Anda di halaman 1dari 24

HUBUNGAN ANTARA INTERVENSI GIZI SENSITIF

TERHADAP STUNTING PADA KELUARGA BADUTA DI


DESA SINDANGRESMI, PANDEGLANG 2019

KELOMPOK 3

Amirah Dhia Nabila Sinum 1102014020


Erina Febriani Widiastari 1102014085
Mia Purhayati 1102014156
Rachmad Putra Pratama 1102010225

PEMBIBING
DR. Rifqatussa’adah, SKM, M.Kes

KEPANITERAAN KEDOKTERAN KOMUNITAS


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
OKTOBER 2019
HUBUNGAN ANTARA INTERVENSI GIZI SENSITIF
TERHADAP STUNTING PADA KELUARGA BADUTA DI
DESA SINDANGRESMI,PANDEGLANG 2019

Amirah S1, Erina F1, Mia P1, Rachmad P1, Rifqatussa’adah2


1
Mahasiswa, Fakultas Kedokteran,Universitas YARSI
2
Dosen, Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran Universitas
YARSI

KATA KUNCI Intervensi, Sensitif, Stunting, Pandeglang


ABSTRAK: Latar Belakang: Stunting adalah kondisi dimana balita memiliki
tinggi badan yang kurang. Kondisi ini ditandai dengan tinggi
badan yang lebih dari minus dua standar deviasi median standar
pertumbuhan anak dari WHO. Prevalensi balita pendek
mengalami peningkatan dari tahun 2016 yaitu 27,5% menjadi
29,6% pada tahun 2017. Stunting disebabkan gizi buruk pada ibu
dan balita. Intervensi gizi sensitif dapat mengurangi kejadian
stunting. Desa sindangresmi termasuk di 1000 Desa lokus
stunting. Penelitian tentang intervensi gizi sensitif belum banyak
dilakukan sehingga peneliti mengambil topik ini untuk
mengetahui gambaran peran intervensi sensitif terhadap stunting
di Desa sindangresmi, Kabupaten Pandeglang, Banten.
Tujuan: Mengetahui gambaran dan hubungan antara intervensi
gizi sensitif terhadap stunting di Desa Sindangresmi, Kabupaten
Pandeglang, Banten.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross
sectional. Populasi adalah ibu di keluarga binaan yang memiliki
baduta di Pandeglang. Jumlah responden dipilih menggunakan
purposive sampling dan didapatkan 73 orang.
Hasil: Sebanyak 42,5% baduta mengalami stunting di Desa
Sindangresmi. 35,6% warga Desa Sindangresmi sudah memiliki
sanitasi baik, 17,8% memiliki fortifikasi ketahanan pangan yang
baik, 86,3% memiliki akses layanan kesehatan yang baik, 64,4%
sudah memiliki JKN atau BPJS, 98,6% sudah memiliki pola asuh
yang baik, 86,3% sudah memiliki PAUD atau TK di dekat
rumahnya, 76,7% sudah memiliki pendidikan gizi baik, 30%
memiliki edukasi kesehatan reroduksi yang baik, dan 12,3%
sudah memiliki program padat karya oleh pemerintah. Sanitasi
baik berstatus stunting sebesar 11,53% dengan nilai p 0,000.
Keluarga baduta yang mempunyai fortifikasi ketahanan pangan
baik berstatus stunting sebesar 15,38% dengan nilai p 0,029.
Kesimpulan: Terdapat hubungan bermakna antara Intevensi gizi
sensitif yaitu sanitasi baik dan fortikfikasi ketahanan pangan
dengan kejadian stunting di Desa Sindangresmi, Pandeglang.
Relationship Between Sensitive Nutrition Factors and Stunting
in Baduta’s Family at Kadugadung Village, Pandeglang
Regency in 2019

Amirah S1, Erina F1, Mia P1, Rachmad P1, Rifqatussa’adah2


1
Student, Faculty of Medicine, YARSI University
2
Lecturer, Department of Public Health Sciences, Faculty of Medicine, YARSI
University

KEYWORDS Interventions, Sensitive, Stunting, Pandeglang


ABSTRACT Background: Stunting is a condition where a toddler has less height.
This condition is characterized by a height of more than minus two
standard deviations from the median standard of child growth from
WHO. The prevalence of short toddlers has increased from 2016 which
is 27.5% to 29.6% in 2017. Stunting is due to poor nutrition in mothers
and toddlers. Sensitive nutrition interventions can reduce the incidence
of stunting. Sindangresmi village is included in 1000 Stunting locus
villages. Research on sensitive nutrition interventions has not been
done much so researchers took this topic to find out the role of
sensitive interventions on stunting in Sindangresmi Village,
Pandeglang Regency, Banten.
Objective: To describe and find the relationsip between of sensitive
nutrition intervenstion and stunting in Sindangresmi Village,
Pandeglang Regency, Banten.
Method: This study used a cross sectional study design. The population
is mothers in fostered families who have a family member in
Pandeglang. The respondent was chosen by purposive sampling
technique and obtained 73 respondents.
Results: As many as 42.5% stunting baduta in Sindangresmi village.
35.6% of Sindangresmi Village residents have good sanitation, 17.8%
have good food security fortification, 86.3% have access to good health
services, 64.4% have JKN or BPJS, 98.6% did good parenting, 86.3%
already have PAUD or kindergarten in their environment, 76.7% hav
their nutrition education, 30% have their reproductive health
education, and 12.3% have labor-intensive programs by the
government. good sanitation with stunting status is 11.53% with a p
value of 0.000. Baduta families that have fortification of good food
security have a stunting status of 15.38% with a p value of 0.029.
Conclusion: There is a significant relationship between the
intervention of sensitive nutrition that is good sanitation and
fortification of good food security with the incidence of stunting in
Sindangresmi Village.
PENDAHULUAN
Banyak negara di dunia Kejadian balita stunting merupakan
mengalami permasalahan gizi ganda salah satu masalah gizi yang dialami
yaitu stunting, wasting dan oleh balita di dunia saat ini termasuk
overweight pada anak balita, Indonesia. Pada tahun 2017, 22,2%
Indonesia termasuk salah satunya. atau sekitar 150,8 juta balita di dunia
Berdasarkan Global Nutrition Report mengalami stunting. Pada tahun
tahun 2014, Indonesia merupakan 2017, lebih dari setengah balita
negara dengan urutan ke–17 dari 117 stunting di dunia berasal dari Asia
negara yang memiliki masalah gizi (55%) sedangkan lebih dari
kompleks stunting, wasting dan sepertiganya (39%) tinggal di Afrika.
overweight. Stunting adalah adalah Dari 83,6 juta balita stunting di Asia,
kondisi dimana balita memiliki proporsi terbanyak berasal dari Asia
panjang atau tinggi badan yang Selatan (58,7%) dan proporsi paling
kurang jika dibandingkan dengan sedikit di Asia Tengah (0,9%).
umur. Kondisi ini diukur dengan Data prevalensi balita
panjang atau tinggi badan yang lebih stunting yang dikumpulkan World
dari minus dua standar deviasi Health Organization (WHO),
median standar pertumbuhan anak Indonesia termasuk ke dalam negara
dari WHO. Balita stunting termasuk ketiga dengan prevalensi tertinggi di
masalah gizi kronik yang disebabkan regional Asia Tenggara/South-East
oleh banyak faktor seperti kondisi Asia Regional (SEAR). Rata-rata
sosial ekonomi, gizi ibu saat hamil, prevalensi balita stunting di
kesakitan pada bayi, dan kurangnya Indonesia tahun 2005-2017 adalah
asupan gizi pada bayi. Balita stunting 36,4%. Prevalensi balita pendek
di masa yang akan datang akan mengalami peningkatan dari tahun
mengalami kesulitan dalam 2016 yaitu 27,5% menjadi 29,6%
mencapai perkembangan fisik dan pada tahun 2017. 2,3
kognitif yang optimal.1 Di Indonesia terdapat 2
provinsi yang memiliki prevalensi
stunting di atas 40%, 18 provinsi serta kurangnya akses ke air bersih
memiliki prevalensi stunting antara dan sanitasi. 4,5,6
30-40%, 23 provinsi memiliki Pertumbuhan dan
prevalensi stunting antara 20-30% perkembangan anak dipengaruhi oleh
hanya di DKI jakarta yang memiliki faktor lingkungan dan faktor
prevalensi stunting dibawah 20%. keturunan. Kehidupan anak sejak
Terdapat 1000 desa di Indonesia dan dalam kandungan ibu hingga berusia
10 di antaranya dipusatkan pada dua tahun (1000 Hari Pertama
lokus stunting di daerah Pandeglang. Kehidupan) merupakan masa-masa
Pendapatan tahun 2018 oleh dinas kritis dalam mendukung
kesehatan kabupaten Pandeglang pertumbuhan dan perkembangan
terdapat 415 balita teindikasi stunting anak yang optimal. Faktor
yang terdapat di berbagai desa, kali lingkungan yang baik, terutama di
ini di pusatkan pada lokus stunting awal-awal kehidupan anak, dapat
yang salah satunya adalah desa memaksimalkan potensi genetik
Sindangresmi. 9 (keturunan) yang dimiliki anak
Stunting disebabkan oleh sehingga anak dapat mencapai tinggi
faktor multi dimensi baik secara badan optimalnya. Faktor lingkungan
langsung maupun tidak langsung. yang mendukung ditentukan oleh
Penyebab langsung antara lain berbagai aspek atau sector. 6
kurangnya pengetahuan ibu hamil Permasalahan Stunting
akan pentingnya asupan gizi, menyebabkan organ tubuh tidak
kurangnya akses ke pelayanan tumbuh dan berkembang secara
kesehatan, pola makan gizi tidak optimal yang dampaknya akan
seimbang, serta lingkungan yang menghambat perkembangan kognitif
tidak sehat, stunting juga dipengaruhi dan motorik, gangguan metabolisme,
oleh masalah-masalah tidak langsung serta gangguan struktur dan fungsi
seperti pola pengasuhan yang kurang saraf yang menyebabkan penuruna
baik, kurangnya akses rumah kemampuan menyerap pelajaran di
tangga/keluarga ke makanan bergizi, usia sekolah dan akan berpengaruh
tingkat ekonomi, sistem kesehatan, pada produktivitasnya saat dewasa.7
Upaya penurunan angka langsung. Kegiatan ini pada
stunting dilakukan melalui dua umumnya dilakukan oleh sektor
macam intervensi, yaitu intervensi non– kesehatan.8 Intervensi gizi
gizi spesifik untuk mengatasi sensitif merupakan pembangunan di
penyebab langsung dan intervensi luar sektor kesehatan dan
gizi sensitif untuk mengatasi berkontribusi pada 70% intervensi
penyebab tidak langsung. Intervensi stunting. Sasaran dari intervensi gizi
gizi spesifik merupakan intervensi sensitif adalah masyarakat umum dan
yang ditujukan kepada anak dalam tidak khusus ibu hamil dan balita
1000 Hari Pertama Kehidupan pada 1000 HPK.4 Intervensi gizi
(HPK) dan berkontribusi pada 30% sensitif mencakup: (a) Peningkatan
penurunan stunting. penyediaan air bersih dan sarana
sanitasi; (b) Fortifikasi ketahanan
Intervensi gizi spesifik,
pangan (c) Akses kepada layanan
adalah kegiatan dengan sasaran
kesehatan KB; (d) Jaminan kesehatan
kelompok 1000 HPK, dan pada
pemerintah; (e) Pendidikan pola asuh
umumnya dilakukan oleh sektor
orang tua; (f) Pendidikan usia dini;
Kesehatan. Pada ibu hamil, kegiatan
(g) Pendidikan gizi masyarakat; (h)
intervensi gizi spesifik yang telah
Edukasi Kespro dan gizi pada
terbukti dapat mencegah stunting
remaja; serta (i) Program padat karya
antara lain suplementasi besi folat,
tunai. 6
promosi dan konseling gizi ibu
hamil, pemberian makanan tambahan Penelitian tentang faktor-
pada ibu hamil KEK, faktor penyebab stunting sudah
penanggulangan kecacingan pada ibu banyak dilakukan, tetapi belum
hamil dan pencegahan/penanganan banyak penelitian yang intervensi
malaria, serta berbagai layanan gizi sensitif sehingga peneliti
kesehatan ibu hamil saat ANC. 8 mengambil topik ini guna
Intervensi Gizi sensitif adalah mengetahui gambaran frekuensi dan
upaya-upaya untuk mencegah dan hubungan antara intervesi gizi
mengurangi masalah gizi secara tidak sensitif terhadap stunting di Desa
Sindangresmi, Pandeglang, Banten. dalam bentuk tabel. Pengolahan
Berdasarkan presurvey, kondisi desa data menggunakan SPSS 23.0 for
yang diteliti memiliki akses jalan Mac.
yang sulit dilalui dikarenakan jarak
lokasi penelitian jauh dan keadaan HASIL PENELITIAN
jalan yang buruk dan diketahui akses
Karakteristik Responden Baduta
ataupun fasilitas kesehatan maupun
dan Ibu di Desa Sindangresmi,
sanitasi kurang. Maka peneliti
Kabupaten Pandeglang
memutuskan untuk melakukan
Jumlah responden dari Baduta
penelitian di desa tersebut
dan Ibu di Desa Sindangresmi,
Kabupaten Pandeglang adalah 73
METODE PENELITIAN
orang.
Penelitian ini menggunakan
Tabel 1. Karakteristik Responden Dari
desain penelitian cross sectional. Baduta di Desa Sindangresmi,
Kabupaten Pandeglang
Penetapan sampel dilakukan secara
purposive sampling. Sebanyak 73 Karakteristik n %
Jenis Laki laki 31 42,5
responden dari seluruh baduta dan Kelami Perempuan 42 57,5
n
Ibu dimasukkan dalam studi. Baduta
Total 73 100
Pengumpulan data pada Baduta
Berdasarkan Tabel 1.
dan ibu dilakukan pengukuran
Didapatkan didapatkan Jenis
tinggi badan dengan mikrotoa dan
Kelamin baduta terbanyak yaitu
stature untuk mengetahui status
Laki - laki dengan 42 baduta
stunting, karakteristik anak dan ibu
(57,5%) dan terendah adalah
dan intervensi gizi sensitif dilakukan
perempuan dengan 31 baduta
dengan cara wawancara terpimpin
(42,5%).
menggunakan kuesioner. Data akan
dianalisis dengan uji statistik Chi Tabel 2. Karakteristik Responden dari
Ibu Baduta di Desa Sindangresmi,
Square untuk melihat hubungan Kabupaten Pandeglang

intervensi gizi sensitif dengan Karakteristik n %


Pendidikan Tidak 0 0
stunting. Data akan diolah sesuai Ibu Sekolah
variabel yang diteliti dan disajikan SD 30 41,1
Karakteristik n % menjadi Baik (≥ 50 %) dan Buruk (<
SMP 25 34,2
SMA 14 19,2 50 %). Distribusi stunting di desa
Sarjana 4 5,5 Sindangresmi dapat dilihat pada tabel
Total 73 100
Pendidikan Tidak 0 0 3 sebagai berikut:
Ayah sekolah
SD 34 46,6
SMP 22 30,1
Tabel 3. Status Stunting di Desa
SMA 16 21,9 Sindangresmi, Pandeglang
Sarjana 1 1,4
Status Gizi
TOTAL 73 100
Stunting n %
Stunting 31 42,5
Berdasarkan tabel 2 Tidak Stunting 42 57,7
didapatkan pendidikan ibu Total 73 100
terbanyak adalah SD yaitu 30 orang
Berdasarkan tabel 3, didapatkan
(41,1%) dan terendah adalah sarjana
bahwa sebanyak 42,5% baduta di
sebanyak 4 orang (1,5%). Pendidikan
Desa Sindangresmi mengalami
ayah terbanyak adalah SD yaitu 34
stunting. Distribusi mengenai
orang (46,6%) dan terendah adalah
gambaran intervensi gizi sensitif di
sarjana sebanyak 1 orang (1,4%).
desa Sindangresmi dapat dilihat dari
tabel 4 sebagai berikut:
Analisis Univariat Tabel 4. Gambaran Intervensi Gizi Sensitif
di Desa Sindangresmi, Kabupaten
Status stunting dan distribusi
Pangdeglang
intervensi gizi sensitif terhadap
Variabel n %
stunting pada baduta di Pandeglang,
Air Bersih, Sanitasi
Banten dengan variabel air bersih dan Baik 26 35,6
Buruk 47 64,4
sanitasi, fortifikasi ketahanan pangan, Total 73 100
akses kepada layanan kesehatan dan Fortifikasi Ketahanan Pangan
Baik 13 17,8
KB, pendidikan pola asuh orang tua, Buruk 60 82,2
Total 73 100
variabel jaminan kesehatan Akses Layanan Kesehatan Dan KB
Baik 63 86,3
(JKN/Jamsos), PAUD/TK, Buruk 10 13,7
Total 73 100
pendidikan gizi masyarakat, edukasi
JKN, Jamsos, BPJS, Jampersal, &
kesehatan reproduksi dan gizi remaja Lainnya
Baik 47,0 64,4
dan program padat karya tunai dibagi Buruk 26,0 35,6
Variabel n % Analisis Bivariat
Total 73 100 Deskripsi hubungan kriteria
Pendidikan Pola Asuh Orang Tua
Baik 72 98,6 responden dan intervensi gizi
Buruk 1 1,4
sensitif tehadap stunting dapat
Total 73 100
PAUD/TK dilihat pada tabel 5.
Baik 63,0 86,3
Buruk 10 13,7 Hubungan Sanitasi dengan
Total 73 100
Stunting
Pendidikan Gizi Masyarakat
Baik 56 76,7 Berdasarkan tabel 5, didapatkan
Buruk 17 23,3 hasil keluarga baduta yang
Total 73 100
Edukasi Kespro Dan Gizi Remaja mempunyai sanitasi baik berstatus
Baik 3 30
Buruk 7 70 stunting sebesar 3 (11,54%)
Total 10 100
Padat Karya baduta dan yang tidak stunting
Baik 9 12,3
Buruk 64 87,7 adalah 23 (88,46%) baduta. Hasil
Total 73 100 uji statistic diperoleh nilai p 0,000
yang berarti terdapat hubungan
Dari tabel 4, didapatkan bahwa yang signifikan antara sanitasi
sebanyak 35,6% warga Desa dengan stunting.
Sindangresmi sudah memiliki
sanitasi baik, 17,8% memiliki Hubungan Fortifikasi
fortifikasi ketahanan pangan yang Ketahanan Pangan dengan
baik, 86,3% memiliki akses Stunting
layanan kesehatan yang baik, Keluarga baduta yang mempunyai
64,4% sudah memiliki JKN atau fortifikasi ketahanan pangan baik
BPJS, 98,6% sudah memiliki pola berstatus stunting sebesar 2
asuh yang baik, 86,3% sudah (15,38%) baduta dan yang tidak
memiliki paud atau TK di dekat stunting adalah 11 (84,62%)
rumahnya, 76,7% sudah memiliki baduta. Hasil uji statistik
pendidikan gizi, 30% memiliki didapatkan nilai p sebesar 0,02
Edukasi KESPRO yang baik, dan yang berarti terdapat hubungan
12,3% sudah memiliki program yang signifikan terhadap
padat karya oleh pemerintah. foritifikasi ketahanan pangan
terhadap stunting. sebesar 41 (56,95%) baduta
dengan nilai p 0,387 yang berarti
Hubungan Akses Layanan tidak terdapat hubungan antara
Kesehatan dengan Stunting pola asuh dengan stunting.
Keluarga baduta yang mempunyai
akses pelayanan kesehatan baik
berstatus stunting sebesar 24 Hubungan PAUD/TK dengan
(38,09%) baduta dan yang tidak Stunting
stunting sebesar 34 (61,91%). Keluarga baduta yang mempunyai
Hasil uji statistic didapatkan nilai PAUD/TK didekat rumahnya
p 0,058 yang berarti tidak terdapat berstatus stunting sebesar 25
hubungan antara akses layanan (39,68%) baduta dan yang tidak
kesehatan dengan stunting. sebesar 38 (60,32%) baduta. Hasil
uji statistik mendapatkan nilai p
Hubungan JKN dengan 0,227 yang berarti tidak adanya
Stunting hubungan antara paud dan
Keluarga baduta yang mempunyai stunting.
JKN/BPJS berstatus stunting
sebesar 21 (44,68%) baduta dan Hubungan Pendidikan Gizi
yang tidak sebesar 26 (55,32%) dengan Stunting
baduta. Hasil uji statistic Keluarga Baduta yang
mendapatkan nilai p 0,607 yang mempunyai pendidikan gizi yang
berarti tidak ada hubungan antara baik berstatus stunting sebesar 25
JKN dengan stunting. (44,65%) baduta dan yang tidak
sebesar 31 (55,35%) baduta. Hasil
Hubungan Pola Asuh dengan uji statistik mendapatkan nilai p
Stunting 0,495 yang berarti tidak terdapat
Keluarga baduta yang memiliki hubungan antar kedua variable
pola asuh baik berstatus stunting tersebut.
sebesar 31 (43,05%) baduta
sedangkan yang tidak stunting Hubungan Edukasi Kesehatan
Reproduksi dengan Stunting Karya dengan Stunting
Keluarga baduta yang mempunyai Keluarga Baduta yang
Edukasi KESPRO yang baik mempunyai program padat karya
berstatus stunting sebesar 1 yang baik bestatus stunting
(33,33%) orang dan yang tidak sebesar 4 (44,44%) baduta dan
stunting sebesar 2 (66,67%) orang yang tidak stunting sebesar 5
dengan nilai p 0,778 yang berarti (55,56%) baduta dengan nilai p
tidak ada hubungan antar kedua 0,898. Hasil ujia statistic ini
variable. berarti tidak terdapat hubungan
antara program padat karya
Hubungan Program Padat dengan stunting.

Tabel 5. Hasil Hubungan Faktor Gizi Sensitif Dengan Stunting


Status Gizi
Stunting Tidak Stunting Total Nilai P

Sanitasi
Baik 3 23 26 0,000
Buruk 28 19 47
Total 31 42 73
Fortifikasi Ketahanan Pangan
Baik 2 11 13 0,029
Buruk 29 31 60
Total 31 42 73
Akses Pelayanan Kesehatan
Baik 24 39 63 0,058
Buruk 7 3 10

Total 31 42 73
JKN,BPJS
Baik 21 26 47 0,607
Buruk 10 16 26
Total 31 42 73
Pola Asuh
Baik 31 41 72 0,387
Buruk 0 1 1
Total 31 42 73
Paud
Baik 25 38 63 0,227
Buruk 6 4 10
Total 31 42 73
Status Gizi
Stunting Tidak Stunting Total Nilai P

Pendidikan Gizi
Baik 25 31 56 0,495
Buruk 6 11 17
Total 31 42 73
Pendidikan Kesehatan Reproduksi
Baik 1 2 3 0,778
Buruk 3 4 7
Total 4 6 10
Padat Karya
Baik 4 5 9 0,898
Buruk 27 37 64
Total 31 42 73
Tabel 6. Hasil Hubungan Kriteria Responden dengan Stunting
Kriteria Status Gizi Total Nilai P
Responden
Stunting Tidak Stunting

Jenis Kelamin

Laki-laki 17 14 31 0,066

Perempuan 14 28 42

Total 31 42 73

Pendidikan Ibu

Tidak sekolah 0 0 0 0,606

SD 11 19 30

SMP 13 12 25

SMA 6 8 14

Sarjana 1 3 4

Total 31 42 73

Pendidikan Ayah

Tidak sekolah 0 0 0 0,465

SD 17 17 34

SMP 7 15 22

SMA 7 9 16

Sarjana 0 1 1
Total 31 42 73

Hubungan Jenis Kelamin memiliki baduta stunting setingkat


dengan Stunting SD sebesar 11 (36,67%) orang,
Pada tabel 6, didapatkan hasil SMP 13 (52%), SMA 6
jenis kelamin laki – laki dan (42,855%) orang, sarjana 1 (25%)
perempuan yang stunting sebesar orang dan yang tidak stunting
17 (54,83%) baduta dan 14 sebesar SD 19 (76%) orang, SMP
(33,33%) baduta sementara laki- 12 (48%) orang, SMA 8 (57,14%)
laki dan perempuan yang tidak orang, sarjana 3 (75%) orang.
stunting adalah 14 (45,17%) Hasil uji statistic mendapatkan
baduta dan 28 (66,67%) baduta. nilai P sebesar 0,606. Hasil uji
Hasil uji statistic mendapatkan statistic pada pendidikan ayah dan
nilai P sebesar 0,06 yang berarti ibu dapat disimpulkan tidak
tidak terdapat hubungan antara terdapat hubungan antara
jenis kelamin dengan stunting. pendidikan ayah ibu dengan
stunting.
Hubungan Pendidikan Ayah
Ibu dengan Stunting PEMBAHASAN
Pada table 6, didapatkan Gambaran Kondisi Stunting di
pendidikan ayah yang memiliki Desa Sindangresmi, Kabupaten
baduta stunting setingkat SD Pandeglang
sebesar 17 (50%) orang, SMP 7 Pada hasil penelitian ini,
(31,8%), SMA 7 (43,75%) orang, dilihat dari tabel 3 menunjukan
sarjana 0% dan yang tidak bahwa responden yang stunting
stunting sebesar SD 17 (50%) sebesar 31 (42,5%) baduta, lebih
orang, SMP 15 (68,18%) orang, kecil dibandingkan responden yang
SMA 9 (56,25%) orang, sarjana 1 tidak stunting 42 (57,7%) baduta.
(100%) orang. Hasil uji statistic Namun hasil tersebut menjadi
mendapatkan nilai P sebesar masalah karena menurut WHO
0,465. prevalensi stunting di Indonesia
Pada variable pendidikan ibu yang termasuk ke dalam negara ketiga
dengan prevalensi tertinggi di akses air, sanitasi lingkungan, dan
regional Asia Tenggara/South-East hygiene yang baik memberikan
Asia Regional(SEAR). Rata-rata pengaruh yang besar terhadap
prevalensi balita stunting di kesehatan. Penelitian-penelitian yang
Indonesia tahun 2005-2017 adalah telah dilakukan juga membuktikan
36,4% dan di daerah Pandeglang bahwa air, sanitasi lingkungan, dan
1,2.
adalah sebesar 28,57% Namun, higiene membawa dampak positif
hasil yang didapatkan pada penelitian yang signifikan terhadap anak-anak
ini sejalan dengan gambaran dengan gizi kurang. Ketersediaan air
frekuensi stunting pada tahun 2019, bersih, sanitasi lingkungan, dan
dikutip dari Menteri Kesehatan RI, perilaku higiene sendiri tidak bisa
bahwa angka stunting pada tahun menghapuskan angka stunting,
2019 menurun menjadi 27,67%.12 namun berpotensi untuk
mempercepat penurunan angka
Hubungan Air Bersih dan Sanitasi stunting dengan strategi yang
dengan Stunting komprehensif.3
Hubungan air bersih dan
Hubungan Fortifikasi Ketahanan
sanitasi dengan kejadian stunting,
Pangan dengan Stunting
berdasarkan uji chi square diperoleh
Hubungan antara fortifikasi
nilai p = 0,000 (p < 0,05) maka dapat
ketahanan pangan dan stunting pada
disimpulkan bahwa ada hubungan
keluarga responden, berdasarkan uji
antar kedua variabel tersebut . Hal ini
chi square diperoleh nilai p 0,029 (p
sejalan dengan penelitian yang
< 0,05) maka dapat disimpulkan
dilakukan Desy (2018) yang
bahwa ada hubungan yang signifikan
menunjukkan bahwa ada hubungan
antara fortifikasi ketahanan pangan
yang bermakna antara air bersih dan
dan stunting. Hal ini sesuai dengan
sanitasi dengan dengan kejadian
penelitian yang dilakukan Masrin
stunting.3 Berdasarkan jurnal
(2014) yang menyatakan adanya
Maternal & Child Nutrition pada
hubungan antara ketahanan pangan
tahun 2016 yang ditulis oleh Oliver
dan stunting. Baduta pada rumah
Cumming dan Sandy Cairncross,
tangga rawan pangan memiliki risiko
2,62 kali lebih besar menderita untuk menjadi stunting. Dari
stunting dibandingkan dengan baduta penelitian ini juga diketahui bahwa
pada rumah tangga tahan pangan. anak dengan asupan lemak di bawah
Asupan makan yang tidak adekuat rata-rata konsumsi per hari berisiko 2
merupakan penyebab langsung (1,98) kali lebih besar mengalami
terjadinya stunting pada balita. stunting, keadaan status gizi atau
Kurangnya asupan energi dan protein stunting pada anak usia sekolah
menjadi penyebab gagal tumbuh disebabkan oleh pola asupan makan
telah banyak diketahui. Kurangnya yang kurang seperti protein, dan
beberapa mikronutrien juga lemak yang dapat menyebabkan
berpengaruh terhadap terjadinya tingginya prevalensi stunting yaitu
retardasi pertumbuhan linear. (22,1%).7
Kekurangan mikronutrien dapat
terjadi karena rendahnya asupan Hubungan Akses Pelayanan
bahan makanan sumber mikronutrien Kesehatan dan KB dengan
tersebut dalam konsumsi balita Stunting
sehari-hari serta disebabkan karena Hubungan antara akses
bioavailabilitas yang rendah.4 layanan kesehatan dan KB dengan
Adanya hubungan antara stunting pada responden berdasarkan
ketahanan pangan dan stunting uji chi square diperoleh nilai p =
didukung juga oleh penelitian Azmy 0,058 (p > 0,05) maka dapat
U, et al tahun 2018, menyatakan disimpulkan bahwa tidak ada
bahwa terdapat hubungan antara hubungan yang signifikan antara
asupan energi, protein, lemak, variabel akses layanan kesehatan dan
karbohidrat, seng dengan status gizi KB dengan stunting. Hasil penelitian
(TB/U). Pada balita non-stunting ini sejalan dengan penelitian yang
memiliki tingkat konsumsi zat gizi dilakukan oleh Aramico B et al,
yang lebih baik daripada balita (2013) yang hasil antara akses dan
stunting.10 pelayanan kesehatan dengan status
Anak dengan pola makan gizi memiliki nilai P sebesar 0,78
kurang berisiko 3 kali lebih tinggi tetapi bertentangan dengan penelitian
Simbolon (2015) yang menunjukkan Hubungan Antara JKN, Jamsos,
adanya hubungan yang signifikan BPJS, Jampersal dan lainnya dengan
antara akses layanan kesehatan dan stunting pada responden berdasarkan
KB dengan stunting.5,7 Sosial uji chi square diperoleh nilai p =
ekonomi tidak berhubungan dengan 0,607 (p > 0,05) maka dapat
prevalensi panjang badan lahir disimpulkan bahwa tidak ada
pendek, namun social ekonomi akan hubungan yang signifikan antara
berhubungan dengan panjang badan JKN dengan stunting. Hal ini
lahir pendek melalui mekanisme bertentangan dengan hasil pernelitian
hubungan tidak langsung karena Simbolon (2014) Ketiga model
pemanfaatan pelayanan kesehatan menunjukkan yang ia lakukan ada
yang rendah yang mengakibatkan pengaruh kepemilikan jaminan
tingginya risiko kehamilan. kesehatan dengan kejadian berat
Pemanfaatan pelayanan kesehatan lahir, umur kehamilan kurang bulan
berhubungan positif langsung dengan dan stunting. anak yang lahir dari
kehamilan berisiko tinggi, namun keluarga yang tidak memiliki
berhubungan negatif langsung jaminan kesehatan berisiko 1,3 kali
dengan prevalensi panjang badan akan menjadi stunting dibandingkan
lahir pendek. Pemanfaatan pelayanan dengan anak yang lahir dari keluarga
kesehatan rendah akan berhubungan peserta jaminan kesehatan selain
dengan prevalensi panjang badan (Asuransi Kesehatan Keluarga
lahir pendek bila tingginya Miskin/ ASKESKIN)6.
prevalensi kehamilan berisiko.
Kehamilan berisiko tinggi Hubungan Pola Asuh Orang Tua
merupakan variable yang dengan Stunting
berhubungan langsung dengan Hubungan antara pola asuh
prevalensi panjang badan lahir orang tua dengan stunting,
pendek.5 berdasarkan uji chi square diperoleh
nilai p = 0,387 (p > 0,05) maka dapat
Hubungan JKN, Jamsos, BPJS, disimpulkan bahwa tidak ada
Jampersal dengan Stunting hubungan yang signifikan antara
variabel pendidikan dan pola asuh diperoleh nilai p = 0,227 (p > 0,05)
oran tua dengan stunting. Hal ini maka dapat disimpulkan bahwa tidak
bertentangan dengan penelitian ada hubungan yang signifikan antara
Aramico (2013) yang menyatakan variabel pendidikan anak usia dini
pada penelitian nya ditemukan dengan stunting. Hal ini bertentangan
hubungan antara pendidikan orang dengan penelitian Rindu (2013).
tua pola asuh, dan pola makan Keikutsertaan PAUD pada penelitian
dengan stunting. Penelitian ini ini masih rendah. Secara nasional,
menunjukkan bahwa subjek hanya sekitar 7,2 juta (25,3%) dari
penelitian dengan pola asuh yang 28,2 juta anak usia 0-6 tahun yang
kurang baik memiliki risiko menjadi memperoleh layanan PAUD. Di sisi
stunting 8 kali lebih besar lain, program PAUD bertujuan agar
dibandingkan dengan subjek semua anak usia dini (usia 0- 6
penelitian dengan pola asuh yang tahun), baik laki-laki maupun
baik. Penelitian lain yang sejalan perempuan memiliki kesempatan
dengan penelitian ini yaitu tentang tumbuh dan berkembang optimal
pengaruh faktor psikologis perhatian sesuai dengan potensi yang
ibu dan perawatan anak.7 Pada dimilikinya, dan sesuai tahap-tahap
penelitian Nebuasa CD, et al (2013) perkembangan atau tingkat usia
menyatakan terdapat hubungan mereka.8
antara pola asuh dengan terjadinya Perkembangan fisik,
stunting. Rendahnya pola asuh, khususnya kemampuan motorik
menyebabkan rendahnya gizi balita. kasar, akan meningkat dengan
Hal ini bertentangan dengan hasil sempurna dalam permainan yang
penelitian yang didapat.15 aktif, bebas dan tidak terstruktur.
Lebih dari separuh jumlah balita
Hubungan Pendidikan Anak Usia dalam penelitian ini mempunyai
Dini (PAUD) dengan Stunting tingkat perkembangan motorik halus
Hubungan Antara pendidikan yang rendah. Anak yang mengalami
anak usia dini (PAUD) dengan stunting menyebabkan anak
stunting, berdasarkan uji chi square kehilangan rasa ingin tahu terhadap
lingkungan sehingga gagal dalam tidak ada hubungan antara
mencapai perkembangan motorik pengetahuan tentang status gizi
dibandingkan dengan anak normal dengan kejadian stunting.11
pada umumnya. Kemampuan
Hubungan Program Padat Karya
motorik pada anak stunting rendah
dengan Stunting
sebagai akibat dari terhambatnya
Hubungan antara program padat
proses kematangan otot sehingga
karya dengan stunting memiliki nilai
kemampuan mekanik otot
P sebesar 0,898 (P >0,05) yang dapat
berkurang.8
disimpulkan tidak ada hubungan
antara program padat karya dengan
Hubungan Pendidikan Gizi
stunting. Hal ini bertentangan dengan
dengan Stunting
tujuan dari diadakannya program
Hubungan antara pendidikan
padat karya itu sendiri. Padat karya
gizi dengan stunting, berdasarkan uji
tunai merupakan kegiatan
chi square diperoleh nilai p = 0,495
pemberdayaan masyarakat
(p > 0,05) maka dapat disimpulkan
marginal/miskin yang bersifat
bahwa tidak ada hubungan yang
produktif berdasarkan pemanfaatan
signifikan antara variabel pendidikan
sumber daya alam, tenaga kerja, dan
gizi masyarakat dengan stunting. Hal
teknologi lokal dalam rangka
ini sejalan dengan penelitian Herni
mengurangi kemiskinan,
(2016) yang menyatakan tidak ada
meningkatkan pendapatan dan
hubungan antara pengetahuan gizi
menurunkan angka stunting.13
dengan kejadian stunting
dikarenakan walaupun ibu
Hubungan Jenis Kelamin dengan
mempunyai pengetahuan yang tinggi
Stunting
tentang gizi namun belum tentu
Hubungan antara jenis kelamin
melakukannya di rumah sehingga
baduta dengan stunting memiliki
kebutuhan pangan anak nya belum
nilai P sebesar 0,066 (P > 0,05) yang
9
terpenuhi dengan baik. dan
berarti tidak ada hubungan antara
didukung dengan hasil penelitian
jenis kelamin baduta dengan
margawati (2018) yang menyatakan
stunting. Hal ini sejalan dengan
penelitian Aramico B et al, (2013) rendah dengan prevalensi 22,56%
dengan nilai P sebesar 0,39 dan dan 23,26%. Anak-anak yang tidak
menujukan tidak adanya hubungan stunting memiliki pendidikan ayah
antara jenis kelamin dengan stunting. dan ibu menengah ke atas dengan
Hal ini dapat disebabkan karena prevalensi 13,81% dan 12,53%.
tidak terdapat hubungan yang Kurangnya pengetahuan ibu dalam
signifikan antara anak laki-laki dan mengasuh balita akan berdampak
perempuan dengan kejadian kurang pada status gizi balita tersebut. 7
energi protein (KEP) pada balita Penelitian ini juga bertentangan
serta menjelaskan bahwa tidak dengan Rukmana (2016), yang
terdapat hubungan yang signifikan menunjukan adanya hubungan
antara kelompok umur dengan pendidikan ayah dengan stunting,
kejadian KEP.7 dikarenakan pendidikan ayah
merupakan faktor resiko terhadap
Hubungan Pendidikan Ayah Ibu pola asuh terhadap anak stunting.12
dengan Stunting Hasil uji statistic pendidikan
Hubungan antara Pendidikan ayah ayah penelitian ini sejalan dengan
dan Pendidikan ibu dengan stunting penelitian yang dilakukan oleh
mendapatkan nilai P sebesar 0,465 Ni’mah K, et al (2015) yang
dan 0,606 yang dapat disimpulkan memiliki hasil tidak adanya
tidak ada hubungan antara hubungan antara pendidikan ayah
Pendidikan orangtua dengan terhadap stunting dengan nilai P
stunting. Hal ini bertentangan dengan sebesar 0,32. Hal ini bisa disebebkan
penelitian Aramico B, et al (2013) karena peran pengasuhan lebih besar
yang menyatakan bahwa pendidikan dilakukan oleh ibu sedangkan ayah
orang tua yang tinggi dapat lebih banyak bekerja sehingga waktu
mengubah pola makan seseorang dengan anaknya akan berkurang.16
yang pada akhirnya berpengaruh Hasil uji statistic variable
terhadap status gizi keluarga pendidikan ibu penelitian ini,
termasuk anak. Anak-anak yang bertentangan dengan penelitian
stunting, pendidikan ayah dan ibunya Nimak K, (2015) yang menghasilkan
terdapat hubungan antara Pendidikan pelayanan kesehatan, PAUD/TK,
ibu dengan stunting. Hal ini dapat JKN/BPJS, pola asuh, pendidikan
disebabkan karena pengetahuan ibu gizi, penididikan KESPRO, dan
merupakan faktor risiko kejadian padat karya dengan kejadian stunting
stunting pada balita.16 di Desa Sindangresmi.
Keterbatasan pada penelitian SARAN
ini yaitu keterbatasan dana, waktu Untuk warga Desa
dan sulit nya daerah penelitian untuk Sindangresmi disarankan untuk
dijangkau sehingga peneliti hanya menambah wawasan tentang
melakukan penelitian dengan jumlah intervensi sensitif dalam menurunkan
responden yang terbatas yaitu 73 angkat stunting dengan mengikuti
responden. Selain itu, banyaknya penyuluhan mengenai gizi,
intervensi luar yang mempengaruhi kesehatan, reproduksi, peningkatan
responden dalam menjawab ekonomi serta menjaga sanitasi,
pertanyaan kuesioner. Diharapkan kebersihan air, konsumsi pangan
penelitian selanjutnya melakukan yang bergizi.
penelitian dengan jumlah responden Untuk institusi pendidikan
yang lebih besar dan meminimalisir diharapkan lebih meningkatkan
intervensi yang dapat mempengaruhi sistem pembelajaran pada mahasiswa
responden dalam menjawab mengenai stunting dan lebih
kuesioner. memperbanyak pustaka demi
penyempurnaan penelitian
KESIMPULAN selanjutnya.
Berdasarkan hasil penelitian, Untuk peneliti selanjutnya
variabel intevensi gizi sensitif yang diharapkan untuk memperluas
terdiri dari sanitasi dan fortifikasi jumlah responden penelitian dan
ketahanan pangan memiliki memperbanyak variabel faktor-faktor
hubungan signifikan terhadap yang dapat mempengaruhi kejadian
stunting, dan tidak ada hubungan stunting
antara jenis kelamin baduta,
pendidikan ayah ibu, akses
UCAPAN Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
TERIMAKASIH karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Puji syukur penulis penulisan penelitian ini. Dalam kesempatan ini
panjatkan kepada penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
3. Pusat Data dan Informasi.
1. Bagian stase Ikatan
Situasi Balita Pendek
Kesehatan Masyarakat
(Stunting) di Indonesia.
Universitas Yarsi Jakarta
Jakarta : Kementerian
2. Tenaga kesehatan dan staf di
Kesehatan RI, 2018.
Puskesmas Cipeucang,
4. Tim Nasional Percepatan
3. Kabupaten Pandeglang,
Penanggulangan Kemiskinan.
Banten.
100 Kabupaten/Kota
4. Keluarga binaan Desa
Prioritas untuk Intervensi
sindangresmi, Kabupaten
100 Kabupaten/Kota Anak
Pangdeglang, Provinsi
Kerdil (Stunting) Prioritas
Banten
untuk Interven. Jakarta :
TN2PK, 2017.
DAFTAR PUSTAKA 5. Soeranto, DA, et al. Atasi

1. Statistik kesejahteraan rakyat, Stunting dengan Penyediaan

Buku buletin jendela data Infrastruktur Dasar.

dan informasi kesehatan Ciptakarya. 02, Februari

2018 Jakarta : Badan pusat 2018, Vol. XVI.

statistik, 2018. 6. Kakietek, J, et al. Unleashing

2. Direktorat Gizi Masyarakat. Gains in Economic

Buku Saku Pemantauan Productivity with Investments

Status Gizi Tahun 2017. in Nutrition. WashingtonDC :

Jakarta : Direktorat Jenderal World Bank Group, 2017.

Kesehatan Masyarakat, 2018. 7. Nasional, Kementerian


Perencanaan Pembangunan.
Pedoman Pelaksanaan Kabupaten/Kota. Jakarta :
Intervensi Penurunan Kementerian PPN, 2018.
Stunting Terintegrasi Di
8. Rosha BC et al. Peran Intervensi Gizi Spesifik dan Sensitif dalam
Perbaikan Masalah Gizi Balita di Kota Bogor. Buletin Penelitian
Kesehatan, Vol. 44, No. 2, Juni 2016 : 127 - 138
9. M. Universitas Yarsi Bertekad Entaskan Stunting di Pandeglang, Banten.
Available from URL: https://www.yarsi.ac.id/2019/07/30/universitas-
yarsi-bertekad-entaskan-stunting-di-pandeglang-banten/ Accessed October
14th, 2019.
10. Azmy U, et al. Konsumsi Zat Gizi pada Balita Stunting dan Non-stunting
di Kabupaten Bangkalan. Amerta Nutr 2018; 292 - 298

11. Margawati A, et al. Pengetahuan ibu, pola makan dan status gizi pada anak
stunting usia 1-5 tahun di Kelurahan Bangetayu,
Kecamatan Genuk, Semarang Jurnal Gizi Indonesia; 2018.
12. Nila M. Prevalensi Data Stunting Tahun 2019. Jakarta: Kementrian
Kesehatan RI, 2019.
13. Kementerian PPN/Bappenas. Pedoman Umum Pelaksanaan Padat Karya
Tunai di Desa Tahun 2018.

14. Rukmana E, et al. Faktor resiko stunting pada anak usia 6-24 bulan di kota
Bogor. Jurnal MKMI, Vol. 12 No. 3, September 2016
15. Nabuasa CD, et al. Riwayat pola asuh, pola makan, asupan zat gizi
berhubungan dengan stunting pada anak 24–59 bulan di Biboki Utara,
Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur. Jurnal Gizi dan Dietetik
Indonesia 2013; 1(3): 151 - 163
16. Ni’mah K, et al. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting pada
Balita. Media Gizi Indonesia 2015; 10: 13 – 19

Anda mungkin juga menyukai