PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi syok anafilaktik.
2. Untuk mengetahui konsep dasar penyakit anafilaktik.
3. Untuk mengetahui asuhan keperawatan syok anafilaktik.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.2 Etiologi
a. Karena obat-obatan terjadi reaksi histamine tak langsung yang berat
biasanya mengikuti suntikan obat, serum, media kontras foto
rontogen.
b. Makanan tertentu, gigitan serangga.
c. Reaksi kadang dapat idiopatik / manifestasi abnormalitas
immunologis.
3
2.1.4 Patofisiologi
4
Selain itu ada beberapa tes alergi yang dapat digunakan untuk
memperkuat diagnosa terhadap terjadinya rekasi anafilaktik, antara lain:
Ada beberapa macam tes alergi, yaitu :
a. Skin Prick Test (Tes tusuk kulit).
Tes ini untuk memeriksa alergi terhadap alergen hirup dan makanan,
misalnya debu, tungau debu, serpih kulit binatang, udang, kepiting dan lain-
lain. Tes ini dilakukan di kulit lengan bawah sisi dalam, lalu alergen yang
diuji ditusukkan pada kulit dengan menggunakan jarum khusus (panjang
mata jarum 2 mm), jadi tidak menimbulkan luka, berdarah di kulit. Hasilnya
dapat segera diketahui dalam waktu 30 menit Bila positif alergi terhadap
alergen tertentu akan timbul bentol merah gatal.
Syarat tes ini :
1) Pasien harus dalam keadaan sehat dan bebas obat yang mengandung
antihistamin (obat anti alergi) selama 3 – 7 hari, tergantung jenis
obatnya.
2) Umur yang di anjurkan 4 – 50 tahun.
5
Tes ini untuk mengetahui alergi terhadap alergen hirup dan makanan. Tes
ini memerlukan sampel serum darah sebanyak 2 cc. Lalu serum darah
tersebut diproses dengan mesin komputerisasi khusus, hasilnya dapat
diketahui setelah 4 jam. Kelebihan tes ini adalah dapat dilakukan pada usia
berapapun, tidak dipengaruhi oleh obat-obatan.
2.1.6 Penatalaksanaan
6
mencapai maksimal 0,3 ml subkutan (SK) dan dapat diberikan setiap 15-20
menit sampai 3-4 kali seandainya gejala penyakit bertambah buruk atau dari
awalnya kondisi penyakitnya sudah berat, suntikan dapat diberikan secara
intramuskular (IM) dan bahkan kadang-kadang dosis epinefrin dapat
dinaikan sampai 0,5 ml sepanjang pasien tidak mengidap kanaikan jantung.
Bila pencetusnya adalah alergen seperti pada suntikan imunoterapi,
penisilin, atau sengatan serangga, segera diberikan suntikan inflitrasi
epinefrin 1 : 1000 0,1 – 0,3 ml di bekas tempat suntikan untuk mengurangi
absorbsi alergen tadi. Bila mungkin dipasang torniket proksimal dari
tempat suntikan dan kendurkan setiap 10 menit. Torniket tersebut dapat
dilepas bila keadaan sudah terkendali. Selanjutnya dua hal penting yang
harus segera di perhatikan dalam memberikan terapi pada pasien anafilaksis
yaitu :
7
tersedia waktu 3 menit untuk bertindak. Karena trakeostomi hanya
dikerjakan oleh dokter ahli atau yang berpengalaman maka tindakan yang
dapat dilakukan dengan segera adalah melakukan punksi membran
krikotiroid dengan jarum besar. Kemudian pasien segera dirujuk ke rumah
sakit.
2) Pemberian oksigen 4-6 l/menit sangat penting baik pada gangguan
pernapasan maupun pada kardiovaskular.
3) Bronkodilator diperlukan bila terjadi obsruksi saluran napas bagian
bawah seperti pada gejala asma atatu status asmatikus. Dalam hal ini dapat
diberikan larutan salbutamol atau agonis beta-2 lainnya 0,25 cc- 0,5 cc
dalam 2-4 ml NaCl 0,9% diberikan melalui nebulisasi atau aminofilin 5-6
mg / kgBB yang diencerkan dalam 20 cc deksrosa 5% atau NaCl 0,9% dan
diberikan perlahan-lahan sekitar 15 menit.
b. Sistem Kardiovaskular
1) Gejala hipotensi atau syok yang tidak berhasil dengan pemberian
epinefrin menandakan bahwa telah terjadi kekurangan cairan intravaskular.
Pasien ini membutuhkan cairan intravena secara cepat baik dengan cairan
kristaloid (NaCl 0,9 %) atau koloid (plasma, dextran). Dianjurkan untuk
memberikan cairan koloid 0,5-1 L dan sisanya dalam bentuk cairan
kristaloid. Cairan koloid ini tidak saja mengganti cairan intravaskular yang
merembes ke luar pembuluh darah atau yang terkumpul di jaringan
splangnikus, tetapi juga dapat menarik cairan ekstravaskular untuk kembali
ke intravaskular.
8
4) Bila tekanan darah masih belum teratasi dengan pemberian cairan, para
ahli sependapat untuk memberikan vasopressor melalui cairan infus
intravena. Dengan cara melarutkan 1 ml epinefrin 1:1000 dalam 250 ml
dekstrosa ( konsentrasi 4 mg/ml) diberikan dengan infus 1 – 4 mg/menit
atau 15-60 mikrodip/menit (dengan infus mikridip), bila diperlukan dosis
dapat dinaikkan sampai maksimum 10 mg/ml.
9
kortikosteroid tidak bermanfaat untuk reaksi anafilaksis akut, tetapi sangat
bermanfaat untuk mencegah reaksi anafilaksis yang berat dan berlangsung
lama. Jika pasien sadar bisa diberikan tablet prednisone tetapi lebih
disukai memberikan intravena dengan dosis 5mg/kgBB hidrokortison atau
ekuivalennya. Kortikosteroid ini diberikan setiap 4-6 jam.
2.1.7 Komplikasi
Komplikasinya meliputi :
a. Henti jantung (cardiac arrest) dan nafas.
b. Bronkospasme persisten.
c. Oedema larynx (dapat mengakibatkan kematian).
d. Relaps jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler).
e. Kerusakan otak permanen akibat syok.
f. Urtikaria dan angoioedema menetap sampai beberapa bulan.
Kemungkinan rekurensi di masa mendatang dan kematian.
10
2.1.8 WOC Syok Anafilaktik
Allergen
(Antibiotik, makanan, bisa binatang, lateks )
Reaksi antibody
SYOK ANAFILAKTIK
Peningkatan
Akral dingin pengeluaran Penurunan kekuatan
histamin kontraksi otot jantung
Penurunan perfusi
jaringan perifer Kontraksi otot Penurunan curah
polos jantung
11
Suplai darah
ke organ vital
(lambung)
asam
lambung
meningkat
Mual-
muntah, diare
Dehidrasi
Kekurangan volume
cairan
12
2.2 TINJAUAN TEORI ASUHAN KEPERAWATAN SYOK ANAFILAKTIK
2.2.1 Pengkajian
1. Pengkjian Primer
a. Airway
Jalan nafas dan prenafasan tetap merupakan prioritas pertama,
untuk mendapatkan oksigenasi yang cukup. Tambahan oksigen
diberikan bila perlu untuk menjaga tekanan O2 antara 80 – 100
mmHg.
b. Breathing
frekuensi napas, apakah ada penggunaan otot bantu pernapasan,
retraksi dinding dada, adanya sesak napas. Palpasi pengembangan
paru, auskultasi suara napas, kaji adanya suara napas tambahan
seperti ronchi, wheezing, dan kaji adanya trauma pada dada.
c. Sirkulasi dan kontrol perdarahan
Prioritas adalah : kontrol perdarahan luar, dapatkan akses vena
yang cukup besar dan nilai perfusi jaringan. Perdarahan dan luka
eksternal biasanya dapat dikontrol dengan melakukan bebat tekan
pada daerah luka, seperti di kepala, leher dan ekstremitas.
Perdarahan internal dalam rongga toraks dan abdomen pada fase
pra RS biasanya tidak banyak yang dapat dilakukan. PSAG (gurita)
dapat dipakai mengontrol perdaran pelvis dan ekstermitas inferior,
tetapi alat ini tidak boleh mengganggu pemasangan infus.
Pembidaian dan spalk-traksi dapat membantu mengurangi
perdarahan pada tulang panjang.
d. Disability – Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis singkat yang dilakukan adalah
menentukan tingkat kesadaran, pergerakkan bola mata dan reaksi
pupil, fungsi motorik dan sensorik. Data ini diperlukan untuk
menilai perfusi otak
13
2. Pengkajian Sekunder
a. Identitas pasien
Pada anamnesis, pasien mungkin tidak bisa diwawancara sehingga
riwayat sakit mungkin hanya didapatkan dari keluarga, atau orang
yang mengetahui kejadiannya
b. Keluhan utama
Klien dengan syok mengeluh sulit bernafas, mengeluh muntah dan
mual, kejang-kejang.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
1) Riwayat trauma (banyak perdarahan)
2) Riwayat penyakit jantung (sesak nafas)
3) Riwayat infeksi (suhu tinggi)
4) Riwayat pemakaian obat ( kesadaran menurun setelah
memakan obat)
d. Riwayat kesehatan dahulu
Apakah klien sbelumnya pernah mengalami penyakit yang sama
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah kelarga ada yang pernah mengalami sakit yang sama
seperti klien sebelumnya.
f. Pemeriksaan Fisik
1) Kulit: suhu raba dingin (hangat pada syok septik hanya
bersifat sementara, karena begitu syok berlanjut terjadi
hipovolemia), Warna pucat (kemerahan pada syok septik,
sianosis pada syok kardiogenik dan syok hemoragi
terminal)dan Basah pada fase lanjut syok (sering kering
pada syok septik).
2) Tekanan darah: Hipotensi dengan tekanan sistole < 80
mmHg (lebih tinggi pada penderita yang sebelumnya
mengidap hipertensi, normal atau meninggi pada awal syok
septik)
3) Status jantung : Takikardi, pulsus lemah dan sulit diraba
14
4) Status respirasi : Respirasi meningkat, dan dangkal (pada
fase kompensasi) kemudian menjadi lambat (pada syok
septik, respirasi meningkat jika kondisi menjelek)
15
gelombang T
mendatar dan
terbalik.
3 Mual Muntah - muntah Resiko kekurangan
volume cairan
3 Sesak nafas, Aritmia, takikardi, Penurunan curah
lemas palpitasi, akral jantung
dingin, gambaran
EKG gelombang T
mendatar dan
terbalik
16
- Suara - Keluarkan secret
nafas dengan batuk
tambahan atau suction
- Sianosis - Auskultasi suara
- Sputum nafas sebelum
dalam dan sesudah
jumlah suctioning.
yang - Informasikan
berlebih pada klien dan
- Gelisah keluarga tentang
- Perubahan suctioning.
frekuensi - Berikan O2
dan irama dengan
nafas menggunakan
- dispneu nasal untuk
memfasilitasi
suction
nasotrakeal.
- Posisi pasien
untuk
memaksimalkan
ventilasi.
- Kolaborasi
pemberian
bronkodilator
bila perlu.
2 Ketidakefektifan Status sirkulasi - Monitor adanya
perfusi jaringan Tissue perfusion : daerah tertentu
perifer b/d cerebral yang hanya peka
penurunan terhadap
sirkulasi darah panas/dingin/taj
keperifer d/d am/tumpul
17
penurunan - Monitor adanya
kardiak output paretese
(penurunan nadi - Instruksikan
dan tekanan keluarga untuk
darah). mengobservasi
kulit jika ada isi
atau laserasi.
- Gunakan sarung
tangan untuk
proteksi
- Batasi gerak
pada kepala,
leher, dan
punggung
- Monitor
kemampuan
BAB
- Kolaborasi
pemberian
analgetik
- Monitor adanya
tromboplebitis
- Diskusikan
mengenai
penyebab
perubahan
sensasi.
3 Resiko - Keseimbang Manajemen
kekurangan an elektrolit cairan
volume cairan b/d dan asam Aktivitas :
kehilangan cairan basa - Timbang BB tiap
aktif hari
18
Batasan - Keseimbang - Hitung haluran
karakteristik : an cairan - Pertahankan
- Kehilanga - Hidrasi intake yang
n volume - Status akurat
cairan nutrisi : - Pasang kateter
aktif Asupan urine
- Kerang makanan - Monitor status
pengetahu dan cairan hidrasi (seperti :
an kelembapan
- Berat mukosa
badan membrane, nadi)
extrim - Monitor status
- Penurunan hemodinamik
tekanan termasuk CVP,
darah MAP, PAP
- Penurunan - Monitor hasil lab
volume terkait retensi
nadi cairan
- Penurunan (peningkatan
tekanan BUN, Ht
nadi menurun)
- Penurunan - Monitor TTV
turgor - Monitor adanya
kulit indikasi retensi /
- Penurunan overload cairan
turgor (seperti : edem,
lidah asites, distensi
- Penurunan vena leher)
pengekuar - Manajemen
an urine elektrolit
- Kulit
kering
19
- Membrane
mukosa
kering
4 Penurunan curah - Cardiac Cardiac Care
jantung b/d pump - Evaluasi adanya
penurunan irama effectivenes nyeri dada
Batasan s (intensitas,
karakteristik : - Circulation lokasi, durasi)
- Aritmia status - Catat adanya
- Perubahan - Vital sign disritmia jantung
EKG status - Catat adanya
- Palpitasi tanda dan gejala
- Bradikardi penurunan
, takikardi cardiac output
- Monitor adanya
penurunan
tekanan darah
- Anjurkan untuk
menurunkan
stress
- Kolaborasi
dalam
pemberian terapi
aritmia
20
untuk melaksanakan tindakan. Perawat juga menilai kembali apakah
tindakan aman bagi klien. Setelah tidak ada hambatan maka tindakan
keperawatan boleh dilaksanakan. Pada saat akan melakukan tindakan
keperawatan, perawat membuat kontrak dengan klien yang isinya
menjelaskan apa yang akan dilakukan dan peran serta yang diharapkan
klien. Dokumentasikan semua tindakan yang telah dilaksanakan beserta
respon klien.
21
BAB III
PENUTUP
3. 1 Kesimpulan
Syok anafilaktik adalah syok yang terjadi secara akut yang disebabkan
oleh reaksi alergi. . Syok anafilaktik adalah suatu respons hipersensitivitas
yang diperantarai oleh Immunoglobulin E (hipersensitivitas tipe I) yang
ditandai dengan curah jantung dan tekanan arteri yang menurun hebat.
Anafilaksis adalah reaksi alergi yang dapat menyebabkan kematian,
penyebab alergi adalah bisa melalui obat-obatan, makanan, serangga. Timbul
gejala-gejala pada syok anafilaktik seperti sesak, takipkardi, hipotensi,
aritmia, mual muntah, gatal maupun kemerahan pada kulit, dll.
Asuhan keperawatan pada syok anafilaktik melalui proses asuhan
keperawatan yang sama seperti pengkajian, menentukan diagnose
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi keperawatan. Untuk
diagnosa syok anafilaktik yang utama yaitu ketidakefektifan bersihan jalan
nafas dikarenakan histamin yang dilepaskan sebagai respon terhadap reaksi
menyebabkan dilatasi pembuluh darah setempat terjadi peningkatan tekanan
kapiler dan peningkatan permeabilitas kapiler, menimbulkan kebocoran
cairan yang cepat dalam hidung menyebabkan dinding mukosa hidung
bengkak dan bersekresi.
3. 2 Saran
22
Daftar Pustaka
Bailey, J.J., Sabbagh, M., Loiselle, C. G., Boileu, J.,& McVey, L. (2010). Intensive
and Critical Care Nursing 2010, Vol.26, Hal. 986.
23