Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

PARASITOLOGI VETERINER II

FAMILI DAVANEIDAE

KELOMPOK 3

ANASTASIA I.I. BRIA (1509010001)

FRITS B.H. FRANCIS (1509010019)

RUPERTUS U.L. NETO (1509010021)

MARIA M. MOI (1509010022)

YUSTINA PETRONELA (1509010027)

JESSICA V.E. MAUBANA (1509010033)

ROCHY J. AKAL (1509010034)

MARIA V.D.E. PARERA (1509010035)

PEDRO Ch. Y. NOPE (1509010037)

PUTRI F. LUDJI PAU (1409010048)

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2016
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Cacing (Helminths) berasal dari kata “Helmins atau Helminthos (Greek) yang
secara umum berarti organisme yang tubuhnya memanjang dan lunak. Didalam Soulsby
(1982), cacing yang penting dipelajari untuk kedokteran hewan ada 2 pilum antara lain
Platyhelminthes dan Nemahelminthes. Semua cacing bersifat parasit dan telah
bermodifikasi secara besar-besaran untuk eksistensi parasit tersebut. Kelas Cestoda
termasuk dalam filum Platyhelminthes bersama dengan kelas trematoda.

Kelas cestoda berbeda dengan Trematoda, karena tidak memiliki rongga badan
maupun saluran pencernaan dan semua organ-organ tersimpan di dalam jaringan
parenkim. Kelas Cestoda memiliki ciri yaitu endoparasit bersifat Hermaprodit, Tubuh
pipih dorso-ventral, memanjang seperti pita, bersegmen-segmen. Tubuh cestoda dibagi
menjadi tiga bagian, yaitu: kepala/scolex, collum/leher dan bagian tubuh/strobila yang
terdiri dari banyak segmen.

Kelas cestoda memiliki 2 ordo yaitu ordo cyclophyllidea dan pseudophyllidea.


Ordo cyclophyllidea memiliki beberapa family, diantaranya family taenidae,
anoplocephalidae, dilepididae, davaineidae, hymenolepididae, mesocestiodidae, dan
thysanosomidae. Ciri yang menjadi kekhasan Ordo Cyclophyllidea adalah memiliki 2
pasang alat reproduksi, tetapi ada yang hanya sepasang dengan lubang kelamin terletak
pada satu sisi/selang- seling. Dalam makalah ini akan menbahas tentang fanily
davaineidae.

1.2 Tujuan Penulisan


Pembuatan makalah ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui klasifikasi dari family davaineidae
2. Mengetahui morfologi dari family davaineidae
3. Mengetahui habitat dari family davaineidae
4. Mengetahui siklus hidup dari family davaineidae
5. Mengetahui pencegahan penyakit yang ditimbulkan oleh family davaineidae
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Klasifikasi Family Davaineidae

Kingdom : Animalia

Phyllum : Platyhelminthes

Class : Cestoda

Ordo : Cyclophyllidea

Family : Davaineidae

Genus : Davainea dan Raillietina

Spesies : Davainea proglotina, Raillietina cesticillus, Raillietina tetragona.

2.2 Morfologi Family Davaineidae

2.2.1 Genus Davainea

Morfologi : cacing dewasa berukuran mikroskopis (panjangnya 0,5 – 3 mm)


hanya memiliki 4 – 9 segmen. Skolek : memiliki Rostelum yang dipersenjatai dengan
4 – 19 kait yang panjang berukuran 7 – 8 mikron tersusun dalam 2 baris.
Asetabulanya juga dipersenjatai dengan kait yang berukuran lebih kecil dan mudah
lepas tersusun dalam 4 – 5 baris. Organ kelamin tunggal dan lubang genital letaknya
teratur selang seling pada setiap segmen. Telurnya berbentuk bulat berdiameter 28 –
40 mikron terbungkus tunggal didalam kapsula telur dan hampir selalu memenuhi
parenkim proglotida bunting.

2.2.2 Genus Raillietina

2.2.2.1 Raillietina cesticillus

Panjangnya R.cesticillus berkisar antara 100-130mm dan lebarnya 1,5-3 mm,


lebar skolek 300-600 mikron. Rostellumnya cukup besar dengan diameter 100
mikron, dilengkapi dengan 2 baris terdiri dari 400-500 duri yang berukuran 8-10
Alat penghisapnya tidak berduri kait. R.cesticillus berwarna keputihan,
panjang dan bagian dorsoventral datar, dan seluruh tubuh ditutupi oleh tegument.
Tubuh terdiri dari region kepala yang disebut scolex, dan bagian yang tidak
bersegmen disebut leher serta bagian tubuh yang sangat bersegmen disebut strobila.
Pusat perkembangan segmen terletak dibelakang kepala, yaitu pada bagian leher yang
pendek. Segmen tubuh yang lain merupakan tempat reproduksi yang memiliki
ovarium dan testes.

Strobila tersusun atas ikatan seperti pita proglottids. Dalam tiap proglottid
yang matang terdapat 20-230 testes. Lokasi lubang kelaminnya berselang seling tidak
teratur. Kapsu telur, masing-masing mengandung satu telur, mengisi seluruh proglotid
yang matang. Pada bagian scolex paling depan memiliki bentukan bulat dan
dikelilingi oleh 4 sucker. Tidak seperti spesies raillietina lainnya, rostellum ini sangat
menonjol dan suckernya sangat kecil.

2.2.2.1 Raillietina Tetragona

Morfologi : ukuran panjangnya bisa mencapai lebih dari 25 cm. Skolek : lebih
kecil dibandingkan R. echinobothrida, ditemukan Rostelum yang dipersenjatai 100
kait dengan ukuran 6 – 8 mikron dalam satu atau dua baris. Asetabulanya berbentuk
bulat telur juga dipersenjatai oleh kait yang mudah lepas dalam 8 – 10 baris yang
ukurannya lebih kecil (2,3). Kolum tidak jelas setelah skolek (2). Proglotid : lubang
genuital biasanya selalu unilateral (sepihak) dan setiap kapsula telur berisi 6 – 12
telur.

2.3 Habitat Family Davaineidae

2.3.1 Genus Davainea

2.3.1.1 Davainea Proglotina

Hospes definitive : merupakan cacing pita yang paling patogen, berpredileksi


di dalam duodenum ayam, burung merpati dan berbagai burung lainnya.
2.3.2 Genus Raillietina

2.3.2.1 Raillietina cesticillus

Hospes definitifnya adalah unggas, seperti ayam, kalkun, dan burung merpati.
Hospes perantaranya adalah lalat jenis musca domestica. Predileksi cacing ini pada
usus halus hospes definitifnya.

2.3.2.2Raillietina tetragona

Hospes definitif : berpredileksi didalam ½ bagian belakang usus halus ayam,


dan unggas lainnya.

2.4 Siklus Hidup Family Davaineidae.


2.4.1 Genus Davainea
2.4.1.1 Davainea Proglotina
a) Segmen yang matur dikeluarkan dalam feses induk semang dan telur yang menetas
termakan oleh siput dari genus Limax, Arion, Cepoa dan Agriolimax.
b) Setelah telur atau segmen tercerna didalam saluran pencernaan intermediate host,
larva cacing menembus dinding usus masuk rongga perut dan setelah 3 minggu akan
berubah bentuk menyerupai kantong disebut sistiserkoid dan skolek mengalami
invaginasi.
c) Unggas terinfeksi karena memakan siput yang terinfeksi, setelah sistiserkoid tercerna
didalam saluran pencernaan unggas, skolek segera keluar dari dalam kista lalu
menempel pada dinding saluran usus
d) Kemudian mulai membentuk leher dan segmen yang memerlukan waktu kurang lebih
14 hari untuk menjadi dewasa.

2.4.2 Genus Raillietina


2.4.2.1 Raillietina Cesticillus
Penyebaran cacing cestoda pada unggas sangat dipengruhi oleh adanya inang
antara. Telur cacing cestoda yang termakan oleh inang antara akan menetas didalam
saluran pencernaannya. Telur yang menetas berkembang menjadi onkosfir yaitu telur
yang telah berkembang menjadi embrio banyak sel yang dilengkapi dengan 6 buah
kait.
Onkosfir selanjutnya berkembang menjadi sistiserkoid dalam waktu 3 minggu
setelah telur termakan oleh inang antara. Sistiserkoid tetap tinggal di dalam tubuh
inang antara sampai dengan inang antara tersebut dimakan oleh inang definitive yaitu
unggas.
Setelah unggas memakan inang antara yang mengadung sistiserkoid maka
sistiserkoid terbebaskan oleh adanya aktivitas enzim pencernaan. Segera setelah
sistiserkoid bebas, skoleksnya mengalami inviginasi, skolek keluar dari kista dan
melekatkan diri pada dinding usus. Segmen muda terbentuk didaerah leher dan akan
berkembang menjadi segmen yang matang dalam waktu 3 minggu. Pada saat segmen
atau strobila berpoliferasi didinding leher, dinding sistiserkoid akan mengalami
degenerasi dan menghilang. Selanjutnya sistiserkoid berkembang menjadi cacing
dewasa di dalam usus ayam dalam waktu 20 hari. RC mempunyai inang antara berupa
kumbang dan lalat Musca domestica.

2.4.2.2 Raillietina Tetragona

Cacing R. tetragonal memiliki siklus hidup tidak langsung karena membutuhkan


inang perantara. Inang perantara R. tetragonal yaitu musca domestica dan bangsa
semut dari genus Tetramorium dan Pheidole. Salah satu vector dari insekta terbang ini
yang menyebabkan cacing pita mudah menyebar dan telur cacing pita mempunyai
kemampuan yang hebat untuk menyesuaikan diri. Larva R. tetragonal dalam bentuk
sistiserkoid. Sistiserkoid terbentuk setelah telur masuk dan tercerna dalam saluran
pencernaan inang antara. Telur yang tertelan berubah menjadi larva, larva menembus
dinding usus masuk ke rongga perut menjadi sistiserkoid. sistiserkoid dan scolex
mengalami invaginasi, scolex keluar dari kista dan menempel di dinding saluran usus.
Selanjutnya terbentuk leher dan segmen, cacing menjadi dewasa membutuhkan ± 14
hari. Masa prepaten pada ayam yaitu 13 hari sampai 3 minggu (Soulsby, 1986).

2.5 Pencegahan terhadap penyebaran penyakit Family Davaineidae.

Beberapa tindakan penanganan yang dapat dilakukan antara lain :

a) Perbaikan tata laksana pemeliharaan

a. Upaya pengelolaan terbaik untuk menekan siklus perkembangbiakan cacing,


contohnya dengan memperhatikan kondisi sekitar kandang agar tidak lembab.
Selain itu, hindari hal-hal yang dapat menyebabkan litter basah seperti air
minum tumpah atau kandang bocor, mencegah kepadatan kandang yang
berlebihan, mengusahakan ventilasi kandang yang cukup serta menerapkan
sistem all in all out.

b) Menjaga sanitasi kandang

a. Hal ini diupayakan untuk menjauhkan kandang dari inang perantara, seperti
menghindari tumpukan feses pada area kandang. Meminimalkan kontak ayam
dengan feses yang mengandung telur cacing serta membersihkan feses secara
rutin minimal 2 minggu sekali.

c) Basmi inang antara seperti lalat, kumbang, siput, maupun cacing tanah dengan
insektisida. Hindari kontak langsung antara insektisida dengan air minum, ransum
atau ayam karena bersifat racun.

d) Program pengobatan yang sesuai

e) Penggunaan anthelmintik yang sesuai terhadap cacing gilig maupun cacing pita
merupakan rekomendasi khusus menangani kasus cacingan pada ayam. Lakukan
pengulangan pemberian obat cacing 1--2 bulan untuk membasmi cacing secara tuntas,
mulai dari telur, larva, hingga cacing dewasa.

f) Lakukan pemeriksaan feses secara rutin 2-3 bulan sekali untuk mengetahui
keberadaan telur cacing dalam feses.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Family Davaineidae memiliki 2 genus yaitu Genus Davainea dan Genus


Raillietina. Hospes definitivenya adalah unggas yaitu pada usus halus. Perbaikan tata
laksana pemeliharaan, menjaga sanitasi kandang, basmi inang antara seperti lalat,
kumbang, siput, maupun cacing tanah dengan insektisida, program pengobatan yang
sesuai, penggunaan anthelmintik yang sesuai terhadap cacing gilig maupun cacing
pita merupakan rekomendasi khusus menangani kasus cacingan pada ayam, lakukan
pemeriksaan feses secara rutin 2-3 bulan sekali untuk mengetahui keberadaan telur
cacing dalam feses.
DAFTAR PUSTAKA

Levine, N.D., 1994, Protozology Veteriner, diterjemahkan oleh Soeprapto, S., Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.Hal: 265, 317-323.

Tabbu, Charles R, 2000;2002. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya. Edisi Ke-1 dan Ke-2.
Penerbit Kanisius Yogyakarta. Edisi Ke-1 Hal : 31-51, 232-245; Edisi Ke-2 Hal : 3-27.

Akoso, B.T. 2002. Kesehatan Unggas. Cetakan kelima. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Hal
91,92;130-133.

https://id.scribd.com/doc/305851978/Laporan-Parasit

https://acepqurnadi.wordpress.com/2011/11/28/parasitologi/

Anda mungkin juga menyukai