PENDAHULUAN
1
angka kematian dilaporkan 2 kasus tiap 10.000 total pasien anafilaksis pada
tahun 2005 dan mengalami peningkatan 2 kali lipat pada tahun 2006. Oleh sebab
itu penulis tertarik untuk membahas Syok Anafilaktik dalam bentuk referat ini.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk dapat mengetahui konsep, asuhan keperawatan dan penanganan syok
anafilaktik.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu mengetahui konsep anafilaksis
b. Mahasiswa mampu mengetahui asuhan keperawatan pada pasien yang
mengalami syok anafilaksis
c. Mahasiswa mampu mengetahui analisa PICO VIA anafilaksis
1.4 Manfaat
Manfaat dari segi teoritis mahasiswa mengetahuiasuhan keperawatan dan cara
penanganan pada pasien yang mengalami syok anakfilasis (sengatan tawon).
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Epidemiologi
Insiden anafilaksis sangat bervariasi, di Amerika Serikat disebutkan
bahwa angka kejadian anafilaksis berat antara 1-3 kasus/10.000 penduduk,
paling banyak akibat penggunaan antibiotik golongan penisilin dengan
kematian terbanyak setelah 60 menit penggunaan obat. Sementara di
Indonesia, khususnya di Bali, angka kematian dari kasus anafilaksis
dilaporkan 2 kasus/10.000 total pasien anafilaksis pada tahun 2005 dan
mengalami peningkatan prevalensi pada tahun 2006 sebesar 4 kasus/10.000
total pasien anafilaksis. Anafilaksis dapat terjadi pada semua ras di dunia.
Beberapa sumber menyebutkan bahwa anafilaksis lebih sering terjadi pada
perempuan, terutama perempuan dewasa muda dengan insiden lebih tinggi
sekitar 35% dan mempunyai risiko kira-kira 20 kali lipat lebih tinggi
dibandingkan laki-laki. Berdasarkan umur, anafilaksis lebih sering pada anak-
3
anak dan dewasa muda, sedangkan pada orang tua dan bayi anafilaksis jarang
terjadi (Miller RL, 2015).
4
Enzim : Tripsin,Chymotripsin, Penicillinase, As-
paraginase
Vaksin dan Darah
Toxoid : ATS, ADS, SABUA
Ekstrak alergen untuk uji kulit
Dextran
Antibiotika:
Penicillin,Streptomisin,Cephalosporin,Tetrasiklin,Ciproflo
xacin,Am photericin B, Nitrofurantoin.
Agen diagnostik-kontras
Vitamin B1, Asam folat Agent anestesi: Lidocain, Procain,
Lain-lain: Barbiturat, Diazepam, Phenitoin, Protamine,
Aminopyrine, Acetil cystein , Codein, Morfin, Asam
salisilat dan HCT
Bisa serangga Lebah Madu, Jaket kuning, Semut api Tawon (Wasp)
Lain-lain Lateks, Karet, Glikoprotein seminal fluid
5
pada tungkai, sesak, serak, mual, pusing, lemas dan sakit perut (Neugut AI,
2015).
Keadaan bingung dan gelisah diikuti pula oleh penurunan kesadaran
sampai terjadi koma merupakan gangguan pada susunan saraf pusat.Pada
sistem kardiovaskular terjadi hipotensi, takikardia, pucat, keringat dingin,
tanda-tanda iskemia otot jantung (angina), kebocoran endotel yang
menyebabkan terjadinya edema, disertai pula dengan aritmia.Sementara pada
ginjal, terjadi hipoperfusi ginjal yang mengakibatkan penurunan pengeluaran
urine (oligouri atau anuri) akibat penurunan GFR, yang pada akhirnya
mengakibatkan terjadinya gagal ginjal akut (Suriana, 2017).
2.1.5 Patofisiologi
Coomb dan Gell (1963) mengelompokkan anafilaktik dalam
hipersensitivitas tipe I (Immediate type reaction).Mekanisme anafilaktik
melalui 2 fase, yaitu fase sensitisasi dan aktivasi.Fase sensitisasi merupakan
waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan Ig E sampai diikatnya oleh
reseptor spesifik pada permukaan mastosit dan basofil. Sedangkan fase
aktivasi merupakan waktu selama terjadinya pemaparan ulang dengan antigen
yang sama sampai timbulnya gejala.
Reaksi hipersensitivitas tipe I, atau tipe cepat ini ada yang membagi
menjadi reaksi anafilaktik (tipe Ia) dan reaksi anafilaktoid (tipe Ib). Untuk
terjadinya suatu reaksi selular yang berangkai pada reaksi tipe Ia diperlukan
interaksi antara IgE spesifik yang berikatan dengan reseptor IgE pada sel mast
atau basofil dengan alergen yang bersangkutan.
Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran
makan ditangkap oleh Makrofag. Makrofag segera mempresentasikan antigen
tersebut kepada Limfosit T, dimana ia akan mensekresikan sitokin (IL4, IL13)
yang menginduksi Limfosit B berproliferasi menjadisel Plasma (Plasmosit).
6
Sel plasma memproduksi Ig E spesifik untuk antigen tersebut kemudian
terikat pada reseptor permukaan sel Mast (Mastosit) dan basophil.
Mastosit dan basofil melepaskan isinya yang berupa granula yang
menimbulkan reaksi pada paparan ulang. Pada kesempatan lain masuk alergen
yang sama ke dalam tubuh. Alergen yang sama tadi akan diikat oleh Ig E
spesifik dan memicu terjadinya reaksi segera yaitu pelepasan mediator
vasoaktif antara lain histamin, serotonin, bradikinin dan beberapa bahan
vasoaktif lain dari granula yang di sebut dengan istilah preformed mediators.
Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat dari
membran sel yang akan menghasilkan leukotrien (LT) dan prostaglandin (PG)
yang terjadi beberapa waktu setelah degranulasi yang disebut newly formed
mediators. Fase Efektor adalah waktu terjadinya respon yang kompleks
(anafilaktik) sebagai efek mediator yang dilepas mastosit atau basofil dengan
aktivitas farmakologik pada organ organ tertentu.Histamin memberikan efek
bronkokonstriksi, meningkatkan permeabilitas kapiler yang nantinya
menyebabkan edema, sekresi mucus, dan vasodilatasi.Serotonin
meningkatkan permeabilitas vaskuler dan Bradikinin menyebabkan kontraksi
otot polos.Platelet activating factor (PAF) Berefek bronkospasme dan
meningkatkanpermeabilitas vaskuler, agregasi dan aktivasi
trombosit.Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinofil dan
neutrofil.Prostaglandin leukotrien yang dihasilkan menyebabkan
bronkokonstriksi.
Vasodilatasi pembuluh darah yang terjadi mendadak menyebabkan
terjadinya fenomena maldistribusi dari volume dan aliran darah.Hal ini
menyebabkan penurunan aliran darah balik sehingga curah jantung menurun
yang diikuti dengan penurunan tekanan darah.Kemudian terjadi penurunan
tekanan perfusi yang berlanjut pada hipoksia ataupun anoksi jaringan yang
berimplikasi pada keaadan syok yang membahayakan penderita.
7
2.1.6 Diagnosis
American Academy of Allergy, Asthma and Immunology telah
membuat suatu kriteria diagnosis anafilaktik. Kriteria pertama adalah onset
akut dari suatu penyakit (beberapa menit hingga beberapa jam) dengan
terlibatnya kulit, jaringan mukosa atau kedua-duanya (misalnya bintik-bintik
kemerahan pada seluruh tubuh, pruritus, kemerahan, pembengkakan bibir,
lidah, uvula), dan salah satu dari respiratory compromise (misalnya sesak
nafas, bronkospasme, stridor, wheezing , penurunan PEF, hipoksemia) dan
penurunan tekanan darah atau gejala yang berkaitan dengan disfungsi organ
sasaran (misalnya hipotonia, sinkop, inkontinensia).
Kriteria kedua, dua atau lebih gejala berikut yang terjadi secara
mendadak setelah terpapar alergen yang spesifik pada pasien tersebut
(beberapa menit hingga beberapa jam), yaitu keterlibatan jaringan mukosa
kulit (misalnya bintik-bintik kemerahan pada seluruh tubuh, pruritus,
kemerahan, pembengkakan bibir-lidah-uvula); Respiratory compromise
(misalnya sesak nafas, bronkospasme, stridor, wheezing, penurunan PEF,
hipoksemia); penurunan tekanan darah atau gejala yang berkaitan (misalnya
hipotonia, sinkop, inkontinensia); dan gejala gastrointestinal yang persisten
(misalnya nyeri abdominal, kram, muntah).
Kriteria ketiga yaitu terjadi penurunan tekanan darah setelah terpapar
pada allergen yang diketahui beberapa menit hingga beberapa jam (syok
anafilaktik). Pada bayi dan anak anak, tekanan darah sistolik yang rendah
(spesifik umur) atau penurunan darah sistolik lebih dari 30%. Sementara pada
orang dewasa, tekanan darah sistolik kurang dari 90 mmHg atau penurunan
darah sistolik lebih dari 30% dari tekanan darah awalSedangkan kriteria dari
Syok Anafilaksis sebagai berikut :
a. Secara tiba-tiba onsetnya dan progresi yang cepat dari gejala
1. Pasien terlihat baik atau tidak baik
8
2. Kebanyakan reaksi terjadi dalam beberapa menit, jarang reaksi terjadi
lebih lambat dari Onset
3. Waktu onset reaksi anfilaksis tergantung tipe trigger. Trigger intravena
akan lebih cepat onsetnya daripada sengatan, dan cenderung disebabkan
lebih cepat onsetnya dari trigger ingesti oral. Pasien biasanya cemas dan
dapat mengalami “sense of impending” Life-threatening Airway and/or
Breathing and/or Circulation Problems
2.1.7 Penatalaksanaan
Menurut Stephan FK (2015) Tindakan pertama yang paling penting
dilakukan adalah mengidentifikasi dan menghentikan kontak dengan alergen
yang diduga menyebabkan reaksi anafilaktik.Segera baringkan penderita pada
alas yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi dari kepala untuk meningkatkan
aliran darah balik vena, dalam usaha memperbaiki curah jantung dan
menaikkan tekanan darah.Tindakan selanjutnya adalah penilaian airway,
breathing, dan circulation dari tahapan resusitasi jantung paru untuk
memberikan kebutuhan bantuan hidup dasar.
a. Airway / penilaian jalan napas
Jalan napas harus dijaga tetap bebas agar tidak ada sumbatan sama sekali.
Untuk penderita yang tidak sadar, posisi kepala dan leher diatur agar lidah
tidak jatuh ke belakang menutupi jalan napas, yaitu dengan melakukan
triple airway manuver yaitu ekstensi kepala, tarik mandibula ke depan, dan
buka mulut. Penderita dengan sumbatan jalan napas total, harus segera
ditolong dengan lebih aktif, melalui intubasi endotrakea, krikotirotomi,
atau trakeotomi.
b. Breathing
Support segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak ada tanda-
tanda bernapas spontan, baik melalui mulut ke mulut atau mulut ke hidung.
Pada syok anafilaktik yang disertai udem laring, dapat mengakibatkan
9
terjadinya obstruksi jalan napas total atau parsial. Penderita yang
mengalami sumbatan jalan napas parsial, selain ditolong dengan obat-
obatan, juga harus diberikan bantuan napas dan oksigen 5-10 liter/menit.
c. Circulation
Support yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a. karotis atau a.
femoralis), segera lakukan kompresi jantung luar. Selain penanganan
diatas ada juga penanganan umum yang harus di lakukan yaitu :
1. Hentikan obat/identifikasi obat yang diduga menyebabkan reaksi
anafilaksis.
2. Torniquet, pasang torniquet di bagian proksimal daerah masuknya obat
atau sengatan hewan longgarkan 1-2 menit tiap 10 menit.
3. Posisi, tidurkan dengan posisi Trandelenberg, kaki lebih tinggi dari
kepala (posisi shock) dengan alas keras.
4. Bebaskan airway, bila obstruksi intubasi-cricotyrotomi-tracheostomi
5. Berikan oksigen, melalui hidung atau mulut 5-10 liter /menit bila tidak
bia persiapkandari mulut kemulut.
6. Pasang cathether intra vena (infus) dengan cairan elektrolit seimbang
atau Nacl isiologis, 0,5-1liter dalam 30 menit (dosis dewasa)
monitoring dengan Tensi dan produksi urine Pertahankan tekanan darah
sistole >100mmHg diberikan 2-3L/m2 luas tubuh /24 jam Bila<
100mmHg beri Vasopressor (Dopamin) Tensi tak terukur 20 cc/kg
,Apabila sistole < 100 mmHg 500 cc/1/2 jam dan apabila sistole > 100
mmHg 500 cc/ 1 Jam .
7. Bila perlu pasang CVP Medikamentosa
Adrenalin 1:1000, 0,3 –0,5 ml SC/IM lengan atas , paha, sekitar lesi
pada venom .Dapat diulang 2-3 x dengan selang waktu 15-30 menit,
Pemberian IV pada stadium terminal / pemberian dengan dosis1 ml
gagal , 1:1000 dilarutkan dalam 9 ml garam faali diberikan 1-2 ml
selama 5-20 menit (anak 0,1 cc/kg BB).
10
8. Diphenhidramin IV pelan (+ 20 detik ) ,IM atau PO (1-2 mg/kg BB)
sampai 50 mg dosis tunggal, PO dapat dilanjutkan tiap 6 jam selama 48
jam bila tetap sesak + hipotensi segera rujuk, (anak :1-2 mg /kgBB/ IV)
maximal 200mg IV.
9. Aminophilin, bila ada spasme bronchus beri 4-6 mg/ kg BB dilarutkan
dalam 10 ml garam faali atau D5, IV selama 20 menit dilanjutkan 0,2 –
1,2 mg/kg/jam. Corticosteroid 5-20 mg/kg BB dilanjutkan 2-5 mg/kg
selama 4-6 jam, pemberian selama 72 jam .Hidrocortison IV, beri
cimetidin 300mg setelah 3-5 menit.
11
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SYOK ANAFILAKSIS
SENGATAN TAWON
3.1 Kasus
An. Y umur 14 tahun datang diantar keluagranya dalam keadaan sadar ke RSUP
Sanglah, pada tanggal 24 Agustus 2019 dengan keluhan bengkak pada kelopak
mata kanan. Bengkak dirasakan sejak 2 jam SMRS setelah tersengat tawon di
rumah. Bengkak pada kelopak mata dirasakan tebal, panas, dan mengganggu
lapang pandang. Saat itu pasien sedang solat di pinggir rumahnya dan tiba-tiba
pasien disengat tawon sebelum sempat menghindar. Pasien mengatakan tersengat
di dua lokasi yaitu di kelopak mata kanan bagian atas dan di belakang leher.
Keluhan lainnya adalah pasien merasakan gatal dan bentol kemerahan yang
terasa panas di sekujur tubuhnya yakni di bagian perut, wajah, kedua kaki dan
tangan yang dirasakan beberapa menit setelah tersengat tawon. Pasien
menyatakan hanya mengoleskan minyak pada lokasi bengkak dan kemerahan di
kulitnya, namun karena tidak kunjung membaik pasien memutuskan untuk
datang ke UGD RSUP Sanglah. Hasil TTV saat masuk di RS TD: 120/70 mmHg,
N : 82x/menit, RR : 20x/menit dan S : 36,5℃.
3.2 Pengkajian
a. Identitas Pasien
Nama : An. Y
Umur : 14 tahun
b. Keluhan utama
Bengkak dikelopak mata
12
c. Riwatat penyakit sekarang
An. Y datang ke RS diantar Kelurganya dikarenakan sengatan lebah dan
mengalami bengkak pada kelopak mata dirasakan tebal, panas, dan
mengganggu lapang pandang. Saat itu pasien sedang solat di pinggir
rumahnya dan tiba-tiba pasien disengat tawon sebelum sempat menghindar.
Pasien mengatakan tersengat di dua lokasi yaitu di kelopak mata kanan
bagian atas dan di belakang leher. Keluhan lainnya adalah pasien merasakan
gatal dan bentol kemerahan yang terasa panas di sekujur tubuhnya yakni di
bagian perut, wajah, kedua kaki dan tangan yang dirasakan beberapa menit
setelah tersengat tawon
d. Pemeriksaan fisik
Mata an. Y mengalami bengkak di bagian kanan bagian atas, dibengkak di
bagian belakang leher.
Mata an.Y mengali gatal – gatal, kemerahan dan panas di sekujur tubuh
e. Analisa Data
No Symptom Etiologi Problem
1 Ds : Sengatan tawon Hipersensitivitas
a. An. Y mengatakan di
sengat tawon didua lokasi
yaitu di kelopak mata
kanan bagian atas dan di
belakang leher.
b. An. Y mengatakan kelopak
matanya bengkak terasa
panas, tebal dan
menghalangi lapang
pandang.
c. An. Y mengatakan sekujur
13
tubuhnya gatal dan bentol
kemerahan yang terasa
panas yakni di bagian
perut, wajah, kedua kaki
dan tangan yang dirasakan
beberapa menit setelah
tersengat tawon
Do :
a. Kelopak mata dan leher
An. Y tampak bengkak dan
memerah
b. Saat dilakukan palpasi
bagian kelopak mata dan
leher yang bengkak terasa
panas.
c. An. Y terlihat gelisah dan
menggaruk – garuk sekujur
badanya
d. TTV :
1. TD : 120/70 mmHg
2. N : 82x/menit
3. RR : 20x/menit
4. S : 36,5 ℃
14
3.4 Jurnal
Judul : World Allergy OrganizationGuidelines for the assessment and
Managementof anaphylaxis.
Penulis : F. Estelle R. Simonsa, Ledit R.F. Ardussob, M. Beatrice Bilo`c,
Vesselin Dimovd, Motohiro Ebisawae, Yehia M. El-Gamalf, Dennis
K. Ledfordg, Richard F. Lockeyg, Johannes Ringh,Mario Sanchez-
Borgesi, Gian Enrico Sennaj, Aziz Sheikhk. Bernard Y. Thongl,
Margitta Worm.
Publikasi :WAO Anaphylaxis Guidelines Simons et al.
Abstrack :
Purpose of review
The World Allergy Organization (WAO) Guidelines for the assessment and
management of anaphylaxispublished in early 2011 provide a global perspective
on patient risk factors, triggers, clinical diagnosis,treatment, and prevention of
anaphylaxis. In this 2012 Update, subsequently published, clinically
relevantresearch in these areas is reviewed.
Recent findings
Patient risk factors and co-factors that amplify anaphylaxis have been
documented in prospective studies.The global perspective on the triggers of
anaphylaxis has expanded. The clinical criteria for the diagnosis
of anaphylaxis that are promulgated in the Guidelines have been validated. Some
aspects of anaphylaxistreatment have been prospectively studied. Novel
investigations of self-injectable epinephrine for treatmentof anaphylaxis
recurrences in the community have been performed. Progress has been made
with regard tomeasurement of specific IgE to allergen components (component-
resolved testing) that might help todistinguish clinical risk of future anaphylactic
episodes to an allergen from asymptomatic sensitization to theallergen. New
strategies for immune modulation to prevent food-induced anaphylaxis and new
15
insights intosubcutaneous immunotherapy to prevent venom-induced anaphylaxis
have been described.
Summary
Research highlighted in this Update strengthens the evidence-based
recommendations for assessment,management, and prevention of anaphylaxis
made in the WAO Anaphylaxis Guidelines.
Keywords
clinical diagnosis of anaphylaxis, epinephrine (adrenaline) in first-line treatment
of anaphylaxis,patient risk factors for anaphylaxis, prevention of anaphylaxis
16
jika ada gangguan pernapasan dan / atau muntah;
meninggikan ekstremitas bawah; kematiandapat terjadi
dalam beberapa detik jika pasien berdiri atau duduk tiba-
tiba. (7) berikan oksigen tambahan aliran tinggi (6-8 L /
menit), dengan masker wajah atau jalan napas orofaringeal.
(8) Menetapkan akses intravena menggunakan jarum atau
kateter dengan kanula bor lebar (pengukur 14-16). (9) Bila
ditunjukkan, berikan 1–2 liter salin 0,9%(isotonik) cepat
(misalnya 5-10 ml / kg dalam 5-10 menit pertama) untuk
orang dewasa; 10 ml / kg untuk anak-anak). (10) Bila
diindikasikan, kapan saja, lakukan resusitasi
kardiopulmoner dengan kompresi dada terus menerus dan
penyelamatan pernapasan.
3 C Tidak Dalam jurnal tidak dijelaskan comparasi dalam intervensi
4 O Ya Pada syok anafilaksis gejala hipotensi diberikan terapi
epinefrin untuk meningkatan tekanan darah .
17
dan NaCL 0,9% tersebut.
3.5 Jurnal
18
quality of life. In this review, the risk of SSR in venom allergy and how VIT
changed this risk are discussed.
Keywords :
Allergy, anaphylaxis, venom, immunotherapy, immune tolerance
19
dapat membantu meningkatkan keberhasilan
pengobatan. Beberapa pasien peka terutama terhadap
Api m 10, yang merupakan alergen yang kurang
terwakili dalam beberapa persiapan VIT yang dapat
menyebabkan kegagalan pengobatan.
20
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Syok anafilatik atau anafilaksis adalah reaksi alergi yang tergolong berat
Karena dapat mengancam nyawa penderitaanya. Reaksi alergi ini berkembang
dengan cepat bisa terjadi dalam hitungan menit setelah penderita terpapar oleh
penyebab alergi (allergen). Reaksi anafilaksis terjadi ketika sistem imun tubuh
merespons allergen yang di anggap berbahaya secara berlebihan, sehingga
mengakibatkan tekanan darah turun secara tiba-tiba (syok). Reaksi
hipersensitivitas atau reaksi alergi dikenal sebagai reaksi yang segera timbul
sesudah alergen masuk ke dalam tubuh. Hipersensivitas akut atau alergi akibat
sengatan tawon dapat berupa reaksi lokal maupun sistemik yang dapat
menimbulkan efek ke berbagai organ sampai menyebabkan kematian. Reaksi
alergi yang mempengaruhi seluruh tubuh di anggap sebagai kondisi medis yang
darurat.
4.2 Saran
Menurut kami makalah yang kami buat masih jauh dari kata sempurna
kami harap sekiranya pembaca mencari referensi lain bagi acuan pembelajaran.
21
DAFTAR PUSTAKA
22