Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

Teania saginata

Disusun oleh :

Nama : Anggun Setiowati


Npm : 1811060132
Dosen Pengampu : Riski Nifsi Ramadhini.M.Si

PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
T.A. 2019/2020
Teania saginata ( cacing pita )

 Klasifikasi

Kingdom : Animalia
Filum : Platyhelminthes
Kelas : Cestoda
Ordo : Cyclonphyllidea
Famili : Taeniidae
Genus : Taenia
Spesies : Teania sagita

 Deskripsi spesies
 Habitat
Biasanya cacing pita hidup dalam saluran pencernaan vertebrata. Misalnya , manusia,
sapi, anjing, babi dan lainnya. Dan cacing ini terdapat banyak di dalam tubuh sapi.
 Struktur
Teania sagita mempunyai struktur tubuh yang terdiri dari kepala ( skoleks ), alat
penghisap ( sucker ), rostellum dan kait.

2
 Morfologi
Cacing dewasa T. saginata berwarna putih pucat, seperti pita, pipih secara
dorsoventral, dan tersegmentasi, berukuran panjang 5–10 m. Terdiri dari kepala
(scolex), leher, dan strobila (tubuh).

Scolex T. saginata berdiameter sekitar 1-2 mm, terdapat 4 pengisap hemisferal


yang terletak pada keempat sudutnya; Dapat mempunyai pigmen. Scolex tidak
memiliki rostellum atau pengait (yang ada di T. solium). Oleh karena itu T. saginata,
disebut cacing pita tidak bersenjata. Pengisap merupakan organ tunggal yang
berfungsi untuk menempel pada host. Leher panjang dan sempit.

Strobila terdiri dari 1000 hingga 2000 proglotid atau segmen, yang dibagi
menjadi proglotid belum matang, matang dan gravid.Panjang segmen gravid hampir
empat kali lebarnya, dengan panjang 20mm dan lebar 5mm. Segmen ini berisi
struktur reproduksi pria dan wanita. Terdapat testis yang banyak, 300 hingga 400
(dua kali lebih banyak daripada di T. solium. Segmen gravid memiliki 15 hingga 30
cabang lateral (dibanding T. solium yang hanya memiliki 7 hingga 13). Perbedaan
lain dari T. solium, cacing ini juga memiliki sfingter vagina dan tidak mempunyai
lobus ovarium aksesori. Lubang genital terbuka pada dinding lateral dari segmen ini.
Segmen gravid melepaskan diri dan dikeluarkan secara tunggal, secara aktif
memaksa keluar melalui sfingter anus.

3
INCLUDEPICTURE
"http://www.medicalook.com/diseases_images/tapeworm2.gif" \*
MERGEFORMAT

 Anotomi

 Reproduksi
Sebagai hermafrodit, setiap segmen tubuh yang disebut proglotid berisi set lengkap
dari kedua sistem reproduksi laki-laki dan perempuan. Dengan demikian, reproduksi adalah
dengan fertilisasi-diri. Dari manusia, telur berembrio, disebut oncospheres, dilepaskan

4
dengan kotoran dan ditransmisikan ke ternak melalui pakan yang terkontaminasi.
Oncospheres berkembang dalam otot, hati, dan paru-paru sapi menjadi cysticerci infektif.

 Siklus Hidup Cacing Pita (Cestoda)


Secara sekilas siklus hidup cacing pita mirip dengan Trematoda, akan tetapi lebih
sederhana. Hal ini disebabkan karena tidak ada fase reproduksi aseksual pada daur hidup
Cestoda. Berikut ini adalah daur hidup umum dari cacing pita
1. Telur – Cestoda bereproduksi seksual, lalu menghasilkan (dan menyimpan) telur pada
proglotid-nya. Segmen proglotid yang matang kemudian “rontok” bersamaan dengan
telur-telur yang dikandungnya. Telur ini keluar melalui kotoran inang primer dan
dimakan oleh inang perantara (sapi, babi, dll.).
2. Onkosfer (en: oncosphere) – Dalam tubuh inang perantara, telur menetas menjadi
onkosfer, yaitu larva heksakant (en: hexacanth) yang masih dibungkus oleh lapisan
embrionik.
3. Larva heksakant – Onkosfer menjadi larva heksakant yang mampu menembus dinding
saluran pencernaan, dan terbawa menuju otot.
4. Sista sistiserkus (en: cysticercus) – larva heksakant yang telah berada di otot kemudian
membungkus diri menjadi sistiserkus. Sistiserkus ini bisa bertahan beberapa tahun pada
hewan (inang perantara), kemudian akan terbawa ke inang primer (inang definitif)
apabila termakan bersamaan dengan daging hewan.
5. Cacing pita muda – sistiserkus yang berada di usus inang primer akan menempel dan
mulai tumbuh menjadi dewasa.
6. Cacing pita dewasa – cacing dewasa menempel pada usus dengan skoleks dan mulai
melakukan reproduksi seksual, proglotid cacing pita mulai terisi dengan telur yang
berjumlah puluhan sampai ratusan ribu per segmen proglotid. Hebatnya, cacing pita bisa
memiliki 1.000 – 2.000 segmen.
7. Proglotid rontok – ketika sudah matang dan berisi telur, segmen-segmen proglotid yang
penuh dengan telur mulai berguguran dan terbawa melalui kotoran.

5
 Siklus Hidup Taenia saginata

Taenia saginata disebut juga cacing pita sapi karena memiliki inang perantara sapi.
Cacing ini kurang berbahaya karena hanya dapat menyebabkan infeksi cacing pita dewasa,
disebut dengan taeniasis. Hanya cacing pita muda dan dewasa yang dapat hidup dalam tubuh
manusia. Daur hidup cacing pita sapi ini adalah (menggunakan gambar di atas)

1. Telur atau proglotid yang matang terbawa oleh kotoran manusia ke lingkungan luar.
2. Inang perantara, yaitu sapi memakan rumput yang terkontaminasi telur atau
proglotid Taenia saginata.

3. Dalam tubuh sapi, telur menetas menjadi onkosfer lalu menjadi heksakant, lalu di otot
membentuk sistiserkus.

4. Sistiserkus pada daging sapi yang tidak dimasak dengan benar dimakan oleh manusia.

5. Dalam usus, Taenia saginata muda berkembang menjadi dewasa dan menempel
menggunakan skoleks.

6. Setelah reproduksi, proglotid matang yang berisi telur mulai “gugur” dan terbawa
kotoran.

6
 Dampak terhadap Kesehatan

7
Sistiserkosis pada otak

Taenia saginata di usus buntu

Cacing pita Taenia dapat menimbulkan penyakit yang disebut taeniasis dan sistiserkosis.
Gejala klinis terbanyak yang dikeluhkan adalah

 Pengeluaran segmen tubuh cacing dalam fesesnya (95%)


 Gatal-gatal pada anus (77%)

 Mual (46%)

 Pusing (42%)

 Peningkatan nafsu makan (30%)

 Sakit kepala (26%)

 Diare (18%)

 Lemah (17%)

 Merasa lapar (16%)

 Sembelit (11%)

 Penurunan berat badan (6%)

 Rasa tidak enak di lambung (5%)

 Letih (4%)

8
 Muntah (4%)

 Tidak ada selera makan saat lapar (1%)

 Pegal-pegal pada otot (1%)

 Nyeri di perut, mengantuk, serta kejang-kejang, gelisah, gatal-gatal di kulit dan


gangguan pernapasan (masing-masing <1%).

Sistiserkosis menimbulkan gejala dan efek yang beragam sesuai dengan lokasi parasit dalam
tubuh. Manusia dapat terjangkit satu sampai ratusan sistiserkus di jaringan tubuh yang
berbeda-beda. Sistiserkus pada manusia paling sering ditemukan di otak
(disebut neurosistiserkosis), mata, otot dan lapisan bawah kulit

Dampak kesehatan yang paling ditakuti dan berbahaya akibat larva cacing Taenia yaitu
neurosistiserkosis yang dapat menimbulkan kematian.Neurosistiserkosis adalah infeksi sistem
saraf pusat akibat sistiserkus dari larva Taenia solium. Neurosistiserkosis merupakan faktor
risiko penyebab stroke baik pada manusia yang muda maupun setengah baya, epilepsi dan
kelainan pada tengkorak. Sistiserkosis merupakan penyebab 1% kematian pada rumah
sakit umum di Meksiko City dan penyebab 25% tumor dalam otak .

 Cara Pengendalian cacing pita Taenia

Pengendalian cacing pita Taenia dapat dilakukan dengan memutuskan siklus


hidupnya. Pemutusan siklus hidup cacing Taenia sebagai agen penyebab penyakit dapat
dilakukan melalui diagnosa dini dan pengobatan terhadap penderita yang
terinfeksi. Beberapa obat cacing yang dapat digunakan yaitu Atabrin, Librax dan
Niclosamide dan Praziquantel. Sedangkan untuk mengobati sistiserkosis dapat digunakan
Albendazole dan Dexamethasone.Untuk mengurangi kemungkinan infeksi oleh Taenia ke
manusia maupun hewan diperlukan peningkatan daya tahan tubuhinang. Hal ini dapat
dilakukan melalui vaksinasi pada ternak, terutama babi di daerah endemis
taeniasis/sistiserkosis serta peningkatan kualitas dan kecukupan gizi pada manusia.

Lingkungan yang bersih sangat diperlukan untuk


memutuskan siklushidup Taenia karena lingkungan yang kotor menjadi sumber penyebaran
penyakit. Pelepasan telur Taenia dalam feses ke lingkungan menjadi sumber penyebaran
taeniasis/sistiserkosis. Faktor risiko utama transmisitelur Taenia ke babi yaitu pemeliharaan

9
babi secara ekstensif, defekasi manusia di dekat pemeliharaan babi sehingga babi memakan
feses manusia dan pemeliharaan babi dekat dengan manusia.Hal yang sama juga berlaku pada
transmisi telur Taenia ke sapi. Telur cacing ini dapat terbawa oleh air ke tempat-
tempat lembap sehingga telur cacing lebih lama bertahan hidup dan penyebarannya semakin
luas.

Kontrol penyakit akibat Taenia di lingkungan dapat dilakukan melalui peningkatan


sarana sanitasi, pencegahan konsumsi daging yang terkontaminasi, pencegahan
kontaminasi tanah dan tinja pada makanan dan minuman. Pembangunan sarana sanitasi,
misalnya kakus dan septic tank, serta penyediaan sumber air bersih sangat diperlukan.
Pencegahan konsumsi daging yang terkontaminasi dapat dilakukan melalui pemusatan
pemotongan ternak di rumah potong hewan (RPH) yang diawasi oleh dokter hewan.

10
DAFTAR PUSTAKA

Rotinsulu DA. ‘Strategi Global Kesehatan Masyarakat Veteriner dalam Pengendalian


Taeniasis/Sistiserkosis sebagai Re-emerging Foodborne Zoonoses Daerah Tropis’.
Bogor: Institut Pertanian Bogor. 2008.

Satrija, F. Helmintologi ‘Ciri Umum dan Morfologi Helminth’. Bogor: Departemen Ilmu
Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan,
Institut Pertanian Bogor.2005.

Arimbawa, M., I. K. Kari, dan N. S. Laksminingsih. ‘Neurocysticercosis’. Jakarta.


Pediatrica Indonesiana. 2004.

Suwigyo,sugiarti, dkk. ‘invertebrata air jilid 1 ‘. Jakarta. Penebar swadaya. 2005

Anda mungkin juga menyukai