FAKULTAS KEDOKTERAN
Kelompok
: A-16
Ketua
1102014098
Sekretaris
1102014102
Anggota
: Almarchiano Sandi
1102014013
1102014020
Dafi Yulinda
1102014064
Fajar Pambudi
1102014090
Fitri Iriyani
1102014106
Hani Hanifah
1102014119
Afdhalul Mahfud
1102010008
1102010011
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
JL. LET. JEND. SUPRAPTO, CEMPAKA PUTIH,
JAKARTA PUSAT, 10510
REAKSI ALERGI
Seorang perempuan berusia 20 tahun, datang ke dokter dengan keluhan gatal-gatal serta
bentol-bentol merah yang hampir merata di seluruh tubuh, timbul bengkak pada kelopak mata
dan bibir sesudah minum obat penurun panas (paracetamol). Pada pemeriksaan fisik didapatkan
angioedema di mata dan bibir serta urtikaria di seluruh tubuh. Dokter menjelaskan keadaan ini
diakibatka oleh reaksi alergi (hipersensitivitas tipe cepat), sehingga ia mendapatkan obat
antihistamin dan kortikosteroid. Dokter memberikan saran agar selalu berhati-hati dalam
meminum obat serta berkonsultasi dulu dengan dokter.
KATA SULIT
Angioedema
: Reaksi vascular pada dermis bagian dalam atau jaringan subkutan atau
submucosa (Dorland)
2
Urtikaria
: Reaksi vascular lapisan dermis bagian atas yang ditandai dengan
gambaran sementara bercak yang agak menonjol, yang lebih merah dan seringkali disertai
dengan gatal yang hebat (Dorland)
Hipersensitivitas
: Keadaan berubahnya reaktivitas ditandai dengan reaksi tubuh berupa
respon imun yang bertambah terhadap sesuatu yang dianggap sebagai benda asing (Dorland)
Alergi
: Peningkatan reaktivitas/ sensitivitas terhadap antigen yang pernah
dipajankan sebelumnya (Dorland)
Antihistamin
: Agen yang melawan kerja histamine dan digunakan untuk mengobati
reaksi alergi & sebagai komponen dalam sediaan obat batuk dan influenza (Dorland)
Paracetamol
: Amida asam asetat dan p aminophenol mempunyai efek analgesic %
antipiuretik mirip aspirin, tetapi mempunyai efek anti inflamasi yang lemah. Diberikan melalui
oral (Dorland)
BRAIN STROMING
PERTANYAAN
1. Bagaimana mekanisme terjadinya gatal-gatal?
HIPOTESIS
Hipersensitivitas terbagi menjadi tiga menurut waktu yaitu reaksi cepat, intermediet dan
lambat. Selain itu menurut Gell dan Coombs hipersensitivitas terbagi menjadi empat
yaitu tipe I, tipe II, tipe III, tipe IV. Mekanisme hipersensitivitas terjadi ketika allergen
masuk ke dalam tubuh kemudian allergen berikatan dengan IgE kemudian menstimulasi
SASARAN BELAJAR
LI.1. Memahami dan menjelaskan reaksi hipersensitivitas
1.1 Definisi
1.2 Etiologi
LI.2. Memahami dan menjelaskan reaksi hipersensitivitas tipe I
2.1 Mekanisme
2.2 Manifestasi
LI.3. Memahami dan menjelaskan reaksi hipersensitivitas tipe II
3.1 Mekanisme
3.2 Manifestasi
LI.4. Memahami dan menjelaskan reaksi hipersensitivitas tipe III
4.1 Mekanisme
4.2 Manifestasi
LI.5. Memahami dan menjelaskan reaksi hipersensitivitas tipe IV
5.1 Mekanisme
5.2 Manifestasi
LI.6. Memahami dan menjelaskan peranan anti histamin dan kortikosteroid
6.1 Farmakokinetik
6.2 Farmakodinamik
LI.7. Mampu menjelaskan pandangan islam terhadap konsumsi obat
Suatu keadaan dengan respons sistem imun yang menyebabkan reaksi berlebihan atau
tidak sesuai yang membahayakan hospesnya sendiri. Pada orang tertentu, reaksi-reaksi tersebut
secara khas terjadi setelah kontak kedua dengan antigen spesifik (alergen). Kontak pertama
adalah kejadian pendahulu yang diperlukan yang dapat menginduksi sensitasi terhadap antigen
spesifik tersebut.
(Jawetz et al. 2008 )
1.2. Etiologi
Penyebab alergi tidaklah jelas walaupun tampaknya terdapat predisposisi genetic.
Predisposisi tersebut dapat berupa pengikatan IgE yang berlebihan, mudahnya sel mast dipicu
untuk berdegranulasi , atau respon sel T helper yang berlebihan. Hasil penelitian terkini
menunjukan bahwa defisiensi sel T regulatori dapat menyebabkan responsivitas berlebihan dari
system imun dan alergi. Pajanan berlebihan terhadap alergen-alergen tertentu setiap saat,
termasuk selama gestasi, dapat menyebabkan respon alergi.
Secara umum semua benda di lingkungan (pakaian, makanan, tanaman, perhiasan, alat
pembersih, dsb) dapat menjadi penyebab alergi, namun faktor lain misalnya :
Terpajan Ulang
b. Fase aktivasi yaitu waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan antigen yang
spesifik dan sel mast/basofil melepas isinya yang berisikan granul yang menimbulkan
reaksi. Hal ini terjadi oleh ikatan silang antara antigen dan IgE.
Lalu ikatan itu terjadi pada permukaan sel mast yang akan mengaktifasi SyK. Sinyal
SyK akan menimbulkan degranulasi produksi LT dan traskripsi gen sitokin dan
kemokin. Itu semua adalah mediator farmakologis aktif (amin fasoaktif) dari sel mast
dan basofil.Mediator-mediator itu yang berperan dalam gejala akut dan kronis
penyakit alergi.
c. Fase efektor yaitu waktu yang terjadi respon yang kompleks (anafilaksisi) sebagai
efek mediator-mediator yang dilepas sel mast/basofil dengan aktivasi farmakologik.
Akibat ikatan antigen-IgE, sel mast dan basofil mengalami degranulasi dan
melepas mediator dalam waktu beberapa menit yang preformed antara lain histamin
yang menimbulkan gejala reaksi hipersensitivitas tipe I.(Baratawidjaja, Karnen:2014)
2.2. Manifestasi
a. Reaksi lokal
Reaksi hipersensitifitas tipe 1 lokal terbatas pada jaringan atau organ spesifik
yang biasanya melibatkan permukaan epitel tempat alergan masuk. Kecenderungan
untuk menunjukkan reaksi Tipe 1 adalah diturunkan dan disebut atopi. Sedikitnya 20%
populasi menunjukkan penyakit yang terjadi melalui IgE seperti rinitis alergi, asma
dan dermatitis atopi. IgE yang biasanya dibentuk dalam jumlah sedikit, segera diikat
oleh sel mast/basofil. IgE yang sudah ada pada permukaan sel mast akan menetap
untuk beberapa minggu. Sensitasi dapat pula terjadi secara pasif bila serum (darah)
orang yang alergi dimasukkan ke dalam kulit/sirkulasi orang normal. Reaksi alergi
yang mengenai kulit, mata, hidung dan saluran nafas.
b. Reaksi sistemik anafilaksis
Anafilaksis adalah reaksi Tipe 1 yang dapat fatal dan terjadi dalam beberapa
menit saja.Anafilaksis adalah reaksi hipersensitifitas Gell dan Coombs Tipe 1 atau
reaksi alergi yang cepat, ditimbulkan IgE yang dapat mengancam nyawa.Sel mast dan
basofil merupakan sel efektor yang melepas berbagai mediator.Reaksi dapat dipacu
berbagai alergan seperti makanan (asal laut, kacang-kacangan), obat atau sengatan
serangga dan juga lateks, latihan jasmani dan bahan anafilaksis, pemicu spesifiknya
tidak dapat diidentifikasi.
c. Reaksi pseudoalergi atau anafilaktoid
Reaksi pseudoalergi atau anafilaktoid adalah reaksi sistemik umum yang
melibatkan pengelepasan mediator oleh sel mast yang terjadi tidak melalui
IgE.Mekanisme pseudoalergi merupakan mekanisme jalur efektor nonimun.Secara
klinis reaksi ini menyerupai reaksi Tipe I seperti syok, urtikaria, bronkospasme,
anafilaksis, pruritis, tetapi tidak berdasarkan atas reaksi imun.Manifestasi klinisnya
sering serupa, sehingga kulit dibedakan satu dari lainnya.Reaksi ini tidak memerlukan
pajanan terdahulu untuk menimbulkan sensitasi.Reaksi anafilaktoid dapat ditimbulkan
9
antimikroba, protein, kontras dengan yodium, AINS, etilenoksid, taksol, penisilin, dan
pelemas otot.(Baratawidjaja, Karnen:2014)
LI.3. Mehamami dan Menjelaskan Reaksi Hipersensitivitas Tipe II
3.1. Mekanisme
Reaski hipersensitivitas tipe II disebut juga reaksi sitotoksik atau sito litik, terjadi karena
dibentuk antibodi jenis igG atau IgM terhadap antigen yang merupakan bagian sel penjamu.
Reaksi diawali oleh reaksi antara antibodi dan determinan antigen yang merupakan bagian dari
membrane sel tergantung apakah komplemen atau molekul asesori dan metabolism sel dilibatkan
Antibodi tersebut dapat mengaktifkan sel yang memiliki reseptor Fc-R dan juga sel NK yang
dapat berperan sebagai sel efektor dan menimbulkan kerusakan melalui ADCC. Reaksi Tipe II
dapat menunjukan berbagai menifestasi klinik
Reaksi transfusi
Sejumlah besar protein dan glikoprotein pada membrane SDM dikandi oleh berbagai gen. Bila
darah individu golongan darah A mendapat transfusi golongan B terjadi reaksi transfusi, oleh
karena B isoheaglutunin berikatan dengan sel darah B yang Menimbulkan kerusakan darah direk
oleh hemolisis masif intravaskular. Reaksi dapat cepat atau lambat. Reaksi cepat biasanya
disebabkan oleh imkopatibilitas golongan darah ABO yang dipacu oleh IgM.
10
Dalam beberapa dapat ditemukan dalam plasma dan disaring melalu ginjal dan menimbulkan
hemoglobinuria, hal tersebut disebabkan oleh sel darah yang lisis juga akan memcah hemoglobin
yang dikandungnya. Beberapa heglobin diubah menjadi bilirubin yang pada kadar tinggi bersifat
toksik. Gelaja khasnya berupa demam, mengigil nausea bekuan dalan pembuluh darah, nyeri
pinggang bawah dan hemoglobinuria.
Reaksi transfusi darah yang lambat terjadi pada mereka yang pernah mendapat transfusi
berulang dengan darah yang kompatibel ABO namum inkompatibel dengan golongan darah
lainnya. reaksi terjadi 2 sampai 6 hari setelah transfusi. Darah yang ditransfusikan memacu
pembentukan IgG terhadap berbagai antigen membrane golongan darah, tersering adalah
golongan Rhesus, Kidd, Kell dan Duffy.
3.2. Manifestasi
Penyakit hemolitik bayi baru lahir
Penyakit hemolitik pada nayi baru lahir ditimbulkan oleh inkmpabilitas Rh dalam kehamilan,
yaitu pada ibu dengan golongan darah Rhesus negatif dan janin dengan Rhesus posiitif.
Anemia hemolitik.
Antibiotika tertentu seperti penisilin, sefalosporin dan streptomisin dapat diabsorbsi nonspesifik
pada protein membrane SDM yang membentuk kompleks serupa kompleks molekul hapten
pembawa. Pada beberapa penderita, kompleks membentuk antibodi yang selanjutnya mengikat
obat pada SDM dan dengan bantuan komplemen menimbulakn lisis dengan anemia progesif.
11
Me
Dalam keadaan normal, kompleks imun yang terbentuk akan diikat dan diangkut
oleh eritrosit ke hati, limpa dan paru untuk dimusnahkan oleh sel fagosit dan PMN.
Kompleks imun yang besar akan mudah untuk di musnahkan oleh makrofag hati. Namun,
yang menjadi masalah pada reaksi hipersensitivitas tipe III adalah kompleks imun kecil
yang tidak bisa atau sulit dimusnahkan yang kemudian mengendap di pembuluh darah
atau jaringan
1. Kompleks Imun Mengendap di Dinding Pembuluh Darah
12
13
http://www.medicinesia.com/kedokteran-dasar/imunologi/hipersensitivitas-tipe-3reaksi-kompleks-antigen-antibodi/
Antigen yang membentuk kompleks imun dapat berasal dari luar, seperti protein
asing yang diinjeksikan atau dihasilkan mikroba.Juga berasal dari dalam jika
seseorangmenghasilkan antibido melawan komponennya sendiri (autoimun).Reaksi
hipersensitivitas tipe 3 dapat dipicu dalam jaringan kulit individu yang sensitisasi, yang
memiliki antobodi IgG yang spesifit terhadap antigenpemicusensitisasi tersebut.Apabila
antigen disuntikan ke dalam individu tersebut, IgG yang telah terdifusi ke jaringan kulit
membentuk senyawa kompleks imunsetempat. Kompleks imun tersebut akan mengikat
reseptor Fc pada permukaan sel dan juga mengaktifkan komplemen sehingga C5a yang
terbentuk akan memicu respon peradanngan setempat disertai peningkatan permeabilitas
pembuluh darah.
4.2. Manifestasi
urtikaria
demam
kelainan sendi, atralgia dan efusi sendi
imfadenopati
gejala-gejala timbul 5-20 hari setelah pemberian obat
Reaksi-reaksi yang ditimbulkan oleh hipersensitivitas tipe III memiliki dua bentuk
reaksi, yaitu lokal dan sistemik.
14
3. Pembuluh darah sehingga memperparah edema. C3a dan C5a juga bekerja sebagai
faktor kemotaktik sehingga menarik neutrofil dan trombosit ke tempat reaksi.
Neutrofil dan trombosit ini kemudian menimbulkan statis dan obstruksi total aliran
darah.
4. Neutrofil akan memakan kompleks imun kemudian akan melepas bahan-bahan
seperti protease, kolagenase dan bahan-bahan vasoaktif bersama trombosit sehingga
akan menyebabkan perdarahan yang disertai nekrosis jaringan setempat.
B. Reaksi Sistemik atau Serum Sickness
Antibodi yang berperan dalam reaksi ini adalah IgG atau IgM dengan mekanisme
sebagai berikut:
1. Komplemen yang telah teraktivasi melepaskan anafilatoksin (C3a dan C5a) yang
memacu sel mast dan basofil melepas histamin.
2. Kompleks imun lebih mudah diendapkan di daerah dengan tekanan darah yang tinggi
dengan putaran arus (contoh: kapiler glomerulus, bifurkasi pembuluh darah, plexus
koroid, dan korpus silier mata)
3. Komplemen juga menimbulkan agregasi trombosit yang membentuk mkrotrombi
kemudian melepas amin vasoaktif. Bahan-bahan vasoaktiv tersebut mengakibatkan
vasodilatasi, peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan inflamasi.
15
Sumber:http://www.medicinesia.com/kedokteran-dasar/imunologi/hipersensitifitas-tipeiv-delayed-type-hypersensitivity-tipe-iv/
16
b. Fase efektor
Pajanan ulang dapat menginduksi sel efektor sehingga mengaktifkan sel Th1
dan melepas sitokin yang menyebabkan :
-
Aktifnya sistem kemotaksis dengan adanya zat kemokin (makrofag dan sel
inflamasi). Gejala biasanya muncul nampak 24 jam setelah kontak kedua.
17
2. Hipersensitivitas tuberculin
Bentuk alergi spesifik terhadap produk filtrat (ekstrak/PPD) biakan
Mycobacterium tuberculosis yang apabila disuntikan ke kulit (intrakutan), akan
menimbulkan reaksi ini berupa kemerahan dan indurasi pada tempat suntikan dalam 1224 jam. Pada individu yang pernah kontak dengan M. tuberkulosis, kulit akan
membengkak pada hari ke 7-10 pasca induksi. Reaksi ini diperantarai oleh sel CD4+.
3. Reaksi Jones Mote
Reaksi terhadap antigen protein yang berhubungan dengan infiltrasi basofil yang
mencolokpada kulit di bawah dermis, reaksi ini juga disebut sebagai hipersensitivitas
basofil kutan.Reaksi ini lemah dan nampak beberapa hari setelah pajanan dengan protein
dalam jumlah kecil, tidak terjadi nekrosis jaringan.Reaksi ini disebabkan oleh suntikan
antigen larut (ovalbumin) dengan ajuvan Freund.
4. Penyakit CD8+
Kerusakan jaringan terjadi melalui sel CD8+/CTL/Tc yang langsung membunuh
sel sasaran.Penyakit ini terbatas pada beberapa organ saja dan biasanya tidak sistemik,
contoh pada infeksi virus hepatitis.
Farmakodinamik
Simetadin dan ranitidin menghambat reseptor H2 secara selektif dan
reversible. Kerjanya menghambat sekresi asam lambung. Simetadin
dan ranitidin juga mengganggu volume dan kadar pepsin cairan
lambung.
Famotidin
Farmakodinamik
Famotidin merupakan AH2 sehingga dapat menghambat sekresi asam
lambung pada keadaan basal, malam, dan akibat distimulasi oleh
pentagastrin.Famotidin 3 kali lebih poten daripada ramitidin dan 20
kali lebih poten daripada simetidin.
Nizatidin
18
Farmakodinamik
Potensi nizatin daam menghambat sekresi asam lambung.
Kortikosteroid
-
6.2 Farmakodinamik
Antihistamin
-
Nizatidin
Kadar puncak dalam serum setelah pemberian oral dicapai dalam 1 jam,
masa paruh plasma sekitar 1,5 jam dan lama kerja sampai dengn 10 jam,
disekresi melalui ginjal.
Kortikosteroid
Perubahan struktur kimia sangat mempengaruhi kecepatan absorpsi, mulai
kerja dan lama kerja karena juga mempengaruhi afinitas terhadap reseptor dan
ikatan protein.
Kortisol dan analog sintetiknya pada pemberian oral diabsorpsi cukup baik.
Untuk mencapai kadar tinggi sebaiknya diberikan secara IV, untuk mendapatkan
19
efek yang lama kortisol dan esternya diberikan secara IM. Perubahan struktur
kimia sangat mempengaruhi kecepatan absorpsi, mula kerja dan lama kerja karena
juga mempengaruhi afinitas terhadap reseptor, dan ikatan protein.Prednison
adalah prodrug yang dengan cepat diubah menjadi prednisolon bentuk aktifnya
dalam tubuh.
Glukokortikoid dapat di absorpsi melalui kulit, sakus konjungtiva dan
ruang sinovial. Penggunaan jangka panjang atau pada daerah kulit yang luas dapat
menyebabkan efek sistematik, antara lain supresi korteks adrenal.
(Gunawan SG, Setiabudy R:2009)
Indikasi
Antihistamin
Antagonis reseptor H1 (AH1)
AH1 berguna untuk pengobatan simtomatik berbagai penyakit aergi dan
mencegah atau mengobati mabuk perjalanan.
Antagonis reseptor H2 (AH2)
- Simetidin dan Ranitidin
Efektif untuk mengtasi gejala akut tukak duodenum dan mempercepat
penyembuhannya. Selain itu, juga efektif untuk mengatasi gejala dan
mempercepat penyembuhan tukak lambung. Dapat pula untuk gangguan
refluks lambung-esofagus.
-
Famotidin
Efektifitas pbat ini untuk tukak duodenum dan tukak lambung, refluks
esofagitis, dan untuk pasiendengan sindrom Zollinger-Ellison.
Nizatidin
Efektifitas untuk tukak duodenum diberikan satu atau dua kali sehari selama
8 minggu, tukak lambung, refluks esofagitis, sindrom Zollinger-Ellion.
(Gunawan SG, Setiabudy R:2009)
Kortikosteroid
Adrenokortikotropin (ACTH)
o
Untuk tiap penyakit pada tiap pasien, dosis efektif harus ditetapkan dengan
dan harus direvaluasi dari waktu ke waktu sesuai dengan perubahan penyakit.
Kontraindikasi
Antihistamin
1. Hipersensitif terhadap antihistamin khusus atau terkait secara
struktural
2. Bayi baru lahir atau premature
3. Ibu menyusui
4. Narrow-angle glaucoma
5. Stenosing peptic ulcer
6. Hipertropi prostat simptomatik
7. Bladder neck obstruction
8. Penyumbatan pylorodudenal
9. Gejala saluran napas atas (termasuk asma)
10. Pasien tua
11. Pasien yang menggunakan monoamine oxidase inhibitor (MAOI)
Kortikosteroid
Sebenarnya sampai sekarang tidak ada kontraindikasi absolut
kortikosteroid. Pemberian dosis tunggal besar bila diperlukan selalu dapat
dibenarkan, keadaan yang mungkin dapat merupakan kontraindikasi relatif dapat
dilupakan, terutama pada keadaan yang mengancam jiwa pasien. Obat akan
diberikan untuk beberapa hari atu beberapa minggu, kontraindikasi relatif yaitu
diabetes melitustukak peptik/duodenum, infeksi berat, hipertensi atau gangguan
sistem kardiovaskular lainnya.
(Gunawan SG, Setiabudy R:2009)
LO.6.3Efek Samping
21
Antihistamin
Antagonis reseptor H1 (AH1)
Efek samping yang paling sering adalah sedasi. Efek samping yang
berhubungan dengan AH1 adalah vertigo, tinitus, lelah, penat,
inkoordinasi, penglihatan kabur, diplopia, euforia, gelisah, insomnia,
tremor, nafsu makan berkurang, mual, muntah, keluhan pada epigastrium,
konstipasi atau diare,mulut kering, disuria, palpitasi, hipotensi, sakit
kepala, rasa berat, dan lemah pada tangan.
- Antagonis reseptor H2 (AH2)
Simetidin dan Ranitidin
Efek sampingnya rendah, yaitu penghambatan terhadap resptor H2, seperti
nyeri kepala, pusing, malaise, mialgia, mual, diare, konstipasi, ruam, kulit,
pruritus, kehilangan libido dan impoten.
Famotidin
Efek samping ringan dan jarang terjadi, seperti sakit kepala, pusing,
konstipasi dan diare, dan tidak menimbulkan efek antiandrogenik.
Nizatidin
Efek samping ringan saluran cerna dapat terjadi, dan tidak memiliki efek
antiandrogenik.
Kortikosteroid
Efek kortikosteroid kebanyakan berhubungan dengan besarnya dosis, makin besar
dosis, makin besar dosis terapi makin besar efek yang didapat. Mekanismenya adalah
melalui pengaruh steroid terhadap pembentukan protein yang mengubah respons jaringan
terhadap hormon lain.(Gunawan SG, Setiabudy R:2009)
Berikut efek samping kortikosteroid sistemik secara umum. Tempat macam efek samping
1.Saluran cerna
2.Otot
22
4.Tulang
5.Kulit
6.Mata
7.Darah
8.Pembuluhdarah
9.Kelenjaradrenal bagian
kortek
10.Metabolismeprotein,
KH
11.Elektrolit
12.Sistem Immunitas
LI.8. Mampu menjelaskan pandangan islam terhadap konsumsi obat Kitab alMustashfa, Imam al-Ghazali mengemukakan penjelasan tentang al-maslahah yaitu: Pada
dasarnya al-maslahah adalah suatu gambaran untuk mengambil manfaat atau
23
menghindarkan kemudaratan, tapi bukan itu yang kami maksudkan, sebab meraih manfaat
dan menghindarkan kemudaratan terseut bukanlah tujuan kemasalahatan manusia dalam
mencapai maksudnya. Yang kami maksud dengan maslahah adalah memelihara tujuan
syara.
Ungkapan al-Ghazali ini memberikan isyarat bahwa ada dua bentuk kemaslahatan,
yaitu
Kemasalahatan menurut manusia, dan
Kemaslahatan menurut syariat.
Dalam sebuah riwayat dari Abu Hurairah dikisahkan bahwa seorang Anshar
terluka di perang Uhud. Rasulullah pun memanggil dua orang dokter yang ada di kota
Madinah, lalu bersabda, Obatilah dia.
Dalam riwayat lain ada seorang sahabat bertanya,Wahai Rasulullah, apakah ada
kebaikan dalam ilmu kedokteran? Rasullah menjawab, Ya,
Begitu pula yang diriwayatkan dari Hilal bin Yasaf bahwa seorang lelaki
menderita sakit di zaman Rasulullah. Mengetahui hal itu, beliau bersabda, Panggilkan
dokter. Lalu Hilal bertanya, Wahai Rasulullah, apakah dokter bisa melakukan sesuatu
untuknya? Ya, jawab beliau. (HR Ahmad dalam Musnad: V/371 dan Ibnu Abi Syaibah
dalam Mushannaf: V/21)
Hilal meriwayatkan bahwa Rasulullah mnjenguk orang sakit lalu bersabda,
Panggilkan dokter! kemudian ada yang bertanya, Bahkan engkau mengatakan hal itu,
wahai Rasulullah? Ya, jawab beliau.
Berdasarkan pemaparan di atas, tampak jelas bagaimana Rasulullah
menganjurkan kita untuk berobat dan berusaha menggunakan ilmu kedokteran yang
diciptakan Allah untuk kita. Kita juga ditekankan agar tidak menyerah pada penyakit
karena Rasulullah bersabda, Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai
Allah daripada mukmin yang lemah. (HR Muslim (34) dan Ahmad: II/380)
Di antaranya yang ada di Musnad Ahmad. Hadits Ziyadah bin Alaqah dari
Usamah bin Syuraik menuturkan,Aku berada bersama Nabi lalu datanglah sekelompok
orang Badui dan bertanya,Wahai Rasulullah, apakah kita boleh berobat? Rasulullah
menjawab, Ya, wahai hamba Allah, berobatlah. Sesungguhnya Allah tidak menciptakan
penyakit kecuali Allah menciptakan obatnya, kecuali satu macam penyakit. Mereka
bertanya,Apa itu? Rasulullah menjawab,Penyakit tua.(HR Ahmad dalam Musnad :
IV/278, Tirmidzi dalam Sunan (2038))
Nabi bersabda,Setiap penyakit pasti ada obatnya. Jika obat tepat pada
penyakitnya maka ia akan sembuh dengan izin Allah. (HR Muslim: I/191)
Abu Hurairah meriwayatkan secara marfu, Tidaklah Allah menurunkan panyakit
kecuali menurunkan obatnya.(HR Bukhari: VII/158)
Dari Ibnu Abbas, Nabi bersabda, Kesembuhan ada pada tiga hal, minum madu,
pisau bekam, dan sengatan api. Aku melarang umatku menyengatkan api. (HR Bukhari
dan Muslim)
Dari firman Allah disini dapat dipahami: bahwasanya agama islam di bangun untuk
kemaslahatan artinya : semua syariat dalam perintah dan larangannya serta hukum-
24
25
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, A., Aster, J. & Kumar, V. (2014). Robbins & Cotran Pathologic Basis of Disease. 9th
edition. Philadelphia, Elsevier-Saunders
Baratawidjaja, Karnen Garna, Iris Rengganis. 2014. Imunologi Dasar. Ed. 11. FKUI:Jakarta.
Brooks, GF, et al. 2014. Jawetz, Melnick & Adelbergs Medical Microbiology. 26th Edition. New
York, McGraw Hill
Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth. (2012). Farmakologi dan Terapi. Edisi V,
Jakarta : Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI
Katzung, BG., Masters, SB. & Trevor, AJ. (2012). Basic & Clinical Pharmacology. 12th edition.
New York, McGraw Hill
Mescher, AL. 2013. Junqueiras Basic Histology and Atlas. 13th Edition. New York, McGraw
Hill
Pro Kontra Hukum Imunisasi dan Vaksinasi Muslim.Or.Id Memurnikan Aqidah
Menebarkan Sunnah
26
Sherwood, L. 2009. Fisiologi Manusia, dari Sel ke Sistem. Edisi 6. Terjemahan oleh Brahm U
Pendit. Jakarta, EGC
27