1
DEFINISI
Alergi
Reaksi hipersensitivitas yang diawali oleh mekanisme
imunologis, akibat induksi oleh IgE yang spesifik terhadap
alergen tertentu yang berikatan dengan sel mast.
2
Alergi
Perlu sensitasi
Jarang (<5%)
3
ETIOLOGI
Reaksi alergi disebabkan karena sistem kekebalan tubuh
salah mengidentifikasi alergen. Alergen dianggap
membahayakan tubuh, padahal sebenarnya tidak. Saat
terpapar dengan alergen, terbentuk antibodi yang disebut
Imunoglobulin E (IgE). Saat terjadi kontak dengan alergen
tersebut, produksi lgE akan meningkat sebagai reaksi tubuh.
Terjadinya produksi lgE akan memicu pelepasan histamin,
yang menimbulkan gejala alergi.
4
PATOFISIOLOGI
5
PRESENTASI KLINIS
TANDA DAN GEJALA
Anafilaksis.
Anafilaksis adalah reaksi alergi yang mengancam jiwa yang akut. Pada kulit
(misal Pruritus dan urtikaria), saluran pernapasan (misal dispnea dan mengi),
Saluran gastrointestinal (misal mual dan kram), dan sistem kardiovaskular
(misal hipotensi dan takikardia). Anafilaksis dapat berulang 6 - 8 jam setelah
paparan, pasien yang mengalami anafilaksis harus diamati 12 jam.
Reaksi sitotoksik
6
Lanjutan...
Reaksi Dermatologis
Urtikaria
gatal, menonjol, membengkak di kulit, juga dikenal sebagai gatal-gatal.
Ruam makulopapular
ruam yang berisi kedua makula dan papula. Macula adalah aliran area kulit yang
berubah warna, dan papula adalah benjolan kecil yang muncul. Ruam
makulopapular biasanya merupakan area besar yang merah dan memiliki benjolan
kecil, konflik.
Eritema multiforme
ruam yang ditandai dengan papular (benjolan kecil) atau lesi vesikular (lecet) dan
memerah atau perubahan warna kulit.
Syndrome Stevens-Johnson
Gambaran parah dari eritema multiforme (juga dikenal sebagai eritema multiforme
mayor). Ini biasanya melibatkan kulit dan selaput lendir dengan potensi morbiditas
parah dan bahkan kematian.
Nekrolisis epidermal beracun
8
PEMICU ALERGI
Beberapa substansi pemicu alergi (alergen) yang umum
ditemui meliputi: Makanan tertentu, seperti makanan laut,
susu, telur, dan kacang-kacangan; Bulu hewan, tungau,
serbuk sari, atau debu; Gigitan serangga, misalnya sengatan
lebah; Obat-obatan tertentu; dan Bahan kimia tertentu,
seperti sabun, sampo, parfum, atau bahan lateks
9
FAKTOR RESIKO ALERGI
Usia
Jenis Kelamin
Polimorfisme genetik
Infeksi virus
10
ANTIHISTAMIN
Mekanisme Kerja : Histamin H1 antagonis reseptor mengikat
reseptor H1 tanpa mengaktifkannya, mencegah pengikatan
dan aksi histamin. efektif dalam mencegah histamin respon
tetapi tidak membalikkan efeknya setelah terjadi.
Antihistamin oral dibagi menjadi 2 kategori:
13
KORTIKOSTREOID NASAL
Mengurangi peradangan dengan memblokir pelepasan
mediator, menekan kemotaksis neutrofil, menyebabkan
vasokonstriksi ringan, dan menghambat reaksi fase akhir
yang diperantarai sel mast.
Kortikosteroid intranasal meredakan bersin, rinore,
pruritus, dan hidung tersumbat dengan efek samping
minimal
Efek samping termasuk bersin, menyengat, sakit kepala,
epistaksis, dan infeksi langka dengan Candida albicans.
14
MANAJEMEN PENGOBATAN REAKSI ANAFILAKSI
Intervensi segera
Epinefrin 1: 1000 (1 mg / ml)
Dewasa : 0,2-0,5 mg (Im/Sc),Ulangi setiap 5 menit sesuai kebutuhan
Anak-anak: 0,01 mg / kg (max 0,3 mg) Im/Sc; ulangi setiap 5 menit sesuai kebutuhan
Intervensi selanjutnya
Infus saline normal
Dewasa: 1-2 L dengan kecepatan 5-10 ml/kg dalam 5 menit pertama, diikuti oleh
infus lambat
Anak-anak: hingga 30 ml/kg pada jam pertama
Infus Epinefrin
Jika pasien tidak merespon injeksi epinefrin dan resusitasi volume:
Dewasa: Infus Epinefrin [1 mg dalam 250 ml dextrose 5% (d5w)]: 1-4 mcg / menit,
titrasi berdasarkan respon klinis/ efek samping
Anak-anak: Epinefrin 1: 10.000 (0,1 mg / ml): 0,01 mg / kg (hingga 0,3 mg) selama
beberapa menit
15
Lanjutan.....
Pertimbangan lain setelah epinefrin dan cairan
17
NON FARMAKOLOGI
18
HASIL EVALUASI
Untuk keberhasilan pengobatan pasien dengan alergi obat atau
pseudoallergi beberapa tujuan harus dilakukan:
Identifikasi dan dengan cepat mengatasi reaksi jika terjadi.
19
Terimakasih