Anda di halaman 1dari 8

LO2 Morfologi Hapusan Darah Tepi Dari Berbagai Jenis Anemia

A. Pendahuluan

Anemia adalah kondisi penurunan sel darah merah secara kuantitas yang sering disertai
dengan kadar hemoglobin (Hb) yang rendah atau perubahan morfologi pada sel darah merah.
Terdapat beberapa faktor risiko anemia antara lain sosial ekonomi rendah, usia, jenis
kelamin, dan tempat tinggal. Anemia adalah ketidakmampuan darah untuk mensuplai
jaringan dengan oksigen yang cukup untuk melakukan fungsi metabolisme yang
sesungguhnya.

Berdasarkan data World Health Organization (WHO),1 anemia adalah nilai kadar Hb <13
g/dL pada laki-laki dan <12 g/dL pada wanita. Usia anak 6 bulan−6 tahun dianggap anemia
jika nilai kadar Hb <11 g/dL dan usia antara 6−14 tahun kadar Hb sebesar <12 g/dL.

Anemia dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti usia kehamilan, sosial ekonomi
rendah, usia (20–30 tahun), dan jenis kelamin (perempuan lebih berisiko dibanding dengan
laki-laki). Terdapat beberapa klasifikasi anemia tersering antara lain anemia defisiensi besi,
anemia aplastik, anemia hemolitik, dan anemia megaloblastik.

Apus darah tepi merupakan salah satu pemeriksaan laboratorium pada pasien dengan anemia
dan memberikan informasi penting tentang sifat anemia. Apus darah tepi merupakan salah
satu pemeriksaan laboratorium pada pasien dengan anemia yang biasa dilakukan.
Pemeriksaan apus darah tepi memberikan informasi penting tentang sifat anemia dan
merupakan alat penting dalam diagnosis banding dan indikasi pemeriksaan yang diperlukan
lebih lanjut, diagnosis cepat karena infeksi spesifik tertentu, dan merupakan peran utama
untuk diagnosis banding anemia.

B. Morfologi Hapusan Darah Tepi dari Jenis Anemia

1) Anemia mikrositik hipokrom

Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih kecil dari normal dan mengandung konsentrasi
hemoglobin yang kurang dari normal. (Indeks eritrosit : MCV < 73 fl, MCH < 23 pg, MCHC
26 - 35 %).
Penyebab anemia mikrositik hipokrom :

1) Berkurangnya zat besi: Anemia Defisiensi Besi.


2) Berkurangnya sintesis globin: Thalasemia dan Hemoglobinopati.
3) Berkurangnya sintesis heme: Anemia Sideroblastik.

Anemia defisiensi besi adalah tipe anemia dengan gambaran morfologi apus darah tepi
hipokromik mikrositer dan merupakan anemia yang tersering terjadi di dunia. Dengan
jumlah hemoglobin yang berkurang pada tiap sel, sel merah menjadi lebih kecil.
Perubahan morfologi ini paling sering tampak beriringan dengan berkurangnya mean
corpuscular volume (MCV) dan mean corpuscular hemoglobin (MCH). Jumlah
persentase retikulosit akan meningkat sedikit atau dapat normal.

Pada umumnya, hitung darah lengkap akan menunjukkan anemia mikrositer dengan
peningkatan RDW, berkurangnya RBC, WBC normal, dan jumlah platelet yang
meningkat atau normal. Pemeriksaan laboratorium lainnya, seperti penurunan ferritin,
penurunan serum besi, dan peningkatan kapasitas pengikatan besi total, biasanya belum
dibutuhkan kecuali terdapat anemia berat yang membutuhkan penegakan diagnosis cepat,
terdapat komplikasi atau pada anemia yang tidak memberikan respon terhadap terapi besi.

Anemia defisiensi besi lebih umum terjadi pada wanita dengan kelompok usia 21−30
tahun. Berdasarkan tempat tinggal pasien, anemia jenis ini sering terjadi di daerah
perdesaan dibanding dengan daerah perkotaan.

Gambar 2.1 Hipokromik mikrositer


Gambar 2.2 Skema anemia hipokromik mikrositer

2) Anemia normositik normokrom.

Anemia normositik normokrom disebabkan oleh karena perdarahan akut, hemolisis, dan
penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada sumsum tulang. Terjadi penurunan jumlah
eritrosit tidak disertai dengan perubahan konsentrasi hemoglobin (Indeks eritrosit normal
pada anak: MCV 73 – 101 fl, MCH 23 – 31 pg , MCHC 26 – 35 %), bentuk dan ukuran
eritrosit.

Penyebab anemia normositik normokrom :

Anemia aplastik merupakan penyakit yang jarang terjadi dengan tipe gambaran
morfologi normokromik normositer. Sebagian besar kasus terjadi pada tiga dekade
pertama dari kehidupan dan sering terjadi di daerah industri. Hampir seluruh studi
menunjukkan rasio anemia aplastik untuk perempuan dan laki-laki adalah 1:1. Terdapat
dua kelompok usia yang paling sering mengalami anemia ini yaitu kelompok usia dewasa
muda dan usia lanjut.
Anemia hemolitik merupakan anemia dengan gambaran morfologi apus darah tepi
normokromik normositer. Insidensi puncak terjadinya anemia hemolitik yaitu antara usia
21- 30 tahun. Perempuan lebih berisiko dibanding dengan laki-laki, yaitu dengan rasio
2,2:1.

Gambar 2.3 Normokromik normositer


Gambar 2.4 Skema anemia normokromik normositer

3) Anemia makrositer

Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih besar dari normal dan hiperkrom karena
konsentrasi hemoglobinnya lebih dari normal. (Indeks eritrosit pada anak MCV > 73 fl, MCH
= > 31 pg, MCHC = >35 %). Ditemukan pada anemia megaloblastik (defisiensi vitamin B12,
asam folat), serta anemia makrositik non-megaloblastik (penyakit hati, dan myelodisplasia)

Anemia megaloblastik umumnya disebabkan defisiensi vitamin B12 dan asam folat
dengan gambaran morfologi apus darah tepi hiperkromik makrositer. Pada anemia jenis
ini , laki-laki lebih berisiko dibanding dengan perempuan dengan rasio 1,64:1. Mayoritas
pasien terjadi pada kelompok usia 11−14 tahun (48,8%) dan 11% kasus terjadi pada
infant. Anemia megaloblastik umum terjadi di negara berkembang dan pada kelompok
sosial ekonomi rendah.

Gambar 2.5 Hiperkromik makrositer


Gambar 2.6 Skema anemia hiperkromik makrositer
Gambar 2.7 Klasifikasi anemia berdasarkan morfologi

Referensi

 Ardianti dkk.(2017).Gambaran Morfologi Apus Darah Tepi dan Karakterikstik Pasien


Anemia di Laboratorium RS Al-Islam Periode Juni-Desember 2016.Bandung Meeting
on Global Medicine & Health (BaMGMH),1(1),128
 Fitriany, J. & Amelia Intan Saputri.(2018).ANEMIA DEFISIENSI BESI .Jurnal
Averrous,4(2),8.

Anda mungkin juga menyukai