Anda di halaman 1dari 14

TINJAUAN PUSTAKA

Ketuban Pecah Dini

Disusun Oleh :

Dewi Nur Azizah

(NPM 1102011077)

Penguji :

dr. Reino Rambey, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
RS. POLRI TK.I IR SAID SUKANTO
28 JANUARI 2019 – 06 APRIL 2019
KETUBAN PECAH DINI (KPD)
1. Definisi KPD
Selaput ketuban yang membatasi rongga amnion terdiri atas amnion dan korion
yang sangat erat ikatannya. Lapisan ini terdiri atas beberapa sel seperti sel epitel,
sel mesenkim, dan sel trofoblas yang terikat erat dalam matriks kolagen. Selaput
ketuban berfungsi menghasilkan air ketuban dan melindungi janin terhadap infeksi.
Dalam keadaan normal, selaput ketuban pecah dalam proses persalinan. Ketuban
Pecah Dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Bila
Ketuban Pecah Dini terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu disebut Ketuban
Pecah Dini pada kehamilan prematur. Dalam keadaan normal 8 - 10 % perempuan
hamil aterm akan mengalami Ketuban Pecah Dini.
Keruban Pecah Dini Prematur terjadi pada 1 % kehamilan. Pecahnya selaput
ketuban berkaitan dengan perubahan proses biokimia yang terjadi dalam kolagen
matriks eksra selular amnion, korion, dan apoptosis membran janin. Membran janin
dan desidua bereaksi terhadap stimuli seperti infeksi dan peregangan selaput
ketuban dengan memproduksi mediator seperti prostaglandin, sitokinin, dan protein
hormon yang me- rangsang aktivitas " matrix degrading enzym.

2. Etiologi KPD
Secara teoritis pecahnya selaput ketuban disebabkan oleh hilangnya
elastisitas yang terjadi pada daerah tepi robekan selaput ketuban dengan perubahan
yang besar. Hilangnya elastisitas selaput ketuban ini sangat erat kaitannya dengan
jaringan kolagen, yang dapat terjadi karena penipisan oleh infeksi atau rendahnya
kadar kolagen. Kolagen pada selaput terdapat pada amnion di daerah lapisan
kompakta, fibroblas serta pada korion di daerah lapisan retikuler atau trofoblas,
dimana sebagaian besar jaringan kolagen terdapat pada lapisan penunjang (dari
epitel amnion sampai dengan epitel basal korion). Sintesis maupun degradasi
jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi intrleukin-1 dan
prostaglandin. Adanya infeksi dan inflamasi menyebabkan bakteri penyebab infeksi
mengeluarkan enzim protease dan mediator inflamasi interleukin-1 dan
prostaglandin. Mediator ini menghasilkan kolagenase jaringan sehingga terjadi

1
depolimerisasi kolagen pada selaput korion/amnion menyebabkan selaput ketuban
tipis, lemah dan mudah pecah spontan. Selain itu mediator terebut membuat uterus
berkontraksi sehingga membran mudah ruptur akibat tarikan saat uterus
berkontraksi.4
Sampai saat ini penyebab KPD belum diketahui secara pasti, tetapi
ditemukan beberapa faktor predisposisi yang berperan pada terjadinya ketuban
pecah dini, antara lain:
A. Infeksi
Adanya infeksi pada selaput ketuban (korioamnionitis lokal) sudah cukup
untuk melemahkan selaput ketuban di tempat tersebut. Bila terdapat bakteri patogen
di dalam vagina maka frekuensi amnionitis, endometritis, infeksi neonatal akan
meningkat 10 kali. Ketuban pecah dini sebelum kehamilan preterm sering
diakibatkan oleh adanya infeksi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bakteri
yang terikat pada membran melepaskan substrat seperti protease yang
menyebabkan melemahnya membran. Penelitian terakhir menyebutkan bahwa
matriks metalloproteinase merupakan enzim spesifik yang terlibat dalam pecahnya
ketuban oleh karena infeksi.2
B. Defisiensi vitamin C
Vitamin C diperlukan untuk pembentukan dan pemeliharaan jaringan
kolagen. Selaput ketuban (yang dibentuk oleh jaringan kolagen) akan mempunyai
elastisitas yang berbeda tergantung kadar vitamin C dalam darah ibu.2
C. Faktor selaput ketuban
Pecahnya ketuban dapat terjadi akibat peregangan uterus yang berlebihan
atau terjadi peningkatan tekanan yang mendadak di dalam kavum amnion, di
samping juga ada kelainan selaput ketuban itu sendiri. Hal ini terjadi seperti pada
sindroma Ehlers-Danlos, dimana terjadi gangguan pada jaringan ikat oleh karena
defek pada sintesa dan struktur kolagen dengan gejala berupa hiperelastisitas pada
kulit dan sendi, termasuk pada selaput ketuban yang komponen utamanya adalah
kolagen. Dimana 72 % penderita dengan sindroma Ehlers-Danlos ini akan
mengalami persalinan preterm setelah sebelumnya mengalami ketuban pecah dini
preterm.2

2
D. Faktor umur dan paritas
Semakin tinggi paritas ibu akan makin mudah terjadi infeksi cairan amnion
akibat rusaknya struktur serviks akibat persalinan sebelumnya.2
E. Faktor tingkat sosio-ekonomi
Sosio-ekonomi yang rendah, status gizi yang kurang akan meningkatkan
insiden KPD, lebih-lebih disertai dengan jumlah persalinan yang banyak, serta jarak
kelahiran yang dekat.2
F. Faktor-faktor lain
Inkompetensi serviks atau serviks yang terbuka akan menyebabkan
pecahnya selaput ketuban lebih awal karena mendapat tekanan yang langsung dari
kavum uteri. Beberapa prosedur pemeriksaan, seperti amniosintesis dapat
meningkatkan risiko terjadinya ketuban pecah dini. Pada perokok, secara tidak
langsung dapat menyebabkan ketuban pecah dini terutama pada kehamilan
prematur. Kelainan letak dan kesempitan panggul lebih sering disertai dengan KPD,
namun mekanismenya belum diketahui dengan pasti. Faktor-faktor lain, seperti :
hidramnion, gamelli, koitus, perdarahan antepartum, bakteriuria, pH vagina di atas
4,5, stres psikologis, serta flora vagina abnormal akan mempermudah terjadinya
ketuban pecah dini.2
Berdasarkan sumber yang berbeda, penyebab ketuban pecah dini
mempunyai dimensi multifaktorial yang dapat dijabarkan sebagai berikut :
 Serviks inkompeten.
 Ketegangan rahim yang berlebihan : kehamilan ganda, hidramnion.
 Kelainan letak janin dalam rahim : letak sungsang, letak lintang.
 Kemungkinan kesempitan panggul : perut gantung, bagian terendah
belum masuk pintu atas panggul, disproporsi sefalopelvik.
 Kelainan bawaan dari selaput ketuban.
 Infeksi yang menyebabkan terjadi proses biomekanik pada selaput
ketuban dalam bentuk proteolitik sehingga memudahkan ketuban
pecah.5

3
3. Epidemiologi KPD
Prevalensi KPD berkisar antara 3-18% dari seluruh kehamilan. Saat aterm,
8-10 % wanita hamil datang dengan KPD dan 30-40% dari kasus KPD merupakan
kehamilan preterm atau sekitar 1,7% dari seluruh kehamilan. KPD diduga dapat
berulang pada kehamilan berikutnya, menurut Naeye pada tahun 1982 diperkirakan
21% rasio berulang, sedangkan penelitian lain yang lebih baru menduga rasio
berulangnya sampai 32%. Hal ini juga berkaitan dengan meningkatnya risiko
morbiditas pada ibu atau pun janin. Komplikasi seperti : korioamnionitis dapat
terjadi sampai 30% dari kasus KPD, sedangkan solusio plasenta berkisar antara 4-
7%. Komplikasi pada janin berhubungan dengan kejadian prematuritas dimana
80% kasus KPD preterm akan bersalin dalam waktu kurang dari 7 hari. Risiko
infeksi meningkat baik pada ibu maupun bayi. Insiden korioamnionitis 0,5-1,5%
dari seluruh kehamilan, 3-15% pada KPD prolonged, 15-25% pada KPD preterm
dan mencapai 40% pada ketuban pecah dini dengan usia kehamilan kurang dari 24
minggu. Sedangkan insiden sepsis neonatus 1 dari 500 bayi dan 2-4% pada KPD
lebih daripada 24 jam.
Ketuban pecah dini terjadi sekitar 10% dari kehamilan. Risiko terjadinya
korioamnionitis karena ketuban pecah dini < 10% dan meningkat sampai 40%
setelah 24 jam terjadinya KPD. Kontribusi KPD ini lebih besar pada sosial ekonomi
rendah dibandingkan sosial ekonomi menengah ke atas.

4. Mekanisme Ketuban Pecah Dini


Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi
uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu
terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh,
bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh.
Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraselular matriks.
Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas
kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah.
Faktor risiko untuk terjadinya Ketuban Pecah Dini adalah:
 berkurangnya asam askorbik sebagai komponen kolagen;

4
 kekurangan tembaga dan asam askorbik yang berakibat pertumbuhan struktur
abnormal karena antara lain merokok.
Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metaloproteinase (MMP) yang dihambat
oieh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease.
Mendekati waktu persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-1 mengarah
pada degradasi proteolitik dari matriks ekstraselular dan membran janin. Aktivitas
degradasi proteolitik ini meningkat menjelang persalinan. Pada penyakit
periodontitis di mana terdapat peningkatan MMP, cenderung terjadi Ketuban Pecah
Dini.
Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester ketiga selaput
ketuban mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada hubungannya
dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim, dan gerakan janin. Pada trimester
terakhir terjadi perubahan biokimia pada selaput ketuban. Pecahnya ketuban pada
kehamilan aterm merupakan hal fisiologis. Ketuban Pecah Dini pada kehamilan
prematur di- sebabkan oleh adanya faktor-faktor eksternal, misalnya infeksi yang
menjalar dari vagina. Ketuban Pecah Dini prematur sering terjadi pada
polihidramnion, inkompeten serviks, solusio plasenta.

5. Diagnosis KPD
Tentukan pecahnya selaput ketuban, dengan adanya cairan ketuban di vagina. Jika
tidak ada dapat dicoba dengan menggerakkan sedikit bagian terbawah janin atau
meminra pasien batuk atau mengedan. Penentuan cairan ketuban dapat dilakukan
dengan tes lakmus Q{itrazin tesr) merah menjadi biru. Tentukan usia kehamilan, bila
perlu dengan pemeriksaan USG. Tentukan ada tidaknya infeksi. Tanda-unda infeksi
adalah bila suhu ibu lebih dari 38o C serta air ketuban keruh dan berbau. Leukosit
darah > 15.000/mm3. Janin yang mengalami takikardia, mungkin mengalami infeksi
intrauterin. Tenrukan tanda-tanda persalinan dan skoring pelvik. Tentukan adanya
kontraksi yang teratur. Periksa dalam dilakukan bila akan dilakukan penanganan aktif
(terminasi kehamilan).

5
A. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Anamnesa pasien dengan KPD merasa basah pada vagina atau mengeluarkan
cairan yang banyak berwarna putih jernih, keruh, hijau, atau kecoklatan sedikit-
sedikit atau sekaligus banyak, secara tiba-tiba dari jalan lahir. Keluhan tersebut dapat
disertai dengan demam jika sudah ada infeksi. Pasien tidak sedang dalam masa
persalinan, tidak ada nyeri maupun kontraksi uterus. Riwayat umur kehamilan pasien
lebih dari 20 minggu.4
Pada pemeriksaan fisik abdomen, didapatkan uterus lunak dan tidak adanya
nyeri tekan. Tinggi fundus harus diukur dan dibandingkan dengan tinggi yang
diharapkan menurut hari pertama haid terakhir. Palpasi abdomen memberikan
perkiraan ukuran janin dan presentasi.4
B. Pemeriksaan dengan spekulum
Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD untuk mengambil sampel cairan
ketuban di forniks posterior dan mengambil sampel cairan untuk kultur dan
pemeriksaan bakteriologis.5
Tiga tanda penting yang berkaitan dengan ketuban pecah dini adalah :
1. Pooling : Kumpulan cairan amnion pada fornix posterior.
2. Nitrazine Test : Kertas nitrazin merah akan jadi biru.
3. Ferning : Cairan dari fornix posterior di tempatkan pada objek glass dan
didiamkan dan cairan amnion tersebut akan memberikan gambaran
seperti daun pakis.8
Pemeriksaan spekulum pertama kali dilakukan untuk memeriksa adanya
cairan amnion dalam vagina. Perhatikan apakah memang air ketuban keluar dari
ostium uteri eksternum apakah ada bagian selaput ketuban yang sudah pecah.
Gunakan kertas lakmus. Bila menjadi biru (basa) adalah air ketuban, bila merah
adalah urin. Karena cairan alkali amnion mengubah pH asam normal vagina. Kertas
nitrazine menjadi biru bila terdapat cairan alkali amnion. Bila diagnosa tidak pasti,
adanya lanugo atau bentuk kristal daun pakis cairan amnion kering (ferning) dapat
membantu. Bila kehamilan belum cukup bulan penentuan rasio lesitin-sfingomielin
dan fosfatidilgliserol membantu dalam evaluasi kematangan paru janin. Bila
kecurigaan infeksi, apusan diambil dari kanalis servikalis untuk pemeriksaan kultur

6
serviks terhadap Streptokokus beta group B, Clamidia trachomatis dan Neisseria
gonorea.4
C. Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan dalam dilakukan untuk menentukan penipisan dan dilatasi
serviks. Pemeriksaan vagina juga mengindentifikasikan bagian presentasi janin dan
menyingkirkan kemungkinan prolaps tali pusat. Periksa dalam harus dihindari
kecuali jika pasien jelas berada dalam masa persalinan atau telah ada keputusan
untuk melahirkan.4
D. Pemeriksaan penunjang
 Dengan tes lakmus, cairan amnion akan mengubah kertas lakmus merah menjadi
biru.
 Pemeriksaan leukosit darah, bila meningkat > 15.000 /mm3 kemungkinan ada
infeksi.
 USG untuk menentukan indeks cairan amnion, usia kehamilan, letak janin, letak
plasenta, gradasi plasenta serta jumlah air ketuban.
 Kardiotokografi untuk menentukan ada tidaknya kegawatan janin secara dini
atau memantau kesejahteraan janin. Jika ada infeksi intrauterin atau peningkatan
suhu, denyut jantung janin akan meningkat.
 Amniosintesis digunakan untuk mengetahui rasio lesitin - sfingomielin dan
fosfatidilsterol yang berguna untuk mengevaluasi kematangan paru janin.4

6. Diagnosis Banding KPD


Fistula vesiko vaginal pada kehamilan.4

7. Penatalaksanaan KPD
 Pastikan diagnosis
 Tentukan umur kehamilan
 Evaluasi ada tidaknya infeksi maternal ataupun infeksi janin . Apakah dalam
keadaan inpartu, terdapat kegawatan janin
Riwayat keluarnya air ketuban berupa cairan jernih keluar dari vagina yang kadang-
kadang disenai tanda-tanda lain dari persalinan.

7
Diagnosis Ketuban Pecah Dini prematur dengan inspekulo dilihat adanya cairan
ketuban keluar dari karlm uteri. Pemeriksaan pH vagina perempuan hamil sekitar
4,5; bila ada cairan ketuban pHnya sekitar 7,1. - 7,3. Antiseptik yang alkalin akan
menaikkan pH vagina.
Dengan pemeriksaan ultrasound. adanya Ketuban Pecah Dini dapat
dikonfirmasikan dengan adanya oligohidramnion. Bila air ketuban normal agaknya
ketuban pecah dapat diragukan serviks.
Penderita dengan kemungkinan Ketuban Pecah Dini harus masuk rumah sakit untuk
diperiksa lebih lanjut. Jika pada perawatan air ketuban berhenti keluar, pasien dapat
pulang untuk rawat jalan. Bila terdapat persalinan dalam kala aktif, korioamnionitis,
gawat janin, persalinan diterminasi. Bila Ketuban Pecah Dini pada kehamilan
prematur, diperlukan penatalaksanaan yang komprehensif. Secara umum
penatalaksanaan pasien Ketuban Pecah Dini yang tidak dalam persalinan serta tidak
ada infeksi dan gawat janin, penatalaksanaannya bergantung pada usia kehamilan.

 Konservatif
Rawat di rumah sakit, berikan antibiotik (ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisin bila
tidak tahan ampisilin dan metronidazol2 x 500 mg selama 7 hari). Jika umur
kehamilan < 32 - 34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar, atau sampai
air ketuban tidak lagi keiuar. Jika usia kehamilan 32 - 37 minggu, belum inpanu,
tidak ada infeksi, tes busa negatif beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi,
dan kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu. Jika usia kehamilan
32 - 37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik (salbutamol),
deksametason, dan induksi sesudah 24 jam. Jika usia kehamilan 32 - 37 minggu,
ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan induksi, nilai tanda-tanda infeksi (suhu,
leukosit, tanda-tanda infeksi intrau- terin). Pada usia kehamilan 32 - 37 minggu
berikan steroid untuk memacu kematangan paru janin, dan bila memungkinkan
periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari
dosis tunggal selama 2hari, deksametason I.M. 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.

8
 Aktif
Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila gagal seksio sesarea. Dapat
pula diberikan misoprostol 25 pg - 50 pg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.
Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan persalinan diakhiri.
• Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan serviks, kemudian induksi. Jika tidak
berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea.

• Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan.

9
Tabel.1. Penatalaksanaan ketuban pecah dini.7

Gambar.2. Alur penatalaksanaan ketuban pecah dini.8

8. Komplikasi KPD
Komplikasi yang timbul akibat Ketuban Pecah Dini bergantung pada usia
kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal, persalinan prematur,

10
hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden seksio
sesarea, atau gagalnya persalinan normal.

 Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten
tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90 "h teqradt daJam 24 jam
setelah ketuban pecah. Pada kehamilan anrara 28 - 34 minggu 50 % persalinan
dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam I
minggu.

 Infeksi
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada Ketuban Pecah Dini. Pada ibu terjadi
ko- rioamnionitis" Pada bayt dapat terjadi septikemia, pneumonia, omfalitis.
Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada Ketuban Pecah
Dini premarur, infeksi lebih sering daripada aterm. Secara umum insiden infeksi
sekunder pada Ke- tuban Pecah Dini meningkat sebanding dengan lamanya periode
laten.

 Hipoksia dan Asfiksia


Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga
terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan
derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat.

 Sindrom Deformitas Janin


Ketuban Pecah Dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin ter-
hambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin, sena
hipoplasi pulmonar.

11
9. Prognosis KPD

Prognosis pada ketuban pecah dini sangat bervariatif tergantung pada :

 Usia kehamilan
 Adanya infeksi / sepsis
 Factor resiko / penyebab
 Ketepatan Diagnosis awal dan penatalaksanaan

Prognosis dari KPD tergantung pada waktu terjadinya, lebih cepat kehamilan, lebih
sedikit bayi yang dapat bertahan. Bagaimanapun, umumnya bayi yang lahir antara
34 dan 37 minggu mempunyai komplikasi yang tidak serius dari kelahiran
premature.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Soewarto S. Ketuban Pecah Dini. Dalam Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Bagian


Ketiga: Patologi Kehamilan, Persalinan, Nifas dan Bayi Baru Lahir. Edisi Keempat.
Cetakan Kedua. Jakarta. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2009. hal 677-
82.

2. Manuaba.I.B.G. Ketuban Pecah Dini dalam Kapita Selekta Penatalaksanaan


Obstetri Ginekologi dan KB, EGC, Jakarta, 2001, hal : 221 – 225.

3. Manuaba I.B.G, Chandranita Manuaba I.A, Fajar Manuaba I.B.G.(eds) Pengantar


Kuliah Obstertri. Bab 6: Komplikasi Umum Pada Kehamilan. Ketuban Pecah Dini.
Cetakan Pertama. Jakarta. Penerbit EGC. 2007. Pp 456-60.

4. Nili F., Ansaari A.A.S. Neonatal Complications Of Premature Rupture Of


Membranes. Acta Medica Iranica. [Online] 2003. Vol 41. No.3. Diunduh dari
http://journals.tums.ac.ir/upload_files/pdf/59.pdf.

5. Cunningham Gary F, Leveno J Kenneth , Bloom L Steven , Hauth C John , III


Gilstrap Larry , Wenstrom D Katharine . Williams Obstetrics Edisi 22.2005 .

6. Saifudin, Abdul B. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal &
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

7. Saifuddin, Abdul B 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo.

13

Anda mungkin juga menyukai