Anda di halaman 1dari 9

REFERAT

SYOK ANAFILAKTIK

Oleh :
Januardi Rahman
201910330311072

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG


FAKULTAS KEDOKTERAN
2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anafilaktik merupakan salah satu penyakit alergi dengan gejala yang


timbul segera setelah terpajan alergen serta dapat mengancam nyawa. Anafilaksis
adalah sebuah reaksi hipersensitivitas tipe I yang melibatkan berbagai sistem
organ dengan onset cepat dan mengancam jiwa. Reaksi ini dicirikan dengan
adanya gangguan jalan napas, sirkulasi, pencernaan, serta perubahan pada kulit
dan mukosa tubuh. Syok anafilaktik relatif jarang terjadi dengan perkiraan
prevalensi 0.05-2% dan berdasarkan data epidemiologi didapatkan 2 sampai 20%
kasus mengalami fatal anafilaktik. Anafilaksis terjadi secara cepat dan
mempengaruh sistem tubuh secara luas dalam kurun waktu 2 jam setelah paparan
antigen. Klinis yang ditemui dapat berupa kelainan pada kulit (urtikaria,
dermatitis atopik, dan angioedema), gastrointestinal (kolik, nyeri perut, diare,
konstipasi, atau muntah-muntah), respirasi (bersin, batuk, dispneu, dan
rhinorrhea), hingga ke kardiovaskular (kolaps jantung). Anafilaksis adalah suatu
keadaan kegawatdaruratan medis. Pasien mungkin menunjukkan gejala yang
ringan namun memburuk dengan cepat hingga mengancam nyawa. Penanganan
pasien dengan syok anafilaksis dilakukan dengan penyelamatan fungsi kerja
organ-organ vital hingga penanganan gejala-gejala lain yang turut timbul

1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui lebih jauh
tentang syok anafilaksis dengan secara terperinci membahas terkait definisi,
etiologi, patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis, dan penatalaksanaannya.
1.3 Manfaat
Penulisan referat ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dan
pemahaman mengenai syok anafilaksis secara terperinci.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Definisi anafilaksis adalah sindroma klinik (kompleks gejala) yang timbul
secara mendadak sebagai akibat perubahan permeabilitas vaskuler dan
hiperaktivitas bronkial karena kerja dari mediator – mediator endogen yang
dihasilkan oleh sel – sel mast dan basofil akibat stimuli antigen. Jadi
anafilaksis merupakan reaksi antigen – antibodi ( reaksi hipersensitivitas ).
Anafilaktik merupakan salah satu penyakit alergi dengan gejala yang timbul
segera setelah terpajan alergen serta dapat mengancam nyawa. Syok
anafilaktik ditandai dengan adanya penurunan tekanan darah dan kolaps
sirkulasi, merupakan kondisi gawat darurat yang seyogyanya mendapatkan
penanganan yang tepat dan cepat.
2.2 Etiologi
Faktor pemicu sebagian besar adalah oleh makanan. Selain makanan
etiologinya adalah gigitan serangga dan obat-obatan. Obat-obatan seperti
antivirus, antimikroba dan anti jamur sering menyebabkan reaksi anafilaksis.
2.3 Patofisiologi
Anafilaksis merupakan suatu reaksi hipersensitivitas tipe 1 yang dimana
terjadi pelepasan berbagai mediator kimia hasil degranulasi basofil dan sel
mast pada paparan berulang suatu antigen. Mediator yang terliibat pada reaksi
ini meliputi histamin, triptase, karboksipeptidase A, proteoglikan, dan
berbagai jenis sitokin (IL-4, IL-5, IL-6, IL-9, IL-10, dan IL-13).
Teraktivasinya phospholipase A, siklooksigenase, dan lipooksigenasi
menyebabkan terbentuknya metabolit hasil asam arakidonat seperti
prostaglandin, platelet-activating factors (PAF), dan leukotrien. Respon
inflamasi juga terjadi akibat mdiasi oleh TNF-alfa. Mediator TNF-alfa
mengaktvasi neutrofil dan menyebabkan peningkatan sintesis kemokin.
Histamin yang nantinya dilepaskan ke dalam sistem sirkulasi oleh sel Mast
akan menyebabkan vasodilatasi (pelebaran pembuluh darah) yang terjadi di
seluruh tubuh disertai dengan penurunan jumlah plasma dalam kapiler akibat
dari peningkatan permeabilitas. Selain itu, histamin juga dapat
mengakibatkan penyempitan otot-otot saluran napas seperti otot bronkiolus
atau bisa disebut juga bronkokontriksi sehingga menyebabkan sesak napas.
Basofil dan sel Mast yang telah teraktivasi akibat dari penempelan IgE akan
menyebabkan pengeluaran leukotrien yang dapat disebut juga substansi
anafilaksis bereaksi-lambat. Leukotrien ini dapat mengakibatkan spasme atau
ketegangan otot pada saluran napas sehingga menyebabkan kesulitan
bernapas yang gejalanya mirip dengan asma. Selain zat-zat tersebut, sel-sel
imun di tubuh juga mengeluarkan serotonin dan bradikinin. Serotonin akan
menyebabkan peningkatan permeabilitas sistem vaskuler. Sedangkan
bradikinin akan menyebabkan kontraksi dari otot-otot polos di tubuh. Reaksi
syok anafilaksis yang tidak tertangani dengan tepat sangat berbahaya bahkan
dapat berakibat fatal.

2.4 Manifestasi klinis


1. Kulit  kemerahan, gatal, urtikaria, angioedema gatal di periorbital,
eritema dan edema, eritema konjunctiva, mata berair, gatal pada bibir,
lidah, palatum, kanalis auditori eksternus, bengkak di bibir, lidah, dan
uvula, gatal di genital, telapak tangan dan kaki.
2. Repirasi  gatal di hidung, bersin-bersin, kongesti, pilek, takipneu,
dyspneu, dada rasa terikat, wheezing
3. Gastrointestinal  nyeri, mual, muntah, diare, disfagia
4. Sistem kardiovaskuler  nyeri dada, takikardi, bradikardi, palpitasi,
hipotensi
5. Sistem saraf pusat  perubahan mood mendadak, sakit kepala,
perubahan status mental
2.5 Diagnosis
Kunci diagnosis adalah adanya gejala yang muncul dalam menit atau jam
setelah terpapar dari pemicu dan diikuti oleh gejala yang progresif dalam
beberapa jam. Diagnosis anafilaktik ditegakkan berdasarkan gejala klinis
yang muncul segera setelah terpajan alergen atau faktor pencetus lainnya.

Diagnosis berdasarkan kriteris Sampson


1. Onsen akut dalam hitungan menit sampai jam yang kelibatkan jaringan
kulit dan mukosa, atau keluhan sistem respirasi
2. Gambara klinis pada 2 organ atau lebih segera pasca paparan
3. Terjadi penurunan tekanan darah segera pasca paparan yaitu tekanan
sistolik kurang dari 90 mmHg atau penurunan lebih dari 30% dari tekanan
darah sebelumnya segera setelah pasien terpapar alergen tanpa ditemukan
penyebab syok lainnya
Derajat reaksi anafilaksis

2.6 Tatalaksana
Tatalaksana reaksi anafilaksis :
1. Membersihkan tubuh pasien dari zat-zat yang dicurigai menginduksi
terjadinya anafilaksis
2. Evaluasi ABC
3. Pasien harus diposisikan horizontal dengan kedua kaki dinaikkan (Posisi
Trendelenburg).
4. Beri 02 100% 6-8 L/menit (distress nafas)
5. Adrenalin 1:1000 larutan (1mg/ml) disuntikkan 0,3-0,5 ml IM atau 0,01
mg/kgBB Akses infus (14atau 16 gauge) intravena dengan normal salin
6. Bila tidak ada perbaikan, pemnerian adrenalin dapat diulang 10-15 menit
kemudian dengan dosis maksimum 0,5 mg untuk dewasa dan 0,3 mg
untuk anak-anak
7. Medikasi lini kedua yang dapat digunakan adalah H1 antihistamin seperti
intravena chlorpheniramine (10 mg) atau dipenhidramin (25-50 mg),
cetirizine intra oral; β2 adrenergic agonists, seperti salbutamol inhaler
(2,5 mg/3 mL); glukokortikoid seperti hydrocortison 100-500 mg IM atau
IV, metylprednisolon 125-250 mg IV, oral prednisone
8. Observasi 2-3 kali dalam 24 jam dan hindari agen penyebab.
BAB III
KESIMPULAN
Anafilaktik merupakan salah satu penyakit alergi dengan gejala yang timbul
segera setelah terpajan alergen serta dapat mengancam nyawa. Anafilaksis adalah
sebuah reaksi hipersensitivitas tipe I yang melibatkan berbagai sistem organ dengan
onset cepat dan mengancam jiwa. Reaksi ini dicirikan dengan adanya gangguan jalan
napas, sirkulasi, pencernaan, serta perubahan pada kulit dan mukosa tubuh.
Penanganan anafilaksis dimulai dengan dilakukannya dekontaminasi. Evaluasi dan
penilaian berkala tandatanda vital pasien penting untuk menilai respon terhadap terapi.
Terapi epinephrine merupakan kunci utama dalam penanganan anafilaksis. Pemberian
cairan dan oksigen terbukti menurunkan angka mortalitas.
DAFTAR PUSTAKA

Irawan, A. E. (2020). Management of Anaphylaxis. Jurnal Penelitian Perawat


Profesional, 2(4), 409-416.
Pemayun, T. P. D., & Suryana, K. (2019). Seorang penderita syok anafilaktik
dengan manifestasi takikardi supraventrikular. Jurnal Penyakit Dalam
Udayana, 3(2), 41-45.
Salsabilla, N. A. (2019). Analisis Pencegahan Dan Penanganan Anafilaksis Di
Masyarakat. INA-Rxiv. June, 25.

Anda mungkin juga menyukai