Anda di halaman 1dari 7

LO1 SK3 Mahasiswa wajib memahami dan menjelaskan symptom dan sign dari anaphylactic

reaction dan patofisiologi terjadinya

A. Definisi

Reaksi hipersensitifitas akut yang melibatkan dua organ atau lebih (sistem
kulit/mukosa dan jaringan bawah kulit, sistem respirasi, sistem kardiovaskuler, sistem
gastrointestinal).

Reaksi hipersensitivitas sistemik yang serius, mengancam nyawa dan merupakan


reaksi alergi dengan onset cepat .

Anafilaksis merupakan reaksi hipersensitifitas sistemik, akut yang dimediasi oleh IgE
akibat pelepasan mediator sel mast, basofil .

B. Etiologi

Faktor pemicu timbulnya anafilaktik pada anak-anak, remaja, dan dewasa muda
adalah sebagian besar oleh makanan. Sedangkan gigitan serangga dan obat-obatan menjadi
pemicu timbulnya reaksi ini pada kelompok usia pertengahan dan dewasa tua. Sebagian besar
pemicu spesifik terhadap reaksi anafilaksis bersifat universal, seperti di Amerika Utara, dan
beberapa negara di Eropa dan Asia, susu sapi telur, kacang, ikan, kerang merupakan
penyebab tersering. Di beberapa negara Eropa lainnya, buah peach adalah faktor pemicu
tersering.

Obat-obatan, seperti antivirus antimikroba, anti jamur adalah penyebab paling sering
reaksi anafilaksis di dunia. Reaksi anafilaksis juga dapat dipicu oleh agen kemoterapi, seperti
carboplatin, doxorubicin, cetuximab, infliximab. Agen lain yang dapat menyebabkan reaksi
ini adalah radiocontrast media, latex yang biasa ditemukan di sungkup, endotrakeal tube, cuff
tensimeter, kateter, torniket, udara yang terlalu dingin atau air yang dingin. Sensitivitas host,
dosis, kecepatan, cara, dan waktu paparan dapat mempengaruhi reaksi anafilaksis, dimana
paparan oral lebih jarang menimbulkan reaksi.
Tabel 1.1 Jenis – jenis alergen

C. Patofisiologi

Reaksi anafilaksis merupakan reaksi hipersensitvitas tipe I atau reaksi cepat dimana reaksi
segera muncul setelah terkena alergen. Perjalanan reaksi ini dibagi menjadi tiga fase, yaitu
fase sensitisasi, fase aktivasi, dan fase efektor.

Fase sensitisasi dimulai dari masuknya antigen ke dalam tubuh lalu ditangkap oleh sel imun
non spesifik kemudian di fagosit dan dipersentasikan ke sel Th2. Sel ini akan merangsang sel
B untuk membentuk antibodi sehingga terbentuklah antibodi IgE. Antibodi ini akan diikat
oleh sel yang memiliki reseptor IgE yaitu sel mast, basofil, dan eosinofil. Apabila tubuh
terpajan kembali dengan alergen yang sama, alergen yang masuk ke dalam tubuh itu akan
diikat oleh IgE dan memicu degranulasi dari sel mast. Proses ini disebut dengan fase aktivasi.
Pada fase aktivasi, terjadi interaksi antara IgE pada permukaan sel mast dan basofil dengan
antigen spesifik pada paparan kedua sehingga mengakibatkan perubahan membran sel mast
dan basofil akibat metilasi fosfolipid yang diikuti oleh influks Ca 2+ yang menimbulkan
aktivasi fosfolipase, kadar cAMP menurun, menyebabkan granul-granul yang penuh
berisikan mediator bergerak kepermukaan sel. Terjadilah eksositosis dan isi granul yang
mengandung mediator dikeluarkan dari sel mast dan basofil.

Adanya degranulasi sel mast menimbulkan pelepasan mediator inflamasi, seperti histamin,
trptase, kimase, sitokin. Bahan-bahan ini dapat meningkatkan kemampuan degranulasi sel
mast lebih lanjut sehingga menimbulkan dampak klinis pada organ organ tubuh yang dikenal
dengan fase efektor. Histamin adalah dianggap sebagai mediator utama syok anafilaksis.
Banyak tanda dan gejala anafilaksis yang disebabkan pengikatan histamine pada reseptor
tersebut: mengikat reseptor, H1 menyebabkan pruritus, rhinorrhea, takikardia dan
bronkospasme. Di sisi lain, baik H1 dan H2 reseptor berpartisipasi dalam memproduksi sakit
kepala dan hipotensi. Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat dari
membrane sel yang akan menghasilkan Leukotrien (LT) dan Prostaglandin D 2 (PG2) yang
terjadi beberapa waktu setelah degranulasi yang disebut newly formed mediators. PGD 2
menyebabkan bronkospasme dan dilatasi pembuluh darah.

Fase Efektor adalah waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek
mediator yang dilepas mastosit atau basofil dengan aktivitas farmakologik pada organ
tertentu. Histamin memberikan efek bronkokonstriksi, meningkatkan permeabilitas vaskuler
dan Bradikinin menyebabkan kontraksi otot polos. Platelet activating factor (PAF) berefek
bronkospasme dan meningkatkan permeabilitas vaskuler, agregasi dan aktivasi trombosit.
Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinofil dan neutrofil. Prostaglandin leukotrien yang
dihasilkan menyebabkan bronkokonstriksi.
Gambar 1.1 Hipersensitifitas tipe I yang mendasari reaksi anafilaksis

D. Sign and Symptom ( Tanda dan Gejala )

Tanda dan gejala dari anafilaksis dapat berupa:

1. Kulit, subkutan, mukosa (80-90% kasus)

Kemerahan , gatal , urtikaria , angioedema , pilor erection

Gatal di periorbital , eritema dan edema , eritema konjunctiva , mata berair

Gatal pada bibir , lidah , palatum , kanalis auditori eksternus , bengkak di bibir ,
lidah , dan uvula.

2. Respirasi (70%)

Gatal di hidung , bersin-bersin , kongesti , rinorea , pilek

Gatal pada tenggorokan, disfonia, suara serak, stridor, batuk kering.dry staccato
cough

Peningkatan laju nafas, susah bernafas, dada terasa terikat, wheezing, sianosis, gagal
nafas.

3. Gastrointestinal (45%)
Nyeri abdomen, mual, muntah, diare, disfagia.

4. Sistem kardiovaskuler (45%)

Nyeri dada, takikardia, bradikardia (jarang), palpitasi, hipotensi, merasa ingin jatuh,
henti jantung. Manifestasi primer pada jantung tampak dari perubahan EKG yaitu T-
mendatar, aritmia supraventrikular, AV block.

5. Sistem saraf pusat (15%)

Perubahan mood mendadak seperti iritabilitas, sakit kepala, perubahan status mental,
kebingungan.

6. Lain-lain

Metallic taste di mulut, kram dan pendarahan karena kontraksi uterus.

E. Klasifikasi

Dalam tabel dibawah ini ditunjukkan derajat reaksi anafilaksis berdasarkan keparahan
dari gejala klinis.
Tabel 1.1 Derajat Reaksi Anafilaksis

Disamping tabel diatas , terdapat juga klasifikasi derajat klinis reaksi hipersensitifitas /
anafilaksis oleh Brown (2004) , yaitu :

1. Ringan (hanya melibatkan kulit dan jaringan dibawah kulit) seperti: eritema
generalisata, urtikaria, angioedema/edema periorbita.
2. Sedang (melibatkan sistem respirasi, kardiovaskuler, gastrointestinal) seperti : sesak
nafas, stridor, mengi, mual, muntah, pusing (pre syncope), rasa tidak enak di
tenggorokan dan dada serta nyeri perut.
3. Berat (hipoksia, hipotensi, syok dan manifestasi neurologis), seperti: sianosis (SpO2 ≤
90%), hipotensi (SBP < 90 mmHg pada dewasa), kolaps, penurunan kesadaran dan
inkontinensia.

Reaksi dengan derajat ringan dikenal sebagai reaksi hipersensitifitas akut, sedangkan untuk
derajat sedang dan berat merupakan gambaran klinis anafilaksis.

Referensi

- Estelle et.all. WAO Guideline for the Assessment and Management of Anaphylaxis.
2011;4:13-37.
- Imbawan Eka, Suryana Ketut, Suadarmana Ketut. Asosiasi Cara Pemberian Obat
dengan Onset dan Derajat Klinis Reaksi Hipersensitifitas Akut/Anafilaksis pada
Penderita yang Dirawat di RSUP Sanglah Denpasar Bali. J Penyakit Dalam
2010;vol.11:135-139.
- Suryana Ketut, Suardamana Ketut, Saturti Anom. Pedoman Diagnosis dan Terapi
Ilmu Penyakit Dalam. Anafilaksis/Reaksi Hipersensitivitas Akut: Bagian Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah. 2013:577
585.
- Estele, et.al. World Allergy Organization Anaphylaxis Guidelines: 2013 Update Of
The Evidence Base. Int Arch Allergy Immunol 2013;162:193– 204.
- F Estelle. Anaphylaxis: the acute episode and beyond. BMJ 2013; 1–10
- Johannes Ring et.all. History and Classification of Anaphylaxis. anaphylaxis.Wiley,
Chichester (Novartis Foundation Symposium 257):2004 p 6-24.

Anda mungkin juga menyukai