Anda di halaman 1dari 11

PATOFISIOLOGI

SYOK ANAFILAKTIK

Pembimbing:
dr. Mas Wisnuwardhana Sp.A

Disusun oleh:
Aditya Yogarama
030.11.006

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BEKASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 24 JULI 30 SEPTEMBER 2017
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI2

BAB I DEFINISI...3

BAB II PATOFISIOLOGI4

BAB III DIAGNOSIS..7

BAB IV TATALAKSANA.9

DAFTAR PUSTAKA11

2
BAB I
DEFINISI

Syok merupakan suatu sindrom klinis akibat kegagalan sistem sirkulasi dalam mencukupi
kebutuhan nutrien dan oksigen baik dari segi pasokan maupun utilisasinya untuk metabolisme
seluler jaringan tubuh, sehingga terjadi defisiensi akut oksigen di tingkat seluler. Berdasarkan
kegagalan komponen penunjang sirkulasi, syok dibagi menjadi syok hipovolemik, kardiogenik,
dan distributif. Anafilaktik merupakan salah satu penyebab dari syok yang diesebabkan oleh
reaksi alergi.(1)
Anafilaktik didefinisikan sebagai reaksi alergi yang onsetnya cepat dan dapat menyebabkan
kematian. Anafilaktik dapat terjadi pada semua kelompok usia. Tanda-tanda awal dan gejala
pada bayi dan anak dengan anafilaktik, dapat berakibat fatal, sering melibatkan gangguan
pernapasan dan peredaran darah.(2)
Reaksi alergi pada anafilaktik bersifat sistemik, dihasilkan dari reaksi hipersensitivitas tipe I
yang sudah berat, yaitu reaksi hipersensitivitas yang dimediasi oleh IgE. Anafilaktik terjadi
ketika terdapat adanya pelepasan mediator aktif dari sel mast dan basofil secara mendadak yang
dapat menimbulkan gejala-gejala pada sistem respirasi (bronkospasme, edema laring),
kardiovaskular (hipotensi, disritmia, iskemia miokardial), gastrointestinal (nausea, nyeri kolik
abdomen, vomitus, dan diare), maupun pada kulit (urtikaria, angioedema). Anafilaktik
dimanifetasikan dalam bentuk paling berat yaitu syok anafilaktik yang terjadi secara tiba-tiba,
melibatkan proses sistemik, dan dapat berpotensi fatal.(3,4)

3
BAB II
PATOFISIOLOGI

Hipersensitivitas merupakan respon imun yang mengalami perubahan terhadap antigen


menjadi allergen yang menyebabkan timbulnya penyakit atau kerusakan pada tubuh. Reaksi
hipersensitivitas dapat diklasifikasikan menjadi 2 jalur; dimana sumbernya dari antigen yang
diserang sistem imun (alergi, autoimun) dan adanya mekanisme yang menyebabkan penyakit
(tipe I, II, III, dan IV). Syok anafilaktik merupakan reaksi hipersensitivitas tipe I yang telah jatuh
dalam keadaan syok dimana terdapat kegagalan sirkulasi pada tubuh. Onset terjadi secara cepat
dan progresifitas dapat terjadi secara cepat.

Gambar 1. Mekanisme Reaksi Tipe I

Reaksi tipe I dimediasi oleh IgE spesifik antigen dan produk dari sel mast. Alergi yang
paling umum terjadi (misal alergi serbuk sari) merupakan reaksi tipe I. Pada beberapa individu,
paparan terhadap antigen disekitar lingkungannya dapat menyebabkan produksi IgE secara
primer. Paparan berulang terhadap antigen diperlukan untuk mendapatkan produksi IgE yang
cukup sehingga dapat menimbulkan sensitisasi terhadap individu. IgE relatif memiliki jangka
hidup yang pendek dalam darah karena secara cepat diikat oleh reseptor Fc yang memiliki
afinitas sangat tinggi di membran plasma pada sel mast. Ikatan antara kompleks reseptor IgE-FC

4
dengan antigen pada permukaan sel mast mengaktivasi sinyal jalur intrasel dan degranulasi sel
mast.

Gambar 2. Aktivasi Sel Mast

Produk degranulasi sel mast dapat memodulasi hampir seluruh aspek dari respon
inflamasi akut. Mediator yang memiliki potensi paling kuat adalah histamin yang mana
mempengaruhi beberapa sel kunci yang menjadi target. Bekerja melalui reseptor H1, histamin
mengkontraksikan otot polos bronkial dan menyebabkan konstriksi bronkial; meningkatkan
permeabilitas vaskular dan menyebabkan edema; serta menimbulkan vasodilatasi sehingga
meningkatkan aliran darah pada area tertentu.
Interaksi histamin dengan reseptor H2 meningkatkan sekresi asam lambung dan
menurunkan pelepasan histamin dari sel mast dan basophil. Hal ini menimbulkan mekanisme
feedback negatif sehingga menghentikan degranulasi. Aktivitas penting lainnya dari histamin
adalah meningkatkan aktivitas kemotaktik faktor lain, seperti eosinophil chemotactic factor of
anaphylaxis (ECF-A), yang menarik eosinophil ke tempat reaksi inflamasi alergi dan mencegah
migrasi faktor tersebut dari tempat peradangan.
Syok anafilaktik merupakan dampak dari hipersensitivitas yang telah meluas pada
alergen yang menjadi pemicu suatu reaksi yang dikenal dengan anafilaktik. Penyebab imunologis
berhubungan dengan efek inflamasi dan vasodilatasi. Produksi dari sel mast, yaitu IgE, dan

5
reseptor afinitas rendah IgE (FceRI) diinduksi oleh respon selular terhadap antigen. Perubahan
fisiologis yang berkaitan dengan inflamasi dan respon imun berupa vasodilatasi masif,
peripheral pooling, dan hipovolemia relatif yang menyebabkan terjadinya penurunan perfusi ke
jaringan dan adanya gangguan metabolisme selular.

Gambar 3. Patofisiologi Syok Anafilaktik

Syok anafilaktik dapat menimbulkan kegawatan dan gejala dapat muncul dengan sangat
cepat, seperti kulit kemerahan dan gatal, pembengkakan tenggorok, serta hipotensi yang
berkaitan dengan adanya vasodilatasi masif dan inflamasi sistemik yang dapat berlanjut menjadi
kematian dalam beberapa menit jika tidak segera diatasi.
Beberapa alergen yang diketahui menjadi penyebab reaksi hipersensitivitas adalah makanan,
serangga dan ular berbisa, serbuk sari, obat-obatan, dan lateks. Begitu masuk dalam tubuh,
alergen menyebabkan inflamasi dan respon imun yang luas. Efek vaskular pada respon ini dapat
berupa vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler sehingga menyebabkan peripheral
pooling dan edema jaringan. Efek ekstravaskular dapat berupa konstriksi dari otot halus. Hal ini
sering menyebabkan kesulitan dalam respirasi dikarenakan cenderung mempengaruhi lapisan
otot polos di dinding saluran napas. (5)

6
BAB III
DIAGNOSIS

a) Anamnesis(3,4)
- Riwayat Penyakit Sekarang
Makanan atau obat, baik oral maupun parenteral, yang dikonsumsi atau
diinjeksi dalam waktu 1 jam sebelum timbulnya onset gejala sangat
mengindikasikan adanya reaksi anafilaktik
- Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya riwayat anafilaktik sebelumnya karena alergen tertentu, misalnya
makanan
Adanya riwayat anafilaktik sebelumnya dengan alergen yang sama
Adanya riwayat alergi obat signifikan pada pasien rawat inap dan riwayat
asma pada pasien rawat jalan
Adanya riwayat alergi sebelumnya

b) Pemeriksaan Fisik(3,4)
- Manifestasi Klinis
Kulit : Pruritus, urtikaria-angioedema, eritema, sianosis
Mata : Lakrimasi, pruritus periorbital, edema
Hidung : Bersin, rhinorrhea, kongesti, pruritus
Oral : Pruritus, edema bibir, lidah, dan palatum
Saluran Napas Atas : Pruritus, disfagia, disfonia, stridor, suara serak, edema
glottis
Saluran Napas Bawah : Dispneu, wheezing, takipneu
Kardiovaskuler: Hipotensi, takikardi, nyeri dada, aritmia
Gastrointestinal: Mual, muntah, nyeri abdomen, diare
Neurologis: pusing berputar, sakit kepala

c) Pemeriksaan Penunjang(3,4)
- Pemeriksaan Laboratorium

7
Complete Blood Counts (CBC) : Peningkatan hematokrit
Pemeriksaan darah; Gula darah, ureum, kreatinin, elektrolit (hiponatremia dan
hipokalemia)
Meningkatnya jumlah serum triptase, yang secara selektif dilepaskan oleh sel
mast, dapat dikaitkan dengan pelepasan histamin oleh degranulasi sel mast
dan dapat mengindikasikan anafilaktik
- Foto thoraks untuk kasus dengan gangguan traktus respiratorius, menunjukkan
hiperinflasi dengan atau tanpa atelektasis. Pada beberapa kasus dapat menunjukkan
edema pulmo
- Elektrokardiografi : Gambaran EKG biasanya menunjukkan segmen S-T yang datar
dengan inversi gelombang T, atrial fibrilasi, dan infark miokardial.

Tabel 1. Diagnosis Anafilaktik

8
BAB IV
TATALAKSANA
Prinsip tata laksana reaksi anafilaktik adalah sebagai berikut (2,6):
Penilaian cepat terhadap jalur nafas, pernafasan, sirkulasi, pemeriksaan dermatologik dan
status mental
Epinefrin 0,01mg/kg (1:1000)IM, dapat diulang tiap 20 menit bila perlu
Oksigen 100%, dan pertahankan jalur nafas
Pasang IV-line
Masukkan cairan intravena 10-20ml/kg, diulang bila perlu
Cek tanda vital, monitor jantung,dan pulse oximetry sesering mungkin
Anamnesis penyebab alergi dan anafilaktik, pengobatan terakhir, riwayat asma, dan
kondisi medis yang menyertainya

Tatalaksana awal pada pasien pediatrik dengan suspek anafilaktik, terlebih jika sudah jatuh
dalam keadaan syok, harus ditangani dengan sangat cepat, melalui pemeriksaan jalan nafas,
pernafasan, dan sirkulasi (airway, breathing, circulation). Setelah itu segera disusul dengan
pemberian epinefrin intramuskular. Selain itu, juga dapat diberikan oksigen dan memantau
kardio-respirasi untuk menilai pernafasan dan sirkulasi secara ketat.

9
Gambar 4. Algoritma Tatalaksana Syok Anafilaktik Pada Anak

10
DAFTAR PUSTAKA

1. Pudjiaji AH, Hegar B. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta:
Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2009. p. 294-6.
2. Trihono PP, Windiastuti R. Kegawatan pada Bayi dan Anak. Jakarta: Departemen Ilmu
Kesehatan Anak FKUI-RSCM, 2012. p. 95-101.
3. Cantani A. Pediatric Allergy, Asthma, and Immunology. Jerman: Springer-Verlag Berlin
Heidelberg, 2008. p. 1205-36.
4. Sampson HA, Wang J, Sicherer SH. Anaphylaxis. In: Kliegman RM, Staton BF, Geme JW,
Schor NF, Behrman RE, editors. Nelson textbook of pediatrics. 20th ed. Philadelphia:
Elsevier; 2016. p. 1131-5.
5. Cheek DJ, Martin L, Morris SE. Shock, multiple organ dysfuntion syndrome, and burns in
adults. In: McCance KL, Huether SE, Brashers VL, Rote NS, editors. Pathophysiology: the
biologic basis for disease in adults and children. 7th ed. 2014. p. 262-7, 1673-4.
6. Cheng A. Emergency treatment of anaphylaxis in infants and children. Pediatr Child Health.
2011 Jan;16(1):35-40.

11

Anda mungkin juga menyukai