Anda di halaman 1dari 19

JENIS JENIS CESTODA

Cacing pita termasuk subkelas Cestoda, kelas Cestoidea, filum


Platyhelmintes. Cacing dewasanya menempati saluran usus vertebrata dan larvanya
hidup di jaringan vertebrata dan invertebrata. Bentuk badan cacing dewasa
memanjang menyerupai pita, biasanya pipih dorsoventral, tidak mempunyai
alat pencernaan atau saluran vaskular dan biasanya terbagi dalam segmen-segmen
yang disebut proglotid yang bila dewasa berisi alat reproduktif jantan dan betina.
Ujung bagian anterior berubah menjadi sebuah alat pelekat, disebut skoleks, yang
dilengkapi dengan alat isap dan kait-kait. Spesies penting yang dapat menimbulkan
kelainan pada manusia umumnya adalah : Diphyllobothrium latum, Hymenolepis
nana, Echinococcus granulosus, Echinococcus multilocularis, Taenia saginata, dan
Taenia solium. Manusia merupakan hospes cestoda ini dalam bentuk :

1. Cacing dewasa, untuk spesies Diphyllobothrium latum, Taenia saginata,


Taenia solium, Hymenolepis nana, Hymenolepis diminuta, Dipylidium
caninum.
2. Larva, untuk spesies Diphyllobothrium sp, Taenia solium, Hymenolepis nana,
Echinococcus granulosus, Multiceps.

Menurut habitatnya, cestoda dapat dibagi menjadi 2 ordo, yaitu


Pseudophyllidea dan Cyclophyllidea.

1. Ordo Pseudophyllidea
a. Diphylobotrium laturm
 Klasifikasi dan morfologi
Class : Cestoda

Ordo : Pseudophyllidea

Family : Diphyllobothriidae

Genus : Diphyllobothrium

Species : Diphyllobotrium latum

Diphylobotrium laturm adalah jenis cacing pita yang berparasit


pada hewan carnivora pemakan ikan. Sering menginfeksi pada anjing,
kucing, beruang pada orang lain. Diphylobotrium laturm memiliki
panjang sampai 9 meter dan betelur hingga jutaan perhari. Tubuhnya
terdiri dari segmen yang disebut proglitida yang isinya testes dan folicel.

 Daur hidup

Telur keluar melalui veses kemudian berkembang di dalam air


menjadi coracidium yang bersilia berenang mencari hospes intermediet
ke satu dari jenis crustacea dan masuk ke dalam usus crustasea , di dalam
usus crustasea coracidium melepaskan bersilianya dan melakukan
penetrasi kemudian masuk ke pembuluh darah crustacea menjadi parasit
mengambil sari makanan crustacea. . sekitar 3 minggu coracidium
berkembang dan bertambah panjang hingga 500 mikro meter yang
disebut procercoid. Bila crustacea dimakan oleh ikan maka procercoid
akan berparasit di usus ikan dengan memakan sari makanan di tubuh
ikan tersebut dan precercoid berkembang menjadi plerocercoid.
Plerocercoid akan terlihat pada daging ikan mentah yang bewarna putih
dalam belum cyste. Sehingga bila ikan tersebut dimakan oleh manusia
tanpa dimasak hingga matang maka cacing berkembang dengan cepat
dan menjadi dewasa hingga berproduksi telur 7-14 hari.
1. Ordo Cyclophyllidea
a. Taenia saginata
 Klasifikasi dan morfologi

Kelas : Cestoda
Ordo : Cyclophyllidea
Famili : Taeniidae
Genus : Taenia
Spesies : Taenia Saginata
Cacing pita ini adalah cacing pita yang paling sering ditemukan
pada manusia dan ditemukan di semua negara yang orangnya
mengkonsumsi daging sapi. Cacing ini panjangnya sekitar 3-5 m dan
terdiri dari 2000 proglotida. Scolexnya mempunyai 4 batil isap yang
dapat menghisap sangat kuat. Cacing dewasa panjangnya 4-10 m.
Memiliki 1000 –2000 proglotid. Memiliki scoleks dengan diameter 1-
2 mm. Mempunyai 4 penghisap tanpa hook.

 Daur hidup

T. Saginata yaitu proglotida yang berisi penuh telur


melepaskan diri dari tubuh cacing dan keluar melalui feses atau dapat
keluar sendiri dari anus. Setiap segmen terlihat seperti cacing tersendiri
dan dapat merayap secara aktif. Setiap segmen /proglotida dapat
dikelirukan sebagai cacing trematoda atau bahkan nematoda.
Bilamana segmen mulai mengering maka bagian dinding
ventral robek dan telur keluar dari lubang robekan tersebut. Pada saat
itu telur berembrio dan infektif dapat menginfeksi hospes intermedier
dan bila tidak telur dapat bertahan berminggu-minggu. Hospes
intermedier palimng utama adalah sapi, tetapi dapat pula pada kambing
dan domba.
Bila telur termakan oleh sapi kemudian menetas dalam
duodenum, yang dipengaruhi oleh asam lambung dan sekresi
intestinum. Hexacant yang keluar dari telur langsung berpenetrasi
kedalam mukosa dan masuk kedalam venula intestinum, terbawa oleh
aliran darah keseluruh tubuh. Cacing muda tersebut biasanya
meninggalkan kapiler masuk diantara sel muyskulus dan masuk dalam
serabut otot (muscle fiber) dan berparasit di lokasi tersebut, kemudian
menjadi cysticercus dalam waktu 2 bulan. Metacercaria ini berwarna
putih seperti mutiara dengan ukuran diameter 10 mm yang berisi satu
skolek invaginatif. Penyakit yang disebabkan oleh cacing ini pada sapi
disebut Cysticercisis bovis.
Orang memakan daging sapi yang terinfeksi oleh cacing ini
akan tertular bilamana daging sapi tersebut dimasak kurang
matang/masih mentah. Cysticercus terdigesti oleh cairan empedu dan
cacing mulai tumbuh dalam waktu 2012 minggu dan menjadi dewasa
membentuk proglotida yang berisi telur.
b. Taenia solium
 Klasifikasi dan morfologi

Gambar 1 morfologi Taenia Solium skoleks (a) : proglotida dewasa


dengan organ kelamin yang berkembang (tanda panah
hitam menunjukkan lambung genital) (b) : proglotida
gravid yang berisi penuh telur infektif (c) : Cysticercus
cellulose (d) (Bogtish et al. 2005)

Taenia solium merupakan cacing pita (cestoda) yang hidup dalam


usus manusia. Cacing ini dikenal dengan istilah “human pork
tapeworm”. Menurut Soulsby (1986), taksonomi dari cacing ini adalah:

Kelas : Eucestoda
Ordo : Cyclophyllidea
Famili : Taeniidae
Genus : Taenia
Spesies : Taenia solium.
Taenia solium di dalam usus halus manusia dapat tumbuh hingga
mencapai panjang dua sampai delapan meter. Tubuh cacing ini terdiri
atas tiga bagian yaitu skoleks, leher, dan strobila. Skoleks merupakan
organ tubuh cestoda yang berfungsi untuk melekat pada dinding usus.
Skoleks merupakan anggota tubuh yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasi spesies dalam genus Taenia. Morfologi skoleks
Taenia solium terdiri atas sebuah rostelum dan empat buah batil hisap
(sucker) (Gambar 1a). Rostelum dan sucker tersebut dikelilingi oleh
sebaris kait panjang (180 µm) dan kait pendek (130 µm) di mana setiap
barisnya tersusun atas 22-32 kait .
Stobila merupakan bagian tubuh berupa serangkaian proglotida
yang berada di belakang leher. Strobila Taenia solium tersusun atas 800
sampai 1000 segmen (proglotida). Berdasarkan perkembangan organ
reproduksinya, proglotida tersebut terbagi menjadi tiga bagian yaitu
proglotida muda, dewasa, dan gravid (mature). Proglotida muda terletak
setelah leher, selanjutnya diikuti oleh proglotida dewasa, dan proglotida
gravid berada di bagian belakang.
Cacing ini tergolong sebagai hemaprodit yaitu individu yang
berkelamin ganda (jantan dan betina). Kedua organ kelamin tersebut
berada pada setiap segmennya. Organ kelamin jantan dari cacing ini
terdiri dari testis, vas efferens, dan kantong cirrus. Organ kelamin betina
dari cacing ini terdiri dari ovarium tuba fallopii, uterus, saluran vitelin,
kelenjar mehlis dan vitelin, seminal receptacle, serta vagina. Pada
proglotida muda, organ kelamin belum tampak dengan jelas karena
belum berkembang dengan sempurna. Kedua organ kelamin ini akan
tampak dan berkembang pada proglotida dewasa (Gambar 1b) dan akan
hilang saat menjadi proglotida gravid. Proglotida gravid hanya berisi
uterus yang memiliki 7 sampai 12 cabang yang penuh dengan telur
infektif (Gambar 1c). Diperkirakan satu proglotida mengandung telur
infektif sebanyak 50-60x103. Telur Taenia solium memiliki ciri
morfologi yaitu berbentuk bulat dengan ukuran 31-43 µm. Telur ini
memiliki selubung tebal dan di dalamnya berisi larva yang memiliki
enam kait (onkosfer) .
Taenia solium di dalam inang antaranya berupa metacestoda yang
disebut Cysticercus cellulosae. Cysticercus cellulosae dikenal pula
dengan istilah pork measles, beberasan (Bali), Manis-manisan
(Tapanuli), Banasom (Toraja). Sistiserkus ini memiliki ciri morfologi
yaitu berupa gelembung ellipsoid yang berukuran 6-10 x 5-10 mm
(Gambar 1d). Stuktur tubuh Cysticercus cellulosae terdiri dari kulit luar,
cairan antara, dan lapisan kecambah. Kulit luar yang melapisi sistiserkus
ini berupa lapisan kutikula, sedangkan cairan antara berupa plasma
darah dari inangnya. Lapisan kecambah berupa skoleks yang dilengkapi
dua baris kait.
Taenia solium tidak memiliki organ pencernaan sehingga untuk
memperoleh nutrisi yang dibutuhkannya cacing ini mengambil dari
inangnya. Bagian tubuh cacing ini yang digunakan untuk mengambil
nutrisi inang adalah tegumen. Tegumen merupakan lapisan luar tubuh
cacing yang terdiri dari karbohidrat makromolekul (glucocalyx). Fungsi
lain dari tegumen yaitu sebagai pelindung diri dari enzim pencernaan
yang disekresikan oleh inang, menyerap nutrisi, dan secara berkala
melakukan pergantian kulit (moulting) yang bertujuan untuk melindungi
diri dari sistem tanggap kebal inangnya.
Zat-zat sisa metabolisme dari Taenia solium dewasa dan
metacestodanya disebut dengan eskretori/sekretori (E/S). E/S tersebut
terdiri dari glukosa, protein terlarut, asam laktat, urea, dan amoniak.
Organ ekskresi yang berfungsi untuk membuang E/S keluar tubuh
cacing ini terdiri dari collecting canal dan flame cell. Mekanisme
pengeluaran E/S dari dalam tubuh cacing ini diawali dengan
menampung E/S terlebih dahulu di dalam collecting canal. Organ ini
terletak pada dorsal tubuh dan ventral tubuh. Saat collectimg canal telah
penuh berisi E/S metabolit tersebut selanjutnya disalurkan keluar tubuh
oleh flame cell.
 Daur Hidup

Gambar siklus hidup Taenia solium (CDC, 2011)

Perjalanan hidup Taenia solium memerlukan dua vertebrata


sebagai induk semangnya. Kedua induk semang tersebut berperan
sebagai inang antara dan inang definitive. Babi merupakan dari
Taenia solium dan manusia bertindak sebagai inang definitifnya.
Namun, anjing dan manusia dapat menjadi inang antara daric acing
ini akibat autoinfeksi dan kontaminasi lingkungan. Daur hidup
Taenia solium berawal dari tertelannya telur infektif cacing ini oleh
inang antara nya (gambar 2). Telur tersebut selanjutnya akan pecah
di dalam lambung inang antaranya akibat bereaksi dengan asam
lambung. Onkosfer yang telah menetas selanjutnya melakukan
penetrasi ke dalam pembuluh darah dan ikut mengalir bersama darah
ke seluruh organ. Onkosfer tersebut akan berkembang menjadi
sistiserkus setelah mencapai otot, jaringan subkutan, otak, hati,
jantung, dan mata.
Siklus hidup Taenia solium akan berlanjut jika manusia
sebagai inang definitifnya memakan daging babi yang mengandung
sistiserkus tanpa proses pemasakan sempurna yaitu pemanasan lebih
dari 60 °C. Sistiserkus selanjutnya mengadakan invaginasi pada
dinding usus halus manusia dan berkembang menjadi cacing dewasa.
Cacing dewasa ini mulai melepaskan proglotida gravidnya dua bulan
setelah infeksi .Telur infektif yang terkandung dalam penderita
taeniasis inilah yang menjadi pencemar lingkungan.
c. Echinococcus Granulosus
 Klasifikasi dan morfologi
Echinococcus Granulosus atau sering disebut cacing pita parasit
pada anjing adalah salah satu hewan dari kelas nematode
filum Platyhelminthes. Hospes definitif dari Echinococcus
granulosus adalah hewan karnivora terutama anjing, srigala, dan lain-
lain. Sedangkan hospes perantaranya adalah manusia, kambing, domba,
sapi, dan lain-lain. Penyakit yang disebabkan oleh infeksi cestoda ini
adalah echinococcosis atau penyakit hidatidosis (disebabkan
larvanya). Echinococcus Granulosus dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :

Kelas : Cestoda
Ordo : Cyclophyllidea
Famili : Taeniidae
Genus : Echinococcus
Spesies : Echinococcus granulosus

E. granulosus adalah cacing cestoda kecil, panjangnya 2-7 mm.


Terdiri dari kepala (scolex), leher (neck) dan proglottid (3-4 segmen).
Scolex mempunyai empat alat penghisap (oral suckers), dan mempunyai
dua deret kait (hooks). Segmen terakhir (gravid proglottid), panjangnya
lebih dari setengah dari panjang total cacing dewasa dan mengandung
sekitar 5000 butir telur. Setiap telur berbentuk ovoid dengan diameter
30 – 40 mikron. Di dalam telur terdapat hexacanth embrio, yaitu embrio
yang memiliki tiga pasang kait. (Oncosphere) (MULLER, 1975)
 Daur Hidup

Cacing dewasa Echinococcus granulosus (panjangnya 3 - 6


mm) berada di usus halus hospes definitif misalnya anjing. Lalu
proglotid melepaskan telur yang keluar bersama feses. Kemudian
tertelan oleh hospes intermediate yang sesuai (biri-biri, kambing, babi,
sapi, kuda, onta) setelah itu telur menetas di usus halus dan onkosfer
keluar onkosfer menembus dinding usus dan menuju sistem peredaran
ke berbagai organ, terutama hati dan paru-paru. Di hati dan paru-paru
onkosfer berkembang menjadi kista kemudian berkembang secara
berangsur – angsur, menghasilkan protoskoleks dan anak kista yang
mengisi kista interior.
Hospes definitive dapat terinfeksi dengan cara memakan daging
hospes intermediet yang mengandung kista hidatid. Setelah tertelan,
protoskoleks melakukan vaginasi, menuju ke
mukosa usus dan berkembang menjadi cacing dewasa setelah 32
sampai 80 hari kemudian proglotid melepaskan telur. Hospes
intermediate terinfeksi dengan cara menelan telur kemudian menetas
menghasilkan onkosfer pada usus dan menjadi kista di dalam berbagai
organ.
d. Echinococcus multilocularis
 Klasifikasi dan morfologi

Kelas : Cestoda
Ordo : Cyclophyllidea
Famili : Taeniidae
Genus : Echinococcus
Spesies : Echinococcus multilocularis

Echinococcus multilocularis merupakan cacing pita kecil


cyclophyllid. Cacing ini menyebabkan penyakit Alveolar
Echinococcosis (AE), penyakit hati yang berpotensi serius dan juga
mampu menghasilkan banyak kista kecil (locules) yang menyebar ke
organ internal hewan yang terinfeksi.

 Daur hidup
Siklus hidup parasit terjadi di alam liar dan cacing dalam bentuk
dewasanya ditemukan di usus dari karnivora liar yaitu rubah yang
merupakan host definitif. Di dalam usus, parasit berkembang di antara
vili dan ketika matang menghasilkan telur atau onchosperes yang
dilepaskan ke lingkungan melalui feses. Feses tersebut menginfeksi
tanaman sehingga menjadi kotor oleh telur parasit dan inang perantara
menelan materi tumbuhan tersebut. Embrio hexacanth dilepaskan dari
oncosphere ke usus binatang pengerat bermigrasi ke hati, dimana bentuk
larva akan berkembang dalam bentuk vesikel alveolar dimana
protoscolices akan terbentuk. Apabila manusia memakan binatang
pengerat tersebut maka akan mencerna protoscolices sehingga
menimbulkan perkembangan cacing pita dewasa dalam usus.

e. Hymenolepis diminuta
 Klasifikasi dan morfologi
Class: Cestoda
Order: Cyclophyllidea
Family: Hymenolepididae
Genus: Hymenolepis
Species: Hymenolepis diminuta
Cacing dewasa panjangnya 10 – 60 cm, lebarnya 3 – 5 mm, lebih
besar dari H. nana, mempunyai 800 – 1000 proglotid. Scolexnya bulat
mempunyai rostelum dan ada 4 batil isap kecil. Proglotid lebarnya jauh
lebih besar dari panjangnya. Panjangnya 0,8 mm, dan lebarnya 2,5 mm.
Proglotid gravid mengandung uterus yang berbentuk kantong, berisi
telur yang berkelompok – kelompok.

Telur berukuran 58 x 86 mikron, berbeda dengan H. nana karena


tidak ada filamen pada kedua kutubnya. Hospes perantaranya larva
pinjal tikus dan kumbanga tepung dewasa. Dalam serangga ini embrio
yang keluar dari telurnya berkembang menjadi cysticerocoid. Manusia
terinveksi bila termakan larva pinjal atau kumbang tepung yang
mengandung cysticerocoid.

Proglatid gravid lepas dari stobila, menjadi hancur dan telurnya


keluar bersama tinja. Telurnyaa agak bulat, berukuran 60-79 mikron,
mempunyai lapisan luar yang jernih dan lapisan dalam yang
mengelilingi ontosfer dengan penebalan pada 2 kutub, tetapi tanpa
filament. Onkosfer mempunyai 6 buah kait.

Cacing dewasa hidup di rongga usus halus. Hospes perantaranya


adalah serangga berupa pinjal dan kumbang tepung. Dalam pinjal, telur
berubah menjadi larva serkoid. Bila serangga dengan sistiserkoid. Bila
serangga dengan sistiserkoid tertelan oleh hospes sefinitif maka larva
menjadi cacing dewasa di rongga usus halus.

 Daur hidup

Telur Hymenolepis diminuta yang pingsan dalam tinja dari host


definitif terinfeksi (hewan pengerat, man) . Telur yang matang tertelan
oleh hospes perantara (berbagai orang dewasa, arthropoda atau larva),
dan oncospheres dilepaskan dari telur dan menembus dinding usus dari
tuan rumah ( inang ) telur kemudian berkembang menjadi larva
cysticercoid. Spesies dari genus Tribolium host menengah umum untuk
H. diminuta. Larva cysticercoid bertahan melalui morfogenesis
arthropoda untuk dewasa. Infeksi H.diminuta diperoleh oleh host
mamalia setelah konsumsi hospes perantara yang membawa larva
cysticercoid.

Manusia dapat sengaja terinfeksi melalui konsumsi serangga


dalam sereal dimasak, atau makanan lainnya, dan langsung dari
lingkungan (misalnya , eksplorasi lisan lingkungan dengan anak-anak).
Setelah konsumsi, jaringan dari arthropoda terinfeksi dicerna
melepaskan larva cysticercoid di lambung dan usus kecil. Eversi dari
scoleces terjadi tak lama setelah larva cysticercoid dilepaskan.
Menggunakan empat pengisap pada scolex itu, parasit menempel pada
dinding usus kecil. Pematangan parasit terjadi dalam waktu 20 hari dan
cacing dewasa dapat mencapai rata-rata 30 cm. Telur dilepaskan dalam
usus halus dari proglotid gravid yang hancur setelah putus dari cacing
dewasa. Telur dikeluarkan untuk lingkungan dalam kotoran host
mamalia.

f. Hymenolepis nana
 Klasifikasi dan morfologi

Class : Cestoda

Ordo : Cyclophyllidea

Family : Hymenolepididae

Genus : Hymenolepis

Species : Hymenolepis nana


Hymenolepis nana berbentuk seperti benang dan mempunyai
ukuran terkecil jika dibandingkan dari golongan cestoda yang
ditemukan pada manusia,. Panjangnya kira-kira 25-40 mm dan lebarnya
1 mm. Terbagi atas kepala (skoleks), leher dan sederet segmen-segmen
yang membentuk rantai (strobila).
Skoleks berbentuk bulat kecil, mempunyai 4 batil isap dan
rostellum yang pendek dilengkapi dengan satu deret kait berjumlah 20-
30 kait yang berfungsi untuk melekatkan diri pada permukaan mukosa
intestin inang. Dibelakang kepala terdapat leher yang merupakan bagian
yang bersifat poliferatif untuk membentuk segmen-segmen baru.
Strobila terdiri atas proglotid-proglotid immature (segmen muda) –
mature (segmen dewasa) – dan gravid, kurang lebih 200 segmen.
Segmen dewasa (segmen mature) memiliki satu set alat reproduksi
sendiri. Lubang genital terletak unilateral, terdapat 3 testis dan 1
ovarium.
Ukuran strobila biasanya berbanding terbalik dengan jumlah
cacing yang ada dalam hospes. Strobila dimulai dengan proglotid imatur
yang sangat pendek dan sempit, lebih ke distal menjadi lebih lebar dan
luas. Pada ujung distal strobila membulat. Didalam proglotid gravid
uterus membentuk kantong mengandung 80-180 telur.
Telur keluar dari proglotid paling distal (proglotid gravid) yang
hancur. Bentuknya lonjong, mirip buah lemon (ovoid) berukuran 30-47
mikron, mempunyai lapisan kulit yang terdiri dari dua membran sebelah
dalam dengan penebalan pada kedua kutub, dari masing-masing kutub
keluar 4-8 filamen. Telur berisi embrio heksakan atau embrio dengan 3
pasang kait (onkosfer).
Penyerapan makanan melalui tegumen (bagian luar tubuh
cestoda yang berfungsi absortif dan metabolit) dan alat ekskresinya
berupa sel api (flame cell).
 Daur hidup
Cacing dewasa hidup di usus halus beberapa minggu untuk
mengalami perkembangbiakan dari proglotid immature menjadi mature
selanjutnya menjadi proglotid gravid yang mengandung banyak telur
cacing pada uterusnya. Proglotid gravid akan melepaskan diri dan bila
pecah maka keluarlah telur cacing yang bisa dikeluarkan bersama feses
manusia. Telur Cacing ini kemudian termakan oleh serangga. Cacing ini
tidak memerlukan hospes perantara. Bila telur tertelan kembali oleh
manusia (Manusia dan hewan lainnya (tikus) terinfeksi ketika mereka
sengaja atau tidak sengaja makan bahan yang terkontaminasi oleh
serangga), maka di rongga usus halus telur menetas dan membentuk
larva sistiserkoid, kemudian keluar ke rongga usus dan menjadi dewasa
dalam waktu 2 minggu atau lebih. Apabila sistiserkoid pecah maka
keluarlah skolek yang selanjutnya akan melekat pada mukosa usus.
Skolek akan berkembang lebih lanjut menghasilkan proglotid immature,
dan seterusnya berulang siklus tersebut (Proses pendewasaan kurang
lebih 2 minggu).
Orang dewasa kurang rentan dibandingkan dengan anak.
Kadang-kadang telur dapat menetas di rongga usus halus menjadi
sistiserkoid sebelum dilepaskan bersama tinja. Keadaan ini disebut
autoinfeksi internal. Autoinfeksi dapat terjadi pada infeksi Hymenolepis
nana, dimana telur mampu mengeluarkan embrio hexacanth mereka
yang kemudian menembus villus dan meneruskan siklus infektif
tanpa melalui lingkungan luar. Hal ini menyebabkan cacing dapat
memperbanyak diri dalam tubuh hospes. Masa hidup cacing dewasa
adalah 4-6 minggu, tetapi autoinfeksi internal memungkinkan infeksi
bertahan selama bertahun-tahun. Cacing di dalam usus dapat mencapai
jumlah 1.000 sampai 8.000 ekor pada seorang penderita.

Dapus : Irnanigtyas. 2013. Buku Ajar Biologi. Penerbit Erlangga. Jakarta

Firdika Arini, 2014. Echinococcus granulosus. Dikutip dari


https://www.slideshare.net/firdikaarini/bab-i1-41442772. diakses pada 1
Desember 2018

Firda Novidyawati dan Yudha Nurdian. 2017. Lesi otak akibat Infeksi
Echinococcus granulosus.
https://www.researchgate.net/publication/319701088_Lesi_Otak_Akibat_Infek
si_Echinococcus_granulosus pada tanggal 1 desember 2018

Anda mungkin juga menyukai