Anda di halaman 1dari 6

Nama : Rossy Martin Werinusa

Nim : 14041162032

Kelompok :8

Mata Kuliah : Farmakoterapi Terapan

Judul : Reaksi Alergi Obat

Dosen Pengampu : Eka Kartika Untari, M.Farm., Apt.

1.

a) Berdasarkan riwayat alergi pasien,bagaimana seharusnya alergi dikategorikan untuk


ampicilin-sulbactam dan ceftazidime, sebagai ringan, sedang atau berat?
Jawaban :
Berdasarkan dari riwayat alergi pasien, kedua alergi antibiotik tersebut
dikategoikan alergi berat. Riwayat alergi dengan ampicillin-sulbactam memperlihatkan
ruam dibagian wajah, pembengkakan lidah, dan pembengkakan jaringan perifer, semua
yang menunjukkan gejala-gejala pembengkakan. Riwayat alergi dengan ceftazidime
memperlihatkan urtikaria dan nafas pendek. Penyelidikan lebih menyeluruh dari hasil
laporan alergi yang memperlihatkan dari hasil diagnosis anafilaksis. Anafilaksis
didefenisi berdasarkan adanya 2 atau lebih yang terjadi beberapa menit sampai beberapa
jam setelah pemberian obat tersebut.
1. Keterlibatan dari jaringan mukosa kulit (misalnya : secara umum
gatal-gatal, bengkak bibir, lidah dan ovula)
2. Gangguan pernafasan (Nafas yang susah, mengi/bronkospasme)
3. Penurunan tekanan darah
4. Gangguan gejala GI (misalnya sakit perut bagian atas dan muntah)

Reaksi hipersensitivitas alergi antibiotic dikategorikan 3 golongan besar yaitu:

 Alergi berat, ditunjukkan dengan gejala gangguan mococutaeous seperti syndrome


steven-johnson, toksis nekrolisis epidermal atau dermatitis eksfoliatif, dan penyakit
sistemik seperti hepatitis dan nefritis interstitial.
 Alergi sedang, ditunjukkan dengan gejala ruam-ruam dan gatal, untuk kasus alergi
sedang , pasien tetap diperlukan pengobatan atau rawat inap tetapi tidak mengancam
jiwa
 Alergi Ringan, adalah reaksi local dan alergi tersebut dapat hilang sendiri tanpa
pengobatan, misalnya bersentuhan dengan kulit.
b) Apa informasi tambahan akan membantu untuk menilai resiko pasien terhadap reaksi
hipersensitivitas antibiotik beta-laktam?
Jawaban :
Informasi tambahan sangat diperlukan dalam menentukan atau menilai resiko
pasien terhadap reaksi hipersnsitivitas antibiotik beta-laktam. Salah satunya diberikan
pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
 Ketika selama pengobatan adalah reaksi yang terjadi?
Reaksi tipe 1 hipersensitivitas biasanya terjadi dalam beberapa menit untuk 2 Jm
paparan penyebab agen1. Reaksi akhir telah dilaporkan hingga 48 jam setelah
terpapar agen 1. Sebuah onset melaporkan gejala dalam waktu 48 jam dari
paparan obat lebih lanjut akan mendukung reaksi hipersensitivitas tipe 1.
 Seberapa lama telah terjadi reaksi? Berminggu-minggu, berbulan-bulan
atau bertahun-tahun?
Sekitar 80% pasien yang dimediasi IgE mengalami reaksi terhadap penisilin yaitu
kehilangan sensitivitasnya dan memori imunitas terhadap obat dalam waktu 10
tahun mengalami reaksi. Mengidentifikasi waktu sejak paparan terakhir penisilin
atau sefalosporin akan membantu dalam menilai kemampuan dari sistem
kekebalan tubuh pasien untuk mengenali obat sebagai antigen.
 Bagaimana mengelola suatu reaksi? Apakah reaksi memerlukan
pengobatan ?
Jenis alergi berat reaksi 1 (misalnya : anafilaksis, hipotensi dan angioderma)
biasanya membutuhkan pengobatan dengan epinefrin intramuscular, subkutan,
atau intravena dengan atau tanpa antihistamin, IV kortikosteroid, dan penggantian
cairan IV. Reaksi kecil, seperti urtikaria terisolasi atau gatal-gatal, dapat diobati
secara efektif dengan antihistamin oral. Jika alergi yang sangat berat terhadap
antibiotik terjadi, maka rawat inap diperlukan untuk melanjutkan pengobatan dan
mengukur ingakat keparahan aleri tersebut.
 Apa obat-obatan lain yang diambil pada saat terjadi reaksi alergi?
Upaya yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi semua obat (misalnya:
resep, perhitungan yang berlebihan, dan terapi herbal) bahwa pasien telah terjadi
reaksi. Antibiotik sering menjadi penyebab suatu reaksi alergi, namun penting
untuk tidak mengabaikan antigen umum lainnya bahwa pasien mungkin telah
terjadi alergi.
 Antibiotik apa yang telah anda ambil terdahulu?
Pasien seharusnya menanyakan apakah ia telah tekena penisilin selain ampicilin
dimasa lalu dan apakah ia telah terpapar. Hal yang sama dari pemeriksaan harus
dibandingkan dengan pengaruh terhadap sefalosporin selain ceftazidime.
Pernyataan ini adalah untuk mengidentifikasi sejauh mana pasien hipersensitivitas
dengan reaktivits saling terhadap penicillin dan golongan obat sefalosporin.
 Apakah pengujian tes kulit pernah dilakukan dengan menggunakan
penicilloyl-polysine (prepen)?
Pengujian tes kulit dapat mengurangi ketidakpastian sensitivitas dari penisilin dan
harus dilakukan pada semua pasien yang membutuhkan antibiotik β-laktam dan
yang memiliki riwayat alergi segera. Pengujian ini untuk menentukan apakah
pasien alergi terhadap penisilin yaitu dengan penicilloyl-polysine atau skin test.
Idealnya, pengujian tes kulit ini harus dilakukan dengan kedua factor penentu
besar dan kecil telah terbukti untuk memfasilitasi penggunaan yang aman dari
penicillin hingga 90% dari pasien dengan riwayat alergi penicillin. Penentu alergi
ringan, hanya penicillin G tersedia secara komersial, dan itu harus digunakan pada
konsentrasi 10.000 unit/mL. dengan penicilloyl-polysine dalam pengujian kulit.
Pada pasien ini, pengujian tes kulit positif baik penicilloyl-polysine atau penicillin
G akan menjadi indikasi dari sebuah hipersensitivitas dimediasi oleh IgE untuk
cincin β-Laktam sebuah tes kulit negative akan menyarankan bahwa reaksi
didokumentasikan untuk ampisilin dan ceftazidime yang lebih mungkin dimediasi
oleh rantai spesifik sisi epitop.

c) Apakah informasi tambahan akan membantu untuk menilai pasien mengalami


hipersensitivitas alergi benar atau semu terhadap codein?
Jawaban:
Berdasarkan riwayat alergi pasien yaitu terjadinya mual dan pruritus (gatal dan
ruam) selama pengobatan dengan Codein. Kebenaran dalam alergi terhadap opiod jarang
terjadi. Mual adalah reaksi merugikan yang umum terkait dengan opioid karena efek
farmakologis mereka pada reseptor opioid disaluran pencernaan. Mekanisme yang tepat
dimana opioid di saluran pencernaan. Mekanisme yang tepat dimana opioid penyebab
pruiritis tidak diketahui. Namun, menurut teori bahwa opioid langsung menyebabkan
pelepasan histamine dari sel mast kulit. Selain itu, secara teori opioid disebabkan
pruiritus dapat dimediasi oleh sel tanduk dorsal sebagai proses sistem syaraf pusat. Yang
paling penting, terjadinya pruritus saja bukan merupakan reaksi hipersensitivitas terhadap
Codein atau opioid lainnya. Dalam rangka untuk menentukan apakah pasien ini memiliki
alergi benar untuk codein, pasien harus ditanyakan pertanyaan berikut ini:
 Apakah mual dan priuritis yang terjadi terkait dengan efek samping lain, seperti
sesak napas, ruam kulit, kesulitan menelan, lidah bengkak atau pembengkakan
wajah?
 Apakah reaksi memerlukan pengobatan? Jika demikian apa pengobatan yang akan
diberikan?
 Apakah reaksi memerlukan rawat inap?
 Apakah anda pernah bias mentolerir obat opioid lainnya seperti morfin atau
oksikodon?
Jawaban untuk pertanyaan pertanyaan ini akan membantu dalam menentukan
apakah alergi codein yang dilaporkan adalah reaksi hipersensitivitas benar atau
intoleransi.

2. Pada kasus ini, apa tujuan pengobatan pneunomia yang ingin dicapai?

Jawaban

 Pemeriksaan laboratorium darah dan kultur dahak sebelum memulai terapi


antibiotik
 Pastikan bahwa terapi empiris antibiotic diterima oleh pasien dalam jangka waktu
4 jam setelah kedatangan dirumah sakit
 Membasmi infeksi bakteri
 Menurunkan demam dan penyakit konstitusional lainnya
 Membatasi efek samping antibiotic dalam pengobatan infeksi
 Peningkatan antibiotic tepat berdasarkan hasil uji sensitifitas
 Mencegah terulangnya pneumonia dalam waktu 48 jam dari penarikan terapi
antibiotik.

Kasus
Pasien memulai pengobatan dengan diberikan moxifloxacin 400mg secara oral 1
kali 1 sehari. Inhaler Albuterol 2,5mg 2 kali sehari jika diperlukan, inhaler ipratropium
0,5 mg tiap 2 jam jika perlu, guafenesin dengan codein (100mg/10mg per 5ml) secara
oral tiap 4 jam jika diperlukan, dan prednisone 40 mg secara oral sehari sekali. Hari
kedua, hasil dahak mengandung pseudomonas aeruginosa, dan terapi antibiotik telah
diubah menjadi ciprofloxacin 400mg intravena 2 kali sehari. Setelah hari kedua, hasil
sensitivitas dari kultur dahak telah dilaporkan pada tabel 1. Selanjutnya peresepan
ciprofloxacin dihentikan dan rasa mudah terpengaruh pasien untuk cefepime.

Tabel 1. Hasil Kultur Sampel Dahak yang diambil pada Hari pertama dan Dilaporkan
Pada Hari Ketiga.

Jenis Antibiotik Pengenceran Interpretasi


Amikacin >64 Resisten
Aztreonam 4.0 Sensitive
Cefepime 4.0 Sensitive
Ciprofloxacin >4 Resisten
Gentamicin >16 Resisten
Imipenem >16 Resisten
Piperacilin/tazobactam 16 Sensitive
Tobramycin 4 sensitive
3. Berdasarkan dari hasil uji sensitifitas dan riwayat alergi pasien terhadap antibiotik. Apa
alternatif pengobatan yang sesuai untuk pneunomia tersebut?
Jawaban:
Berdasarkan hasil uji sensitifitas dan riwayat alergi pasien terhadap antibiotik. Maka
pilihan antibiotik yang disarankan untuk pasien tersebut adalah Aztreonam. Dimana
Aztreonam merupakan golongan antibiotic monobaktam. Yang termasuk dalam antibiotik
golongan beta laktam yang merupakan lini pertama dalam pengobatan pneunomia.
Golongan ini memiliki struktur cincin beta laktam yang tidak terikat kecincin kedua
dalam molekulnya.

Salah satu antibiotik golongan ini yang umum digunakan adalah aztreonam yang aktif
melawa berbagai bakteri gram negative, termasuk p aureginosa. Dosis digunaka yaitu 2
gram tiap 6-8 jam secara iv selama 7 sampai 10 hari.

4. berdasarkan arahan dokter, bagaimana cara menguraikan desensitasi terhadap obat


cefepime. Termasuk dosis awal pemberian antibiotic, rute pemberian, jumlah masing-
masing dosis selanjutnya, jadwal pemberian obat, dan langkah-langkah pencegahan yang
harus digunakan selama proses desensitisasi?
Jawaban :
 Dosis umum untuk dewasa pengidap Pneumonia : 1-2 gr IV tiap 12 jam selama 10
hari
 Rute pemberian : intravena
 Jumlah masing-masing dosis selanjutnya : Tergantung pada perkembangan
kondisi pasien jika tidak ada perubahan maka digunakan dosis 2 gr/ml setiap 12
jam. Jika kondisi terjadi perubahan pada kondisi pasien yaitu semakin membaik
maka digunakan dosis 1 gr/50 ml setiap 12 jam
 Jadwal pemberian obat : setiap 12 jam sekali selama 10 hari
 Langkah pencegahan selama desensititasi:
 Tidak dianjurkan untuk konsumsi obat ini jika pernah mengalami reaksi
alergi obat tipe sefalosporin, seperti cefadroxil, ciprofloxacin, imipenem.
 Atur pola hidup sehat.

5. Apa langkah klinis dan parameter laboratorium seharusnya yang dievaluasi selama dan
setelah prosedur desensitisasi untuk mendeteksi dan mencegah terjadinya alergi?
Jawaban :
Selama proses desensitisasi, sekitar sepertiga dari pasien mengalami reaksi ringan
seperti pruritus atau uticaria. Reaksi tersebut juga dapat terjadi selama peningkatan nilai
dosis. Selama kedua prosedur, pasien harus dipantau terus menerus untuk perkembangan
urtikaria, angoderma atau mengi. Pemantauan berkala tanda –tanda vital dan puncak laju
aliran ekspirasi ini sangat disarankan. Untuk mengidentifikasi keluhan subjektif yang
mengindikasikan berkembang reaksi mediasi IgE, pasien harus ditanyai tentang gejala
bibir gatal, sakit tenggorokan, dan kesulitan dalam menelan atau bernafas.
Setelah selesai desensitisasi atau peningkatan nilai dosis dan selama pemberian
dosis terapeutik obat, pasien harus terus dipantau untuk reaksi alergi. Beberapa pasien
mengembangkan reaksi mediasi IgEringan seperti gatal-gatal local, yang dapat diobati
dengan antihistamin secara peroral atau intravena. Pasien mugkin juga menunjukka
reaksi non mediasi IgE seperti ruam makulopapular , yang mungkin atau mungkin tidak
memerlukan pengobatan.

6. Apa informasi yang seharusnya pasien terima tentang alergi obat tersebut untuk
meminamalisir terjadinya alergi kedepannya?
Jawaban:
Berdasarkan riwayat alergi (pasien) tersebut menunjukkan bahwa pasien tersebut
sangat alergi terhadap beberapa obat yaitu ampisilin-sulbactam dan ceftazidime. Karena
pasien mengalami gejala pembengkakan wajah, lidah, dan mulut, ruam kulit dan nafas
yang pendek, alergi tersebut diklasifikasikan sebagai reaksi alergi berat. Jika pasien
menggunakan pengobatan seperti diatas dilain waktu, maka reaksi yang terjadi akan sama
seperti sebelumnya. Untuk alasan tersebut, pengobatan ini seharusnya dihindarkan untuk
pengobatan selanjutnya.
Untuk mencegah kemungkinan mengalami reaksi alergi ini terjadi diwaktu yang
akan datang pengobatan ini sangat penting untuk diingat sehingga disarankan untuk
menyimpan daftar alergi obat ini ditempat yang mudah diakses.

Anda mungkin juga menyukai