REAKSI ANAFILAKSIS
Oleh:
Arifianti Latifah 125070107111043
Hanny Prasetiana Y. 150070200011048
Stephanie Evelyn H. 150070200011091
Pembimbing:
dr. C. Singgih Wahono, SpPD-KR
PENDAHULUAN
Reaksi anafilaktik adalah reaksi alergi yang berat, bersifat akut dan
sistemik, serta dapat mengancam nyawa yang terjadi setelah terpajan oleh
pencernaan dan kulit. Jika reaksi tersebut cukup hebat dapat menimbulkan syok
yang dilakukan di Amerika pada tahun 2014 menunjukkan bahwa dari 1059
makanan (30%), gigitan serangga (20%) (Robert et al, 2014). Dari hasil studi
kasus anafilaksis per 100 000 penduduk per tahun meningkat 5%. Dalam
sebuah survei di Amerika yang lebih baru, melaporkan kejadian tahunan food
1
tahun 2006, ditemukan bahwa 4 dari 10.000 pasien meninggal akibat anafilaksis
(Sampson, 2005).
yang timbul dapat ringan seperti pruritus atau urtikaria sampai pada gagal gagal
napas atau syok anafilaktik. Salah satu manifestasi klinis dari anafilaksis yang
nyata dan kolaps sirkulasi darah sehingga perfusi dan oksigenasi ke jaringan
dan tiba-tiba, sehingga penting untuk mengetahui penanganan awal yang cepat,
tepat dan adekuat apabila terjadi suatu reaksi anafilaksis sehingga dapat
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat
dan pembaca khususnya dokter muda agar dapat menangani reaksi anafilaksis
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Reaksi anafilaktik adalah reaksi alergi yang berat, bersifat akut dan
sistemik, serta dapat mengancam nyawa yang terjadi setelah terpajan oleh
alergen atau faktor pencetus (Rengganis, 2014; Sampson, 2005). Hal ini
setelah suatu antigen yang sensitive masuk dalam sirkulasi. Syok anafilaktik
merupakan salah satu manifestasi klinis dari anafilaksis yang merupakan syok
mendadak pada pembuluh darah dan disertai kolaps pada sirkulasi darah yang
2.2 Epidemiologi
untuk sekitar satu setengah dari episode anafilaksis parah di anak-anak dirawat
anafilaksis makanan yang meningkat 0,43% per 100 sekolah yang menyumbang
3/10.000 penduduk dengan mortalitas sebesar 1-3 tiap satu juta penduduk 1.
tiap 10.000 total pasien anafilaksis pada tahun 2005 dan mengalami peningkatan
3
2.3 Faktor Resiko dan Kofaktor
obat-obatan, dan beberapa kofaktor. Anafilaksis dapat terjadi pada semua ras di
pada perempuan, terutama perempuan dewasa muda dengan insiden lebih tinggi
sekitar 35% dan mempunyai risiko kira-kira 20 kali lipat lebih tinggi dibandingkan
laki-laki. Berdasarkan umur, anafilaksis lebih sering pada anak-anak dan dewasa
muda, sedangkan pada orang tua dan bayi anafilaksis jarang terjadi. Penyakit
penyerta yang sering menimbulkan reaksi anafilaksis yang lebih berat adalah:
mastositosis (penyakit kelainan cloning sel mast), rhinitis alergica, exzema, dan
inhibitor, relaksan otot, aspirin, NSAID, opioid, vitamin B1, asam folat, dan lain-
lain. Media kontras intravena, tranfusi darah, latihan fisik, infeksi akut, stress
emosional dan cuaca dingin juga bisa menyebabkan anafilaksis (IDI, 2014).
2.4 Etiologi
maupun melalui mekanisme non IgE (non imunologis), atau yang sering disebut
berikut:
4
Ekstrak allergen (bisa tawon, polen)
Aktivasi komplemen
Faktor fisik
a. Olahraga
2.5 Patofisiologi
berbagai mediator dari sel mast dan basofil. Mediator ini terdiri atas berbagai
substansi yang tersimpan di dalam granula dari sel mast dan basofil, seperti:
histamine, tryptase, heparin, chymase dan sitokin, juga molekul yang disintesis
5
dari metabolisme asam arakidonat, seperti: prostaglandin dan leukotriene
1. Fase Sensitisasi
oleh reseptor spesifik pada permukaan mastosit dan basofil. Alergen yang
masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran makan ditangkap
tersebut. IgE ini kemudian terikat pada reseptor FcεRI pada permukaan
2. Fase Aktivasi
sama. Mastosit dan basofil melepaskan isinya yang berupa granula yang
alergen yang sama ke dalam tubuh. Alergen yang sama tadi akan diikat
oleh IgE spesifik dan memicu terjadinya reaksi segera yaitu pelepasan
6
beberapa bahan vasoaktif lain dari granula yang disebut dengan istilah
3. Fase Efektor
2002).
terjadinya fenomena maldistribusi dari volume dan aliran darah. Hal ini
penderita.
7
Gambar 1.1 Mekanisme reaksi anafilaksis (Abbas, 2010)
Pelepasan mediator dari sel mast dan basofil akan menimbulkan gejala
dan tanda yang bervariasi pada beberapa organ, antara lain: mukokutaneus,
Tabel 1. Tanda dan gejala anafilaksis berdasarkan organ sasaran (Rengganis dkk, 2014)
Sistem Gejala dan Tanda
Umum Lesu, lemah, rasa tak enak, rasa tak enak di dada dan perut, rasa gatal di
8
Prodromal hidung dan palatum.
Pernapasan
Laring Rasa tercekik, suara serak, sesak napas, stridor, edema, spasme.
Lidah Edema
Disfagia, mual, muntah, kolik, diare yang kadang disertai darah, peristaltik
Gastrointestinal
usus meninggi.
Susunan saraf
Gelisah, kejang
pusat
mukus. Lebih dari 90% pasien memiliki manifestasi dari kombinasi urtikaria,
87% pasien memiliki manifestasi urtika dan atau angioedema (Webb, 2006).
Reaksi sistemik yang terjadi dapat dibagi menjadi 3 derajat, yaitu ringan
sedang dan berat, berikut adalah manifestasi yang muncul (Mustafa, 2016):
tenggorokan
• Kulit gatal
9
2. Reaksi sistemik sedang
henti napas
• Kejang
• Terjadi mendadak
2.7 Diagnosis
sistematik yang muncul beberapa detik atau menit setelah pasien terpajan oleh
alergen atau faktor pencetusnya. Gejala yang timbul dapat ringan seperti pruritus
atau urtikaria sampai kepada gagal napas atau syok anafilaktik yang mematikan.
kadang gejala anafilaksis yang berat seperi syok anafilaktik atau gagal napas
dapat langsung muncul tanpa tanda-tanda awal. Kumpulan gejala tersebut dapat
10
Gejala-gejala tersebut dapat timbul pada satu organ saja, tetapi dapat
pula muncul gejala pada beberapa organ secara serentak atau hampir serentak.
sistem kardiovaskular, dan sistem syaraf pusat. Manifestasi pada kulit terjadi 80-
90% pada semua pasien (Simons, 2011). Kombinasi gejala yang sering dijumpai
saja, seperti pada: setelah sengatan serangga, gejala kardiovaskular yang tiba-
tiba mungkin hanyalah satu-satunya gejala yang timbul, dan setelah imunoterapi
juga bisa disertai gejala mual, muntah, kolik usus, diare yang berdarah, kejang
Organization telah membuat tiga kriteria klinis seperti yang terlihat pada gambar
Kriteria pertama adalah onset akut dari suatu penyakit (beberapa menit
hingga beberapa jam) dengan terlibatnya kulit, jaringan mukosa atau kedua-
kemerahan, pembengkakan bibir, lidah, uvula), dan salah satu dari respiratory
11
penurunan PEF, hipoksemia) dan penurunan tekanan darah atau gejala yang
inkontinensia).
Kriteria kedua, dua atau lebih gejala berikut yang terjadi secara
(beberapa menit hingga beberapa jam), yaitu keterlibatan jaringan mukosa kulit
pada alergen yang diketahui beberapa menit hingga beberapa jam (syok
anafilaktik). Pada bayi dan anak-anak, tekanan darah sistolik yang rendah
(spesifik umur) atau penurunan darah sistolik lebih dari 30%. Sementara pada
orang dewasa, tekanan darah sistolik kurang dari 90 mmHg atau penurunan
12
Gambar 2.1 Kriteria Klinis untuk Diagnosis Anafilaksis (Simons, 2011)
13
2.8 Diagnosis banding
setelah pasien mendapat suntikan. Pasien tampak mau pingsan, pucat dan
nadinya lambat dan tidak terjadi sianosis. Meskipun tekanan darahnya turun,
tetapi masih mudah diukur dan biasanya tidak terlalu rendah seperti pada
anafilaksis.
Pada infark miokard akut gejala yang menonjol adalah nyeri dada,
dengan atau tanpa penjalaran. Gejala tersebut sering diikuti rasa sesak, tetapi
atau oleh sebab lain. Pasien tampak lemah, pucat berkeringat sampai tak sadar.
obstruksi saluran napas atau kelainan kulit. Pemeriksaan kadar gula darah dan
dkk, 2014).
14
. Sindrom angioedema neurotik herediter merupakan salah satu keadaan
napas bagian atas dan sering disertai kolik abdomen. Tidak dijumpai kelainan
kulit atau kolaps vaskular. Adanya riwayat keluarga yang mempunyai sindroma
angioedema neurotikherediter.
dengan adanya gejala gastrointestinal, spasme bronkus, dan rasa panas sekitar
ditemukan. Dalam hal ini anamnesis yang teliti merupakat cara yang paling
anafilaksis yang timbul segera setelah terpajan oleh alergen atau faktor pencetus
serangan dan menimbulkan gejala klinik pada organ-organ sasaran seperti yang
telah disebutkan tadi. Akan halnya pemeriksaan penunjang seperti uji kulit hanya
dan obat-obat yang dapat diuji pun terbatas pada penisilin. Hormon dan enzim
sangat jarang dilakukan karena prosedur tersebut juga bisa menimbulkan reaksi
anafilaksis.
kemudian. Obsevasi yang dilakukan oleh Stark dkk menyatakan bahwa bentuk
15
anafilaksis bisa unifasik seperti yang biasa kita temukan, bifasik yang gejalanya
muncul 1-8 jam kemudian dan protrated yaitu suatu bentuk anafilaksis berat yang
2.9 Tatalaksana
karena kematian akibat anafilaksis dapat terjadi dalam hitungan menit hingga jam
setelah gejala pertama muncul. Tatalaksana untuk reaksi anafilaksis ini adalah
sebagai berikut:
2.9.1 Medikamentosa
2.9.1.1Epinefrin
sehingga mengatasi obstruksi laring dan edema di mukosa. Efek farmakologi dari
epinefrin termasuk peningkatan yang cepat dari tekanan darah dan takikardi
atau intramuskular, dan bisa diulang dengan interval 5-20 menit pada keadaan
yang berat (Boyce et al., 2015). Bila pencetusnya adalah allergen seperti pada
16
proksimal dari tempat suntikan dan kendurkan tiap 10 menit (Rengganis dkk,
2014).
dilarutkan 1:10.000 pada interval 5-10 menit dengan diberikan juga normal saline
leakage. Hal ini disebabkan karena epinefrin yang memberikan efek α- dan ß-
maksimal 0,5 mg pada orang dewasa dan 0,3 mg pada anak-anak (Ring et al.,
2010).
2.9.1.2 Kortikosteroid
berat dan berlangsung lama. Jika pasien sadar bisa diberikan tablet prednisone,
atau ekuivalennya. Kortikosteroid ini dapat diberikan setiap 4-6 jam (Rengganis
kejadian bronkospasme, hipotensi dan urtika yang berulang (Boyce et al., 2015).
2.9.1.3 Antihistamin
17
(Rengganis dkk, 2014). Diphenhydramine 50-100mg intramuskular atau
Selanjutnya saat terjadi reaksi anafilaksis, terdapat dua hal penting yang
dkk, 2014).
bawah seperti pada gejala asma atau status asmatikus. Dapat diberikan
larutan salbutamol atau agonis beta-2 lain 0,25-0,5cc dalam 2-4mL NaCl
18
diencerkan dalam 20cc dekstrosa 5% atau NaCl 0,9% dan diberikan
untuk memberikan cairan koloid 0,5-1 L dan sisanya dalam bentuk cairan
kristaloid.
pemberian obat.
10mg/mL.
atau kateter melalui pipa endotrakeal (dosis anak 5ml epinefrin 1:10.000).
19
Gambar 2.2 Algoritma Penatalaksanaan Reaksi Anafilaksis (Resuscitation
Council, 2012)
20
2.10 Pencegahan
21
2.11 Follow Up dan Syarat KRS
jam di fasilitas kesehatan yang memadai dan memiliki peralatan untuk stabilisasi
ABC. Pasien yang sudah diberikan terapi dan memberikan respon baik, masih
harus diobservasi ketat hingga 24 jam. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:
idiopathic anaphylaxis.
1. KIE pada pasien dan keluarga apabila muncul gejala yang sama agar
segera kembali
22
BAB III
KESIMPULAN
Gejala klinis yang timbul dapat bervariasi pada beberapa organ, antara lain:
beberapa detik atau menit setelah pasien terpajan oleh allergen atau faktor
penting, karena kematian akibat anafilaksis dapat terjadi dalam hitungan menit
23
DAFTAR PUSTAKA
Abbas AK, Lichtman AH Pilai S. 2010. Cellular and Molecular Immunology. 6th
Ikatan Dokter Indonesia. 2014. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas
Kemp, S., Richard, F., Lockey. 2002. Anaphylaxis: A review of causes and
Mustafa, SS. 2016. Anaphylaxis (Online ). Medscape Medical News. May 21,
September 2016
Rengganis, I., Sundaru, H., Sukmana, N., Mahdi, D.. 2014. Renjatan Anafilaksis
InternaPublishing. 4130-4134.
24
Ring, J., Grosber, M., Mohrenschlager, M., Brockow, K.. 2010. Anaphylaxis:
Vol 111
Simons FER, Ardusso LRF, Bilo MB, El-Gamal YM, Ledford DK, Ring J, et al. for
Webb LM., Lieberman P. 2006 Jul. Anaphylaxis: a review of 601 cases. Ann
25