ASMA BRONCHIAL
Disusun Oleh :
1102014020
Pembimbing :
RSUD ARJAWINANGUN
2018
1
BAB I
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : An. F
Umur : 4 tahun
Alamat : warujaya
Agama : Islam
Anamnesis
Keluhan Utama
2
ibunya. Riwayat orang sekitar mengalami keluhan yang sama disangkal. Pasien mandi 2
kali dalam sehari menggunakan sabun bayi. Riwayat penyakit yang sama sebelumnya
disangkal. Riwayat asma dan penyakit alergi disangkal.
Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Kesadaran : komposmentis
Ekstremitas atas : akral hangat, tidak edema, tidak sianosis, terdapat kelainan kulit
Ekstremitas bawah: akral hangat, tidak edema, tidak sianosis, terdapat kelainan kulit
Status Dermatologis
Distribusi : Generalisata
3
Tampak papul miliar pada
ekstremitas atas
4
Tampak papul miliar dan bekas
garukan yang membentuk
ekskoriasi pada ekstremitas
inferior posterior
Pemeriksaan Penunjang
Resume
Pasien dating ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Arjawinangun diantar oleh
ibunya, dengan keluhan gatal di seluruh tubuh termasuk ekstremitas kecuali kepala.
Keluhan dirasakan 1 minggu sebelum pasien berobat ke rumah sakit. Awalnya timbul
bruntus yang terasa gatal di tangan kiri pasien, kemudian meluas hingga seluruh tubuh.
Gatal dirasakan sepanjang hari namun paling sering terjadi di malam hari sehingga pasien
sering terbangun dan menangis karena gatal.
Pasien tinggal bersama ibu dan kakaknya. Sehari-hari, pasien tidur bersama kakaknya.
Keluhan yang sama juga mulai dirasakan oleh kakaknya setelah pasien mengalami gatal-
gatal. Selain pasien dan kakaknya, tidak didapatkan keluhan yang sama pada ibunya
Riwayat orang sekitar mengalami keluhan yang sama disangkal. Pasien mandi 2 kali
dalam sehari menggunakan sabun bayi. Riwayat penyakit yang sama sebelumnya
disangkal. Riwayat asma dan penyakit alergi disangkal.
Dari pemeriksaan fisik, status generalis dalam batas normal. Pada status dermatologis,
didapatkan efloresensi berupa papul multiple generalisata pada thoraks anterior,
abdomen, gluteus, dorsum manus bilateral, interdigitalis bilateral, femoralis posterior
bilateral, cruralis anterior bilateral.
5
Diagnosis Banding
Diagnosis Kerja
Skabies
Penatalaksanaan
1. Umum
a. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya dan bahwa penyakit tersebut
dapat dengan mudah menular
b. Menjelaskan pentingnya menjaga kebersihan individu maupun lingkungan,
terutama selama masa pengobatan
c. Mencuci pakaian, selimut, handuk, dan alat makan menggunakan air panas
d. Menjelaskan pentingnya membersihkan tempat tidur setiap hari dan dijemur di
bawah sinar matahari
e. Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya untuk tidak melakukan kontak fisik
maupun kontak barang-barang yang dapat digunakan bersama selama proses
pengobatan
f. Menjelaskan cara mengatasi gatal yaitu sebaiknya tidak digaruk dengan keras
karena dapat mengakibatkan luka
g. Menjelaskan pentingnya mengobati anggota keluarga lain yang memiliki keluhan
serupa
h. Menjelaskan tata cara penggunaan obat yang diberikan, salah satunya adalah krim
yang harus digunakan 1 kali dalam seminggu dan dioleskan dari leher sampai ke
kaki, tidak boleh terkena air selama 8 jam maka sebaiknya digunakan malam hari
sampai keesokan harinya
6
2. Khusus
a. Permetrin 5% dalam bentuk krim, digunakan 1 kali dalam seminggu dan
didiamkan selama 8-10 jam
b. Metil prednisolone 8mg 2x1 setiap pagi dan sore hari
c. Loratadine 10mg 2x1
d. Betametason krim
e. Vitamin C
Prognosis
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Skabies merupakan penyakit kulit akibat infeksi dari Sarcoptes scabies, yaitu kutu
parasite yang mampu menggali terowongan di kulit dan menyebabkan rasa gatal. 1
2.2 Etiologi
2.3 Klasifikasi
8
b. Skabies nodular
Skabies dapat berbentuk nodular bila lama tidak mendapat terapi, sering
terjadi pada bayi dan anak, atau pada pasien dengan imunokompromais. 1
2.5 Patogenesis
Sarcoptes scabiei secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval,
punggung cembung, bagian perut rata, dan mempunyai 8 kaki. Tungau ini translucen,
berwarna putih kotor, dan tidak bermata. Ukuran yang betina berkisar antara 330-450
mikron x 250-350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200-240 mikron x
150-200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan
sebagai alat untuk melekat, dan 2 pasang kaki pada betina berakhir dengan rambut,
sedangkan pada jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat beakhir
dengan alat perekat. 1,4
Siklus hidup tungau ini yaitu: setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas
kulit, tungau jantan akan mati, namun kadang masih dapat hidup selama beberapa hari
dalam terowongan yang digali oleh tungau betina. Tungau betina yang telah dibuahi
menggali terowongan dalam stratum korneum dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari
sambil meletakkan telurnya 2 hingga 50. Bentuk betina yang dibuahi ini dapat hidup
sebulan lamanya. Telur akan menetas biasanya dalam waktu 3 sampai 10 hari dan
menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan,
tapi dapat juga keluar. Setelah 2-3 hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2
bentuk, jantang dan betina, dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus hidup mulai dari telur
sampai dewasa memerlukan waktu 8-12 hari. 1,4
Aktivitas S. scabiei dalam kulit menyebabkan rasa gatal dan menumbulkan respon
imunitas seluler dan humoral serta mampu meningkatkan IgE baik di serum maupun di
kulit. Masa inkubasi berlangsung lama 4-6 minggu. Skabies sangat menular, transmisi
melalui kontak langsung dari kulit ke kulit, dan tidak langsung melalui berbagai benda
9
yang terkontaminasi (sprei, sarung bantal, handuk, dsb). Tungau skabies dapat hidup di
luar tubuh manusia selama 24-46 jam. Tungau dapat ditransmisi melalui kontak seksual,
walaupun menggunakan kondom, karena kontak melalui kulit di luar kondom. 1,3,4
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga oleh
penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitasi terhadap
sekreta dan ekskreta tungai yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah investasi.
Pada saat itu, kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel,
urtika, dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta, dan infeksi
sekunder. 1,4
10
Diagnosis skabies ditegakkan dengan memperhatikan hasil anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Gold standard untuk diagnosis skabies adalah dengan cara
menemukan tungau. Cara menemukan tungau adalah sebagai berikut:
1. Carilah mula-mula terowongan, kemudian pada ujung yang terlihat papul atau
vesikel dicongkel dengan jarum dan diletakkan di kaca objek, lalu ditutup dengan
kaca penutup dan dilihat di bawah mikroskop cahaya.
2. Dengan membuat biopsy irisan, caranya: lesi dijepit dengan 2 jari kemudian
dibuat irisan tipis dengan pisau dan diperiksa dengan mikroskop cahaya.
3. Dengan biopsy eksisional dan diperiksa dengan pewarnaan hematosiklin eosin
(H.E).
Tes tinta pada terowongan di dalam kulit dilakukan dengan cara menggosok
papula menggunakan ujung pena yang berisi tinta. Papula yang telah tertutup dengan tinta
didiamkan selama dua puluh sampai tiga puluh menit, kemudian tinta diusap/ dihapus
dengan kapas yang dibasahi alkohol. Tes dinyatakan positif bila tinta masuk ke dalam
terowongan dan membentuk gambaran khas berupa garis zig-zag. 3
Strategi lain untuk melakukan diagnosis scabies adalah videodermatoskopi, biopsi
kulit dan mikroskopi epiluminesken. Videodermatoskopi dilakukan menggunakan sistem
mikroskop video dengan pembesaran seribu kali dan memerlukan waktu sekitar lima
menit. Umumnya metode ini masih dikonfirmasi dengan basil kerokan kulit. Pengujian
menggunakan mikroskop epiluminesken dilakukan pada tingkat papilari dermis
superfisial dan memerlukan waktu sekitar lima menit serta mempunyai angka positif
palsu yang rendah. Kendati demikian, metode-metode diagnosis tersebut kurang diminati
karena memerlukan peralatan yang mahal. 3
Selain itu, penelitian dari Kandi pada tahun 2017 menemukan cara lain untuk
menemukan tungau S. scabiei, yaitu dengan cara mencampurkan kerokan kulit dengan
cairan normal saline. Kerokan kulit ditempatkan dalam tabung reaksi, kemudian diberi
cairan normal saline dan didiamkan selama 1 jam. Setelah itu, ambil sedikit dari sampel
tersebut dan letakkan pada kaca objek dan ditutup dengan kaca penutup. Tungau dapat
terlihat pada pembesaran 40 kali. 3
2.9 Tatalaksana
Pilihan obat scabisida harus memperhitungkan efektivitas dan toksisitas.
Penatalaksanaan juga harus melibatkan orang-orang yang berhubungan dekat atau
pasangan seksual. Adapun syarat obat yang ideal adalah yang efektif terhadap semua
tungau, tidak menimbulkan iritasi, tidak bersifat toksik, tidak berbau, tidak kotor, tidak
merusak atau mewarnai pakaian, mudah diperoleh dan harganya pun relatif murah.1
Pengobatan standar skabies pada manusia yang sering diberikan adalah bensil
bensoat, crotamiton, lindan, permetrin, dan ivermectin. Kombinasi antara bensil bensoat
memberikan tingkat kesembuhan mencapai 100%. Bensil bensoat 25% dikenal juga
dengan nama "Balsem Peru" dan telah digunakan sekitar 65 tahun yang lalu. Obat ini
diaplikasikan dengan cara dioles pada kulit yang terserang skabies dan dibiarkan hingga
24 jam. Efek samping bensil bensoat yang dilaporkan adalah timbulnya diare dan iritasi
kulit pada menit pertama pasca pengolesan. Bensil bensoat dianjurkan untuk diencerkan
apabila digunakan oleh penderita skabies pada anak dan dewasa yang kulitnya sensitif.1
Crotamiton 10% (Eurax) adalah obat scabies yang cukup aman bagi anak dengan
efek samping yang minimal. Obat ini mempunyai dua efek yaitu sebagai antiskabies dan
antupruritik. Obat ini harus dijauhkan dari mata, mulut dan uretra.1
Gamma benzene hexachloride 1% adalah insektisida organofosfat untuk
pengobatan skabies dengan tingkat kesembuhan mencapai 96 - 98%. Obat ini
mempengaruhi sistem saraf dan terbukti berbahaya bagi janin dan anak bahkan dapat
menyebabkan terjadinya idiosyncratic aplastic anemia. Oleh karena itu, lindan tidak
dianjurkan untuk digunakan ibu hamil, ibu menyusui, anak di bawah umur dua tahun dan
penderita dengan dermatitis yang luas termasuk penderita dengan gangguan syaraf.
Lindan tidak dianjurkan setelah mandi dengan air hangat karena kulit masih mengalami
vasodilatasi sehingga penyerapan berjalan cepat dan sangat membahayakan. Resistensi S.
scabiei secara in vitro dan in vivo terhadap lindan telah dilaporkan oleh Hernandez
(1983) dan Chosidow (2000). Lindan dilarang beredar di beberapa negara termasuk
Australia karena efek samping yang membahayakan bagi pengguna.1
12
Adanya efek samping terhadap lindan, pengobatan diarahkan pada penggunaan
permetrin 5% (Lyclear). Obat ini terbilang lebih mahal dari obat skabies di atas dan
banyak digunakan di Australia, United Kingdom dan Amerika selama lebih dari dua
puluh tahun. Dosis tunggal yang digunakan mempunyai efek yang mirip dengan lindan,
yaitu memberikan kesembuhan sekitar 97,8%. Efek permetrin dilaporkan lebih balk
daripada crotamiton dan sebaiknya dibiarkan selama delapan sampai sepuluh jam berada
di kulit, kemudian dapat dicuci. Pengobatan dapat diulang dalam waktu satu minggu.
Obat ini dilaporkan lebih aman khususnya bagi anak-anak, tidak menyebabkan reaksi
silang dengan kulit, tetapi dapat menyebabkan diare dan kejang-kejang.1
Ivermectin adalah antibiotik lakton makrosiklik dari kelompok avermectin yang
diisolasi dari bakteri Streptomyces avermectalis. Obat ini menunjukkan spektrum yang
luas untuk parasit baik arthropoda maupun nematoda dan telah banyak digunakan untuk
pengobatan skabies pada hewan serta manusia. Dosis tunggal ivermectin 200 mg/kg
mampu menyembuhkan skabies pada penderita HIV dan skabies krustasi. Selain
khasiatnya sebagai anti skabies, ivermectin juga dilaporkan efektif untuk mengurangi
kejadian infeksi sekunder karena bakteri Streptococcus pyoderma yang menyertai
skabies. Efek samping yang ditimbulkan setelah pengobatan adalah sakit perut dan
muntah serta hipotensi (tekanan darah menurun). Ruam-ruam merah akan meningkat
pada tiga hari pertama pascapengobatan juga sering dialami penderita scabies. Ivermectin
tidak dianjurkan untuk ibu hamil dan anak dengan bobot badan kurang dari lima belas
kilogram.1
Obat alternatif lainnya adalah presipitasi sulfur 6% di dalam petrolatum. Obat ini
dilaporkan aman bagi ibu hamil, ibu menyusui dan anak yang berumur kurang dari dua
tahun . Penggunaan sulfur 6% setiap malam selama tiga kali berturut-turut dan
membilasnya setelah 24 jam, memberikan hasil yang memuaskan. Namun demikan, obat
ini kurang diminati karena meninggalkan noda dan kotor serta bau yang menyengat.1,2
2.10 Pencegahan
Dalam upaya preventif, perlu dilakukan edukasi pada pasien tentangpenyakit
skabies, perjalanan penyakit, penularan, cara eradikasi tungau skabies, menjaga hygiene
pribadi, dan tata cara pengolesan obat. Rasa gatal kadang tetap berlangsung walaupun
kulit sudah bersih. Pengobatan dilakukan pada orang serumah dan orang di sekitar pasien
yang berhubungan erat. 1
13
2.11 Prognosis
Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemaikaian obat, serta syarat
pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi, antara lain hygiene, serta semua
orang yang berkontak erat dengan pasien harus diobati, maka penyakit ini dapat
diberantas dan prognosis baik. 1
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Boediardja, Siti Aisah. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 2007. Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2. Siregar, R. S. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. 2017. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
3. Venkataramana, Kandi. Laboratory Diagnosis of Scabies Using A Simple Saline
Mount: A Clinical Microbiologist’s Report. 2017. Diakses dari:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5398661/ (24 April 2018)
4. Centers for Disease Control and Prevention. Parasites Scabies. 2010. Available at:
http://www.cdc.gov/ (24 April 2018)
5. Cordoro, KM. Dermatologic Manifestations of Scabies. 2009. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article (24 April 2018)
15