Anda di halaman 1dari 27

Blok Mekanisme Pertahan Tubuh

Wrap Up: Skenario 2

FAKULTAS KEDOKTERAN
Kelompok

: A-16

Ketua

: Febrian Alam Vedaxena

1102014098

Sekretaris

: Firdausina Ardian Vega

1102014102

Anggota

: Almarchiano Sandi

1102014013

Amirah Dhia Nabila S.

1102014020

Dafi Yulinda

1102014064

Fajar Pambudi

1102014090

Fitri Iriyani

1102014106

Hani Hanifah

1102014119

Afdhalul Mahfud

1102010008

Airiza Aszelea Athira

1102010011

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
JL. LET. JEND. SUPRAPTO, CEMPAKA PUTIH,
JAKARTA PUSAT, 10510
REAKSI ALERGI
Seorang perempuan berusia 20 tahun, datang ke dokter dengan keluhan gatal-gatal serta

bentol-bentol merah yang hampir merata di seluruh tubuh, timbul bengkak pada kelopak mata
dan bibir sesudah minum obat penurun panas (paracetamol). Pada pemeriksaan fisik didapatkan
angioedema di mata dan bibir serta urtikaria di seluruh tubuh. Dokter menjelaskan keadaan ini
diakibatka oleh reaksi alergi (hipersensitivitas tipe cepat), sehingga ia mendapatkan obat
antihistamin dan kortikosteroid. Dokter memberikan saran agar selalu berhati-hati dalam
meminum obat serta berkonsultasi dulu dengan dokter.

KATA SULIT
Angioedema
: Reaksi vascular pada dermis bagian dalam atau jaringan subkutan atau
submucosa (Dorland)
2

Urtikaria
: Reaksi vascular lapisan dermis bagian atas yang ditandai dengan
gambaran sementara bercak yang agak menonjol, yang lebih merah dan seringkali disertai
dengan gatal yang hebat (Dorland)
Hipersensitivitas
: Keadaan berubahnya reaktivitas ditandai dengan reaksi tubuh berupa
respon imun yang bertambah terhadap sesuatu yang dianggap sebagai benda asing (Dorland)
Alergi
: Peningkatan reaktivitas/ sensitivitas terhadap antigen yang pernah
dipajankan sebelumnya (Dorland)
Antihistamin
: Agen yang melawan kerja histamine dan digunakan untuk mengobati
reaksi alergi & sebagai komponen dalam sediaan obat batuk dan influenza (Dorland)
Paracetamol
: Amida asam asetat dan p aminophenol mempunyai efek analgesic %
antipiuretik mirip aspirin, tetapi mempunyai efek anti inflamasi yang lemah. Diberikan melalui
oral (Dorland)

BRAIN STROMING
PERTANYAAN
1. Bagaimana mekanisme terjadinya gatal-gatal?

2. Apa saja tipe hipersensitivitas?


3. Mengapa angioedema muncul di daerah muka dan bibir?
4. Mengapa bahan yang tidak berbahaya pada seseorang bisa menimbulkan bahaya bagi
orang lain?
5. Apa ciri-ciri hipersensitivitas tipe 4?
6. Mengapa dokter memberikan obat antihistamin?
7. Apakah ada obat yang dapat menyembuhkan alergi?
8. Bagaimana mekanisme terjadinya alergi?
9. Apa saja penyakit yang ditimbulkan oleh alergi obat?
10. Apa saja tes yang dapat dilakukan untuk mengetahui reaksi alergi?
11. Pandangan agama islam terhadap bahasan konsumsi obat?
JAWABAN
1. Allergen masuk berikatan dengan IgE & sel mast APC sekresi interleukin 4 &
interleukin 13 - degranulasi sel mast timbul gejala klinis seperti gatal-gatal
2. Berdasarkan waktu
: cepat, sedang, lambat
Berdasarkan Gell dan Coombs : tipe I, tipe II. Tipe III, tipe IV
3. Karena di mata dan bibir submucosa lebih tipis
4. Adanya IgE spesifik terhadap alergi
5. Cepat muncul gejala sekitar 15-30 menit
6. Untuk memblokade mediator-mediator histamine
7. Menyembuhkan pada simptomatik (anti radang, kortikosteroid), namun pada alerginya
belum ada
8. Allergen masuk berikatan dengan IgE & sel mast APC (menstimulasi T Helper 2)
sekresi interleukin 4 & interleukin 13 - degranulasi sel mast (pelepasan histamine)
timbul gejala klinis.
9. SSJ
10. Tes injeksi, skin prick test, pemeriksaan in vitro (Im)
11. Tergantung tujuan : untuk kemaslahatan
Tergantung dosis karena yang berlebihan dilarang oleh Allah

HIPOTESIS
Hipersensitivitas terbagi menjadi tiga menurut waktu yaitu reaksi cepat, intermediet dan
lambat. Selain itu menurut Gell dan Coombs hipersensitivitas terbagi menjadi empat
yaitu tipe I, tipe II, tipe III, tipe IV. Mekanisme hipersensitivitas terjadi ketika allergen
masuk ke dalam tubuh kemudian allergen berikatan dengan IgE kemudian menstimulasi

pembentukan sel limfosit T helper 2 sekresikan IL 4 dan IL 13 yang membuat degranulasi


sel mast. Hal itu menyebabkan terlepasnya histamine dan timbulnya gejala klinis seperti
angioedema dibagian mata dan bibir dan urtikaria. Hipersensitivitas dapat diketahui
dengan cara tes injeksi, skin prick test, pemeriksaan in vitro (Im), dan dapat ditangani
dengan pemberian antihistamin dan kortikosteroid walaupun kedua obat tersebut tidak
dapat menyembuhkan hipersensitivitas dan alergi. Sesuai dengan pandangan islam kita
harus memilih obat kita harus sesuai dengan tujuan untuk kemaslahatan.

SASARAN BELAJAR
LI.1. Memahami dan menjelaskan reaksi hipersensitivitas
1.1 Definisi
1.2 Etiologi
LI.2. Memahami dan menjelaskan reaksi hipersensitivitas tipe I
2.1 Mekanisme
2.2 Manifestasi
LI.3. Memahami dan menjelaskan reaksi hipersensitivitas tipe II
3.1 Mekanisme
3.2 Manifestasi
LI.4. Memahami dan menjelaskan reaksi hipersensitivitas tipe III
4.1 Mekanisme
4.2 Manifestasi
LI.5. Memahami dan menjelaskan reaksi hipersensitivitas tipe IV
5.1 Mekanisme
5.2 Manifestasi
LI.6. Memahami dan menjelaskan peranan anti histamin dan kortikosteroid
6.1 Farmakokinetik
6.2 Farmakodinamik
LI.7. Mampu menjelaskan pandangan islam terhadap konsumsi obat

LI.1. Mehamami dan Menjelaskan Hipersensitivitas


1.1. Definisi
Hipersensitivitas adalah keadaan perubahan reaktivitas saat tubuh bereaksi terhadap
respons imun yang berlebihan atau tidak tepat terhadap sesuatu yang dianggap benda asing.
Hasil reaksi ini dapat berupa sutu lesi yang berbentuk ringan sebagai inflamasi lokal sampai syok
menyuluruh. Hipersensitivitas terhadap antigen tubuh sendiri disebut penyakit autoimun.
(Dorland, 2010)

Suatu keadaan dengan respons sistem imun yang menyebabkan reaksi berlebihan atau
tidak sesuai yang membahayakan hospesnya sendiri. Pada orang tertentu, reaksi-reaksi tersebut
secara khas terjadi setelah kontak kedua dengan antigen spesifik (alergen). Kontak pertama
adalah kejadian pendahulu yang diperlukan yang dapat menginduksi sensitasi terhadap antigen
spesifik tersebut.
(Jawetz et al. 2008 )
1.2. Etiologi
Penyebab alergi tidaklah jelas walaupun tampaknya terdapat predisposisi genetic.
Predisposisi tersebut dapat berupa pengikatan IgE yang berlebihan, mudahnya sel mast dipicu
untuk berdegranulasi , atau respon sel T helper yang berlebihan. Hasil penelitian terkini
menunjukan bahwa defisiensi sel T regulatori dapat menyebabkan responsivitas berlebihan dari
system imun dan alergi. Pajanan berlebihan terhadap alergen-alergen tertentu setiap saat,
termasuk selama gestasi, dapat menyebabkan respon alergi.
Secara umum semua benda di lingkungan (pakaian, makanan, tanaman, perhiasan, alat
pembersih, dsb) dapat menjadi penyebab alergi, namun faktor lain misalnya :

Perbedaan keadaan fisik setiap bahan


Kekerapan pajanan
Daya tahan tubuh seseorang
Adanya reaksi silang antar bahan akan berpengaruh terhadap timbulnya alergi
(Retno W.Soebaryo, 2002)

Faktor yang berperan dalam alergi makanan yaitu :


Faktor Internal
Imaturitas usus secara fungsional (misalnya dalam fungsi-fungsi : asam lambung, enzymenzym usus, glycocalyx) maupun fungsi-fungsi imunologis (misalnya : IgA sekretorik)
memudahkan penetrasi alergen makanan. Imaturitas juga mengurangi kemampuan usus
mentoleransi makanan tertentu.
Genetik berperan dalam alergi makanan. Sensitisasi alergen dini mulai janin sampai masa
bayi dan sensitisasi ini dipengaruhi oleh kebiasaan dan norma kehidupan setempat.
Mukosa dinding saluran cerna belum matang yang menyebabkan penyerapan alergen
bertambah.
LI.2. Mehamami dan Menjelaskan Reaksi Hipersensitivitas Tipe I
2.1. Mekanisme

Terpajan Ulang

Sel Mast mengeluarkan mediator vasoaktif

Pada tipe 1 terdapat beberapa fase, yaitu :


a. Fase sensitasi yaitu waktu yang dibutuhkan untuk membentuk IgE sampai diikat
silang oleh reseptor spesifik pada permukaan sek mast/basofil.
Pajanan dan antigen mengaktifkan sel Th2. Sel Th2 merangsang sel B menjadi sel
plasma dan sel memori.Sel plasma menghasilkan IgE.

b. Fase aktivasi yaitu waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan antigen yang
spesifik dan sel mast/basofil melepas isinya yang berisikan granul yang menimbulkan
reaksi. Hal ini terjadi oleh ikatan silang antara antigen dan IgE.
Lalu ikatan itu terjadi pada permukaan sel mast yang akan mengaktifasi SyK. Sinyal
SyK akan menimbulkan degranulasi produksi LT dan traskripsi gen sitokin dan
kemokin. Itu semua adalah mediator farmakologis aktif (amin fasoaktif) dari sel mast
dan basofil.Mediator-mediator itu yang berperan dalam gejala akut dan kronis
penyakit alergi.
c. Fase efektor yaitu waktu yang terjadi respon yang kompleks (anafilaksisi) sebagai
efek mediator-mediator yang dilepas sel mast/basofil dengan aktivasi farmakologik.
Akibat ikatan antigen-IgE, sel mast dan basofil mengalami degranulasi dan
melepas mediator dalam waktu beberapa menit yang preformed antara lain histamin
yang menimbulkan gejala reaksi hipersensitivitas tipe I.(Baratawidjaja, Karnen:2014)
2.2. Manifestasi
a. Reaksi lokal
Reaksi hipersensitifitas tipe 1 lokal terbatas pada jaringan atau organ spesifik
yang biasanya melibatkan permukaan epitel tempat alergan masuk. Kecenderungan
untuk menunjukkan reaksi Tipe 1 adalah diturunkan dan disebut atopi. Sedikitnya 20%
populasi menunjukkan penyakit yang terjadi melalui IgE seperti rinitis alergi, asma
dan dermatitis atopi. IgE yang biasanya dibentuk dalam jumlah sedikit, segera diikat
oleh sel mast/basofil. IgE yang sudah ada pada permukaan sel mast akan menetap
untuk beberapa minggu. Sensitasi dapat pula terjadi secara pasif bila serum (darah)
orang yang alergi dimasukkan ke dalam kulit/sirkulasi orang normal. Reaksi alergi
yang mengenai kulit, mata, hidung dan saluran nafas.
b. Reaksi sistemik anafilaksis
Anafilaksis adalah reaksi Tipe 1 yang dapat fatal dan terjadi dalam beberapa
menit saja.Anafilaksis adalah reaksi hipersensitifitas Gell dan Coombs Tipe 1 atau
reaksi alergi yang cepat, ditimbulkan IgE yang dapat mengancam nyawa.Sel mast dan
basofil merupakan sel efektor yang melepas berbagai mediator.Reaksi dapat dipacu
berbagai alergan seperti makanan (asal laut, kacang-kacangan), obat atau sengatan
serangga dan juga lateks, latihan jasmani dan bahan anafilaksis, pemicu spesifiknya
tidak dapat diidentifikasi.
c. Reaksi pseudoalergi atau anafilaktoid
Reaksi pseudoalergi atau anafilaktoid adalah reaksi sistemik umum yang
melibatkan pengelepasan mediator oleh sel mast yang terjadi tidak melalui
IgE.Mekanisme pseudoalergi merupakan mekanisme jalur efektor nonimun.Secara
klinis reaksi ini menyerupai reaksi Tipe I seperti syok, urtikaria, bronkospasme,
anafilaksis, pruritis, tetapi tidak berdasarkan atas reaksi imun.Manifestasi klinisnya
sering serupa, sehingga kulit dibedakan satu dari lainnya.Reaksi ini tidak memerlukan
pajanan terdahulu untuk menimbulkan sensitasi.Reaksi anafilaktoid dapat ditimbulkan
9

antimikroba, protein, kontras dengan yodium, AINS, etilenoksid, taksol, penisilin, dan
pelemas otot.(Baratawidjaja, Karnen:2014)
LI.3. Mehamami dan Menjelaskan Reaksi Hipersensitivitas Tipe II
3.1. Mekanisme
Reaski hipersensitivitas tipe II disebut juga reaksi sitotoksik atau sito litik, terjadi karena
dibentuk antibodi jenis igG atau IgM terhadap antigen yang merupakan bagian sel penjamu.
Reaksi diawali oleh reaksi antara antibodi dan determinan antigen yang merupakan bagian dari
membrane sel tergantung apakah komplemen atau molekul asesori dan metabolism sel dilibatkan

Antibodi tersebut dapat mengaktifkan sel yang memiliki reseptor Fc-R dan juga sel NK yang
dapat berperan sebagai sel efektor dan menimbulkan kerusakan melalui ADCC. Reaksi Tipe II
dapat menunjukan berbagai menifestasi klinik
Reaksi transfusi
Sejumlah besar protein dan glikoprotein pada membrane SDM dikandi oleh berbagai gen. Bila
darah individu golongan darah A mendapat transfusi golongan B terjadi reaksi transfusi, oleh
karena B isoheaglutunin berikatan dengan sel darah B yang Menimbulkan kerusakan darah direk
oleh hemolisis masif intravaskular. Reaksi dapat cepat atau lambat. Reaksi cepat biasanya
disebabkan oleh imkopatibilitas golongan darah ABO yang dipacu oleh IgM.

10

Dalam beberapa dapat ditemukan dalam plasma dan disaring melalu ginjal dan menimbulkan
hemoglobinuria, hal tersebut disebabkan oleh sel darah yang lisis juga akan memcah hemoglobin
yang dikandungnya. Beberapa heglobin diubah menjadi bilirubin yang pada kadar tinggi bersifat
toksik. Gelaja khasnya berupa demam, mengigil nausea bekuan dalan pembuluh darah, nyeri
pinggang bawah dan hemoglobinuria.
Reaksi transfusi darah yang lambat terjadi pada mereka yang pernah mendapat transfusi
berulang dengan darah yang kompatibel ABO namum inkompatibel dengan golongan darah
lainnya. reaksi terjadi 2 sampai 6 hari setelah transfusi. Darah yang ditransfusikan memacu
pembentukan IgG terhadap berbagai antigen membrane golongan darah, tersering adalah
golongan Rhesus, Kidd, Kell dan Duffy.
3.2. Manifestasi
Penyakit hemolitik bayi baru lahir
Penyakit hemolitik pada nayi baru lahir ditimbulkan oleh inkmpabilitas Rh dalam kehamilan,
yaitu pada ibu dengan golongan darah Rhesus negatif dan janin dengan Rhesus posiitif.
Anemia hemolitik.
Antibiotika tertentu seperti penisilin, sefalosporin dan streptomisin dapat diabsorbsi nonspesifik
pada protein membrane SDM yang membentuk kompleks serupa kompleks molekul hapten
pembawa. Pada beberapa penderita, kompleks membentuk antibodi yang selanjutnya mengikat
obat pada SDM dan dengan bantuan komplemen menimbulakn lisis dengan anemia progesif.

LI.4. Mehamami dan Menjelaskan Reaksi Hipersensitivitas Tipe III


4.1. Mekanisme

11

akan merusak jaringan di sekitar tempat tersebut

Me

Dalam keadaan normal, kompleks imun yang terbentuk akan diikat dan diangkut
oleh eritrosit ke hati, limpa dan paru untuk dimusnahkan oleh sel fagosit dan PMN.
Kompleks imun yang besar akan mudah untuk di musnahkan oleh makrofag hati. Namun,
yang menjadi masalah pada reaksi hipersensitivitas tipe III adalah kompleks imun kecil
yang tidak bisa atau sulit dimusnahkan yang kemudian mengendap di pembuluh darah
atau jaringan
1. Kompleks Imun Mengendap di Dinding Pembuluh Darah

12

Makrofag yang diaktifkan kadang belum dapat menyingkirkan kompleks


imunsehingga makrofag dirangsang terus menerus untuk melepas berbagai bahan yang
dapat merusak jaringan. Kompleks yang terjadi dapat menimbulkan:
Agregasi trombosit
Aktivasi makrofag

Perubahan permeabilitas vaskuler


Aktivasi sel mast
Produksi dan pelepasan mediator inflamasi
Pelepasan bahan kemotaksis
Influks neutrofil
Sumber (Baratawidjaja, Karnen:2014)

2. Kompleks Imun Mengendap di Jaringan


Hal yang memungkinkan kompleks imun mengendap di jaringan adalah ukuran
kompleks imun yang kecil dan permeabilitas vaskuler yang meningkat. Hal tersebut
terjadi karena histamin yang dilepas oleh sel mast.

13

http://www.medicinesia.com/kedokteran-dasar/imunologi/hipersensitivitas-tipe-3reaksi-kompleks-antigen-antibodi/
Antigen yang membentuk kompleks imun dapat berasal dari luar, seperti protein
asing yang diinjeksikan atau dihasilkan mikroba.Juga berasal dari dalam jika
seseorangmenghasilkan antibido melawan komponennya sendiri (autoimun).Reaksi
hipersensitivitas tipe 3 dapat dipicu dalam jaringan kulit individu yang sensitisasi, yang
memiliki antobodi IgG yang spesifit terhadap antigenpemicusensitisasi tersebut.Apabila
antigen disuntikan ke dalam individu tersebut, IgG yang telah terdifusi ke jaringan kulit
membentuk senyawa kompleks imunsetempat. Kompleks imun tersebut akan mengikat
reseptor Fc pada permukaan sel dan juga mengaktifkan komplemen sehingga C5a yang
terbentuk akan memicu respon peradanngan setempat disertai peningkatan permeabilitas
pembuluh darah.
4.2. Manifestasi

urtikaria

demam
kelainan sendi, atralgia dan efusi sendi
imfadenopati
gejala-gejala timbul 5-20 hari setelah pemberian obat
Reaksi-reaksi yang ditimbulkan oleh hipersensitivitas tipe III memiliki dua bentuk
reaksi, yaitu lokal dan sistemik.

A. Reaksi Lokal atau Fenomena Arthus


Pada mulanya, Arthus menyuntikkan serum kuda ke kelinci secara berulang di
tempat yang sama. Dalam waktu 2-4 jam, terdapat eritema ringan dan edem pada kelinci.
Lalu setelah sekitar 5-6 suntikan, terdapat perdarahan dan nekrosis di tempat suntikan.
Hal tersebut adalah fenomena Arthus yang merupakan bentuk reaksi kompleks imun.
Antibodi yang ditemukan adalah presipitin. Reaksi Arthus dalam kilinis dapat berupa
vaskulitis dengan nekrosis.
Mekanisme pada reaksi arthus adalah sebaga berikut:

14

1. Neutrofil menempel pada endotel vaskular kemudian bermigrasi ke jaringan tempat


kompleks imun diendapkan. Reaksi yang timbul yaitu berupa pengumpulan cairan di
jaringan (edema) dan sel darah merah (eritema) sampai nekrosis.
2. C3a dan C5a yag terbentuk saat aktivasi komplemen meningkatkan permeabilitas
Sumber (Baratawidjaja, Karnen:2014)

3. Pembuluh darah sehingga memperparah edema. C3a dan C5a juga bekerja sebagai
faktor kemotaktik sehingga menarik neutrofil dan trombosit ke tempat reaksi.
Neutrofil dan trombosit ini kemudian menimbulkan statis dan obstruksi total aliran
darah.
4. Neutrofil akan memakan kompleks imun kemudian akan melepas bahan-bahan
seperti protease, kolagenase dan bahan-bahan vasoaktif bersama trombosit sehingga
akan menyebabkan perdarahan yang disertai nekrosis jaringan setempat.
B. Reaksi Sistemik atau Serum Sickness
Antibodi yang berperan dalam reaksi ini adalah IgG atau IgM dengan mekanisme
sebagai berikut:
1. Komplemen yang telah teraktivasi melepaskan anafilatoksin (C3a dan C5a) yang
memacu sel mast dan basofil melepas histamin.
2. Kompleks imun lebih mudah diendapkan di daerah dengan tekanan darah yang tinggi
dengan putaran arus (contoh: kapiler glomerulus, bifurkasi pembuluh darah, plexus
koroid, dan korpus silier mata)
3. Komplemen juga menimbulkan agregasi trombosit yang membentuk mkrotrombi
kemudian melepas amin vasoaktif. Bahan-bahan vasoaktiv tersebut mengakibatkan
vasodilatasi, peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan inflamasi.
15

4. Neutrofil deikerahkan untuk menghancurkan kompleks imun. Neutrofil yang


terperangkap di jaringan akan sulit untuk memakan kompleks tetapi akan tetap
melepaskan granulnya (angry cell) sehingga menyebabkan lebih banyak kerusakan
jaringan.
5. Makrofag yang dikerahkan ke tempat tersebut juga meleaskan mediator-mediator
antara lain enzim-enzim yang dapat merusak jaringan
Dari mekanisme diatas, beberapa hari minggu setelah pemberian serum asing
akan mulai terlihat manifestasi panas, gatal, bengkak-bengkak, kemerahan dan rasa sakit
di beberapa bagian tubuh sendi dan kelenjar getah bening yang dapat berupa vaskulitis
sistemik (arteritis), glomerulonefritis, dan artiritis. Reaksi tersebut dinamakan reaksi
Pirquet dan Schick.(Baratawidjaja, Karnen:2014)
LI.5. Mehamami dan Menjelaskan Reaksi Hipersensitivitas Tipe IV
5.1. Mekanisme

Sumber:http://www.medicinesia.com/kedokteran-dasar/imunologi/hipersensitifitas-tipeiv-delayed-type-hypersensitivity-tipe-iv/

Delayed Type Hypersensitivity Tipe IV :


a. Fase sensitasi
Membutuhkan waktu 1-2 minggu setelah kontak primer dengan antigen. Th
diaktifkan oleh APC melalui MHC-II. Berbagai APC (sel Langerhans/SD pada kulit

16

dan makrofag) menangkap antigen dan membawanya ke kelenjar limfoid regional


untuk dipresentasikan ke sel T sehingga terjadi proliferasi sel Th1 (umumnya).

b. Fase efektor
Pajanan ulang dapat menginduksi sel efektor sehingga mengaktifkan sel Th1
dan melepas sitokin yang menyebabkan :
-

Aktifnya sistem kemotaksis dengan adanya zat kemokin (makrofag dan sel
inflamasi). Gejala biasanya muncul nampak 24 jam setelah kontak kedua.

Menginduksi monosit menempel pada endotel vaskular, bermigrasi ke jaringan


sekitar.

Mengaktifkan makrofag yang berperan sebagai APC, sel efektor, dan


menginduksi sel Th1 untuk reaksi inflamasi dan menekan sel Th2.

Mekanisme kedua reaksi adalah sama, perbedaannya terletak pada sel T


yang teraktivasi. Pada Delayed Type Hypersensitivity Tipe IV, sel Th1 yang
teraktivasi dan pada T Cell Mediated Cytolysis, sel Tc/CTL/ CD 8+ yang
teraktivasi.
Contoh mekanisme reaksi hipersensitivitas tipe IV :
Reaksi pada infeksi parasit dan bakteri intrasel
a. DTH mengaktifkan influks makrofag pada infeksi yang tidak dapat ditemukan
oleh antibodi.
b. Makrofag melepaskan enzim litik yang menyebabkan kerusakan jaringan.
c. Bila enzim litik terus diproduksi dapat mengakibatkan reaksi granulomatosis
yang akan menyebabkan nekrosis pada jaringan yang dapat mengenai jaringan
pembuluh darah.
Respon pada infeksi M. tuberkulosis
a. Bakteri mengaktifkan respon DTH yang selanjutnya mengaktifkan makrofag
yang merangsang isolasi kuman dalam lesi granuloma (tuberkulin)
b. Tuberkulin akan melepaskan enzim litik yang akan merusak jaringan paru-paru
dan menimbulkan nekrosis jaringan.
Granuloma terbentuk pada :
a. TB
b. Lepra
c. Skistosomiasis
d. Lesmaniasis
e. Sarkoidasis
(Baratawidjaja, Karnen:2014)
5.2. Manifestasi
1. Dermatitis kontak
Merupakan penyakit CD8+ yang terjadi akibat kontak dengan bahan yang tidak
berbahaya seperti formaldehid, nikel, bahan aktif pada cat rambut (contoh reaksi DTH).

17

2. Hipersensitivitas tuberculin
Bentuk alergi spesifik terhadap produk filtrat (ekstrak/PPD) biakan
Mycobacterium tuberculosis yang apabila disuntikan ke kulit (intrakutan), akan
menimbulkan reaksi ini berupa kemerahan dan indurasi pada tempat suntikan dalam 1224 jam. Pada individu yang pernah kontak dengan M. tuberkulosis, kulit akan
membengkak pada hari ke 7-10 pasca induksi. Reaksi ini diperantarai oleh sel CD4+.
3. Reaksi Jones Mote
Reaksi terhadap antigen protein yang berhubungan dengan infiltrasi basofil yang
mencolokpada kulit di bawah dermis, reaksi ini juga disebut sebagai hipersensitivitas
basofil kutan.Reaksi ini lemah dan nampak beberapa hari setelah pajanan dengan protein
dalam jumlah kecil, tidak terjadi nekrosis jaringan.Reaksi ini disebabkan oleh suntikan
antigen larut (ovalbumin) dengan ajuvan Freund.
4. Penyakit CD8+
Kerusakan jaringan terjadi melalui sel CD8+/CTL/Tc yang langsung membunuh
sel sasaran.Penyakit ini terbatas pada beberapa organ saja dan biasanya tidak sistemik,
contoh pada infeksi virus hepatitis.

LI.6 Memahami dan Menjelaskan Antihistamin dan Kortikosteroid


6.1 Farmakokinetik
Antihistamin
-

Antagonis reseptor H1 (AH1)


Farmakodinamik
AH1 menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus,
bermacam otot polos, selain itu AH1 bermanfaat untuk mengobati reaksi
hipersensitivitas atau keadaan lain yang disertai penglepasan histamin
endogen berlebihan.
- Antagonis reseptor H2 (AH2)
Simetidin dan Ranitidin

Farmakodinamik
Simetadin dan ranitidin menghambat reseptor H2 secara selektif dan
reversible. Kerjanya menghambat sekresi asam lambung. Simetadin
dan ranitidin juga mengganggu volume dan kadar pepsin cairan
lambung.
Famotidin

Farmakodinamik
Famotidin merupakan AH2 sehingga dapat menghambat sekresi asam
lambung pada keadaan basal, malam, dan akibat distimulasi oleh
pentagastrin.Famotidin 3 kali lebih poten daripada ramitidin dan 20
kali lebih poten daripada simetidin.
Nizatidin

18

Farmakodinamik
Potensi nizatin daam menghambat sekresi asam lambung.

Kortikosteroid
-

Kortikosteroid mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak.selain


itu juga mempengaruhi fungsi sistem kardiovaskular, ginjal, otot lurik, sistem
saraf dan organ lain.
(Gunawan SG, Setiabudy R:2009)

6.2 Farmakodinamik
Antihistamin
-

Antagonis reseptor H1 (AH1)


Efek yang ditimbulkan dari antihistamin 15-30 menit setelah pemberian
oral dan maksimal setelah 1-2 jam. Lama kerja AH1 umumnya 4-6 jam.
Kadar tertinggi terdapat pada paru-paru sedangkan pada limpa, ginjal,
otak, otot, dan kulit kadarnya lebih rendah. Tempat utama
biotransformasi AH1 ialah hati. AH1 disekresi melalui urin setelah 24
jam, terutama dalam bentuk metabolitnya.
- Antagonis reseptor H2 (AH2)
Simetidin dan Ranitidin
Absorpsi simetidin diperlambat oleh makan, sehingga simetidin
diberikan bersama atau segera setelah makan dengan maksud untuk
memperanjang efek pada periode pascamakan.Ranitidn mengalami
metabolisme lintas pertama di hati dalam jumlah cukup besar setelah
pemberian oral.Ranitidin dan metabolitnya diekskresi terutama melalui
ginjal, sisanya melalui tinja.
Famotidin
Famotidin mencapai kadarpuncak di plasma kira kira dalam 2 jam setelah
penggunaan secara oral, masa paruh eliminasi 3-8 jam. Metabolit utama
adalah famotidin-S-oksida. Pada pasien gagal ginjal berat masa paruh
eliminasi dapat melibihi 20 jam.

Nizatidin
Kadar puncak dalam serum setelah pemberian oral dicapai dalam 1 jam,
masa paruh plasma sekitar 1,5 jam dan lama kerja sampai dengn 10 jam,
disekresi melalui ginjal.
Kortikosteroid
Perubahan struktur kimia sangat mempengaruhi kecepatan absorpsi, mulai
kerja dan lama kerja karena juga mempengaruhi afinitas terhadap reseptor dan
ikatan protein.
Kortisol dan analog sintetiknya pada pemberian oral diabsorpsi cukup baik.
Untuk mencapai kadar tinggi sebaiknya diberikan secara IV, untuk mendapatkan

19

efek yang lama kortisol dan esternya diberikan secara IM. Perubahan struktur
kimia sangat mempengaruhi kecepatan absorpsi, mula kerja dan lama kerja karena
juga mempengaruhi afinitas terhadap reseptor, dan ikatan protein.Prednison
adalah prodrug yang dengan cepat diubah menjadi prednisolon bentuk aktifnya
dalam tubuh.
Glukokortikoid dapat di absorpsi melalui kulit, sakus konjungtiva dan
ruang sinovial. Penggunaan jangka panjang atau pada daerah kulit yang luas dapat
menyebabkan efek sistematik, antara lain supresi korteks adrenal.
(Gunawan SG, Setiabudy R:2009)
Indikasi
Antihistamin
Antagonis reseptor H1 (AH1)
AH1 berguna untuk pengobatan simtomatik berbagai penyakit aergi dan
mencegah atau mengobati mabuk perjalanan.
Antagonis reseptor H2 (AH2)
- Simetidin dan Ranitidin
Efektif untuk mengtasi gejala akut tukak duodenum dan mempercepat
penyembuhannya. Selain itu, juga efektif untuk mengatasi gejala dan
mempercepat penyembuhan tukak lambung. Dapat pula untuk gangguan
refluks lambung-esofagus.
-

Famotidin
Efektifitas pbat ini untuk tukak duodenum dan tukak lambung, refluks
esofagitis, dan untuk pasiendengan sindrom Zollinger-Ellison.

Nizatidin
Efektifitas untuk tukak duodenum diberikan satu atau dua kali sehari selama
8 minggu, tukak lambung, refluks esofagitis, sindrom Zollinger-Ellion.
(Gunawan SG, Setiabudy R:2009)

Kortikosteroid
Adrenokortikotropin (ACTH)
o

ACTH banyak digunakan utk membedakan antara insufisiensi adrenal primer


dan sekunder. pd insufisiensi primer, pemberian ACTH tdk akan menyebabkan
peninggian kadar kortisol dlm darah, karena pd keadaan ini kelenjar adrenal
yg mengalami gangguan. Sebaliknya pd insufisiensi sekunder, di mana
gangguan terietak di kelenjar hipofisis, pemberian ACTH akan menyebabkan
peninggian kadar kortisol darah.

Pemberian ACTH dapat merangsang sekresi mineralokortikoid shg dapat


menyebabkan retensi air dan elektrolit.

Adrenokortikosteroid dan analog sintetiknya


20

Kecuali untuk terapi substitusi pada defisiensi, penggunaan kortikosteroid


lebih banyak bersifat empiris. Dari pengalaman klinis dapat diajukan minimal
6 prinsip terapi yang perlu diperhatikan sebelum obat ini digunakan :

Untuk tiap penyakit pada tiap pasien, dosis efektif harus ditetapkan dengan
dan harus direvaluasi dari waktu ke waktu sesuai dengan perubahan penyakit.

Suatu dosis tunggal besar kortikosteroid umumnya tidak berbahaya

Penggunaan kortikosteroid untuk beberapa hari tanpa adanya kontraindikasi


spesifik, tidak membahayakan kecuali dengan dosis sangat besar.
(Gunawan SG, Setiabudy R:2009)

Kontraindikasi
Antihistamin
1. Hipersensitif terhadap antihistamin khusus atau terkait secara
struktural
2. Bayi baru lahir atau premature
3. Ibu menyusui
4. Narrow-angle glaucoma
5. Stenosing peptic ulcer
6. Hipertropi prostat simptomatik
7. Bladder neck obstruction
8. Penyumbatan pylorodudenal
9. Gejala saluran napas atas (termasuk asma)
10. Pasien tua
11. Pasien yang menggunakan monoamine oxidase inhibitor (MAOI)
Kortikosteroid
Sebenarnya sampai sekarang tidak ada kontraindikasi absolut
kortikosteroid. Pemberian dosis tunggal besar bila diperlukan selalu dapat
dibenarkan, keadaan yang mungkin dapat merupakan kontraindikasi relatif dapat
dilupakan, terutama pada keadaan yang mengancam jiwa pasien. Obat akan
diberikan untuk beberapa hari atu beberapa minggu, kontraindikasi relatif yaitu
diabetes melitustukak peptik/duodenum, infeksi berat, hipertensi atau gangguan
sistem kardiovaskular lainnya.
(Gunawan SG, Setiabudy R:2009)

LO.6.3Efek Samping

21

Antihistamin
Antagonis reseptor H1 (AH1)
Efek samping yang paling sering adalah sedasi. Efek samping yang
berhubungan dengan AH1 adalah vertigo, tinitus, lelah, penat,
inkoordinasi, penglihatan kabur, diplopia, euforia, gelisah, insomnia,
tremor, nafsu makan berkurang, mual, muntah, keluhan pada epigastrium,
konstipasi atau diare,mulut kering, disuria, palpitasi, hipotensi, sakit
kepala, rasa berat, dan lemah pada tangan.
- Antagonis reseptor H2 (AH2)
Simetidin dan Ranitidin
Efek sampingnya rendah, yaitu penghambatan terhadap resptor H2, seperti
nyeri kepala, pusing, malaise, mialgia, mual, diare, konstipasi, ruam, kulit,
pruritus, kehilangan libido dan impoten.
Famotidin
Efek samping ringan dan jarang terjadi, seperti sakit kepala, pusing,
konstipasi dan diare, dan tidak menimbulkan efek antiandrogenik.
Nizatidin
Efek samping ringan saluran cerna dapat terjadi, dan tidak memiliki efek
antiandrogenik.
Kortikosteroid
Efek kortikosteroid kebanyakan berhubungan dengan besarnya dosis, makin besar
dosis, makin besar dosis terapi makin besar efek yang didapat. Mekanismenya adalah
melalui pengaruh steroid terhadap pembentukan protein yang mengubah respons jaringan
terhadap hormon lain.(Gunawan SG, Setiabudy R:2009)

Berikut efek samping kortikosteroid sistemik secara umum. Tempat macam efek samping
1.Saluran cerna

Hipersekresi asam lambung, mengubah proteksi gaster,


ulkus peptikum/perforasi, pankreatitis, ileitis regional,
kolitis ulseratif.

2.Otot

Hipotrofi, fibrosis, miopati panggul/bahu

3.Susunan saraf pusat

Perubahan kepribadian (euforia, insomnia, gelisah,


mudah tersinggung, psikosis, paranoid, hiperkinesis,
kecendrungan bunuh diri), nafsu makan bertambah

22

4.Tulang

Osteoporosis,fraktur, kompresi vertebra, skoliosis, fraktur


tulang panjang.

5.Kulit

Hirsutisme, hipotropi, strie atrofise, dermatosis


akneiformis, purpura, telangiektasis

6.Mata

Glaukoma dan katarak subkapsular posterior

7.Darah

Kenaikan Hb, eritrosit, leukosit dan limfosit

8.Pembuluhdarah

Kenaikan tekanan darah

9.Kelenjaradrenal bagian

Atrofi, tidak bisa melawan stres

kortek
10.Metabolismeprotein,
KH

Kehilangan protein (efek katabolik), hiperlipidemia,gula


meninggi, obesitas,
buffao hump
, perlemakan hati.

11.Elektrolit

Retensi Na/air, kehilangan kalium (astenia, paralisis,


tetani, aritmia kor)

12.Sistem Immunitas

Menurun, rentan terhadap infeksi, reaktivasi Tb dan


herpes simplek, keganasan dapat timbul.

(Gunawan SG, Setiabudy R:2009)

LI.8. Mampu menjelaskan pandangan islam terhadap konsumsi obat Kitab alMustashfa, Imam al-Ghazali mengemukakan penjelasan tentang al-maslahah yaitu: Pada
dasarnya al-maslahah adalah suatu gambaran untuk mengambil manfaat atau
23

menghindarkan kemudaratan, tapi bukan itu yang kami maksudkan, sebab meraih manfaat
dan menghindarkan kemudaratan terseut bukanlah tujuan kemasalahatan manusia dalam
mencapai maksudnya. Yang kami maksud dengan maslahah adalah memelihara tujuan
syara.
Ungkapan al-Ghazali ini memberikan isyarat bahwa ada dua bentuk kemaslahatan,
yaitu
Kemasalahatan menurut manusia, dan
Kemaslahatan menurut syariat.
Dalam sebuah riwayat dari Abu Hurairah dikisahkan bahwa seorang Anshar
terluka di perang Uhud. Rasulullah pun memanggil dua orang dokter yang ada di kota
Madinah, lalu bersabda, Obatilah dia.
Dalam riwayat lain ada seorang sahabat bertanya,Wahai Rasulullah, apakah ada
kebaikan dalam ilmu kedokteran? Rasullah menjawab, Ya,
Begitu pula yang diriwayatkan dari Hilal bin Yasaf bahwa seorang lelaki
menderita sakit di zaman Rasulullah. Mengetahui hal itu, beliau bersabda, Panggilkan
dokter. Lalu Hilal bertanya, Wahai Rasulullah, apakah dokter bisa melakukan sesuatu
untuknya? Ya, jawab beliau. (HR Ahmad dalam Musnad: V/371 dan Ibnu Abi Syaibah
dalam Mushannaf: V/21)
Hilal meriwayatkan bahwa Rasulullah mnjenguk orang sakit lalu bersabda,
Panggilkan dokter! kemudian ada yang bertanya, Bahkan engkau mengatakan hal itu,
wahai Rasulullah? Ya, jawab beliau.
Berdasarkan pemaparan di atas, tampak jelas bagaimana Rasulullah
menganjurkan kita untuk berobat dan berusaha menggunakan ilmu kedokteran yang
diciptakan Allah untuk kita. Kita juga ditekankan agar tidak menyerah pada penyakit
karena Rasulullah bersabda, Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai
Allah daripada mukmin yang lemah. (HR Muslim (34) dan Ahmad: II/380)
Di antaranya yang ada di Musnad Ahmad. Hadits Ziyadah bin Alaqah dari
Usamah bin Syuraik menuturkan,Aku berada bersama Nabi lalu datanglah sekelompok
orang Badui dan bertanya,Wahai Rasulullah, apakah kita boleh berobat? Rasulullah
menjawab, Ya, wahai hamba Allah, berobatlah. Sesungguhnya Allah tidak menciptakan
penyakit kecuali Allah menciptakan obatnya, kecuali satu macam penyakit. Mereka
bertanya,Apa itu? Rasulullah menjawab,Penyakit tua.(HR Ahmad dalam Musnad :
IV/278, Tirmidzi dalam Sunan (2038))
Nabi bersabda,Setiap penyakit pasti ada obatnya. Jika obat tepat pada
penyakitnya maka ia akan sembuh dengan izin Allah. (HR Muslim: I/191)
Abu Hurairah meriwayatkan secara marfu, Tidaklah Allah menurunkan panyakit
kecuali menurunkan obatnya.(HR Bukhari: VII/158)
Dari Ibnu Abbas, Nabi bersabda, Kesembuhan ada pada tiga hal, minum madu,
pisau bekam, dan sengatan api. Aku melarang umatku menyengatkan api. (HR Bukhari
dan Muslim)
Dari firman Allah disini dapat dipahami: bahwasanya agama islam di bangun untuk
kemaslahatan artinya : semua syariat dalam perintah dan larangannya serta hukum-

24

hukumnya adalah untuk mashoolihi (manfaat-manfaat) dan makna masholihi


adalah : jamak dari maslahat artinya : manfaat dan kebaikan.
Misal : Allah melarang minuman keras dan judi karena mudharat (bahayanya)
lebih besar dari pada manfaatnya, sebagaimana dikatakan dalam QS : Al-Baqorah :219


2:219. Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: Pada
keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa
keduanya lebih besar dari manfaatnya.
Firman Allah taala :
(157 : )
Dan dia menghalalkan yang baik bagi mereka serta mengharamankan bagi mereka
segala sesuatu yang buruk ( al araf : 157 )
Al-Quran obat terbaik
Dan Kami turunkan dari Al-Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman. Dan Al-Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang
zalim selain kerugian. (Al-Isra:82)
Dalam hal ini Rasulullah bersabda, Di dalam tubuh terdapat segumpal darah,
jika ia baik maka seluruh tubuh akan menjadi baik.(HR Bukhari: I/153 (53) dalam
Fathul Bari)
a.Mafsadah atau mudharat
Al-mafsadah, yaitu sesuatu yang banyak keburukkannya.

25

DAFTAR PUSTAKA
Abbas, A., Aster, J. & Kumar, V. (2014). Robbins & Cotran Pathologic Basis of Disease. 9th
edition. Philadelphia, Elsevier-Saunders
Baratawidjaja, Karnen Garna, Iris Rengganis. 2014. Imunologi Dasar. Ed. 11. FKUI:Jakarta.
Brooks, GF, et al. 2014. Jawetz, Melnick & Adelbergs Medical Microbiology. 26th Edition. New
York, McGraw Hill
Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth. (2012). Farmakologi dan Terapi. Edisi V,
Jakarta : Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI
Katzung, BG., Masters, SB. & Trevor, AJ. (2012). Basic & Clinical Pharmacology. 12th edition.
New York, McGraw Hill
Mescher, AL. 2013. Junqueiras Basic Histology and Atlas. 13th Edition. New York, McGraw
Hill
Pro Kontra Hukum Imunisasi dan Vaksinasi Muslim.Or.Id Memurnikan Aqidah
Menebarkan Sunnah

26

Sherwood, L. 2009. Fisiologi Manusia, dari Sel ke Sistem. Edisi 6. Terjemahan oleh Brahm U
Pendit. Jakarta, EGC

27

Anda mungkin juga menyukai