Anda di halaman 1dari 13

REFERAT

CORONA VIRUS DAN KESEHATAN

Disusun oleh:
Hanna Kumari Dharaindas 1102014120
Iqbal Muhammad 1102014132

Pembimbing:
Dr. Ferryal Basbeth, Sp. F, DFM

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN FORENSIK


RSUD DR DRADJAT PRAWIRANEGARA SERANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
PERIODE 15 JUNI-18 JULI 2020

TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit jenis baru yang belum
pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia. Virus penyebab COVID-19 ini
dinamakan Sars-CoV-2. Virus corona adalah zoonosis (ditularkan antara hewan dan
manusia).

ETIOLOGI
Virus penyebab COVID-19 ini dinamakan Sars-CoV-2

CARA PENULARAN
WHO mengungkapkan cara penyebaran covid-19 melalui tetesan kecil air liur yang
keluar dari hidung atau mulut ketika orang yang terinfeksi virus corona bersin atau
batuk.

MASA INKUBASI
Masa inkubasi rata-rata 5-6 hari dengan masa inkubasi terpanjang 14 hari. Pada kasus
COVID-19 yang berat dapat menyebabkan pneumonia, sindrom pernapasan akut,
gagal ginjal, dan bahkan kematian. Tanda-tanda dan gejala klinis yang dilaporkan
pada sebagian besar kasus adalah demam, dengan beberapa kasus mengalami
kesulitan bernapas, dan hasil rontgen menunjukkan infiltrat pneumonia luas di kedua
paru.

EPIDEMIOLOGI
Dunia
Jumlah kasus Covid-19 yang terkonfirmasi per tanggal 22 April 2020 sebanyak
2.585.468, dengan jumlah kasus terbanyak pada negara Amerika Serikat sebesar
825.306, kedua adalah Spanyol dengan 208.389 lalu Itali sebesar 183.957. Covid-19
telah menyebabkan kematian per tanggal 22 April 2020 sebesar 178.845, dengan
kematian tertinggi pada negara Itali 24.648.
Sumber: https://coronavirus.jhu.edu/map.html
Indonesia

GEJALA KLINIS
Tanda dan gejala umum infeksi COVID-19 antara lain gejala gangguan
pernapasan akut seperti demam, batuk dan sesak napas. Pada kasus COVID-19 yang
berat dapat menyebabkan pneumonia, sindrom pernapasan akut, gagal ginjal, dan
bahkan kematian. Tanda-tanda dan gejala klinis yang dilaporkan pada sebagian besar
kasus adalah demam, dengan beberapa kasus mengalami kesulitan bernapas, dan hasil
rontgen menunjukkan infiltrat pneumonia luas di kedua paru.
1. Pasien dalam Pengawasan
a. Seseorang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yaitu demam
(≥38oC) atau riwayat demam; disertai salah satu gejala/tanda penyakit
pernapasan seperti: batuk/ sesak nafas/ sakit tenggorokan/ pilek/
/pneumonia ringan hingga berat. #
DAN tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang
meyakinkan DAN pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala, memenuhi
salah satu kriteria berikut:
i. Memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di luar negeri yang
melaporkan transmisi lokal*;
ii. Memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di area transmisi lokal di
Indonesia**
b. Seseorang dengan demam (≥38oC) atau riwayat demam atau ISPA DAN
pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat kontak
dengan kasus konfirmasi atau probabel COVID-19;
c. Seseorang dengan ISPA berat/ pneumonia berat*** di area transmisi lokal
di Indonesia** yang membutuhkan perawatan di rumah sakit DAN tidak
ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan.

2. Orang dalam Pemantauan


Seseorang yang mengalami demam (≥380C) atau riwayat demam; atau gejala
gangguan sistem pernapasan seperti pilek/sakit tenggorokan/batuk.
DAN
tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan.
DAN
pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala, memenuhi salah satu kriteria
berikut: a. Memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di luar negeri yang
melaporkan transmisi lokal*;
b. Memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di area transmisi lokal di
Indonesia**

3. Kasus Probabel
Pasien dalam pengawasan yang diperiksa untuk COVID-19 tetapi inkonklusif
(tidak dapat disimpulkan).

4. Kasus Konfirmasi
Seseorang terinfeksi COVID-19 dengan hasil pemeriksaan laboratorium
positif
Kontak Erat adalah seseorang yang melakukan kontak fisik atau
berada dalam ruangan atau berkunjung (dalam radius 1 meter dengan kasus
pasien dalam pengawasan, probabel atau konfirmasi) dalam 2 hari sebelum
kasus timbul gejala dan hingga 14 hari setelah kasus timbul gejala. Kontak
erat dikategorikan menjadi 2, yaitu:
1. Kontak erat risiko rendah Bila kontak dengan kasus pasien dalam
pengawasan.
2. Kontak erat risiko tinggi Bila kontak dengan kasus konfirmasi atau
probabel.

Termasuk kontak erat adalah:


a. Petugas kesehatan yang memeriksa, merawat, mengantar dan membersihkan
ruangan di tempat perawatan kasus tanpa menggunakan APD sesuai standar.
b. Orang yang berada dalam suatu ruangan yang sama dengan kasus (termasuk
tempat kerja, kelas, rumah, acara besar) dalam 2 hari sebelum kasus timbul
gejala dan hingga 14 hari setelah kasus timbul gejala.
c. Orang yang bepergian bersama (radius 1 meter) dengan segala jenis alat
angkut/kendaraan dalam 2 hari sebelum kasus timbul gejala dan hingga 14
hari setelah kasus timbul gejala.

TATALAKSANA
A.) Pasien terkonfirmasi (+) COVID-19
1. TANPA GEJALA
 Isolasi mandiri di rumah selama 14 hari
 Diberi edukasi apa yang harus dilakukan (leaflet untuk dibawa ke rumah)
 Vitamin C, 3 x 1 tablet (untuk 14 hari)
 Pasien mengukur suhu tubuh 2 kali sehari, pagi dan malam hari
 Pasien dipantau melalui telepon oleh petugas FKTP
 Kontrol di FKTP setelah 14 hari untuk pemantauan klinis
2. GEJALA RINGAN
 Ditangani oleh FKTP, contohnya Puskesmas, sebagai pasien rawat jalan
 Isolasi mandiri di rumah selama 14 hari
 Diberi edukasi apa yang harus dilakukan (leaflet untuk dibawa ke rumah)
 Vitamin C, 3 x 1 tablet (untuk 14 hari)
 Klorokuin fosfat, 2 x 500 mg (untuk 5 hari) ATAU Hidroksiklorokuin,1x 400
mg (untuk 5 hari)
 Azitromisin, 1 x 500 mg (untuk 3 hari)
 Simtomatis (Parasetamol dan lain-lain).
 Bila diperlukan dapat diberikan Antivirus : Oseltamivir, 2 x 75 mg ATAU
Favipiravir (Avigan), 2 x 600mg (untuk 5 hari)
 Kontrol di FKTP setelah 14 hari untuk pemantauan klinis

3. GEJALA SEDANG
 Rujuk ke Rumah Sakit/ Rumah Sakit Darurat, seperti Wisma Atlet
 Isolasi di Rumah Sakit/ Rumah Sakit Darurat, seperti Wisma Atlet selama 14
hari
 Vitamin C diberikan secara Intravena (IV) selama perawatan
 Klorokuin fosfat, 2 x 500 mg (untuk 5 hari) ATAU Hidroksiklorokuin dosis
1x 400 mg (untuk 5 hari)
 Azitromisin, 1 x 500 mg (untuk 3 hari)
 Antivirus : Oseltamivir, 2 x 75 mg ATAU Favipiravir (Avigan) loading dose
2x 1600 mg hari ke-1 dan selanjutnya 2 x 600mg (hari ke 2-5)
 Simtomatis (Parasetamol dan lain-lain)
4. GEJALA BERAT
 Isolasi di ruang isolasi Rumah Sakit Rujukan
 Diberikan obat-obatan rejimen COVID-19 :
- Klorokuin fosfat, 2 x 500 mg perhari (hari ke 1-3) dilanjutkan 2 x 250 mg
(hari ke 4-10) ATAU Hidroksiklorokuin dosis 1x 400 mg (untuk 5 hari)
- Azitromisin, 1 x 500 mg (untuk 3 hari)
- Antivirus : Oseltamivir, 2 x 75 mg ATAU Favipiravir (Avigan) loading dose
2x 1600 mg hari ke-1 dan selanjutnya 2 x 600mg (hari ke 2-5)
- Vitamin C diberikan secara Intravena (IV) selama perawatan
 Diberikan obat suportif lainnya
 Pengobatan komorbid yang ada
 Monitor yang ketat agar tidak jatuh ke gagal napas yang memerlukan
ventilator mekanik
Sumber: (protocol Covid-19 PDPI, TATALAKSANA PASIEN COVID-19)

PENCEGAHAN
Anggota masyarakat sangat dianjurkan untuk mengurangi berpergian ke luar
rumah dan mengurangi aktivitas sosial seperti berkumpul untuk makan-makan atau
tujuan lainnya, serta menjaga jarak sosial yang tepat dengan orang lain sedapat
mungkin. Senantiasa menjaga kebersihan pribadi dan lingkungan secara ketat adalah
hal penting dalam melindungi diri dari infeksi dan mencegah penyebaran penyakit di
kalangan masyarakat:
 Masker bedah dapat mencegah penularan virus melalui pernapasan dari orang
yang sakit. Sangat penting bagi orang yang simtomatik (bahkan jika
mengalami gejala ringan) untuk memakai masker bedah;
 Mengenakan masker saat naik transportasi umum atau berada di tempat
keramaian. Mengenakan masker dengan benar adalah hal penting, demikian
juga menjaga kebersihan tangan sebelum mengenakan dan setelah melepaskan
masker;
 Hindari menyentuh mata, mulut dan hidung;
 Menjaga kebersihan tangan secara sering, terutama sebelum menyentuh
mulut, hidung atau mata; sebelum makan; setelah menggunakan toilet; setelah
menyentuh instalasi umum seperti pegangan tangan atau pintu; atau ketika
tangan terkontaminasi oleh cairan pernafasan setelah batuk atau bersin;
 Tutup mulut dan hidung dengan tisu saat bersin atau batuk. Buang tisu kotor
ke dalam tempat sampah berpenutup, lalu cuci tangan hingga bersih; • Cuci
tangan dengan sabun cair dan air, dan gosok setidaknya selama 20 detik.
Kemudian bilas dengan air dan keringkan dengan handuk kertas sekali pakai.
Saat tangan dibersihkan, jangan menyentuh keran air lagi secara langsung
(misalnya, menggunakan tisu untuk melapisi keran sebelum mematikannya).
Jika fasilitas mencuci tangan tidak tersedia, atau ketika tangan tidak tampak
kotor, bersihkan tangan dengan 70 hingga 80% handrub berbasis alkohol
adalah alternatif yang efektif;
 Rawat saluran pembuangan dengan benar dan secara teratur (sekitar seminggu
sekali) siramkan setengah liter air ke dalam setiap saluran pembuangan (pipa
leher U) untuk memastikan kebersihkan lingkungan;
 Tutup semua saluran pembuangan air jika sedang tidak digunakan;
 Setelah menggunakan toilet, tutup penutup toilet sebelum menyiram toilet
untuk menghindari penyebaran kuman; dan
 Saat mengalami gejala pernafasan, kenakan masker, hindari pergi bekerja atau
sekolah, hindari pergi ke tempat keramaian dan segera cari bantuan dokter
Sumber:
https://www.chp.gov.hk/files/pdf/prevent_pneumonia_indonesian.pdf

TINGKAT KEMATIAN COVID YANG TINGGI


Penasihat Gender dan Pemuda untuk Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) Diah Satyani Saminarsih mengatakan, tingkat kematian akibat virus
corona atau COVID-19 menggambarkan rapuhnya sistem kesehatan suatu
negara. Diah mengatakan bahwa kebanyakan negara-negara yang dalam
kondisi fatality rate tinggi karena health system-nya lemah, seperti Italia, Iran,
termasuk Indonesia. Beberapa penyebabnya adalah:

1. Anggaran kesehatan Indonesia masih kecil

Salah satu indikator untuk mengetahui seberapa kuat sistem kesehatan di


suatu negara, adalah alokasi anggaran untuk kesehatannya. Amanat undang-
undang mewajibkan alokasi kesehatan dalam APBN minimal 5 persen dan
APBD 10 persen. Namun, menurut Diah, angka tersebut masih kurang untuk
membangun sistem kesehatan yang kuat.

2. Besaran PDB tidak menentukan sistem kesehatan yang bagus


Selain anggaran, kata Diah, sistem kesehatan yang baik juga harus didukung
regulasi yang kuat. Besaran Produk Domestik Bruto (PDB), yang berimbas
kepada tingginya porsi anggaran kesehatan, juga tidak serta-merta
menandakan sistem kesehatan negara tersebut baik. Diah mencontohkan
Amerika Serikat, yang angka penderita virus corona mencapai ratusan ribu,
bahkan kini terbanyak di dunia, mengalahkan Tiongkok yang menjadi awal
mula munculnya COVID-19 ini.

3. Alokasi untuk kesehatan di Indonesia seharusnya 10 persen dari PDB


Berdasarkan standar WHO, kata Diah, alokasi kesehatan seharusnya 5 persen
dari PDB. Namun, mekanisme penganggaran di Indonesia tidak berpatok pada
PDB, melainkan pada porsi belanja negara.

Berkaca dari ketidaksiapan infrastruktur kesehatan di Indonesia dalam


menangani pandemi virus corona, Diah berharap, anggaran kesehatan di
Indonesia ke depan bisa naik hingga 10 persen.

Sumber: https://www.idntimes.com/news/indonesia/vanny-rahman/kematian-akibat-
covid-19-di-indonesia-tinggi-who-health-system-lemah/3

PENGGUNAAN OBAT

Hydroxychloroquine telah digunakan sejak tahun 1940-an untuk mencegah dan


mengobati malaria, dan untuk mengobati rheumatoid arthritis dan lupus. Ini bekerja
dengan membantu menjinakkan sistem kekebalan yang terlalu aktif. Obat ini dijual
dalam bentuk generik dan dengan nama merek Plaquenil di AS.

Lebih banyak veteran AS sakit oleh coronavirus yang dirawat dengan obat


malaria yang Presiden Trump puji karena mengobati penyakit itu meninggal daripada
pasien yang diberi perawatan suportif yang biasa, sebuah penelitian baru
mengungkapkan. Dan hasilnya menunjukkan bahwa obat, hydroxychloroquine, tidak
memberikan manfaat bagi pasien yang menerimanya.
Studi nasional itu bukan eksperimen yang keras. Tetapi dengan 368 pasien, ini
merupakan tampilan hidroksi kloroquine sejauh ini dengan atau tanpa antibiotik
azithromycin untuk COVID-19, yang telah menewaskan lebih dari 182.000 orang pada
hari Selasa. Banyak dokter yang curiga dengan obat ini.

Di University of Wisconsin, Madison, 'Saya pikir kita semua agak


underwhelmed' pada apa yang terlihat di antara beberapa pasien di sana yang telah
mencobanya, kata Dr Nasia Safdar, direktur medis pengendalian infeksi dan
pencegahan.

Karena infeksi telah menyebar seperti api ke lebih dari 182.000 dan
menewaskan 44.292, di AS, beberapa obat yang ada telah muncul sebagai kandidat
utama.

Akhir-akhir ini, hydroxychloroquine dan remdesivir, obat yang awalnya


dikembangkan untuk mengobati Ebola, telah ditarik ke garis depan.

Remdesivir dianggap membantu memblokir kemampuan virus untuk membuat


salinan dari diri mereka sendiri, sementara hydroxychloroquine sedang diselidiki
karena kemampuannya untuk membendung peradangan yang mengancam jiwa dari
tanggapan kekebalan tubuh, yang dikenal sebagai 'badai sitokin.'

Ini adalah cara tidak langsung menargetkan virus yang menggerakkan infeksi,
tetapi badai sitokin dianggap sebagai penyebab sebagian besar kematian.

Dokter juga dapat meresepkannya 'off label' untuk keperluan lain, seperti yang
banyak dilakukan sekarang untuk COVID-19, penyakit yang disebabkan oleh virus.

Apa Buktinya?
Empat studi kecil dan sangat awal memberikan hasil yang bertentangan. Satu
studi laboratorium menyarankan hydroxychloroquine mengekang kemampuan virus
untuk memasuki sel. Laporan lain pada 11 orang menemukan itu tidak meningkatkan
seberapa cepat pasien membersihkan virus atau gejala mereka. Laporan ketiga dari
Tiongkok mengklaim obat itu membantu lebih dari 100 pasien di 10 rumah sakit, tetapi
mereka memiliki berbagai tingkat penyakit dan dirawat dengan berbagai dosis untuk
jangka waktu yang berbeda.

Peneliti luar mengatakan pasien mungkin telah pulih tanpa obat karena tidak
ada kelompok dalam laporan yang tidak mendapatkan obat untuk perbandingan.

Akhirnya, para peneliti di Cina melaporkan bahwa batuk, radang paru-paru dan
demam tampaknya membaik lebih cepat di antara 31 pasien yang diberi
hydroxychloroquine dibandingkan dengan 31 lainnya yang tidak mendapatkan obat.

Namun, lebih sedikit orang dalam kelompok pembanding yang menderita batuk
atau demam. Empat orang menderita penyakit parah dan semuanya berada dalam
kelompok yang tidak mendapatkan obat.

Hasil ini diposting secara online dan belum ditinjau oleh ilmuwan lain atau
diterbitkan dalam jurnal. Studi yang lebih besar dan lebih ketat sedang dilakukan
sekarang.

APA RESIKONYA?

Obat ini dapat menyebabkan masalah irama jantung, tekanan darah sangat
rendah dan kerusakan otot atau saraf, dan dapat menyebabkan kematian mendadak.

Mengambilnya di luar percobaan ilmiah menambah risiko tidak ada pelacakan


di tempat untuk melihat efek samping atau masalah ini dan dengan cepat mengatasinya
jika terjadi.

Sumber:
Daily mail: Pasien Coronavirus yang diobati dengan obat malaria

hydroxychloroquine yang digembar-gemborkan oleh Trump lebih mungkin

untuk meninggal, percobaan baru menemukan, tetapi presiden mengatakan dia

tidak mengetahui studi baru

APA YANG ANDA BUTUHKAN UNTUK MENGETAHUI TENTANG

HYDROXYCHLOROQUINE DAN BAGAIMANA MUNGKIN PERAWATAN

CORONAVIRUS

Oleh Associated Press dan Mary Kekatos, Reporter Kesehatan Senior untuk
DailyMail.com

KEBIASAAN MUSLIM DALAM PENCEGAHAN COVID-19


Jumlah yang berasal dari komunitas Muslim di daerah-daerah yang
diperkirakan akan terpukul rendah, dan kebiasaan budaya mungkin melindungi Muslim
Inggris dari penyakit yang menyebar cepat. Itu menurut sebuah laporan oleh Profesor
Richard Webber, dari Universitas Newcastle, dan penulis serta mantan politisi Partai
Buruh, Trevor Phillips.

Dia menyarankan bahwa mencuci tangan secara teratur sebelum shalat, usia
rata-rata muda dan kurang dari satu dari tiga wanita Muslim yang sedang bekerja dapat
menawarkan perlindungan berkelanjutan bagi populasi dari COVID-19.

Dalam sebuah artikel opini di The Timeshari ini, Mr Phillips menulis: "Apakah
kemiskinan adalah penentu utama, kita akan berharap virus akan merajalela di antara
komunitas Muslim Pakistan dan Bangladesh di Inggris."
Dia memberi contoh Tower Hamlets, di pusat kota London, yang lebih dari sepertiga
Muslim dan dikelilingi oleh hotspot coronavirus, tetapi tampak terkepung karenanya.

Tower Hamlets, sejauh ini, mencatat 548 kasus COVID-19, dibandingkan


dengan 859 di Newham, dan 1.075 di Southwark di seberang sungai.

Statistik menunjukkan bahwa hanya empat wilayah dengan populasi Muslim


tertinggi juga muncul dalam daftar hotspot COVID-19. Ini adalah Newham,
Birmingham, Brent dan Ealing.

Lebih dari selusin lainnya dengan jumlah besar warga Muslim dan juga di pusat
kota atau daerah perkotaan, menempatkan mereka pada risiko penyebaran virus dengan
cepat, tidak muncul dalam daftar. Ini termasuk berbagai wilayah London dan
Manchester, Luton, Bradford, Slough dan Leicester. Phillips menambahkan: 'Mungkin
ada wahyu yang bisa didapat di sini; jika salah satu kunci untuk menghentikan
penularan virus adalah mencuci tangan, mungkinkah sebuah komunitas beriman yang
banyak di antara anggotanya mencuci sebelum doa lima kali sehari memiliki sesuatu
untuk mengajar kita semua?

Sumber: Daily mail: Trevor Phillips bertanya apakah kurangnya Muslim di


hotspot coronavirus Inggris mungkin turun ke praktik cuci tangan yang ketat
lima kali sehari

Anda mungkin juga menyukai