak
lebih dari 60 menit untuk suppo basis larut air, kecuali dinyatakan lain. (BP2002, A237,
FI IV hal 1087-1088)
4. Ketegaran / Kehancuran Suppositoria
Tes ini menentukan ketegaran suppo di bawah kondisi tertentu terhadap pemecahan
suppositoria dan ovula yang diukur dengan menggunakan sejumlah tertentu massa
atau beban untuk menghancurkannya. Tes ini didasarkan untuk suppo dan ovula
berbasis lemak. Uji ini tidak sesuai untuk sediaan yang memiliki bahan pembantu
hidrofilik, seperti campuran gelatin-gliserol.
Metode
Cek apakah alat yang digunakan sudah dalam keadaan vertikal atau belum. Alat
dipanaskan sampai suhunya 25 oC. Sediaan yang akan diuji telah diletakkan dalam
suhu yang sesuai dengan suhu yang akan digunakan minimal 24 jam. Tempatkan
sediaan di antara kedua penjepit dengan bagian ujung menghadap ke atas.
Tunggu selama 1 menit dan tambahkan lempeng 200 g pertama. Tunggu lagi selama 1
menit dan tambahkan lempeng berikutnya. Hal tersebut diulang dengan cara yang
sama sampai sediaan hancur. Massa yang dibutuhkan menghancurkan sediaan
dihitung berdasarkan massa yang dibutuhkan untuk menghancurkan sediaan (termasuk
massa awal yang terdapat pada alat). Hal-hal yang perlu diperhatikan:
        Apabila sediaan hancur dalam 20 detik setelah pemberian lempeng terakhir maka
massa yang terakhir ini tidak masuk dalam perhitungan.
        Apabila sediaan hancur dalam waktu antara 20 dan 40 detik setelah pemberian
lempeng terakhir maka massa yang dimasukkan ke dalam perhitungan hanya setengah
dari massa yang digunakan, misal 100 g.
        Apabila sediaan belum hancur dalam waktu lebih dari 40 detik setelah pemberian
lempeng terakhir maka seluruh massa lempeng terakhir dimasukkan ke dalam
perhitungan.
Setiap pengukuran menggunakan 10 sediaan dan pastikan tidak terdapat residu
sediaan sebelum setiap pengukuran.
(BP2002, A334, Leon Lachman, 1990, hal. 586-587)
5. Berhubungan dengan Pelelehan Suppositoria
a. Kisaran Leleh
Uji ini disebut juga uji kisaran meleleh makro, dan uji ini merupakan suatu ukuran waktu
yang diperlukan suppositoria untuk meleleh sempurna bila dicelupkan ke dalam
penangas air dengan temperatur tetap (37 oC). Sebaliknya uji kisaran meleleh mikro
adalah kisaran leleh yang diukur dalam pipa kapiler hanya untuk basis lemak. Alat yang
biasa digunakan untuk mengukur kisaran leleh sempurna dari suppositoria adalah suatu
alat disintegrasi tablet USP. Suppositoria dicelupkan seluruhnya dalam penangas air
yang konstan, dan waktu yang diperlukan unutk meleleh sempurna atau menyebar
dalam air sekitarnya diukur. (Leon Lachman, 1990, hal. 586)
b.        Uji Pencairan atau Uji Melunak dari Suppositoria Rektal
Uji ini mengukur waktu yang diperlukan suppositoria rektal untuk mencair dalam alat
yang disesuaikan dengan kondisi in vivo. Suatu penyaringan melalui selaput semi
permeabel diikat pada kedua ujung kondensor dengan masing-masing ujung pipa
terbuka. Air pada 37 oC disirkulasi melalui kondensor sehingga separuh bagian bawah
pipa kempis dan separuh bagian atas membuka. Tekanan hidrostatis air dalam alat
tersebut kira-kira nol ketika pipa tersebut mulai kempis. Suppositoria akan sampai pada
level tertentu (lihat gambar pada buku) dan waktu tersebut diukur untuk suppositoria
meleleh dengan sempurna dalam pipa tersebut. (Leon Lachman, 1990, hal. 586)
c.         Pelelehan dan Pemadatan
Pembebasan senyawa aktif dari basisnya adalah fungsi langsung dari suhu
melelehnya. Untuk mendapatkan efek terapetik yang ideal dari sediaan ini maka
pemahaman yang baik terhadap faktor-faktor dalam pembuatan sediaan, pada saat
pelelehan (atau fusion)  dan pemadatan, akan menentukan bioavailabilitas optimum dari
sediaan akhir. Metode yang umum digunakan:
        tabung kapiler terbuka
        tabung U
        titik jatuh
(Pharmaceutical Dosage Form Disperse System Vol. 2, Herbert A. Lieberman, 1989,
h. 555)
6.      Keseragaman Kandungan
Diambil tidak kurang 30 suppo lalu ditetapkan kadar 10 satuan satu per satu. Kecuali
dinyatakan lain, persyaratannya adalah kadar dalam rentang 85,0%-115,0% dari yang
tertera pada etiket dam simpangan baku relatif kurang dari atau sama dengan 6,0%.
Jika satu satuan berada di luar rentang tersebut, tapi dalam rentang 75,0%-125,0% dari
yang tertera dalam etiket, atau simpangan baku relatif lebih besar dari 6,0%, atau jika
kedua kondisi tidak dipenuhi, dilakukan uji 20 satuan tambahan. Persyaratan dipenuhi
jika tidak lebih dari satu satuan dari 30 terletak di luar rentang 85,0%-115,0% dari yang
tertera pada etiket dan tidak ada satuan terletak di luar rentang 75,0%-125,0% dari
yang tertera pada etiket dan simpangan baku relatif dari 30 satuan sediaan tidak lebih
dari 7,8%. (FI ed.IV hal 999-1000)
7.      Penentuan Waktu Pelembekan dari Suppositoria Lipofilik
(Softening time determination of lipophilic suppositories)
Uji ini dilakukan untuk menentukan waktu yang dibutuhkan sediaan di dalam air sampai
sediaan melembek hingga sediaan tidak mempunyai ketegaran / ketahanan saat berat
tertentu diberikan. Metode ini dapat menggunakan beberapa alat. (BP 2002, A332)
8.      Metode Uji Disolusi Sediaan Suppositoria
Belum ada metode atau desain alat yang dijadikan standar untuk digunakan dalam
laboratorium farmasi. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi disolusi farmasi dari
sediaan suppositoria: pengaruh surfaktan dan kelarutan, pengaruh viskositas, zat
tambahan dan ukuran partikel zat aktif. (Abdou, Dissolution, Bioavalability and
Bioequivalence;  TA A 673 Leon Lachman, 1990,hal. 567)

CONTOH-CONTOH SUPPO D I  PUSTAKA


1.            Suppositoria aminofilin ( Fornas, HC Ansel,593 )
2.      Suppositoria aspirin (HC Ansel, 593)
3.            Suppositoria bibaza / anusol ( Fornas )
4.            Suppositoria bisakodil ( BP 2002 hal. 1895; Fornas )
5.            Suppositoria klorpromazin ( BP 2002 hal. 1895)
6.      Suppositoria etamifilin ( BP 2001)
7.            Suppositoria flurbiprofen ( BP 2002 hal. 1895)
8.            Suppositoria gliserol ( BP 2002 hal. 1895)
9.            Suppositoria indometasin ( BP 2002 hal. 1895)
10.    Suppositoria metronidazol ( BP 2002 hal. 1895)
11.    Suppositoria morfin ( BP 2002 hal. 1895)
12.    Suppositoria naproxen ( BP 2002 hal. 1895)
13.    Suppositoria parasetamol ( BP 2002 hal. 1895)
14. Suppositoria pentazosin ( BP 2002 hal. 1895)

FORMULA DI  PUSTAKA

1.         Suppositoria Aminofilin (Fornas hal 21)


R/ Aminofilin                                       250 mg
Suppo dasar yang cocok                       q.s.
2.         Suppositoria Bibaza / Anusol (Fornas hal 50)
R/ Bismuth Subgallas 75 mg

Balsamum Peruvianum 125 mg


Acidum Boricum 360 mg
Zincoxydum 360 mg
Ultramarinum 3,4 mg
Cera flava 100 mg
Oleum cacao hingga 2,6 g
3.      Suppositoria Bisakodil (Fornas hal 51)
 R/ Bisakodil                                   10 mg
Suppo dasar yang cocok                       q.s

NOTE: Jika tidak dinyatakan lain, sebagai suppo dasar digunakan lemak coklat dan untuk
memperoleh massa suppo yang baik, sebagian lemak coklat dapat diganti dengan
malam putih dalam jumlah yang sesuai. Suppo yang dibuat dengan menggunakan
suppo dasar lemak coklat berbobot antara 1-2 g (Fornas hal 333)

Anda mungkin juga menyukai