Anda di halaman 1dari 6

3.

Imunoterapi
a. Sejarah Imunoterapi
Noon dan Freeman melaporkan Imunoterapi Alergen untuk pertama kali pada tahun 1910
dan melakukan pembuatan ekstrak grass polen dan disuntikkan dengan dosis yang
meningkat pada penderita rinitis alergi. Sejak itu digunakan selama kurang lebih 90 tahun
untuk mengobati penyakit alergi yang disebabkan oleh alergen inhalasi dan ternyata efektif
pada rinitis dan juga asma alergi, tetapi tidak diindikasikan pada alergi makanan. Cooke dari
Amerika Serikat tahun 1918 melaporkan suatu kondisi alergi seperti Hay fever dan asma
yang berasal dari antibodi yang timbul setelah pajanan agen sensitizing. Cooke pada tahun
1922 juga mengemukakan metode hiposensitisasi untuk mengobati pasien alergi dan hal ini
yang berkembang menjadi imunoterapi sampai saat ini. Cooke tahun 1935 mengemukakan
konsep antibodi penghalang (blocking antibody) yang meningkat pada pemberian
imunoterapi.6,7
b. Mekanisme kerja Imunoterapi.
Prinsip pertama dari imunoterapi adalah bahwa efektifitas klinis tergantung dosis, dosis
minimal tertentu dari ekstrak alergen harus diberikan untuk mendapatkan suatu kontrol
gejala yang efektif. Ekstrak alergen ini dibuat dengan proses yang khusus dengan
mencampurkan sumber material alergen (pollen, mold spores, dust mites, animal pelt) pada
cairan buffer untuk mengekstraksi komponen yang larut dalam air. Pada saat ini banyak
ekstrak alergen komersial dibawah lisensi FDA yang dijual dipasaran.7,13
Efek terapi meningkat bersamaan dengan lamanya pengobatan. Perbaikan yang nyata
biasanya baru tampak setelah terapi diberikan 6 bulan atau lebih. Diperlukan waktu yang
cukup panjang untuk menaikkan dosis alergen yang terkecil yang ditoleransi sampai
konsentrasi 10.000 kali untuk mencapai kadar yang memberi efek klinis dan imunologis.
Efek klinis terus meningkat sampai beberapa tahun setelah penyuntikkan dihentikan.
Lamanya penyuntikan ini perlu dibicarakan dengan pasien dan keluarganya sebelum
memulai terapi. Pemberian dosis meningkat umumnya dilakukan tiap minggu, namun ada
juga yang memberikan dengan cara setiap hari dalam seminggu, dilanjutkan 1 minggu
istirahat kemudian disusul seminggu setiap hari. Cara ini disebut semi rush protocol. Ada
juga yang memberikan semua peningkatan dosis sampai rumatan dalam 1 hari. Cara ini
disebut sebagai rush protocol. 7,13

Sebagian besar gejala pasien berkurang, dan imunoterapi hanya mengurangi beratnya
gejala

tetapi tidak menghilangkannya. Reaksi anafilaksis yang bersifat sistemik sering

dilaporkan, tetapi biasanya ringan. Reaksi ini sangat mungkin terjadi oleh karena pasien
diberikan alergen yang berdasarkan pemeriksaan RAST dan tes kulit memang sensitif, serta
diberikan penyuntikan secara berulang. Jadi untuk mengantisipasi terjadinya reaksi
anafilaksis pasien harus menunggu 20-30 menit, baru boleh pulang. Penelitian sedang
dilakukan dengan penambahan ajuvan untuk meningkatkan efektivitas dari imunoterapi, dan
memodifikasi alergen untuk mengurangi resiko reaksi anafilaksis yang berat misalnya secara
sublingual.7,13

Gambar: Mekanisme Imunoterapi, dikutip Allergology International Journal

Mekanisme dan cara kerja yang pasti dari imunoterapi belum diketahui. Beberapa
mekanisme imunoterapi telah dikemukakan untuk menerangkan keberhasilan imunoterapi
yaitu, Induksi pembentukan IgG (blocking antibody), penurunan produksi IgE, penurunan
pengerahan sel efektor, perubahan keseimbangan sitokin (pergeseran dari Th2 ke Th1),
induksi terjadinya sel T regulator, anergi sel T. Atopi adalah peningkatan sensitivitas sebagai
hasil peningkatan antibodi IgE spesifik terhadap alergen lingkungan yang umum seperti
tungau, serbuk sari, atau bulu hewan. Pajanan berulang terhadap alergen secara bermakna
akan meningkatkan prevalensi asma. Imunoterapi bekerja pada antibodi spesifik terhadap

alergen. IgE spesifik meningkat sementara pada awal pemberian imunoterapi, tetapi
menurun setelah dosis rumatan. Reaksi cepat kulit menurun setelah imunoterapi tetapi
sangat kecil perannya dalam perbaikan klinis. Dipihak lain, reaksi lambat pada uji kulit
menurun secara nyata setelah imunoterapi. Imunoterapi juga menginduksi IgG spesifik
terhadap alergen, berfungsi untuk meniadakan respons alergi walaupun terdapat korelasi
lemah dengan perbaikan klinis. IgG terutama meningkat berkorelasi dengan peningkatan
dosis.3,7,14,18,20
Imunoterapi rupanya mempunyai efek modulasi pada sel T, hal ini menerangkan
mengapa gejala klinis dan reaksi lambat sangat ditekan walaupun penurunan antibodi tidak
menurun bermakna. Berdasarkan hal ini beberapa formula baru imunoterapi telah dirancang
dengan menggunakan peptide sel T atau bentuk konjugasi alergen untuk menggeser sitokin
kearah pola Th1. Imunoterapi spesifik sangat efektif untuk rinitis alergi jika penyebabnya
terbatas. Seperti penggunaan untuk penyakit lain, sangat penting dilakukan pemilihan pasien
yang tepat. Efektifitas imunoterapi terhadap rinitis alergi musiman (Seasonal Allergic
Rhinitis) terutama yang gagal pengobatan konvensional, telah banyak dibuktikan pada
beberapa penelitian. Data yang telah ada menunjukkan bahwa pemberian imunoterapi
selama 3 tahun pada rinitis alergika cukup efektif memberi penyembuhan, dan khasiatnya
masih bertahan sampai 6 tahun setelah imunoterapi dihentikan. Hal ini sangat kontras
dengan pengobatan konvensional yang biasanya berhenti khasiatnya begitu pengobatan
dihentikan.7,14
Kegunaan imunoterapi untuk rinitis alergi perennial kurang memuaskan dibanding
rinitis alergi musiman. Hal ini mencerminkan lebih kompleksnya faktor penyebab rinitis
alergi perennial. Selain alergi, ada penyebab lain yaitu instabilitas vasomotor, infeksi, dan,
sensitifas terhadap aspirin. Beberapa penelitian membuktikan adanya perbaikan toleransi
terhadap paparan dengan bulu kucing, baik melalui uji provokasi maupun klinis. Terdapat
peningkatan kadar IgG spesifik terhadap alergen dalam bulan-bulan pertama imunoterapi.
Diperkirakan alergen spesifik IgG ini berfungsi sebagai blocking antibodi dengan
menghalangi antigen berikatan dengan IgE. Imunoterapi juga berperan pada keseimbangan
aksis Th1/Th2, dengan bergeser kearah Th1. Seperti diketahui fenotipe interleukin Th2
dihubungkan dengan peningkatan penyakit alergi, dan produksi interleukin Th1 berpengaruh
pada proteksi. Imunoterapi juga mempunyai pengaruh pada sel mast, basofil dan eosinofil.

Terdapat penurunan yang sangat menyolok dari sel mast dan basofil, juga terjadi penurunan
eosinofil dari sekresi nasal dan spesimen bronkial.7
c. Indikasi Imunoterapi.
Imunoterapi pada rinitis alergi hanya diberikan bilamana telah dilakukan penghindaran
alergen dan iritan secara maksimal, dan pemberian medikamentosa secara benar dan
optimal, terutama oleh karena lamanya terapi. Imunoterapi pada rinitis alergi telah terbukti
sangat efektif baik untuk rinitis alergi yang intermiten maupun persisten. Lamanya terapi
biasanya antara 3-5 tahun, dan biasanya gejala tetap membaik walaupun pengobatan telah
dihentikan. Imunoterapi tidak dilakukan pada keadaan auto imun, kelainan jantung, ada
riwayat anafilaksis sebelum melakukan imunoterapi, keadaan klinis yang tidak adekuat
untuk melakukan imunoterapi, serta keterbatasan fasilitas dan kelengkapan untuk melakukan
resusitasi.3,4,5,13,18
Indikasi imunoterapi adalah untuk penyandang rinitis atau asma alergi yang
disebabkan oleh alergen spesifik. Alergen yang diberikan tersebut telah dijamin efektifitas
dan keamanannya melalui penelitian klinis. Imunoterapi juga di indikasikan

sebagai

profilaksis untuk pasien yang sensitif terhadap alergen selama musim pollen atau
perrenial.17
Kontra indikasi relatif imunoterapi adalah sebagai berikut :3,7
1. Anak dibawah usia 5 tahun
2. Keadaan hamil sebaiknya tidak dimulai imunoterapi, akan tetapi bila
imunoterapi telah dilakukan sebelum kehamilan maka dapat diteruskan .
3. Penyakit imunopatologik seperti pneumonitis hipersensitif termasuk
4.
5.
6.
7.

aspergilosis bronkopulmoner alergi


Keadaan imunodefisiensi yang berat
Keganasan
Kelainan psikiatri yang berat
Pengobatan dengan penyekat beta, karena reaksi anafilaksis keadaan akan

memberat dan sulit diatasi dengan cara konvensional


8. Pasien tidak patuh
9. Pasien mengalami efek samping yang berat yang berulang selama terapi
10. Asma berat yang tidak terkontrol dengan farmakoterapi
11. Penyakit kronik saluran pernafasan dengan volume ekspirasi paksa detik1(VEP1) < 70% prediksi walaupun telah mendapatkan farmakoterapi yang
optimal

12. Pasien dengan penyakit kardiovaskuler berat yang disebabkan oleh efek
anafilaksis terhadap miokardium. Hipotensi dan vasokonstriksi pulmoner
akan menambah beban jantung juga perfusi miokardium sendiri akan
berkurang.
d.

Jenis Imunoterapi.
Jenis-jenis Imunoterapi Alergen Spesifik :13
a).

Subcutaneous conventional immunotherapy

b).

Subcutaneous cluster immunotherapy

c).

Subcutaneous rush immunotherapy

d).

Subcutaneous ultra rush immunotherapy

e).

Immunotherapy Sublingual swallow

f).

Intra nasal immunotherapy

Cluster schedules immunotherapy (skedul tandan) ditandai dengan 2 atau lebih


penyuntikan diberikan pada satu kunjungan, sehingga untuk mencapai dosis pemeliharaan
waktu lebih cepat dapat dicapai dibanding skedul konvensional (Summary).14
Rush immunotherapy (Imunoterapi sangat cepat) adalah rancangan imunoterapi :
1) Dosis peningkatan dipercepat
2) Pemberian tambahan dosis alergen berulang bertingkat pada setiap
kunjungan dengan interval waktu suntikan bervariasi antara 15 dan 60
menit.
3) Interval waktu kunjungan 1 sampai 3 hari sampai target dosis terapeutik/
pemeliharaan dicapai.
4) Dosis pemeliharaan dimungkinkan tercapai dalam waktu 6 hari, namun
pasien memerlukan perawatan di rumah sakit, karena lebih sering diikuti
reaksi sistemik.13
Ultra rush immunotherapy schedules telah dikerjakan pada hipersensitifitas sengatan
serangga untuk mencapai dosis pemeliharaan dalam waktu lebih singkat (3,5 sampai 4
jam). Local nasal aeroallergen immunotherapy, merupakan bentuk imunoterapi alternatif
yang menggunakan larutan alergen yang disemprotkan ke mukosa hidung dengan interval
waktu tertentu. Efek samping yang timbul berupa pruritus, kongesti dan bersin. Belum ada
penelitian yang merekomendasikan bentuk ini sebagai salah satu imunoterapi.3,5,7,13

Sublingual

Immunotherapy,

adalah

cara

lain

imunoterapi.

Sebagai alternatif pemberian yang lebih aman dan nyaman bagi pasien adalah ekstrak
tumbuhan yang dicampur dengan alergen dan diberikan secara oral atau sublingual. Cara
kerja imunoterapi sublingual adalah dengan mengubah respons limfosit T terhadap alergen.
Pemberian imunoterapi sublingual ternyata lebih hemat, lebih aman, dan nyaman bagi
pasien serta tidak memerlukan supervise medis dalam pelaksanaan tetapi efektifitasnya
lebih rendah daripada imunoterapi suntikan.3,10,15,16

Anda mungkin juga menyukai