Anda di halaman 1dari 8

Nama : Gina Hamurizka

NIM : I4041162007
Kelompok :8
Judul : Reaksi Alergi Obat
Mata Kuliah : Farmakoterapi Terapan
Dosen Pengampu : Eka Kartika Untari, M.Farm., Apt.

1.
a. Berdasarkan riwayat alergi pasien, bagaimana seharusnya alergi dikategorikan
untuk ampicillin-sulbactam dan ceftazidime, sebagai ringan, sedang, atau
berat?
Jawaban :
Berdasarkan dari riwayat alergi pasien, kedua alergi antibiotik tersebut
dikategorikan alergi berat. Riwayat alergi dengan ampisillin-sulbactam
memperlihatkan ruam dibagian wajah, pembengkakan lidah, dan
pembengkakan jaringan perifer, semua yang menunjukkan gejala-gejala
pembengkakan. Riwayat alergi dengan ceftazidime memperlihatkan urtikaria
dan nafas pendek. Penyelidikan lebih menyeluruh dari hasil laporan alergi
yang memperlihatkan dari hasil diagnosis anafilaksis. Anafilaksis didefinisi
berdasarkan adanya 2 atau lebih yang terjadi beberapa menit sampai beberapa
jam setelah pemberian obat tersebut.
1. Keterlibatan dari jaringan mukosa kulit (misalnya : secara umum gatal-
gatal, bengkak bibir, lidah, dan uvula.
2. Gangguan pernafasan ( Nafas yang susah, mengi/bronkospasme, dan
stridor.
3. Penurunan tekanan darah atau gejala terkait ( misalnya sinkop dan
hipotonia)
4. Gangguan gejala GI ( misalnya sakit keram perut bagian atas dan muntah)
Reaksi hipersensitifas alergi antibiotik dikategorikan 3 golongan besar
yaitu :
 Alergi berat, ditunjukkan dengan gejala gangguan mucocutaneous
seperti syndrome steven-johnson, toksis nekrolisis epidermal atau
dermatitis eksfoliatif, dan penyakit sistemik seperti hepatitis dan
nefritis interstitial.
 Alergi sedang, ditunjukkan dengan gejala ruam-ruam dan gatal. Untuk
kasus alergi sedang, pasien tetap diperlukan pengobatan atau rawat
inap tetapi tidak mengancam jiwa.
 Alergi ringan, adalah reaksi lokal dan alergi tersbut dapat hilang sendiri
tanpa pengobatan, misalnya bersentuhan dengan kulit.

b. Apa informasi tambahan akan membantu untuk menilai risiko pasien terhadap
reaksi hipersensitivitas antibiotik beta-laktam?
Jawaban :
Informasi tambahan sangat diperlukan dalam menentukan atau menilai
risiko pasien terhadap reaksi hipersensitivitas antibiotik beta-laktam. Salah
satunya diberikan pertanyaan – pertanyaan sebagai berikut :
 Ketika selama pengobatan adakah reaksi yang terjadi?
Reaksi tipe I hipersensitivitas biasanya terjadi dalam beberapa menit
untuk 2 jam paparan penyebab agen 1. Reaksi akhir telah dilaporkan
hingga 48 jam setelah terpapar agent 1. Sebuah onset melaporkan gejala
dalam waktu 48 jam dari paparan obat lebih lanjut akan mendukung reaksi
hipersensitivitas tipe 1.
 Seberapa lama telah terjadi reaksi? Berminggu-minggu, berbulan-
bulan atau bertahun-tahun?
Sekitar 80% pasien yang dimediasi IgE mengalami reaksi terhadap
penisilin yaitu kehilangan sensitivitasnya dan memori imunitas terhadap
obat dalam waktu 10 tahun mengalami reaksi. Mengidentifikasi waktu
sejak paparan terakhir penisilin atau sefalosporin akan membantu dalam
menilai kemampuan dari sistem kekebalan tubuh pasien untuk mengenali
obat sebagai antigen.
 Bagaimana mengelola suatu reaksi? Apakah reaksi memerlukan
pengobatan?
Jenis alergi berat reaksi 1 (misalnya, anafilaksis, hipotensi, dan
angioedema) biasanya membutuhkan pengobatan dengan epinefrin
intramuskular, subkutan, atau intravena dengan atau tanpa antihistamin,
IV kortikosteroid, dan penggantian cairan IV. Reaksi kecil, seperti
urtikaria terisolasi atau gatal-gatal, dapat diobati secara efektif dengan
antihistamin oral. Jika alergi yang sangat berat terhadap antibiotik terjadi,
maka rawat inap diperlukan untuk melanjutkan pengobatan dan mengukur
tingkat keparahan alergi tersebut.
 Apa obat-obatan lain yang diambil pada saat terjadi reaksi alergi?
Upaya yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi semua obat
(misalnya, resep, perhitungan yang berlebihan, dan terapi herbal) bahwa
pasien telah terjadi reaksi. Antibiotik sering menjadi penyebab suatu
reaksi alergi, namun penting untuk tidak mengabaikan antigen umum
lainnya bahwa pasien mungkin telah terjadi alergi.
 Antibiotik apa yang telah anda ambil terdahulu?
Pasien seharusnya menanyakan apakah ia telah terkena penisilin selain
ampisilin dimasa lalu dan apakah ia telah terpapar. Hal yang sama dari
pemeriksaan harus dibandingkan dengan pengaruh terhadap sefalosporin
selain ceftazidime. Pernyataan ini adalah untuk mengidentifikasi sejauh
mana pasien hipersensitivitas dengan reaktivitas silang terhadap penisilin
dan golongan obat sefalosporin.
 Apakah pengujian tes kulit pernah dilakukan dengan menggunakan
penicilloyl-polylysine (prepen)?
Pengujian tes kulit dapat mengurangi ketidakpastian sensitivitas dari
penisilin dan harus dilakukan pada semua pasien yang membutuhkan
antibiotik β-Laktam dan yang memiliki riwayat alergi segera. Pengujian
ini untuk menentukan apakah pasien alergi terhadap penisilin yaitu
dengan penicilloyl-polylysine atau skin test. Idealnya, pengujian tes kulit
ini harus dilakukan dengan kedua faktor penentu utama besar dan kecil
dari penicillin. Pengujian kulit dengan faktor penentu besar dan kecil telah
terbukti untuk memfasilitasi penggunaan yang aman dari penicillin hingga
90% dari pasien dengan riwayat alergi penicillin. Penentu alergi ringan,
hanya penicillin G tersedia secara komersial, dan itu harus digunakan
pada konsentrasi 10.000 unit/mL dengan penicilloyl-polylysine dalam
pengujian kulit. Pada pasien ini, pengujian tes kulit positif baik
penicilloyl-polylysine atau penicillin G akan menjadi indikasi dari sebuah
hipersensitivitas dimediasi oleh IgE untuk cincin β-Laktam sebuah tes
kulit negatif akan menyarankan bahwa reaksi didokumentasikan untuk
ampisillin dan ceftazidime yang lebih mungkin dimediasi oleh rantai
spesifik sisi epitop.

c. Apakah informasi tambahan akan membantu untuk menilai pasien mengalami


hipersensitivitas alergi benar atau semu terhadap codeine?
Jawaban :
Berdasarkan riwayat alergi pasien yaitu terjadinya mual dan pruritus
(gatal dan ruam) selama pengobatan dengan kodein. Kebenaran dalam alergi
terhadap opiod jarang terjadi. Mual adalah reaksi merugikan yang umum
terkait dengan opioid karena efek farmakologis mereka pada reseptor opioid di
saluran pencernaan. Mekanisme yang tepat dimana opioid penyebab pruritus
tidak diketahui; Namun, menurut teori bahwa opioid langsung menyebabkan
pelepasan histamin dari sel mast kulit. Selain itu, secara teori opioid
disebabkan pruritus dapat dimediasi oleh sel tanduk dorsal sebagai proses
sistem saraf pusat. Yang paling penting, terjadinya pruritus saja bukan
merupakan reaksi hipersensitivitas terhadap codeine atau opioid lainnya.
Dalam rangka untuk menentukan apakah pasien ini memiliki alergi benar
untuk codeine, ia harus ditanya pertanyaan berikut:
 Apakah mual dan pruritus yang terjadi terkait dengan efek samping lain,
seperti sesak napas, ruam kulit, kesulitan menelan, lidah bengkak, atau
pembengkakan wajah?
 Apakah reaksi memerlukan pengobatan? Jika demikian, apa pengobatan
yang diberikan?
 Apakah reaksi memerlukan rawat inap?
 Apakah Anda pernah bisa mentolerir obat opioid lainnya seperti morfin
atau oksikodon?
Jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan ini akan membantu dalam
menentukan apakah alergi codeine yang dilaporkan adalah reaksi
hipersensitivitas benar atau pseudoallergy / intoleransi.
2. Pada kasus ini, apa tujuan pengobatan pneumonia yang ingin dicapai?
Jawaban :
 Pemeriksaan laboratorium darah dan kultur dahak sebelum memulai terapi
antibiotik.
 Pastikan bahwa terapi empiris antibiotik diterima oleh pasien dalam waktu 4
jam setelah kedatangan di rumah sakit.
 Membasmi infeksi dari bakteri
 Menurunkan demam dan penyakit konstitusional lainnya
 Membatasi efek samping antibiotik dalam penggunaan pengobatan infeksi
 Peningkatan antibiotik tepat berdasarkan hasil uji sensitifitas
 Mencegah terulangnya pneumonia dalam waktu 48 jam dari penarikan terapi
antibiotik.

KASUS :
Pasien memulai pengobatan dengan diberikan moxifloxacin 400 mg secara
oral 1 kali 1 sehari. Inhaler Albuterol 2.5 mg 2 kali sehari jika diperlukan, inhaler
ipratropium 0,5 mg tiap 2 jam jika perlu, guaifenesin dengan codeine ( 100 mg/10mg
perl 5ml) secara oral tiap 4 jam jika diperlukan, dan prednisone 40 mg secara oral
sehari sekali. Hari kedua, hasil kultur dahak mengandung Psedomonas aeruginosa,
dan terapi antibiotik telah diubah menjadi ciprofloxacin 400 mg Intravena 2 kali
sehari. Setelah hari kedua, hasil sensitivitas dari kultur dahak telah dilaporkan pada
tabel 1. Selanjutnya peresepan ciprofloxacin dihentikan dan rasa mudah terpengaruh
pasien untuk cefepime.
Tabel 1. Hasil Kultur Sampel Dahak yang Diambil Pada Hari Pertama dan
Dilaporkan Pada Hari Ketiga
Jenis Antibiotik Pengenceran Interpretasi
Amikacin >64 Resisten
Aztreonam 4.0 Sensitif
Cefepime 4.0 Sensitif
Ciprofloxacin >4 Resisten
Gentamicin >16 Resisten
Imipenem >16 Resisten
Piperacillin/tazobactam 16 Sensitif
Tobramycin 4 Sensitif
3. Berdasarkan dari hasil uji sensitifitas dan riwayat alergi pasien terhadap
antibiotik. Apa Alternatif pengobatan yang sesuai untuk pasien pneumonia
tersebut?
Jawaban :
Berdasarkan hasil uji sensitifitas dan riwayat alergi pasien terhadap
antibiotik. Maka pilihan antibiotik yang disarankan untuk pasien tersebut adalah
Aztreonam. Dimana aztreonam merupaka golongan antibiotik golongan
monobaktam., yang termasuk dalam antibiotik Golongan beta laktam yang
merupakan lini pertama dalam pengobatan pneumonia.Golongan ini memiliki
struktur cincin beta-laktam yang tidak terikat ke cincin kedua dalam molekulnya.
Salah satu antibiotik golongan ini yang umum digunakan adalah aztreonam
yang aktif melawan berbagai bakteri gram negatif, termasuk P. aeruginosa. Dosis
yang digunakan yaitu 2 gram tiap 6-8 jam secara iv selama 7 sampai 10 hari

4. Berdasarkan arahan dokter, Bagaiamana cara menguraikan desensitisasi terhadap


obat cefepime. Termasuk dosis awal pemberian antibiotik, rute pemberian,
jumlah masing-masing dosis selanjutnya, jadwal pemberian obat, dan langkah-
langkah pencegahan yang harus digunakan selama proses desensitisasi?
Jawaban :
 Dosis umum untuk dewasa pengidap Pneumonia :1 – 2 gr IV tiap 12 jam
selama 10 hari
 Rute pemberian : intravena
 Jumlah masing-masing dosis selanjutnya : Tergantung pada perkembangan
kondisi pasien jika tidak ada perubahan maka digunakan dosis 2 gr/50 ml
setiap 12 jam. Jika kondisi terjadi perubahan pada kondisi pasien yaitu
semakin membaik maka digunakan dosis 1 gr/50 ml setiap 12 jam
 Jadwal pemberian obat : setiap 12 jam sekali selama 10 hari
 Langkah pencegahan selama desensititasi :
1. Tidak dianjurkan untuk konsumsi obat ini jika pernah mengalami reaksi
alergi obat tipe sefalosforin, seperti cefadroksil, ciprofloxacin, imipenem
2. Atur pola hidup yang sehat
5. Apa langkah klinis dan parameter laboratorium seharusnya yang dievaluasi
selama dan setelah prosedur desensitisasi untuk mendeteksi atau mencegah
terjadinya alergi?
Jawaban :
Selama proses desensitisasi, sekitar sepertiga dari pasien mengalami reaksi
ringan seperti pruritus atau urticaria. Reaksi serupa juga dapat terjadi selama
peningkatan nilai dosis. Selama kedua prosedur, pasien harus dipantau terus
menerus untuk perkembangan urtikaria, angioedema, atau mengi’. pemantauan
berkala tanda-tanda vital dan puncak laju aliran ekspirasi ini sangat disarankan.
Untuk mengidentifikasi keluhan subjektif yang mengindikasikan berkembang
reaksi mediasi IgE, pasien harus ditanyai tentang gejala bibir gatal, sakit
tenggorokan, dan kesulitan dalam menelan atau bernapas
Setelah selesai desensitisasi atau peningkatan nilai dosis dan selama
pemberian dosis terapeutik obat, pasien harus terus dipantau untuk reaksi alergi.
Beberapa pasien mengembangkan reaksi mediasi IgE ringan seperti gatal-gatal
lokal, yang dapat diobati dengan antihistamin secara per oral atau intravena.
Pasien mungkin juga menunjukkan reaksi non mediasi IgE seperti ruam
makulopapular, yang mungkin atau mungkin tidak memerlukan pengobatan.

6. Apa informasi yang seharusnya pasien terima tentang alergi obat tersebut untuk
meminimalisir terjadinya alergi kedepannya?
Jawaban :
Berdasarkan riwayat alergi anda (pasien) tersebut, menunjukkan bahwa
pasien tersebut sangat alergi tehadap setidaknya 2 obat yaitu ampisillin-sulbactam
dan ceftazidime. Karena pasien mengalami gejala pembengkakan wajah, lidah,
dan mulut ; ruam kulit, dan nafas yang pendek, alergi tersebut diklasifikasikan
sebagai reaksi alergi berat. Jika pasien menggunakan pengobatan seperti diatas di
masa depan, maka reaksi yang terjadi akan sama seperti sebelumnya. Untuk
alasan tersebut, pengobatan ini seharusnya dihindarkan untuk pengobatan
selanjutnya.
Untuk mencegah kemungkinan mengalami reaksi ini terjadi di masa depan,
pengobatan ini sangat penting untuk diingat. Menyimpan daftar alergi obat ini di
tempat yang mudah diakses, seperti dompet Anda, sehingga Anda secara akurat
dapat berbagi informasi ini dengan penyedia layanan kesehatan Anda di masa
depan.
Sebelum anda ingin memulai pengobatan yang baru, ceritakan ke dokter
bahwa anda memiliki alergi terhadap 2 obat antibiotik. Pastikan untuk
menanyakan apakah salah satu obat-obatan baru mengandung "penisilin" atau
"sefalosporin. Pengobatan yang anda alergikan adalah 2 golongan obat yang
besar. Ada kemungkinan bahwa Anda dapat mengalami alergi terhadap penisilin
dan sefalosporin di masa depan. Jika Anda telah berhasil peka terhadap cefepime
di masa lalu. Caranya dengan memulai dengan dosis kecil cefepime dan secara
bertahap meningkatkan dosis, cara tersebut dapat membuat Anda desensitisasi
terhadap antibiotik ini sehingga bisa diberikan tanpa menyebabkan reaksi alergi.
Namun, ini ditawarkan hanya perlindungan sementara terhadap alergi cefepime.
Jika Anda memerlukan cefepime lagi di masa depan, proses desensitisasi ini akan
perlu diulang.

Anda mungkin juga menyukai