Anda di halaman 1dari 19

ENDOMETRIOSIS

Oleh:
Amirah dhia nabila sinum
1102014020

Pembimbing:
KOMPOL dr. Utomo Budidarmo Sp.OG M.Kes
NRP.82051588

KEPANITRAAN KLINIK ILMU OBSTETRI GINEKOLOGI


RUMAH SAKIT POLRI KRAMAT JATI 2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan Karunia-Nya saya dapat
menyelesaikan tugas penyusunan referat yang berjudul “ENDOMETRIOSIS”
Adapun referat ini dibuat untuk memenuhi syarat Kepaniteraan Klinik Kandungan
dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi Jakarta yang dilaksanakan di RS
POLRI KRAMAT JATI.
Terimakasih kepada pembimbing penulis, dr. Utomo Budidarmo, SpOG MKes yang
telah membimbing dalam penyelesaian referat ini.
Harapan saya, semoga referat ini dapat bermanfaat untuk para pembaca, dan menjadi
amal jariyah di kemudian hari.

Jakarta 9 Maret 2019

Penulis

1
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..........................................................................................


KATA PENGANTAR .......................................................................................... 1
DAFTAR ISI ................................................................................... 2

BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 4


DEFINISI …………………………………………………… 4
ETIOLOGI DAN PATOGENESIS …………………………………………………… 6
DIAGNOSIS…………………………………………………………………………… 9
FAKTOR RESIKO…………………………………………………………………….. 10
KLASIFIKASI………………………………………………………………………… 12
NYERI PADA ENDOMETRIOSIS…………………………………………………… 12
PENILAIAN NYERI………………………………………………………………….. 12
PATOGENESIS NYERI ENDOMETRIOSIS………………………………………… 13
JENIS NYERI…………………………………………………………………………. 13
TATALAKSANA NYERI ENDOMETRIOSIS……………………………………… 14

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 17

2
BAB I
PENDAHULUAN

Endometriosis merupakan kelainan ginekologi jinak yang sering diderita wanita usia
reproduktif ditandai dengan glandula dan stroma diluar lokasi normal.

Endometriosis diidentifikasi pertama kali pada abad ke 19 oleh Von Rockitansky tahun 1860.
Endometriosis sering didapatkan pada peritoneum pelvis, ovarium, septum rektovaginalis,
ureter, kadang vesika urinaria, pericardium dan pleura.

Insidensi endometriosis sulit dihitung oleh karena gejala asimtomatis dan pemeriksaan yang
dilakukan untuk menegakan diagnosis sensitititasnya rendah. Perempuan dengan
endometriosis bisa tanpa gejala, subfertil atau dismenore.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Endometriosis adalah gangguan ginekologi jinak umum didefinisikan sebagai


jaringan endometrium berada diluar uterus yang menginduksi reaksi inflamasi
kronis. Endometriosis paling sering ditemukan pada peritoneum panggul tetapi
juga dapat ditemukan di ovarium, septum rektovaginal, ureter dan jarang
ditemukan di beberapa tempat lain seperti pleura, pericardium, dan vesika
urinaria1,2

ETIOLOGI DAN PATOGENESIS

Metaplasia Selom dan Mulerianosis

Berdasarkan teori ini terjadi transformasi jaringan peritoneum normal menjadi


jaringan endometriosis ektopik. Hal ini didukung dengan ditemukannya lesi
endometriosis pada anak perempuan sebelum pubertas pada wanita tanpa
adanya uterus. Proses transformasi ini belum diketahui, namun Endocrine
Dispruting Hormone diduga berperan. Teori lain yang mendukung metaplasia
dan mulerianosis ialah teori induksi dimana rangsangan endongen seperti
hormon atau imunologi memicu perubahan sel peritoneal menjadi
endometrium. Teori mengenai Embryonic Mullerian Rest atau mullerianosis
menyatakan bahwa residu sel embryologic mullerian duct mampu bermigrasi
dan berkembang menjadi lesi endometrial dibawah pengaruh hormone
esterogen saat pubertas.3,4

Sel Punca/ Progenitor

Teori ini menyatakan bahwa sel punca/progenitor yang berasal dari sumsum
tulang belakang dapat berdiferensiasi menjadi jaringan endometriosis. Temuan

4
histologi pada pasien dengan sindrom Rokitansky-Kuster-Hauser berupa sel
endometriosis tanpa adanya endometrium menstruasi mendukung teori ini3,4

Metastasis Jinak

Teori ini menyatakan bahwa penyebaran sel endometrial secara hematogen


dan limfogen merupakan sebab dari implantasi sel endometrium ektopik.3,4

Diseminasi Iatrogenik

Teori ini menyatakan bahwa lesi endometriosis dapat berimplantasi selama


prosedur operasi dilakukan. Hal ini didukung dengan adanya lesi
endometriosis pada dinding abdomen wanita setelah menjalani oerassi sesar.4

Aliran Balik Darah Menstruasi dan Implantasi

Teori yang paling popular dinyatakan oleh Saampson (1920) bahwa sel
endometriosis masuk ke peritoneum melalui saluran tuba selama menstruasi
lalu berimplantasi ke pelvis. Sel ini kemudian melekat pada peritoneum pelvis
dan berkembang melalui pengaruh hormone. Teroi ini didukung dengan
temuan darah haid pada 90% wanita sehat dengan saluran tuba yang paten
pada laparaskopi selama siklus menstruasi.3,4

Perubahan Imunologi

Adanya kelainan pada sel yang dimediasi oleh system imun dan komponen
humoral dalam darah perifer dan cairan peritoneal. Adanya perubahan
imunologi pasien endometriosis diduga merupakan perubahan fungsi makrofag
dalam cairan peritoneal. Wanita tanpa endometriosis mempunyai monosit
dengan waktu hidup yang pendek serta fungsi terbatas, sementara wanita
dengan endometriosis mempunyai monosit dengan pertumbuhan yang cepat.
Sel inilah yang mengeluarkan faktor pertumbuhan dan sitokin yang
menyebabkan terjadinya endometriosis. 3,4

Perubahan Hormonal : Ketergantungan terhadap Esterogen dan


Resistensi Progesteron.

Perubahan hormonal diprediksi mampu membuat sel endometrial


berproliferasi, menempel pada mesotelium, dana tau bersihan dari imun yang

5
dimediasi. Endometriosis bergantung pada esterogen didukung dengan temuan
molekuler lesi ektopik memiliki peningkatam ekspresi enzim aromatase dan
penurunan ekspresi dari 17β hydroxysteroid dehydrogenase). Perbedaan
penignkatan enzim ini mengakibatkan peningkatan konsentrasi estradiol local.4

DIAGNOSIS ENDOMETRIOSIS

1. Tanda dan Gejala


Gejala pelvis (nyeri siklik pelvis, dismennorhea, dispareunia) merupakan
gejala klasik endometriosis. Dismenorrhea, nyeri pelvis, dispareuni, keluhan
intestinal siklik (diskezia), dan infertilitas sebagai gejala yang mengarah ke
endometriosis. Menurut studi kasus control Amerika, gejala nyeri abdomen,
6istology6ne6, menorrhagia, dan dyspareunia memiliki hubungan dengan
endometriosis, sebanyak 83% wanita endometriosis mengeluhkan gejala
tersebut sementara hanya 29& wanita tanpa endometriosis mengeluhkan gejala
tersebut. Pada studi yang dilakukan pada orang brazil, nyeri haid adalah
gejala utama endometriosis dilaporkan sebesar 62%, diikuti dengan nyeri
pelvis kronik sebesar 57%, dispareunia dalam 55%, keluhan intestinal siklik
48%, infertilitas 40% inkapasitas dismenore 28%.

Gejala Persentase
Nyeri haid 62
Nyeri pelvik kronik 57
Dispareunia dalam 55
Keluhan intestinal siklik 48
Infertilitas 40
Inkapasitas dismenore 28

Gejala endometriosis tergantung lokasi dari penyakitnya. Endometriosis pada


posterior pelvis dapat menyebabkan diskezia berat, pada rectovaginal septum
menyebabkan diskezia dan dispareunia
Keluhan intestinal seperti perut kembung, diare, atau konstipasi merupoakan
gejala yang tidak dikenali. Pada studi prospektif, studi control terdapat

6
kembung 96%, diare 27%, dan konstipasi 16% pada wanita dengan
endometriosis, sementara pada 64%, 9% dan 0% untuk wanita yang tidak
memiliki endometriosis.
Gejala Wanita dengan Wanita tanpa
endometriosis endometriosis
Perut kembung 96% 64%
Diare 27% 9%
Konstipasi 16% 0%

Guideline Development Group merekomendasikan agar klinisi


mempertimbangkan diagnosis endometriosis :
1. Jika terdapat salah satu gejala ginekologi seperti, dismenorrhea, nyeri pelvic
non siklik, dispareunia dalam, infertilitas.
2. Wanita usia reproduktif dengan gejala non ginekologi seperti, hematuria,
diskezia, disuria, perdarahan rectum, nyeri bahu).

Gejala endometriosis eksternal, kejadian katamenial merupakan gejala yang


dapat terjadi pada wanita endometriosis walauoun jarang. Beberapa kejadian
katamenial dapat terjadi seperti pneumothorax, hemoptysis, dan endometriosis
pada organ peritoneum lainnya.1,2

7
Temuan Klinis1,2 :
a. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dimulai dengan inspeksi vagina menggunakan speculum lalu
dilanjutkan dengan pemeriksaan bimanual dan palpasi rektovagina.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk meraba ligamentum sacrouterina dan septum
rektovagina untuk menilai ada atau tidaknya nodul endometriosis Pemeriksaan
dilakukan saat menstruasi agar meningkatkan peluang untuk mendeteksi nodul
dan nyeri, karena memiliki sensitivitas tinggi. Pada penelitian ditemukan pasien
dengan endometriosis pada retro sigmoid dan retroserviks pada pemeriksaan
dalam memiliki sensitivitas 72% dan 68% sementara spesifisitasnya 54% dan
64%. Nilai prediktif positif 63% dan 45%, nilai prediktif 8istolog 64% dan
69%, dan akurasi 63% dan 55%.

b. Pemeriksaan penunjang 1,3


1. Ultrasonografi (USG)
USG vaginal merupakan lini pertama memberikan hasil dengan akurasi
baik dalam menemukan kista endometriosis, tetapi tidak memberikan hasil
baik pada endometrosis peritoneal. USG transvaginal juga dapat digunakan
untuk mendeteksi endometriosis di traktus gastrointestinal.
Dari review 1105 wanita didapatkan sensitivitas dan spesifisitas USG
berturut-turut 91% dan 98%
2. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Memiliki sensitivitas dan spesifisitas (69% dan 75%) yang kecil untuk
mendiagnosis endometriosis sehingga kurang direkomendasikan
menggunakan MRI.
3. Pemeriksaan Marka Biokimiawi
Endometriosis merupakan penyakit inflamasi. Sitokin, interleukin dan TNF
α berperan dalam pathogenesis. Sehingga akan terdapat peningkatan sitokin
pada cairan peritoneal pasien endometriosis, dan peningkatan interleukin
dan TNF α pada serum darah pasien endometriosis, terutama pada
endometriosis ringan sedang. Sedangkan serum CA-125, Hs-CRP dan
VEGF secara signifikan meningkat pada pasien dengan endometriosis
derajat berat.
4. Bedah Laparoskopi

8
Laparakopi merupakan baku emas untuk diagnostic endometriosis. Lesi
endometriosis baru dan aktif biasanya berwarna merah terang, lesi yang
lama dan aktif biasanya merah kehitaman, sementara lesi nonaktif terlihat
berwarna putih dengan jaringan parut. Endometriosis yang tumbuh pada
ovarium biasanya berisi cairan berwarna coklat sehingga disebut kista
coklat
5. Pemeriksaan Patologi Anatomi
Pemeriksaan passti apabila didapatkan kelenjar dan stroma endometrium.

FAKTOR RESIKO
Dalam analisis retrospektif UK dalam 3 tahun sebelum diagnosis
endometriosis mengenai gejala lazim wanita dengan endometriosis
memiliki gejala nyeri abdominno pelvikum dan perdarahan saat menstruasi
lebih berat dibandingkan dengan wanita yang tidsak memiliki
endometriosis. Kemudian ketika dibandingkan dengan control wanita
endometriosis memiliki odd ratio [OR (95% CI)] untuk gejala berikut: nyeri
abdominopelvic 5.2 (4.7-5.7), dismenore 8.1 (7.2-9.9), perdarahan
menstruasi 4.0 4.0 (3.5-4.5) , infertilitas 8.2 (6.9-9.9), perdarahan
dispareunia / postcoital 6.8 (5.7–8.2) dan gejala saluran kemih 1.2 (1.0–
1.3). Selain itu, riwayat diagnosis dengan kista ovarium 7,3 (5,7-9,4),
sindrom iritasi usus besar 1,6 (1,3-1,8), penyakit radang panggul 3,0 (2,5-
3,6) dan penyakit payudara fibrokistik 1,4 (1,2-1,7).
Gejala Odd Ratio
Nyeri abdominopelvic 5,2 (4,7-5,7)
Dismenore 8,1 (7,2-9,9)
Perdarahan menstruasi 4,0 (3,5-4,5)
Infertilitas 8,2 (6,9-9,9)
Perdarahan 6,8 (5,7-8,2)
dispareunia/postcoital
Saluran kemih 1,2 (1,0-1,3)
Kista ovarium 7,3 (5,7-9,4)
Sindrom iritasi usus besar 1,6 (1,3-1,8)
Penyakit radang pangguk 3,0 (2,5-3,6)

9
Penyakit payudara 1,4 (1,2-1,7)
fibrokistik
Irritable bowel sindrom 3,5 (31,1-3,9)
Penyakit Radang Panggul 5,9 (5,1-6,9)

Pada studi italia, wanita yang akhirnya didiagnosis endometriosis post laparaskopi
melaporken gejala dismenorrhea lebih intensif daripada mereka yang tidak
memiliki gejala endometriosis.

Beberapa faktor reproduksi secara konsisten dikaitkan dengan risiko endometriosis,


variasi hormon mungkin memiliki dampak yang signifikan pada risiko
berkembangnya endometriosis. Misalnya, usia dini saat menarche dan panjang
siklus menstruasi pendek dikaitkan dengan peningkatan risiko, sementara paritas
dan penggunaan kontrasepsi oral saat ini dikaitkan dengan penurunan risiko.
Estradiol dan estrone yang bersirkulasi, yang merangsang jaringan endometrium
ektopik dan eutopik, lebih tinggi di antara wanita dengan usia lebih dini saat
menarche dan pada wanita nulipara. Meskipun bukan merupakan faktor risiko
reproduksi, hubungan terbalik yang konsisten juga telah diamati antara indeks
massa tubuh (BMI) dan endometriosis, mungkin berhubungan dengan perbedaan
hormon antara wanita berat dan kurus.5
KLASIFIKASI ENDOMETRIOSIS1
Klasifikasi endometriosis pertama kali dibuat oleh American Fertility
Society (AFS) pada tahun 1979, yang kemudian berubah nama menjadi
American Society for Reproductive Medicine (ASRM). ASRM lalu
merevisi sistem klasifikasinya, tahun 1996 dan membagi menjadi 4 stadium

10
Stadium I (minimal) : 1-5
Stadium II (ringan) : 6-15
Stadium III (sedang) : 16-40
Stadium IV (berat) : >40

Klasifikasi endometriosis menurut ASRM terdapat empat derajat keparahan


berdasarkan lokasi, luas, kedalaman implantasi dari sel endometriosis, adanya
perlengketan, dan ukuran dari endometrioma ovarium

11
NYERI PADA ENDOMETRIOSIS

Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah


pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan, terjadi akibat
adanya kerusakan jaringan dan potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya
kerusakan.
Nyeri dapat dibedakan menjadi akut dan kronik. Nyeri akut terjadi dalam
beberapa detik sampai enam bulan, berhubungan dengan edema spesifik,
merupakan mekanisme pertahanan dan berlangsung kurang dari enam bulan.
Sedangkan nyeri kronik adalah nyeri konstan /intermiten, biasanya berlangsung
selama enam bulan atau lebih dan berhubungan dengan kerusakan jaringan.1

PENILAIAN NYERI
Penilaian nyeri yang paling banyak digunakan ialah dengan metode VAS. VAS
adalah skala respons psikometrik dengan menggunakan kuesioner, dan merupakan
metode yang sederhana terdiri dari garis datar sepanjang 10 cm, yang dimulai
dengan 0 menandakan tidak ada nyeri, sedangkan angka 10 skala nyeri paling
buruk. Berdasarkan rekomendasi yang dikeluarkan oleh Art and Science of
Endometriosis Meeting yang diadakan oleh National Institutes of Health (NIH)
bekerjasama dengan American Society of Reproductive Mediciαne (ASRM) tahun
2010 menyatakan satu bulan sebelum terapi nyeri harian sebaiknya diukur pada
waktu yang sama dengan tujuan mendapatkan baseline nyeri yang adekuat tiap
harinya. Dismenorea dan nyeri pelvis harus diukur terpisah 1.

PATOGENESIS NYERI ENDOMETRIOSIS


Inflamasi merupakan salah satu mekanisme yang menyebabkan nyeri 12istolog.
Endometriosis dianggap sebagai proses inflamasi 12istol yang menghasilkan
respons inflamasi yang signifikan, sehingga banyak hipotesis nyeri endometriosis
dikaitkan berasal dari proses inflamasi. Konsentrasi TNF-α di cairan peritoneum
wanita dengan endometriosis lebih tinggi dibandingkan wanita normal. TNF akan
menstimulasi ekspresi prostaglandin synthase-2 yang akan meningkatkan produksi
PGE2 dan PGF 2α. IL-1 juga akan menginduksi sintesis prostaglandin dan
menstimulasi fibroblast yang berperan dalam perlengketan. Prostaglandin

12
merupakan mediator nyeri. NGF pada lesi endometriosis juga akan meningkatkan
nosiseptor dan meningkatkan ekspresi subtansia P yang akan memodulasi nyeri.
Diketahui pertumbuhan serabut saraf ektopik juga merangsang timbulnya nyeri,
sementara densitas serabut saraf pada lesi endometriosis peritoneal 6x disbanding
wanita tanpa endometriosis. Selain itu, ditemukan hipereksitabilitas dari sistem
nosiseptif dan amplifikasi pada nyeri kronik dikarenakan penurunan volume gray
matter pada bagian thalamus, kortex, dan prefrontal yang merangfsang persepsi
nyeri terus menerus.1

JENIS NYERI ENDOMETRIOSIS


nyeri saat haid, nyeri saat berhubungan seksual (dyspareuni), nyeri saat berkemih
(dysuria), nyeri saat buang air besar (dyschezia), nyeri panggul, dan nyeri perut
bagian bawah, nyeri pada pelvis dan sensasi perut tertarik ke bawah. Didapatkan
perbedaan intensitas nyeri pada wanita dengan endometriosis yang berat dan
ringan. Pada endometriosis berat, sering didapatkan dyschezia (nyeri saat buang
air besar) dibandingkan pada endometriosis ringan.1

JENIS NYERI DAN LOKASI LESI


Pada penelitian chaperon dkk, menunjukan bahwa lesi susukan dalam lebih
memiliki intensitas nyeri yang menetap sementara lesi endometrioma jarang
menimbulkan nyeri.1

13
TATALAKSANA NYERI ENDOMETRIOSIS11,2,3,4

Pil Kontrasepsi Kombinasi


Pil kontrasepsi kombinasi bekerja dengan menekan LH dan FSH dan dapat
mencegah terjadinya ovulasi dengan cara menginduksi munculnya keadaan
pseudo-pregnancy. Selain itu penggunaan pil kontrasepsi kombinasi akan
mengurangi aliran menstruasi, desidualisasi implant endometriosis, serta
meningkatkan apoptosis pada endometrium eutopik pada wanita dengan
endometriosis.
Progestin
Progesteron memilik efek antimitotik terhadap sel endometrium, sehingga
memiliki potensi dalam pengobatan endometriosis. Progestin turunan 19-
nortestosteron seperti dienogest memiliki kemampuan menghambat enzim
aromatase , ekspresi COX-2, produksi PGE2 pada kultur sel endometriosis.
Agonis GnRH
Pajanan GnRH yang terus menerus ke hipofisis mengakibatkan down-regulation
reseptor GnRH yang menyebabkan berkurangnya sensitifitas kelenjar hipofisis.
Kondisi ini membentuk keadaan hipogonadotropin hipogonadisme yang
mempengaruhi lesi endometriosis yang sudah ada. Amenore yang timbul akibat
kondisi tersebut mencegah pembentukan lesi baru. GnRH juga meningkatkan
apoptosis susukan endometriosis. Selain itu GnRH bekerja pada jaringan
endometriosis, dibuktikan dengan adanya reseptor GnRH pada endometrium
ektopik. Kadar Mrna reseptor estrogen (Erα) menurun pada endometriosis setelah
terapi jangka panjang.

Danazol
Danazol merupakan androgen sintetik juga merupakan derivate 17α-ethynyl
testosterone. Danazol mempunyai beberapa mekanisme kerja antara lain,
merangsang amenorea melalui supresi terhadap aksis Hipotalamus-Pituitari-
Ovarium (HPO), inhibisi steroidogenesis ovarium dan mencegah proliferasi

14
endometrium dengan mengikat reseptor androgen dan 15istology15ne pada
endometrium dan 15istolo endometriosis. Menurunkan produksi Steroid Hormone
Binding Globulin (SHBG) di hati, dan menggeser posisi terstosterone dari SHBG
yang menyebabkan peningkatan konsentrasi testosteron bebas, sehungga terjadilah
atrofi dari endometrium dan endometriosis akibat esterogen yang rendah dan
androgen yang tinggi.

Aromatase Inhibitor
Beberapa penelitian menyebutkan peran penting enzim aromatase dan estrogen
lokal pada endometriosis, yaitu potensi mitogenik estradiol yang mendorong
pertumbuhan dan proses inflamasi di lesi endometriosis. Maka aromatase inhibitor
dipikirkan menjadi pilihan terapi yang potensial pada pasien dengan endometriosis

Anti Prostaglandin
Beberapa penelitian menunjukkan peningkatan kadar prostaglandin wanita dengan
endometriosis, sehingga di obat anti inflamasi non steroid digunakan dalam
penatalaksanaan nyeri terkait endometriosis.

TATALAKSANA BEDAH1,2
1. NYERI
a. LUNA pada nyeri karena endometriosis
Prosedur LUNA merupakan prosedur dengan melakukan ablasi atau eksisi
sekitar 1,5-2 cm bagian ligamentum sakrouterina di insersi serviks.
Prosedur ini dimulai dengan memposisikan uterus anteversi menggunakan
manipulator uterus, mengidentifikasi ligamentum uterosakral yang
kemudian salah satu atau keduanya dipotong dekat dengan insersinya di
serviks. Sebagian kecil ligamen diambil untuk pemeriksaan histologi dan
konfirmasi adanya serabut saraf didalamnya.
Dengan pembedahan ini diharapkan terputusnya saraf sensoris sehingga
nyeri akan berkurang.
b. Laparoskopi pre-sacral neurectomy pada nyeri
Prosedur bedah PSN adalah melakukan eksisi jaringan saraf antara
peritoneum dan periosteum minimal 2 cm. PSN akan memutus saraf

15
sensorik, dan melibatkan pemutusan jalur persarafan yang lebih banyak
dibandingkan LUNA
c. Laparoskopi eksisi lesi endometriosis susukan dalam Endometriosis
susukan dalam didefinisikan sebagai massa padat terletak lebih dari 5 mm
di dalam peritoneum. Tindakan pembedahan eksisi lesi endometriosis
susukan dalam akan menghilangkan lesi endometriosis yang akan
menurunkan intensitas nyeri.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. HIFERI. Konsensus Tatalaksana Nyeri Haid pada Endometriosis:


Himpunan Endokrinologi Reproduksi dan Fertilitas Indonesia; 2013
2. Guideline of the European Society of Human Reproduction and
Embryology. Management of women with endometriosis. ESHRE
Endometriosis Guideline Development Group 2013.
3. Prawirohardjo, Sarwono. 2011. Ilmu Kandungan. Jakarta : PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
4. Andon H., Muharam N, Budi W, Kanadi S, Achmad K., Current updates
onPolycystic Ovary Syndrome, Endometriosis, Adenomyosis. Sagung
seto, 2013
5. Parasar P., Ozcan P., Terry KL. Endometriosis: Epidemiology, Diagnosis,
and Current Management.Curr Obstet Gynecol Rep. 2017 Mar; 6(1): 34–
41.

17
18

Anda mungkin juga menyukai