SYOK ANAFILAKTIK
Oleh :
dr. Erwin Fajar
(NIM : 1910018001)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
PPDS ILMU BEDAH
2019
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ................................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1
BAB II TINJAUN PUSTAKA.................................................................... 2
2.1 Definisi...................................................................................... 2
2.2 Epidemologi.............................................................................. 2
2.3 Faktor Predisposisi dan Etiologi............................................... 3
2.4 Patofisiologi.............................................................................. 3
2.5 Manifestasi Klinis..................................................................... 6
2.6 Pemeriksaan Penunjang............................................................ 8
2.7 Diagnosis................................................................................... 8
2.8 Diagnosis Banding.................................................................... 12
2.9 Penatalaksanaan........................................................................ 13
2.10Prognosis................................................................................... 21
BAB III KESIMPULAN.............................................................................. 22
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 23
i
BAB I
PENDAHULUAN
Tahun 2641 SM Raja Menes, seorang Pharao meninggal mendadak tidak lama
setelah disengat tawon. Tahun 1902, Richet dan Portier menemukan fenomena yang
sama, mereka menginjeksi anjing dengan ekstrak anemon laut, setelah beberapa lama
diinjeksi ulang dengan ekstrak yangs ama anjing itu mendadak mati. Fenomena ini
mereka sebut aldquo yang berarti anaphylaxis. Jika seseorang sensitif terhadap suatu
antigen dan kemudian terjadi kontak lagi terhadap antigen tersebut, akan timbul reaksi
hipersensitivitas yang merupakan suatu reaksi anafilaksis yang dapat berujung pada
syok anafikaktik.1
sebesar 1-3 tiap satu juta penduduk. Sementara di Indonesia, khususnya di Bali,
angka kematian dilaporkan 2 kasus tiap 10.000 total pasien anafilaksis pada tahun
serangga, dan lateks. Gambaran klinis anafilaksis sangat heterogen dan tidak spesifik.
yang akan timbul, seperti syok, gagal nafas, henti jantung, dan kematian mendadak.3
tidak terduga, dan dapat terjadi di mana saja yang potensial berbahaya sampai
diagnosis serta penatalaksanaan cepat, tepat, dan adekuat suatu syok anafilaktik dapat
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1. Definisi
Secara harafiah, anafilaksis berasal dari kata ana yang berarti balik dan
phylaxis yang berarti perlindungan. Dalam hal ini respons imun yang seharusnya
melindungi (prophylaxis) justru merusak jaringan, dengan kata lain kebalikan dari
tekanan arteri yang menurun hebat. Hal ini disebabkan oleh adanya suatu reaksi
antigen-antibodi yang timbul segera setelah suatu antigen yang sensitif masuk dalam
sirkulasi. Syok anafilaktik merupakan salah satu manifestasi klinis dari anafilaksis
yang merupakan syok distributif, ditandai oleh adanya hipotensi yang nyata akibat
vasodilatasi mendadak pada pembuluh darah dan disertai kolaps pada sirkulasi darah
2. 2. Epidemiologi
angka kejadian anafilaksis berat antara 1-3 kasus/10.000 penduduk, paling banyak
anafilaksis dilaporkan 2 kasus/10.000 total pasien anafilaksis pada tahun 2005 dan
pasien anafilaksis.2
2
Anafilaksis dapat terjadi pada semua ras di dunia. Beberapa sumber
perempuan dewasa muda dengan insiden lebih tinggi sekitar 35% dan mempunyai
risiko kira-kira 20 kali lipat lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Berdasarkan umur,
anafilaksis lebih sering pada anak-anak dan dewasa muda, sedangkan pada orang tua
sifat alergen, jalur pemberian obat, riwayat atopi, dan kesinambungan paparan
makanan, obat-obatan, sengatan serangga, dan lateks. Udang, kepiting, kerang, ikan
kacang-kacangan, biji-bijian, buah beri, putih telur, dan susu adalah makanan yang
otot, aspirin, NSAID, opioid, vitamin B1, asam folat, dan lain-lain. Media kontras
intravena, transfusi darah, latihan fisik, dan cuaca dingin juga bisa menyebabkan
anafilaksis.1,3
2. 4. Patofisiologi
tipe I (Immediate type reaction). Mekanisme anafilaksis melalui 2 fase, yaitu fase
sensitisasi dan aktivasi. Fase sensitisasi merupakan waktu yang dibutuhkan untuk
dan basofil. Sedangkan fase aktivasi merupakan waktu selama terjadinya pemaparan
3
Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran makan
menimbulkan reaksi pada paparan ulang. Pada kesempatan lain masuk alergen yang
sama ke dalam tubuh. Alergen yang sama tadi akan diikat oleh Ig E spesifik dan
memicu terjadinya reaksi segera yaitu pelepasan mediator vasoaktif antara lain
histamin, serotonin, bradikinin dan beberapa bahan vasoaktif lain dari granula yang di
sel yang akan menghasilkan leukotrien (LT) dan prostaglandin (PG) yang terjadi
beberapa waktu setelah degranulasi yang disebut newly formed mediators. Fase
Efektor adalah waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek
mediator yang dilepas mastosit atau basofil dengan aktivitas farmakologik pada organ
menyebabkan bronkokonstriksi.1,3,4
4
Vasodilatasi pembuluh darah yang terjadi mendadak menyebabkan terjadinya
fenomena maldistribusi dari volume dan aliran darah. Hal ini menyebabkan
penurunan aliran darah balik sehingga curah jantung menurun yang diikuti dengan
penurunan tekanan darah. Kemudian terjadi penurunan tekanan perfusi yang berlanjut
pada hipoksia ataupun anoksia jaringan yang berimplikasi pada keaadan syok yang
membahayakan penderita.4
5
Manifestasi klinis anafilaksis sangat bervariasi. Secara klinik terdapat 3 tipe
dari reaksi anafilaktik, yaitu reaksi cepat yang terjadi beberapa menit sampai 1 jam
setelah terpapar dengan alergen; reaksi moderat terjadi antara 1 sampai 24 jam setelah
terpapar dengan alergen; serta reaksi lambat terjadi lebih dari 24 jam setelah terpapar
dengan alergen.4,5
Gejala dapat dimulai dengan gejala prodormal baru menjadi berat, tetapi
dalam derajat ringan, sedang, dan berat. Derajat ringan sering dengan keluhan
kesemutan perifer, sensasi hangat, rasa sesak di mulut dan tenggorok. Dapat juga
berair. Awitan gejala-gejala dimulai dalam 2 jam pertama setelah pemajanan. Derajat
edema jalan nafas atau laring dengan dispnea, batuk dan mengi. Wajah kemerahan,
hangat, ansietas, dan gatal-gatal juga sering terjadi. Awitan gejala-gejala sama dengan
reaksi ringan. Derajat berat mempunyai awitan yang sangat mendadak dengan tanda-
tanda dan gejala-gejala yang sama seperti yang telah disebutkan diatas disertai
kemajuan yang pesat kearah bronkospame, edema laring, dispnea berat, dan sianosis.
Bisa diiringi gejala disfagia, keram pada abdomen, muntah, diare, dan kejang-kejang.
Henti jantung dan koma jarang terjadi. Kematian dapat disebabkan oleh gagal napas,
Gejala dapat terjadi segera setelah terpapar dengan antigen dan dapat terjadi
pada satu atau lebih organ target, antara lain kardiovaskuler, respirasi, gastrointestinal,
kulit, mata, susunan saraf pusat dan sistem saluran kencing, dan sistem yang lain.
Keluhan yang sering dijumpai pada fase permulaan ialah rasa takut, perih dalam
6
mulut, gatal pada mata dan kulit, panas dan kesemutan pada tungkai, sesak, serak,
Pada mata terdapat hiperemi konjungtiva, edema, sekret mata yang berlebihan.
Pada rhinitis alergi dapat dijumpai allergic shiners, yaitu daerah di bawah palpebra
inferior yang menjadi gelap dan bengkak. Pada kulit terdapat eritema, edema, gatal,
penurunan volume tidal. Obstruksi saluran napas yang komplit adalah penyebab
kematian paling sering pada anafilaksis. Bunyi napas mengi terjadi apabila saluran
Keadaan bingung dan gelisah diikuti pula oleh penurunan kesadaran sampai
terjadi koma merupakan gangguan pada susunan saraf pusat. Pada sistem
edema, disertai pula dengan aritmia. Sementara pada ginjal, terjadi hipoperfusi ginjal
penurunan GFR, yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya gagal ginjal akut. 3,4
sentral, peningkatan kadar enzim hati, dan koagulopati. Gejala yang timbul pada
sistem gastrointestinal merupakan akibat dari edema intestinal akut dan spasme otot
fungsi trombosit, dan DIC dapat terjadi pada sistem hematologi. Sementara gangguan
pada system neuroendokrin dan metabolik, terjadi supresi kelenjar adrenal, resistensi
7
insulin, disfungsi tiroid, dan perubahan status mental. Pada keadaan syok terjadi
asam laktat dan piruvat. Secara histologis terjadi keretakan antar sel, sel
2. 6. Pemeriksaan Penunjang
darah tepi dapat normal atau meningkat, demikian halnya dengan IgE total sering kali
menunjukkan nilai normal. Pemeriksaan lain yang lebih bermakna yaitu IgE spesifik
Pemeriksaan secara invivo dengan uji kulit untuk mencari alergen penyebab
yaitu denganuji cukit (prick test), uji gores (scratch test), dan uji intrakutan atau
intradermal yang tunggal atau berseri (skin end-point titration/ SET). Pemeriksaan
lainnya antara lain analisa gas darah, elektrolit, dan gula darah, tes fungsi hati, tes
2. 7. Diagnosis
Pada pasien dengan reaksi anafilaksis biasanya dijumpai keluhan 2 organ atau
8
Kriteria pertama adalah onset akut dari suatu penyakit (beberapa menit hingga
bibir, lidah, uvula), dan salah satu dari respiratory compromise (misalnya sesak nafas,
darah atau gejala yang berkaitan dengan disfungsi organ sasaran (misalnya hipotonia,
sinkop, inkontinensia).5
Kriteria kedua, dua atau lebih gejala berikut yang terjadi secara mendadak
setelah terpapar alergen yang spesifik pada pasien tersebut (beberapa menit hingga
wheezing, penurunan PEF, hipoksemia); penurunan tekanan darah atau gejala yang
Kriteria ketiga yaitu terjadi penurunan tekanan darah setelah terpapar pada
alergen yang diketahui beberapa menit hingga beberapa jam (syok anafilaktik). Pada
bayi dan anak-anak, tekanan darah sistolik yang rendah (spesifik umur) atau
penurunan darah sistolik lebih dari 30%. Sementara pada orang dewasa, tekanan darah
sistolik kurang dari 90 mmHg atau penurunan darah sistolik lebih dari 30% dari
9
Gb. 2.Algoritme diagnosis anafilaksis
Airway Problem :
10
- Pembengkakan jalan nafas seperti tenggorokan dan lidah membengkak
tenggorokan tertutup.
- Suara Hoarse
- Stridor, tingginya suara inspirasi karena saluran nafas atas yang mengalami
obstruksi.
Breathing Problems :
Circulation problem
anafilaksis.
- Dapat berlangsung halus atau secara dramatis.
- Mungkin hanya perubahan kulit, hanya perubahan mukosa, atau keduanya
- Mungkin eritema setengahnya atau secara general, rash merah.
- Mungkin urtikaria yang muncul dimana saja pada tubuh, berwarna pucar,
dalam sering pada kelopak mata dan bibir, kadang pada mulut dan
tenggorokan.
2. 8. Diagnosis Banding
tidak spesifik dari anafilaksis mengakibatkan reaksi tersebut sulit dibedakan dengan
11
penyakit lainnya yang memiliki gejala yang sama. Hal ini terjadi karena anafilaksis
mempengaruhi seluruh system organ pada tubuh manusia sebagai akibat pelepasan
berbagai macam mediator dari sel mast dan basofil, dimana masing-masing mediator
tersebut memiliki afinitas yang berbeda pada setiap reseptor pada sistem organ.
Beberapa kondisi yang menyerupai reaksi anafilaksis dan syok anafilaktik adalah
reaksi vasovagal, infark miokard akut, reaksi hipoglikemik, reaksi histeris, Carsinoid
anafilaktik, pada reaksi vasovagal nadinya lambat dan tidak terjadi sianosis.
Meskipun tekanan darahnya turun tetapi masih mudah diukur dan biasanya tidak
terlalu rendah seperti anafilaktik. Sementara infark miokard akut, gejala yang
menonjol adalah nyeri dada, dengan atau tanpa penjalaran. Gejala tersebut sering
diikuti rasa sesak tetapi tidak tampak tanda-tanda obstruksi saluran napas. Sedangkan
lain. Pasien tampak lemah, pucat, berkeringat, sampai tidak sadar. Tekanan darah
Sedangkan pada reaksi anafilaktik ditemui obstruksi saluran napas. Sedangkan pada
reaksi histeris, tidak dijumpai adanya tanda-tanda gagal napas, hipotensi, atau
kepala, diare, serangan sesak napas seperti asma. Chinese restaurant syndrome, dapat
dijumpai beberapa keadaan seperti mual, pusing, dan muntah pada beberapa menit
12
setelah mengkonsumsi MSG lebih dari 1gr, bila penggunaan lebih dari 5 gr bisa
menyebabkan asma. Namun tekanan darah, kecepatan denyut nadi, dan pernapasan
tidak berbeda nyata dengan mereka yang diberi makanan tanpa MSG.1,4
dan suara napas mengi (wheezing). Dan biasanya timbul karena faktor pencetus
seperti debu, aktivitas fisik, dan makanan, dan lebih sering terjadi pada pagi hari.
Rhinitis alergika, penyakit ini menyebabkan gejala seperti pilek, bersin, buntu hidung,
gatal hidung yang hilang-timbul, mata berair yang disebabkan karena faktor pencetus
2. 9. Penatalaksanaan
peroral maupun parenteral, maka tindakan pertama yang paling penting dilakukan
menyebabkan reaksi anafilaksis. Segera baringkan penderita pada alas yang keras.
Kaki diangkat lebih tinggi dari kepala untuk meningkatkan aliran darah balik vena,
tahapan resusitasi jantung paru untuk memberikan kebutuhan bantuan hidup dasar.
o
Airway / penilaian jalan napas. Jalan napas harus dijaga tetap bebas agar tidak
ada sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar, posisi kepala dan
leher diatur agar lidah tidak jatuh ke belakang menutupi jalan napas, yaitu
tarik mandibula ke depan, dan buka mulut. Penderita dengan sumbatan jalan
13
napas total, harus segera ditolong dengan lebih aktif, melalui intubasi
hidung. Pada syok anafilaktik yang disertai udem laring, dapat mengakibatkan
terjadinya obstruksi jalan napas total atau parsial. Penderita yang mengalami
sumbatan jalan napas parsial, selain ditolong dengan obat-obatan, juga harus
Obat - obatan
mengobati syok anafilaksis. Obat ini berpengaruh untuk meningkatkan tekanan darah,
jantung. Adrenalin bekerja sebagai penghambat pelepasan histamin dan mediator lain
yang poten. Mekanisme kerja adrenalin adalah meningkatkan cAMP dalam sel mast
pembuluh darah arteri dan memicu denyut dan kontraksi jantung sehingga
menimbulkan tekanan darah naik seketika dan berakhir dalam waktu pendek.3,8
sekitar lesi pada sengatan serangga merupakan pilihan pertama pada penatalaksanaan
intramuskuler. Pada pasien dalam keadaan syok, absorbsi intramuskuler lebih cepat
dan lebih baik dari pada pemberian subkutan. Berikan 0,5 ml larutan 1:1000 (0,3-0,5
14
mg) untuk orang dewasa dan 0,01 ml/kg BB untuk anak. Dosis diatas dapat diulang
beberapa kali tiap 5-15 menit, sampai tekanan darah dan nadi menunjukkan
perbaikan.3,4,8,10
tertentu saja misalnya pada saat syok (mengancam nyawa) ataupun selama anestesia.
Pada saat pasien tampak sangat kesakitan serta kemampuan sirkulasi dan absorbsi
dalam injeksi intravena lambat dengan dosis 500 mcg (5ml dari pengenceran injeksi
adrenalin 1:10000) diberikan dengan kecepatan 100 mcg/menit dan dihentikan jika
respon dapat dipertahankan. Pada anak-anak dapat diberi dosis 10 mcg/kg BB(0,1
lambat selama beberapa menit. Individu yang mempunyai resiko tinggi untuk
mengalami syok anafilaksis perlu membawa adrenalin setiap waktu dan selanjutnya
perlu diajarkan cara penyuntikkan yang benar. Pada kemasan perlu diberi label, pada
kasus kolaps yang cepat orang lain dapat memberikan adrenalin tersebut.3,4,8
mediator dengan cara menghambat pada tempat reseptor-mediator tetapi bukan bukan
dapat diberikan oral atau parenteral. Pada keadaan anafilaksis berat antihistamin dapat
diberikan intravena. Untuk AH2 seperti simetidin (300 mg) atau ranitidin (150mg)
harus diencerkan dengan 20 ml NaCl 0,9% dan diberikan dalam waktu 5 menit. Bila
15
gantinya dipakai ranitidin. Antihistamin yang juga dapat diberikan adalah
selama 48 jam.3,4,7,9
kortikosteroid tidak banyak membantu pada tata laksana akut anafilaksis dan hanya
digunakan pada reaksi sedang hingga berat untuk memperpendek episode anafilaksis
menjadi efektif setelah 4-6 jam pemberian. Metilprednisolon 125 mg intravena dpt
diberikan tiap 4-6 jam sampai kondisi pasien stabil (yang biasanya tercapai setelah 12
jam), atau hidrokortison intravena 7-10 mg/Kg BB, dilanjutkan dengan 5 mg/kgBB
7 mg/KgBB selama 10-20 menit, dapat diikuti dengan infus 0,6 mg/Kg BB/jam, atau
dan diberikan perlahan-lahan sekitar 15 menit. Pilihan yang lain adalah bronkodilator
sebanyak 0,25 cc-0,5 cc dalam 2-4 ml NaCl 0,99% diberikan melalui nebulisasi.3,4,9
Apabila tekanan darah tidak naik dengan pemberian cairan, dapat diberikan
vasopresor melalui cairan infus intravena. Larutan 1 ml epineprin 1:1000 dalam 250
ml dextrose (konsentrasi 4 mg/ml) diberikan dengan infus 1-4 mg/menit atau 15-60
sampai dosis maksimum 10 mg/ml, atau aramin 2-5 mg bolus IV pelan-pelan, atau
atau Dopamin 0,3-1,2 mg/Kg BB/jam secara infus dengan dextrose 5%. 3,4,9
Terapi Cairan.
16
Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur intravena untuk
tekanan darah dan curah jantung serta mengatasi asidosis laktat. Pemilihan jenis
cairan antara larutan kristaloid dan koloid tetap merupakan mengingat terjadinya
larutan kristaloid, maka diperlukan jumlah 3-4 kali dari perkiraan kekurangan volume
plasma. Biasanya, pada syok anafilaktik berat diperkirakan terdapat kehilangan cairan
20-40% dari volume plasma. Sedangkan bila diberikan larutan koloid, dapat diberikan
volume nterstitial, dan intra sel. Cairan plasma atau pengganti plasma berguna untuk
Observasi
Dalam keadaan gawat, sangat tidak bijaksana bila penderita syok anafilaktik
dikirim ke rumah sakit, karena dapat meninggal dalam perjalanan. Kalau terpaksa
sesuai dengan fasilitas yang tersedia dan transportasi penderita harus dikawal oleh
dokter. Posisi waktu dibawa harus tetap dalam posisi telentang dengan kaki lebih
tinggi dari jantung. Kalau syok sudah teratasi, penderita jangan cepat-cepat
dipulangkan, tetapi harus diobservasi dulu selama selama 24 jam, 6 jam berturut-turut
kesadaran, vital sign, dan produksi urine), analisa gas darah, elektrokardiografi, dan
17
komplikasi karena edema laring, gagal nafas, syok dan cardiac arrest. Kerusakan otak
menetap sampai beberapa bulan, infark miokard, aborsi, dan gagal ginjal juga pernah
dilaporkan. Penderita yang telah mendapat adrenalin lebih dari 2-3 kali suntikan,
18
Gb. 3Algoritme Resusitasi SyokAnafilaksis
19
Pencegahan
alergi penderita dengan cermat akan sangat membantu menentukan etiologi dan faktor
risiko anafilaksis. Individu yang mempunyai riwayat penyakit asma dan orang yang
mempunyai riwayat alergi terhadap banyak obat, mempunyai resiko lebih tinggi
Melakukan skin test bila perlu juga penting, namun perlu diperhatian bahwa
tes kulit negatif pada umumnya penderita dapat mentoleransi pemberian obat-obat
tersebut, tetapi tidak berarti pasti penderita tidak akan mengalami reaksi anafilaksis.
Orang dengan tes kulit negatif dan mempunyai riwayat alergi positif mempunyai
Dalam pemberian obat juga harus berhati-hati, encerkan obat bila pemberian
selama pemberian. Pemberian obat harus benar-benar atas indikasi yang kuat dan
tepat. Hindari obat-obat yang sering menyebabkan syok anafilaktik. Catat obat
penderita pada status yang menyebabkan alergi. Jelaskan kepada penderita supaya
menghindari makanan atau obat yang menyebabkan alergi. Hal yang paling utama
adalah harus selalu tersedia obat penawar untuk mengantisipasi reaksi anfilaksis serta
20
2.10. Prognosis
dapat kambuh kembali akibat paparan antigen spesifik yang sama. Maka dari itu perlu
yang akan menentukan tingkat keparahan dari reaksi tersebut, yaitu umur, tipe
blocker dan ACE Inhibitor, serta interval waktu dari mulai terpajan oleh alergen
21
BAB III
KESIMPULAN
Ig E yang ditandai dengan curah jantung dan tekanan arteri yang menurun hebat. Syok
anafilaktik memang jarang dijumpai, tetapi mempunyai angka mortalitas yang sangat
tinggi. Beberapa golongan alergen yang sering menimbulkan reaksi anafilaksis, yaitu
makanan, obat-obatan, dan bisa atau racun serangga. Faktor yang diduga dapat
meningkatkan risiko terjadinya anafilaksis, yaitu sifat alergen, jalur pemberian obat,
hipersensitivitas tipe I, terdiri dari fase sensitisasi dan aktivasi yang berujung pada
vasodilatasi pembuluh darah yang mendadak, keaadaan ini disebut syok anafilaktik.
Manifestasi klinis anafilaksis sangat bervariasi. Gejala dapat dimulai dengan gejala
prodormal kemudian menjadi berat, tetapi kadang-kadang langsung berat yang dapat
anfilaktik harus cepat dan tepat mulai dari hentikan allergen yang menyebabkan reaksi
anafilaksis; baringkan penderita dengan kaki diangkat lebih tinggi dari kepala;
penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi jantung paru; pemberian adrenalin dan obat-
obat yang lain sesuai dosis; monitoring keadaan hemodinamik penderita bila perlu
berikan terapi cairan secara intravena, observasi keadaan penderita bila perlu rujuk ke
anafilaktik terutama yang disebabkan oleh obat-obatan. Apabila ditangani secara cepat
menyebabkan kematian.
22
DAFTAR PUSTAKA
3. Ewan, PW. Anaphylaxis dalam ABC of Allergies; 1998. BMJ. Vol 316. Hal 1442-
14455.
4. Anonim. Anaphylactic Shock. 2008 [cited: 20 Maret 2009]. Available from: URL:
www.duniakedokteran.cq.bz.7.
5. Sampson HA, et al. Clinicl Immunologist and Allergist Pricess. Margaret and
Fremantle Hospitals, Western Australia; 20068.
9. Putra TR, Herman H. Reaksi Anafilaksis dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi
Penyakit Dalam. SMF Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana; 1994. hal 77-80.12.
10. Anonim. Syok dan Penanggulangannya. 2009 [cited: 20 Maret 2009]. Available
from:URL: www.shineupyourlife.com.
23