Anda di halaman 1dari 24

REFERAT TERAPI OKSIGEN

Oleh
Aditya Yogarama
03011006

Pembimbing
dr. Nurhayati Sp. P

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG
PERIODE 1 AGUSTUS 8 OKTOBER 2016
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA

LEMBAR PENGESAHAN
Dengan hormat,
Penyusunan tugas referat dengan judul Terapi Oksigen telah dilaksanakan oleh
mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti :
Nama : Aditya Yogarama
NIM : 03011006
Dengan hasil yang sudah diterima dan disetujui oleh pembimbing dr. Nurhayati Sp. P
sebagai salah satu syarat mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu
Penyakit Dalam di Rumah Sakit Umum Daerah Karawang peiode 20 Juni 1 Agustus
2016.

Jakarta, ....................................2016

Pembimbing
dr. Nurhayati Sp.P

KATA PENGANTAR

1
Rasa syukur dan terima kasih yang tak terhingga kepada Allah SWT atas
rahmat, anugrah, nikmat-Nya kepada penulis atas kesempatan yang telah diberikan.
Ucapan terima kasih juga penulis berikan kepada dr. Nurhayati Sp. P selaku
pembimbing atas masukan arahan, waktu, dan juga ilmu yang telah diberikan
sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul Tearpi Oksigen sebagai
salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam di Rumah
Sakit Daerah Karawang periode 1 Agustus 8 oktober 2016.

Tentunya dalam prosesnya tugas ini masih terdapat banyak kekurangan dan
kesalahan. Oleh karena itu penulis memohon maaf dan harap dimaklumi, semoga
tugas ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca.

Jakarta, ................................2016

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN
Lembar Pengeshan ..................................................................................................... 1
Kata pengantar ........................................................................................................... 2
BAB I Pendahuluan ....................................................................................................4
BAB II Anatomi dan fisiologi pernafasan ................................................................. 5
BAB III Tinjauan Pustaka ....................................................................................... 10
BAB IV Kesmipulan ............................................................................................... 21
Daftar Pustaka ......................................................................................................... 22

BAB I
PENDAHULUAN

3
Oksigen merupakan suatu elemen kimia berbentuk gas yang tidak berwarna
dan tidak berbau. Tanpa oksigen mahluk hidup tidak dapat melangsungkan
kehidupannya, oleh karena itu oksigen merupakan kebutuhan mahluk hidup yang
paling penting dan paling mendasar. Selain untuk bernafas, oksigen juga dibutuhkan
manusia untuk metabolisme tubuh dan jaringan.
Dalam sejarahnya oksigen pertama kali ditemukan oleh Yoseph Prietsley di
Bristol Inggris tahun 1775 dan dipakai dalam bidang kedokteran oleh Thomas
Beddoes sejak awal tahun 1800. alvan Barach tahun 1920 mengenalkan terapi oksigen
pasien hipoksemia dan terapi oksigen jangka panjang pasien penyakit paru obstruktif
kronik. Chemiack tahun 1967 melaporkan pemberian oksigen melalui kanula hidung
dengan aliran lambat pasien hiperkapnia dan memberikan hasil yang baik tanpa
retensi CO2.
Oksigen (O2) merupakan salah satu komponen gas dan unsure vital dalam

proses metabolisme, untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh.


Secara normal elemen ini iperoleh dengan cara menghirup udara ruangan dalam setiap
kali bernafas. Penyampaian O2 ke jaringan tubuh ditentukan oleh interaksi system

respirasi, kardiovaskuler dan keadaan hematologis.


Adanya kekurangan O2 ditandai dengan keadaan hipoksia, yang dalam proses

lanjut dapat menyebabkan kematian jaringan bahkan dapat mengancam kehidupan.


Pasien dalam situasi demikian mengharapkan kompetensi sebagai dokter dalam
mengenal keadaan hipoksemia dengan segera untuk mengatasi masalah.

BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI PERNAFASAN

4
A. Anatomi Sistem Respirasi
Berdasarkan anatominya, udara masuk melalui sebuah saluran yang dibagi menjadi:
1. Saluran Nafas Bagian Atas
1. Hidung
Hidung atau naso adalah saluran pernafasan yang pertama. Ketika proses
pernafasan berlangsung, udara yang diinspirasi melalui rongga hidung akan menjalani
tiga proses yaitu penyaringan (filtrasi), penghangatan, dan pelembaban. Hidung terdiri
atas bagian- bagian sebagai berikut:
2. Faring
Merupakan pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai
persambungannya dengan esofagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Faring
dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:
1. Nasofaring

Nasofaring terletak tepat di belakang cavum nasi , di bawah basis crania dan di depan
vertebrae cervicalis I dan II. Nasofaring membuka bagian depan ke dalam cavum nasi
dan ke bawah ke dalam orofaring. Tuba eusthacius membuka ke dalam didnding
lateralnya pada setiap sisi. Pharyngeal tonsil (tonsil nasofaring) adalah bantalan
jaringan limfe pada dinding posteriosuperior nasofaring.
2. Orofaring
Merupakan pertemuan rongga mulut dengan faring,terdapat pangkal lidah). Orofaring
adalah gabungan sistem respirasi dan pencernaan , makanan masuk dari mulut dan
udara masuk dari nasofaring dan paru.
3. Laringofaring
Laringofaring merupakan bagian dari faring yang terletak tepat di belakang laring,
dan dengan ujung atas esofagus. Merupakan tempat terjadinya persilangan antara
aliran udara dan aliran makanan.
3. Laring (tenggorok)
Saluran udara dan bertindak sebagai pembentuk suara. Pada bagian pangkal ditutup
oleh sebuanh empang tenggorok yang disebut epiglottis, yang terdiri dari tulang-
tulanng rawan yang berfungsi ketika menelan makanan dengan menutup laring.
Terletak pada garis tengah bagian depan leher, sebelah dalam kulit, glandula
tyroidea, dan beberapa otot kecila, dan didepan laringofaring dan bagian atas
esopagus.
2. Saluran Nafas Bagian Bawah

5
a. Trachea atau Batang tenggorok
Merupakan tabung fleksibel dengan panjang kira-kira 10 cm dengan lebar 2,5
cm. Trachea berjalan dari cartilago cricoidea kebawah pada bagian depan leher dan
dibelakang manubrium sterni, berakhir setinggi angulus sternalis (taut manubrium
dengan corpus sterni) atau sampai kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan
di tempat ini bercabang mcnjadi dua bronckus (bronchi).
Trachea tersusun atas 16 - 20 lingkaran seperti cincin, yang terbentuk dari
tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi
lingkaran disebelah belakang trachea, selain itu juga membuat beberapa jaringan otot.
b. Bronchus
Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira
vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi
oleh jenis sel yang sama.
Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan kesamping ke arah tampuk paru.
Bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar, dan lebih vertikal daripada yang kiri,
sedikit lebih tinggi darl arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama
lewat di bawah arteri, disebut bronckus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan
lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelurn di
belah menjadi beberapa cabang yang berjalan kelobus atas dan bawah.
Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus
lobaris dan kernudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus
menjadi bronchus yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi
bronkhiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli
(kantong udara).
Bronkiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih I mm. Bronkiolus
tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga
ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkbiolus
terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah
sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru. yaitu alveolus.

B. Fisiologi Respirasi
Proses pernafasan terdiri dari 2 bagian, yaitu sebagai berikut :
1. Ventilasi pulmonal
Masuk dan keluarnya aliran udara antara atmosfir dan alveoli paru yang terjadi
melalui proses bernafas (inspirasi dan ekspirasi) sehingga terjadi disfusi gas (oksigen
dan karbondioksida) antara alveoli dan kapiler pulmonal serta ransport O2 & CO2
melalui darah ke dan dari sel jaringan.

6
2. Mekanik pernafasan
Masuk dan keluarnya udara dari atmosfir ke dalam paru-paru dimungkinkan
olen peristiwa mekanik pernafasan yaitu inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi (inhalasi)
adalah masuknya O2 dari atmosfir & CO2 ke dlm jalan nafas.
Dalam inspirasi pernafasan perut, otot difragma akan berkontraksi dan kubah
difragma turun ( posisi diafragma datar ), selanjutnya ruang otot intercostalis externa
menarik dinding dada agak keluar, sehingga volume paru-paru membesar, tekanan
dalam paru-paru akan menurun dan lebih rendah dari lingkungan luar sehingga udara
dari luar akan masuk ke dalam paru-paru. Ekspirasi (exhalasi) adalah keluarnya CO2
dari paru ke atmosfir melalui jalan nafas.
Apabila terjadi pernafasan perut, otot difragma naik kembali ke posisi semula
( melengkung ) dan muskulus intercotalis interna relaksasi. Akibatnya tekanan dan
ruang didalam dada mengecil sehingga dinding dada masuk ke dalam udara keluar
dari paru-paru karena tekanan paru-paru meningkat.

Transportasi gas pernafasan:


a. Ventilasi
Selama inspirasi udara mengalir dari atmosfir ke alveoli. Selama ekspirasi
sebaliknya yaitu udara keluar dari paru-paru. Udara yg masuk ke dalam alveoli
mempunyai suhu dan kelembaban atmosfir. Udara yg dihembuskan jenuh dengan uap
air dan mempunyai suhu sama dengan tubuh.
b. Difusi
Yaitu proses dimana terjadi pertukaran O2 dan CO2 pada pertemuan udara
dengan darah. Tempat difusi yg ideal yaitu di membran alveolar-kapilar karena
permukaannya luas dan tipis. Pertukaran gas antara alveoli dan darah terjadi secara
difusi. Tekanan parsial O2 (PaO2) dalam alveolus lebih tinggi dari pada dalam darah
O2 dari alveolus ke dalam darah.
Sebaliknya (PaCO2) darah > (PaCO2) alveolus sehingga perpindahan gas
tergantung pada luas permukaan dan ketebalan dinding alveolus. Transportasi gas
dalam darah O2 perlu ditrasport dari paru-paru ke jaringan dan CO2 harus ditransport
kembali dari jaringan ke paru-paru.
Beberapa faktor yg mempengaruhi dari paru ke jaringan , yaitu:
1. Cardiac output
2. Jumlah eritrosit

7
3. Exercise
4. Hematokrit darah
c. Perfusi pulmonal
Merupakan aliran darah aktual melalui sirkulasi pulmonal dimana O2 diangkut
dalam darah membentuk ikatan (oksi Hb) / Oksihaemoglobin (98,5%) sedangkan
dalam eritrosit bergabung dgn Hb dalam plasma sbg O2 yg larut dlm plasma (1,5%).
CO2 dalam darah ditrasportasikan sebagai bikarbonat, dalam eritosit sebagai natrium
bikarbonat, dalam plasma sebagai kalium bikarbonat , dalam larutan bergabung
dengan Hb dan protein plasma. C02 larut dalam plasma sebesar 5 7 % , HbNHCO3
Carbamoni Hb (carbamate) sebesar 15 20 % , Hb + CO2 HbC0 bikarbonat sebesar
60 80% .
Pengukuran volume paru
Fungsi paru, yg mencerminkan mekanisme ventilasi disebut volume paru dan
kapasitas paru. Volume paru dibagi menjadi :
Volume tidal (TV) yaitu volume udara yang dihirup dan dihembuskan setiap
kali bernafas.
Volume cadangan inspirasi (IRV) , yaitu volume udara maksimal yang dapat
dihirup setelah inhalasi normal.
Volume Cadangan Ekspirasi (ERV), volume udara maksimal yang dapat
dihembuskan dengan kuat setelah exhalasi normal.
Volume residual (RV) volume udara yg tersisa dalam paru-paru setelah ekhalasi
maksimal.
Kapasitas vital (VC), volume udara maksimal dari poin inspirasi maksimal.
Kapasitas inspirasi (IC) Volume udara maksimal yg dihirup setelah ekspirasi
normal.
Kapasitas residual fungsiunal (FRC), volume udara yang tersisa dalam
paru-paru setelah ekspirasi normal.
Kapasitas total paru (TLC) volume udara dalam paru setelah inspirasi
maksimal.

8
BAB III

TERAPI OKSIGEN

1. Definisi
Terapi oksigen merupakan pemberian oksigen sebagai suatu intervensi medis,
dengan konsentrasi yang lebih tinggi disbanding yang terdapat dalam udara untuk

9
terapi dan pencegahan terhadap gejala dan menifestasi dari hipoksia. Oksigen sangat
penting untuk metabolisme sel, dan lebih dari itu, oksigenasi jaringan sangat penting
untuk semua fungsi fisiologis normal.
Oksigen dapat diberikan secara temporer selama tidur maupun selama
beraktivitas pada penderita dengan hipoksemia. Selanjutnya pemberian oksigen
dikembangkan terus ke arah ventilasi mekanik, pemakaian oksigen di rumah. Untuk
pemberian oksigen dengan aman dan efektif perlu pemahaman mengenai mekanisme
hipoksia, indikasi, efek terapi, dan jenis pemberian oksigen serta evaluasi penggunaan
oksigen tersebut.

2. Hipoksemia
Hipoksemia adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan konsentrasi
oksigen dalam darah arteri (PaO2) atau saturasi O2 arteri (SaO2) dibawah nilai
normal. Hipoksemia dibedakan menjadi ringan sedang dan berat berdasarkan nilai
PaO2 dan SaO2, yaitu:
a. Hipoksemia ringan dinyatakan pada keadaan PaO2 60-79 mmHg dan SaO2 90-94%
b. Hipoksemia sedang PaO2 40-60 mmHg, SaO2 75%-89%
c. Hipoksemia berat bila PaO2 kurang dari 40 mmHg dan SaO2 kurang dari 75%.
Hipoksemia dapat disebabkan oleh gangguan ventilasi, perfusi, hipoventilasi,
pirau, gangguan difusi dan berada ditempat yang tinggi. Keadaan hipoksemia
menyebabkan beberapa perubahan fisiologi yang bertujuan untuk mempertahankan
supaya oksigenasi ke jaringan memadai.
Bila tekanan oksigen arteriol (PaO2) dibawah 55 mmHg, kendali nafas akan
meningkat, sehingga tekanan oksigen arteriol (PaO2) yang meningkat dan sebaliknya
tekanan karbondioksida arteri (PaCO2) menurun, jaringan vaskuler yang mensuplai
darah di jaringan hipoksia mengalami vasodilatasi, juga terjadi takikardi kompensasi
yang akan meningkatkan volume sekuncup jantung sehingga oksigenasi jaringan
dapat diperbaiki. Hipoksia alveolar menyebabkan kontraksi pembuluh pulmoner
sebagai respon untuk memperbaiki rasio ventilasi perfusi di area paru terganggu,
kemudian akan terjadi peningkatan sekresi eritropoitin ginjal sehingga mengakibatkan
eritrositosis dan terjadi peningkatan kapasitas transfer oksigen.
Kontraksi pembuluh darah pulmoner, eritrositosis dan peningkatan volume
sekuncup jantung akan menyebabkan hipertensi pulmoner, gagal jantung kanan
bahkan dapat menyebabkan kematian.

10
3. Hipoksia
Hipoksia adalah kekurangan O2 ditingkat jaringan. Istilah ini lebih tepat
dibandingkan anoksia, sebab jarang dijumpai keadaan dimana benar-benar tidak ada
O2 tertinggal dalam jaringan. Jaringan akan mengalami hipoksia apabila aliran
oksigen tidak adekuat dalam memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan, hal ini
dapat terjadi kira-kira 4-6 menit setelah ventilasi spontan berhenti. Secara tradisional,
hipoksia dibagi dalam 4 jenis.

3.1 Keempat kategori hipoksia adalah sebagai berikut :


A . Hipoksia hipoksik (anoksia anoksik) yaitu:
Apabila PO2 darah arteri berkurang. Merupakan masalah pada individu normal pada
daerah ketinggian serta merupakan penyulit pada pneumonia dan berbagai penyakit
sistim pernafasan lainnya. Gejala yang muncul pada keadaan ini antara lain
iritabilitas, insomnia, sakit kepala, sesak nafas, mual dan muntah.
B . Hipoksia anemik yaitu:
Apabila O2 darah arteri normal tetapi mengalami denervasi. Sewaktu istirahat,
hipoksia akibat anemia tidaklah berat, karena terdapat peningkatan kadar 2,3-DPG
didalam sel darah merah, kecuali apabila defisiensi hemoglobin sangat besar.
Meskipun demikian, penderita anemia mungkin mengalami kesulitan cukup besar
sewaktu melakukan latihan fisik karena adanya keterbatasan kemampuan
meningkatkan pengangkutan O2 ke jaringan aktif.
C . Hipoksia stagnan:
Akibat sirkulasi yang lambat merupakan masalah bagi organ seperti ginjal dan
jantung saat terjadi syok. Hipoksia akibat sirkulasi lambat merupakan masalah bagi
organ seperti ginjal dan jantung saat terjadi syok. Hati dan mungkin jaringan otak
mengalami kerusakan akibat hipoksia stagnan pada gagal jantung kongestif. Pada
keadaan normal, aliran darah ke paru-paru sangat besar, dan dibutuhkan hipotensi
jangka waktu lama untuk menimbulkan kerusakan yang berarti. Namun, syok paru
dapat terjadi pada kolaps sirkulasi berkepanjangan,terutama didaerah paru yang
letaknya lebih tinggi dari jantung.
D . Hipoksia histotoksik:
Hipoksia yang disebabkan oleh hambatan proses oksidasi jaringan paling sering
diakibatkan oleh keracunan sianida. Sianida menghambat sitokrom oksidasi serta

11
mungkin beberapa enzim lainnya. Biru metilen atau nitrit digunakan untuk mengobati
keracunan sianida. Zat-zat tersebut bekerja dengan sianida, menghasilkan
sianmethemoglobin, suatu senyawa non toksik. Pemberian terapi oksigen hiperbarik
mungkin juga bermanfaat.
Jika aliran oksigen ke jaringan berkurang, atau jika penggunaan berlebihan di
jaringan maka metabolisme akan berubah dari aerobik ke metabolisme anaerobik
untuk menyediakan energi yang cukup untuk metabolisme. Apabila ada
ketidakseimbangan, akan mengakibatkan produksi asam laktat berlebihan,
menimbulkan asidosis dengan cepat, metabolime selule terganggu dan mengakibatkan
kematian sel. Pemeliharaan oksigenasi jaringan tergantung pada 3 sistem organ yaitu
sistem kardiovaskular, hematologi, dan respirasi.

3.2 Manifestasi klinik hipoksia


Manifestasi klinik hipoksia tidak spesifik, sangat bervariasi, tergantung pada lamanya
hipoksia, kondisi kesehatan individu, dan biasanya timbul pada keadaan hipoksia
yang sudah berat. Manifestasi klinik dapat berupa perubahan status mental/bersikap
labil, pusing, dispneu, takipneu, respiratory distress, dan aritmia. Sianosis sering
dianggap sebagai tanda dari hipoksia, namun hal ini hanya dapat dibenarkan apabila
tidak terdapat anemia.
Untuk mengukur hipoksia dapat digunakan alat oksimetri (pulse oxymetry) dan
analisis gas darah. Bila nilai saturasi kurang dari 90% diperkirakan hipoksia, dan
membutuhkan oksigen.

3.3 Pemeriksaan Laboratorium dan Penunjang Lain


Karena berbagai tanda dan gejala hipoksia bervariasi dan tidak spesifik, maka untuk
menentukan hipoksia diperlukan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan yang paling
sering digunakan adalah pemeriksaan PaO2 arteri atau saturasi oksigen arteri melalui
pemeriksaan invasif yaitu analisis gas darah arteri ataupun non invasif yaitu pulse
oximetry. Pada pemeriksaan gas darah, spesimen darah diambil dari pembuluh darah
arteri (a.Radialis atau a.Femoralis) dan akan didapatkan nilai PaO2, PCO2, saturasi
oksigen, dan parameter lain. Pada pemeriksaan oksimetri hanya dapat melihat saturasi
oksigen. Pemeriksaan saturasi oksigen ini tidak cukup untuk mendeteksi hipoksemia,
karena hanya dapat memperkirakan PaO2 60 mmHg atau PaO2 < 60mmHg.

12
Berulang kali studi dilakukan, ternyata oksimetri tidak bisa untuk menentukan
indikasi pemberian terapi oksigen jangka panjang, namun pemeriksaan noninvasif ini
efektif digunakan untuk evaluasi kebutuhan oksigen selama latihan, dan untuk
mengevaluasi dan memastikan dosis oksigen bagi pasien yang menggunakan terapi
oksigen di rumah.

4. Gagal Nafas
Gagal nafas merupakan suatu keadaan kritis yang memerlukan perawatan di instansi
perawatan intensif. Diagnosis gagal nafas ditegakkan bila pasien kehilangan
kemampuan ventilasi secara adekuat atau tidak mampu mencukupi kebutuhan oksigen
darah dan sistem organ. Gagal nafas terjadi karena disfungsi sistem respirasi yang
dimulai dengan peningkatan karbondioksida dan penurunan jumlah oksigen yang
diangkut kedalam jaringan. Gagal nafas akut sebagai diagnosis tidak dibatasi oleh usia
dan dapat terjadi karena berbagai proses penyakit. Gagal nafas hampir selalu
dihubungkan dengan kelainan diparu,tetapi keterlibatan organ lain dalam proses
respirasi tidak boleh diabaikan.

A . Gagal Nafas Tipe I


Pada tipe ini terjadi perubahan pertukaran gas yang diakibatkan kegagalan oksigenasi.
PaO2 50 mmHg merupakan ciri khusus tipe ini, sedangkan PaCO2 40 mmHg,
meskipun ini bisa juga disebabkan gagal nafas hiperkapnia. Ada 6 kondisi yang
menyebabkan gagal nafas tipe I yaitu:
Ketidaknormalan tekanan partial oksigen inspirasi (low PIO2)
Kegagalan difusi oksigen
Ketidakseimbangan ventilasi / perfusi [V/Q mismatch]
Pirau kanan ke kiri
Hipoventilasi alveolar
Konsumsi oksigen jaringan yang tinggi

B. Gagal Nafas Tipe II


Tipe ini dihubungkan dengan peningkatan karbondioksida karena kegagalan ventilasi
dengan oksigen yang relatif cukup. Beberapa kelainan utama yang dihubungkan
dengan gagal nafas tipe ini adalah kelainan sistem saraf sentral, kelemahan
neuromuskuler dan deformitas dinding dada.Penyebab gagal nafas tipe II adalah :

13
Kerusakan pengaturan sentral
Kelemahan neuromuskuler
Trauma spina servikal
Keracunan obat
Infeksi
Penyakit neuromuskuler
Kelelahan otot respirasi
Kelumpuhan saraf frenikus
Gangguan metabolisme
Deformitas dada
Distensi abdomen massif
Obstruksi jalan nafas

5. Manfaat Terapi Oksigen


Tujuan terapi oksigen adalah mengoptimalkan oksigenasi jaringan dan meminimalkan
asidosis respiratorik.
Ada beberapa keuntungan dari terapi oksigen. Terapi oksigen pada pasien PPOK
dengan konsentrasi oksigen yang tepat dapat mengurangi sesak nafas saat aktivitas,
dapat meningkatkan kemampuan beraktifitas dan dapat memperbaiki kualitas hidup.
Manfaat lain dari terapi oksigen adalah memperbaiki hemodinamik paru, kapasitas
latihan, kor pulmonal, menurunkan cardiac output, meningkatkan fungsi jantung,
memperbaiki fungsi neuropsikiatrik, mengurangi hipertensi pulmonal, dan
memperbaiki metabolisme otot.

6. Indikasi Terapi Oksigen


Dalam pemberian oksigen harus dipertimbangkan apakah pasien benar-benar
membutuhkan oksigen, apakah dibutuhkan terapi oksigen jangka pendek (Short-term
oxygen therapy) atau terapi oksigen jangka panjang (Long term oxygen therapy).

14
Indikasi untuk pemberian oksigen harus jelas. Oksigen yang diberikan harus diatur
dalam jumlah yang tepat, dan harus dievaluasi agar mendapat manfaat terapi dan
menghindari toksisitas.

7. Terapi Oksigen Jangka Pendek


Terapi oksigen jangka pendek merupakan terapi yang dibutuhkan pada pasien-pasien
dengan keadaan hipoksemia akut, diantaranya pneumonia, PPOK dengan eksaserbasi
akut, asma bronkial, gangguan kardiovaskular, emboli paru. Pada keadaan tersebut,
oksigen harus segera diberikan secara adekuat. Pemberian oksigen yang tidak adekuat
akan menimbulkan cacat tetap dan kematian. Pada kondisi ini, oksigen harus
diberikan dengan FiO2 60-100% dalam waktu pendek sampai kondisi membaik dan
terapi yang spesifik diberikan. Selanjutnya oksigen diberikan dengan dosis yang dapat
mengatasi hipoksemia dan meminimalisasi efek samping. Bila diperlukan, oksigen
harus diberi secara terus-menerus.

8. Kontra indikasi
Tidak ada kontra indikasi absolut :
a. Kanul nasal / Kateter binasal / nasal prong : jika ada obstruksi nasal.
b. Kateter nasofaringeal / kateter nasal : jika ada fraktur dasar tengkorak kepala,
trauma maksilofasial, dan obstruksi nasal.
c. Sungkup muka dengan kantong rebreathing : pada pasien dengan PaCO2 tinggi,
akan lebih meningkatkan kadar PaCO2 nya lagi.

9. Macam macam alat terapi oksigen

a. Kateter Nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen secara kontinyu
dengan aliran 1 6 liter/mnt dengan konsentrasi 24% - 44%. Prosedur pemasangan
kateter ini meliputi insersi kateter oksigen ke dalam hidung sampai naso faring.
Persentase oksigen yang mencapai paru-paru beragam sesuai kedalaman dan
frekuensi pernafasan, terutama jika mukosa nasal membengkak.5

15
a. Keuntungan Pemberian oksigen stabil, klien bebas bergerak, makan dan berbicara,
dan membersihkan mulut, murah dan nyaman serta dapat juga dipakai sebagai kateter
penghisap. Dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama.
b. Kerugian Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen yang lebih dari 44%, tehnik
memasukan kateter nasal lebih sulit dari pada kanula nasal, nyeri saat kateter
melewati nasofaring, dan mukosa nasal akan mengalami trauma, fiksasi kateter akan
memberi tekanan pada nostril, maka kateter harus diganti tiap 8 jam dan diinsersi
kedalam nostril lain, dapat terjadi distensi lambung, terjadi iritasi selaput lendir
nasofaring, aliran dengan lebih dari 6 liter/mnt dapat menyebabkan nyeri sinus dan
mengeringkan mukosa hidung, serta kateter mudah tersumbat dan tertekuk.11

b. Kanul Nasal/ Binasa/ Nasal Prong


Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen kontinyu
dengan aliran 1 6 liter/mnt dengan konsentrasi oksigen sama dengan kateter
nasal yaitu 24 % - 44 %. Persentase O2 pasti tergantung ventilasi per menit
pasien. Pada pemberian oksigen dengan nasal kanula jalan nafas harus paten,
dapat digunakan pada pasien dengan pernafasan mulut.
FiO2 estimation :
Flows FiO2
1 Liter /min : 24 %
2 Liter /min : 28 %
3 Liter /min : 32 %
4 Liter /min : 36 %
5 Liter /min : 40 %
6 Liter /min : 44 %
Formula : ( Flows x 4 ) + 20 % / 21 %
a. Keuntungan
Pemberian oksigen stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur,
pemasangannya mudah dibandingkan kateter nasal, murah, disposibel, klien bebas
makan, minum, bergerak, berbicara, lebih mudah ditolerir klien dan terasa nyaman.
Dapat digunakan pada pasien dengan pernafasan mulut, bila pasien bernapas melalui
mulut, menyebabkan udara masuk pada waktu inhalasi dan akan mempunyai efek
venturi pada bagian belakang faring sehingga menyebabkan oksigen yang diberikan
melalui kanula hidung terhirup melalui hidung.

16
b. Kerugian

Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen lebih dari 44%, suplai oksigen
berkurang bila klien bernafas melalui mulut, mudah lepas karena kedalaman kanul
hanya 1/1.5 cm, tidak dapat diberikan pada pasien dengan obstruksi nasal. Kecepatan
aliran lebih dari 4 liter/menit jarang digunakan, sebab pemberian flow rate yang lebih
dari 4 liter tidak akan menambah FiO2, bahkan hanya pemborosan oksigen dan
menyebabkan mukosa kering dan mengiritasi selaput lendir. Dapat menyebabkan
kerusakan kulit diatas telinga dan di hidung akibat pemasangan yang terlalu ketat
berkurangnya hipoksia).

c. Sungkup Muka Sederhana


Digunakan untuk konsentrasi oksigen rendah sampai sedang. Merupakan alat
pemberian oksigen jangka pendek, kontinyu atau selang seling. Aliran 5 8 liter/mnt
dengan konsentrasi oksigen 40 60%. Masker ini kontra indikasi pada pasien dengan
retensi karbondioksida karena akan memperburuk retensi. Aliran O2 tidak boleh
kurang dari 5 liter/menit untuk mendorong CO2 keluar dari masker.
FiO2 estimation :

Flows FiO2
5-6 Liter/min : 40 %
6-7 Liter/min : 50 %
7-8 Liter/min : 60 %
a. Keuntungan
Konsentrasi oksigen yang diberikan lebih tinggi dari kateter atau kanula nasal,
sistem humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan sungkup berlubang besar,
dapat digunakan dalam pemberian terapi aerosol.
b. Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen kurang dari 40%, dapat
menyebabkan penumpukan CO2 jika aliran rendah. Menyekap, tidak memungkinkan
untuk makan dan batuk.Bisa terjadi aspirasi bila pasien mntah. Perlu pengikat wajah,
dan apabila terlalu ketat menekan kulit dapat menyebabkan rasa pobia ruang tertutup,
pita elastik yang dapat disesuaikan tersedia untuk menjamin keamanan dan
kenyamanan.

d. Sungkup Muka dengan Kantong Rebreathing

17
Rebreathing mask
Suatu teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi tinggi yaitu 35 60% dengan
aliran 6 15 liter/mnt , serta dapat meningkatkan nilai PaCO2. Udara ekspirasi
sebagian tercampur dengan udara inspirasi, sesuai dengan aliran O2, kantong akan
terisi saat ekspirasi dan hampir menguncup waktu inspirasi. Sebelum dipasang ke
pasien isi O2 ke dalam kantong dengan cara menutup lubang antara kantong dengan
sungkup minimal 2/3 bagian kantong reservoir. Memasang kapas kering pada daerah
yang tertekan sungkup dan tali pengikat untuk mencegah iritasi kulit.
mnkmnmm
FiO2 estimation :
Flows ( lt/mt ) FiO2 ( % )
6 : 35 %
8 : 40 50 %
10 15 : 60 %
a. Keuntungan
Konsentrasi oksigen lebih tinggi dari sungkup muka sederhana, tidak mengeringkan
selaput lendir.
b. Kerugian
Tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah, kantong oksigen bisa terlipat
atau terputar atau mengempes, apabila ini terjadi dan aliran yang rendah dapat
menyebabkan pasien akan menghirup sejumlah besar karbondioksida. Pasien tidak
memungkinkan makan minum atau batuk dan menyekap, bisa terjadi aspirasi bila
pasien muntah, serta perlu segel pengikat.

e. Sungkup Muka dengan Kantong Non Rebreathing


Non rebreathing mask
Teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi oksigen yang tinggi mencapai 90 %
dengan aliran 6 15 liter/mnt. Pada prinsipnya udara inspirasi tidak bercampur
dengan udara ekspirasi, udara ekspirasi dikeluarkan langsung ke atmosfer melalui satu
atau lebih katup, sehingga dalam kantong konsentrasi oksigen menjadi tinggi.
Sebelum dipasang ke pasien isi O2 ke dalam kantong dengan cara menutup lubang
antara kantong dengan sungkup minimal 2/3 bagian kantong reservoir. Memasang
kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali pengikat untuk mencegah
iritasi kulit. Kantong tidak akan pernah kempes dengan total. Perawat harus menjaga

18
agar semua diafragma karet harus pada tempatnya dan tanpa tongkat.
FiO2 estimation :
Flows ( lt/mt ) FiO2 ( % )
6 : 55 60
8 : 60 80
10 : 80 90
12 15 : 90
a. Keuntungan :
Konsentrasi oksigen yang diperoleh dapat mencapi 90%, tidak mengeringkan selaput
lendir.
b. Kerugian :
Tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah. Kantong oksigen bisa terlipat
atau terputar, menyekap, perlu segel pengikat, dan tidak memungkinkan makan,
minum atau batuk, bisa terjadi aspirasi bila pasien muntah terutama pada pasien tidak
sadar dan anak-anak.

10. Resiko Terapi Oksigen

Salah satu resiko terapi oksigen adalah keracunan oksigen. Hal ini dapat terjadi bila
oksigen diberikan dengan fraksi lebih dari 50% terus-menerus selama 1-2 hari.
Kerusakan jaringan paru terjadi akibat terbentuknya metabolik oksigen yang
merangsang sel PMN dan H2O2 melepaskan enzim proteolotikdan enzim lisosom yang
dapat merusak alveoli. Sedangkan resiko yang lain seperti retensi gas karbondioksida
dan atelektasis.

Oksigen 100% menimbulkan efek toksik, tidak saja pada hewan, namun juga pada
bakteri, jamur, biakan sel hewam dan tanaman. Apabila O 2 80-100% diberikan kepada
manusia selama 8 jam atau lebih, saluran pernafasan akan teriritasi, menimbulkan
distres substernal, kongesti hidung, nyeri tenggorokan dan batuk. Pemajanan selama
24-48 jam mengakibatkan kerusakan jaringan paru.

Sejumlah bayi dengan sindroma gawat nafas yang diterapi dengan O2, selanjutnya
mengalami gangguan menahun yang ditandai dengan kista dan pemadatan jaringan
paru (displasia bronkopulmonal). Komplikasi lain pada bayi-bayi ini adalah retinopti

19
prematuritas (fibroplkasia retrolental), yaitu pembentukan jaringan vaskuler opak
pada matayang dapat mengakibatkan kelainan penglihatan berat. Pemberian O 2 100%
pada tekanan yang lebih tinggi berakibat tidak hanya iritasi trakeobronkial, tetapi juga
kedutan otot, bunyi berdering dalam telinga, rasa pening, kejang dan koma. Pajanan
terhadap O2 tekanan tinggi (oksigenasi hiperbarik) dapat menghasilkan peningkatan
jumlah O2 terlarut dalam darah. Oksigen bukan zat pembakar tetapi dapat
memudahkan terjadinya kebakaran, oleh karena itu klein dengan terapi pemberian
oksigen harus menghindari : Merokok, membuka alat listrik dalam area sumber
oksigen, menghindari penggunaan listrik tanpa Ground.

BAB IV

20
KESIMPULAN

KESIMPULAN

Terapi oksigen adalah memasukkan oksigen tambahan dari luar ke paru


melalui saluran pernafasan dengan menggunakan alat sesuai kebutuhan. Tujuan terapi
oksigen ini adalah untuk meningkatkan konsentrasi O2 pada darah arteri sehingga
masuk ke jaringan untuk memfasilitasi metabolisme aerob, mempertahankan PaO2 >
60 mmHg atau SaO2 > 90 %. Indikasi terapi oksigen ini adalah untuk pasien hipoksia,
oksigenasi kurang sedangkan paru normal, oksigenasi cukup sedangkan paru tidak
normal, oksigenasi cukup, paru normal, sedangkan sirkulasi tidak normal, pasien yang
membutuhkan pemberian oksigen konsentrasi tinggi, pasien dengan tekanan partial
karbondioksida ( PaCO2 ) rendah. Kontra indikasi pemakaian terapi oksigen ini
adalah pemakaian kanul nasal/kateter binasal/nasal prong : jika ada obstruksi nasal,
pemakaian kateter nasofaringeal / kateter nasal : jika ada fraktur dasar tengkorak
kepala, trauma maksilofasial, dan obstruksi nasal, pemakaian sungkup muka dengan
kantong rebreathing : pada pasien dengan PaCO2 tinggi, akan lebih meningkatkan
kadar PaCO2 nya lagi. Komplikasi pemakaian terapi oksigen yang terlalu lama dapat
mengakibatkan keracunan oksigen, kerusakan jaringan paru terjadi akibat
terbentuknya metabolik oksigen yang merangsang sel PMN dan H 2O2 melepaskan
enzim proteolotikdan enzim lisosom yang dapat merusak alveoli 16. Sedangkan resiko
yang lain seperti retensi gas karbondioksida dan atelektasis. Apabila O 2 80-100%
diberikan kepada manusia selama 8 jam atau lebih, saluran pernafasan akan teriritasi,
menimbulkan distres substernal, kongesti hidung, nyeri tenggorokan dan batuk.
Pemajanan selama 24-48 jam mengakibatkan kerusakan jaringan paru. Pemberian O 2
100% pada tekanan yang lebih tinggi berakibat tidak hanya iritasi trakeobronkial,
tetapi juga kedutan otot, bunyi berdering dalam telinga, rasa pening, kejang dan koma.

DAFTAR PUSTAKA

21
1. Astowo. Pudjo. 2005. Terapi oksigen: Ilmu Penyakit Paru. Bagian
Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi. FKUI. Jakarta.

2. Ikawati, Z. 2009. Anatomi Dan Fisiologi Sistem Pernapasan. PDF.


Rohsiswatmo, R. 2010. Terapi Oksigen Pada Neonatus. Divisi Perinatologi
Ilmu Kesehatan Anak FKUI - RSCMk FKUI RSCM. Jakarta.

3. Akhmad, I. 2004. Terapi Oksigen Dalam Asuhan Keperawatan. Program


Studi Ilmu Keperawatan FK USU Medan. Sumatera Utara.

4. Rogayah, R. 2009. The Principle Of Oxigen Therapy. Departemen


Pulmonologi Dan Respiratori FK UI. Jakarta.
5. Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi bahasa
Indonesia, vol. 8. EGC. Jakarta.

6. Potter & Perry. 2002. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,


Proses, dan Praktik. Volume 2. Edisi 4. EGC. Jakarta.

7. Nursing Begin. 2011. Terapi Oksigen (http://nursingbegin.com/terapi-


oksigen/ ).

8. Anonymous. 2005. Meditasi Dzikir. Stress and Health Solution.


( www.MedDzik.org)
9. Astowo. Pudjo. Terapi oksigen: Ilmu Penyakit Paru. Bagian Pulmonologi
dan Kedokteran Respirasi. FKUI. Jakarta. 2005
10. Ganong, F. William. 2003. Fisiologi Kedokteran Edisi 20. EGC. Jakarta.
11. Latief, A. Said. 2002. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Bagian Anestesiologi
dan Terapi Intesif. Jakarta.
12. Anonymous. 2004. Hiperbari Terapi Oksigen Murni Tekanan Tinggi.
(www.pikiranrakyat.com).
13. Anonymous. 2006. Sehat dan Bugar dengan Terapi Oksigen.
( www.fajar.co.id).

22
14. Widiastuti, N. Anatomi Dan Fisiologi Sistem Respirasi. 2010. Program
Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Wiramedika
PPNI. Bali.

23

Anda mungkin juga menyukai