Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN KOASISTENSI

KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER

OLEH :

Kelompok C
Maria Trifonia Kadha Geo S.K.H 2009020012
Maria Serlyanti Apong S.K.H 2009020013
Alfredo J. D Niron S.K.H 2009020014

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
2022
Lokasi Pengambilan Sampel Daging Ayam
Lokasi pengambilan sampel daging ayam di Pasar Oesapa, Kota Kupang pada
tanggal 25 januari 2022. Pemeriksaan sampel daging ayam dilakukan di Klinik Hewan
Laboratorium Kesmavet FKH Undana dimulai dari tanggal 25-27 Januari 2022.
Tabel Pemeriksaan Sensorik

Indikator A B C D E F G H I Hasil

Warna 1 3 3 2 2 2 2 2 2 Putih Pucat

Bau 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Amis

Konsistensi 2 2 2 2 2 2 2 2 2 Kenyal

Keterangan :
Warna : 1 = Putih, 2 = Putih pucat, 3 = putih kemerahan
Bau : 1 = Amis, 2 = Menyengat, 3 = Busuk
Konsistensi : 1 = Lembek berlendir, 2 = Kenyal, 3 = Alot
A: Novi, B: Serly, C: Roy, D: Wati, E: Ilsa, F: Gomes, G: Monika, H: Nilla, I: Ika

Tabel 5. Hasil Pemeriksaan Daging Ayam

Hasil Pemeriksaan Sensorik Daging Ayam


Indikator Daging ayam Gambar
Warna Putih Pucat
Bau Khas daging
Konsistensi Kenyal
pH 6

Pengujian Daya Ikat Air


Drip loss

Cooking loss 12,03%


Pengujian Kesempurnaan Berwarna biru
Pengeluaran Darah

Pengujian Mikrobiologi

PCA 10-4 1083 koloni

PCA 10-5 439 koloni

PCA 10-6 1 koloni

Pembahasan
Hasil Pemeriksaan Sensorik Daging Ayam
Warna : putih pucat
Dari hasil yang didapatkan maka dapat diketahui bahwa warna daging
ayam segar adalah putih kekuning-kuningan. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Cross (1988), bahwa warna daging ayam disebabkan provitamin
A yang terdapat pada lemak daging dan pigmen oksimioglobin. Lawrie
(2003) menyebutkan bahwa pigmen oksimioglobin adalah pigmen penting
pada daging segar, pigmen ini hanya terdapat di permukaan saja dan
menggambarkan warna daging yang diinginkan konsumen.
Menurut Woefel et al. (2002) dalam Hajrawati et al., (2016) umur, jenis
kelamin, bangsa, lingkungan kandang, lingkungan pemotongan, kondisi
sebelum pemotongan, kondisi pemotongan dan penyimpanan, lemak
intramuscular, kandungan air daging dan pakan, merupakan faktor yang
mempengaruhi warna.
Bau : khas daging
Menurut Soeparno (2005) dalam Sundari et al., (2013) Umur ternak,
jenis pakan dari ternak, lama dan kondisi penyimpanan dapat mempengaruhi
dari aroma daging ternak.
Konsistensi : kenyal
Hal ini disebabkan karena setelah proses pemotongan terjadi proses rigor
mortis sehingga otot menjadi kaku. Menurut Susanti (1991) dalam Marlina et
al., (2012) tekstur daging dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, aktivitas dan
pakan. Tekstur daging diperngaruhi oleh kandungan serat pada daging
Menurut Marlina et al., (2012) menyatakan bahwa penampakan serat daging
merupakan penentu tingkat dari tekstur daging.
pH :6
Menurut Soeparno (2009) dalam Variani et al (2000) nilai pH daging
ayam segar 5,3-6,3. Perlakuan ternak sebelum pemotongan dapat
mempengaruhi nilai pH yang terdapat di dalam daging. Faktor sebelum
pemotongan yaitu salah satunya pakan yang dikonsumsi oleh ternak.
Kandungan pakan yang dapat mempengaruhi nilai dari pH yaitu serat kasar,
yang dapat mempengaruhi kandungan glikogen pada daging yang
membentuk asam laktat (Pura et al., 2015).
Pengujian daya ikat air
Drip loss :
Daya ikat air merupakan salah satu faktor untuk menentukan kualitas
daging, karena daya ikat air berhubungan langsung dengan kemampuan
daging untuk mengikat kandungan air bebas didalam daging. Menurut
Prayitno, A. et al., (2010) menyatakan parameter kualitas daging
berhubungan dengan daya ikat air, karena erat kaitannya dengan kemampuan
daging dalam mengikat air. Pakan menjadi salah satu faktor yang
memepengaruhi dari daya ikat daging.
Nilai presentase pada daging berhubungan positif dengan kandungan
protein di dalam daging dan berhubungan negative terhadap lemak di dalam
daging semakin rendah kandungan lemak didalam daging dapat
meningkatkan kandungan protein didalam daging dan dapat meningkatkan
daya ikat air pada daging. Menurut Ollong et al., (2019) kemampuan protein
untuk mengikat air semakin meningkat sehingga daya ikat air menjadi lebih
tinggi karena kandungan lemak pada daging yang rendah dapat
meningkatkan kandungan protein di dalam daging.
Cooking loss :

Dilakukan pengukuran berat daging sebelum cooking loss adalah 75,6


gr, dan dilakukan kembali pengukuran berat daging setelah cooking los yaitu
66,5 gr. Maka digunakan rumus seperti di atas, didapatkan hasil yaitu 12,03
%.
Menurut Soeparno (2005) dalam Kartikasari et al., (2018), nilai susut
masak daging berkisar antara 1,5-54,5% dengan kisaran 15-40%. Daging
yang memiliki susut masak yang rendah relatif lebih baik dibandingkan
daging yang memiliki susut masak yang lebih tinggi karena daging yang
memiliki susut masak rendah lebih sedikit kemungkinan untuk kehilangan
nutrisi di dalam daging pada saat proses pemasakan daging.
Kandungan protein didalam daging dapat mengikat air didalam daging
sehingga dapat mengurangi penyusutan daging pada saat pemasakan.
Menurut (Kartikasari et al., 2018) susut masak dipengaruhi oleh kandungan
air didalam daging pada saat proses pemasakan, salah satu faktor adalah
kandungan protein yang dapat mengikat air, maka semakin banyak
kandungan protein di dalam daging maka semakin sedikit susut masak pada
daging.

Pengujian kesempurnaan pengeluaran darah :

Pengujian mikrobiologi : Menurut BSN (2009), batas cemaran mikroba pada karkas dan
daging ayam maksimum 1 x 106 cfu/g dan E. coli harus negatif.

Anda mungkin juga menyukai