Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Cacing dalam klas cestoidea disebut juga cacing pita karena bentuk
tubuhnya yang panjang dan pipih menyerupai pita. Cacing ini tidak mempunyai
saluran pencernaan ataupun pembuluh darah. Tubuhnya memanjang terbagi atas
segmen-segmen yang disebut proglotida dan segmen ini bila sudah dewasa berisi
alat reproduksi jantan dan betina.
Ukuran cacing dewasa pada Cestoda bervariasi dari yang panjangnya
hanya 40 mm sampai yang panjangnya 10-12 meter. Cestoda adalah cacing
hermafrodit. Cacing ini terdiri atas scolex (kepala) yang berfungsi sebagai alat
untuk mengaitkan diri pada dinding intestinum. Di belakang scolex terdapat leher,
merupakan bagian cacing yang tidak bersegmen. Di belakang leher tumbuh
proglotid yang semakin lama semakin banyak yang menyebabkan cacing menjadi
semakin panjang dan bersegmen-segmen.
Setiap proglotid (segmen) dilengkapi dengan alat reproduksi (jantan dan
betina). Semakin jauh dari scolex, proglotidnya semakin tua sehingga proglotid
yang paling ujung seolah olah hanya sebagai kantung telur saja sehingga disebut
proglotid gravida. Proglotid muda selalu dibentuk dibelakang leher, sehingga
proglotid tua akan didorong semakin lama semakin jauh letaknya dari scolex.
Seluruh cacing mulai scolex, leher, sampai proglotid yang terakhir disebut
strobila. Cestoda berbeda dengan nematoda dan trematoda, tidak memiliki usus.
Makanan masuk dalam tubuh cacing karena diserap oleh permukaan tubuh
cacing.
Cestoda atau cacing pita kebanyakan darinya adalah parasit. Hampir
semua merupakan endoparasit dengan hidup dalam sistem pencernaan pada
vertebrata dan larvanya ada di dalam jaringan vertebrata dan invertebrata. Tidak
ada sistem pencernaan yang didalamnya terdapat termatoda sederhana seperti
cacing pita dan nutrisi diserapnya melalui permukaan tubuhnya. Kebanyakan
cacing pita berbentuk seperti pita dan terdiri dari banyak segmen yang disebut
proglotid. Walau bagaimanapun segmen-segmen tersebut tidak seperti segmen

1
yang terdapat pada segmen hewan tak bertulang belakang yang lebih tinggi
tingkatannya, seperti anelida. Cacing pita dewasa biasanya terdiri atas
kepala/scolex, leher yang pendek, dan deretan proglotid yang disebut strobila.
Kepala biasanya dilengkapi oleh sepasang alat penghisap dan kadang-
kadang punya hooklets. Leher tumbuh dari bagian posterior dan berakhir pada
bagian ujung dimana tidak terdapat segmen lagi. Proglotid bertambah ukurannya
karena ada kontraksi dan bermacam-macam sistem organ pada tubuhnya.
Proglotid biasanya memiliki alat kelamin baik dibagian lateral maupun
pada permukaan, tetapi beberapa spesies punya bagian yang terpisah untuk
keduanya. Tubuhnya ditutupi kutikula karena termatoda dan organ internal
ototnya merupakan sel parenkim yang juga mengandung kapur. Melingkar,
lonitudinal, transversal dan otot dorsal-ventral ada pada trematoda dan tiga
syarafnya terikat pada bagian kepala yang berasal dari serabut syaraf longitudinal.
Sistem eksresinya sama seperti apa yang ada pada trematoda.
Cacing pita merupakan hermaprodit. Organ reproduktifnya berbeda
misalnya pada taenia organ reproduksi digambarkan untuk mengidentifikasi
karakteristiknya. Masing-masing proglotid memiliki sepasang organ reproduksi
yang lengkap, yaitu ovarium dan testis, sehingga dapat mengadakan pembuahan
sendiri. Walaupun populasinya sudah diketahui diantara segmen-segmen tapi
sering kali terjadi pembuahan silang pada cacing pita yang berbeda. Dibeberapa
spesies sel telur dilepaskan dari pori genital, tetapi dikebanyakan spesies sel telur
disimpan dalam segmen-segmennya sebagai “gravid”, yang terpisah pada tiap
lembar segmen didalam feses inang. Elur dalam segmen-segmen ini mengandung
embrio yang dapat berkembang menjadi onchosper, ini semua dapat berkembang
terus menerus hanya ketika mencerna dirinya sendiri. Onchosper berasal dari telur
dan lubang yang terdapat dari dinding usus didalam ronga tubuh atau pada
jaringan tertentu . onchosper pada cestoda yang lebih rendah berbentuk seperti
benang, dimana proscescoidnya berkembang pada inang yang kedua. Larva
tertentu pada cestoda yang lebih tinggi disebut cysticerciod yang mempunyai
rongga walaupun belum sempurna dan masih dalam proses pembentukan ekor.

2
Rongga yang sebenarnya sudah ada pada : cysticercus dibagian kepala, coenurus
yang besar dan berasal dari hidatid.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang di atas diperoleh rumusan masalah


sebagai berikut :
1. Apa jenis cestoda yang ada pada anjing?
2. Bagaimana taksonomi dari setiap jenis cestoda yang ada pada anjing?
3. Dimana predileksi dari setiap jenis cestoda yang ada pada anjing?
4. Bagaimana morfologi dari setiap jenis cestoda yang ada pada anjing?
5. Bagaimana siklus hidup dari setiap jenis cestoda yang ada pada anjing?

1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah, diperoleh tujuan penulisan sebagai berikut :


1. Untuk mengetahui jenis cestoda yang ada pada anjing.
2. Untuk mengetahui taksonomi dari setiap jenis cestoda yang ada pada anjing.
3. Untuk mengetahui predileksi dari setiap jenis cestoda yang ada pada anjing.
4. Untuk mengetahui morfologi dari setiap jenis cestoda yang ada pada anjing.
5. Untuk mengetahui siklus hidup dari setiap jenis cestoda yang ada pada anjing.

1.4. Manfaat Penulisan


1. Mahasiswa dapat mengetahui jenis cestoda yang ada pada anjing.
2. Mahasiswa dapat mengetahui taksonomi dari setiap jenis cestoda pada anjing.
3. Mahasiswa dapat mengetahui predileksi dari setiap jenis cestoda pada anjing.
4. Mahasiswa dapat mengetahui morfologi dari setiap jenis cestoda pada anjing.
5. Mahasiswa dapat mengetahui siklus hidup dari setiap jenis jenis cestoda pada
anjing.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

3
2.1. Definisi Cestoda

Cestoda atau cacing pita merupakan cacing berbentuk pipih yang hidup
parasit.dikepala cacing pita terdapat kait yang mengait pada usus organisme
inang. Tidak seperti cacing lainya, cacing pita memiliki tubuh yang terbagi
menjadi beberapa bagian yang disebut proglotid. Cacing pita harus terus membuat
proglotid baru dibelakang kepalanya. Proglotid adalah calon individu baru , sama
dengan satu individu yang utuh. Cacing pita bervariasi dalam hal panjang
danbanyaknya proglotid dalam tubuh. (Fikctor et Moekti. 2011).

2.2 Morfologi umum Cestoda:

Cacing dewasa yang keluar dari usus manusia berwarna gading,


panjangnya dapat sampai 10 M dan terdiri atas 3000-4000 buah proglotid, tiap
proglotid mempunyai alat kelamin jantan dan betina yang lengkap. Telur
mempunyai operculum berukuran 70 x 45 mikron, dikeluarkan melalui lubang
uterus proglotid gravid dan ditemukan dalam tinja. Telur menetas dalam air. Larva
disebut korasidium dan dimakan oleh hospes perantara pertama, yaitu binatang
yang termasuk Copepoda seperti Cyclops dan Diaptomus. Dalam hospes ini larva
tumbuh menjadi proserkoid, kemudian Cyclops dimakan hospes perantara kedua
yaitu ikan salem dan proserkoid berubah menjadi larva pleroserkoid atau disebut
sparganum. Bila ikan tersebut dimakan hospes definitif misalnya manusia
sedangkan ikan itu tidak dimasak dengan baik, maka sparaganum di rongga usus
halus tumbuh menjadi cacing dewasa (Departemen Parasitologi FKUI, 2008).
Cacing ini tergolong Pseudophyllidae yang terdapat sebagai cacing
dewasa pada manusia. Panjangnya sampai 10 m, terdiri dari 3000-4000 proglotid
Genital pore dan uterin pore terletak di sentral dari proglotid. Telur mempunyai
operkulum yang berisi sel telur. Telur dikeluarkan bersama tinja. Dalam air, sel
telur menjadi onkosfer dan telur menetas lalu keluar korasidium yaitu embrio
yang bersilia. Korasidium dimakan oleh HP I yaitu Cyclops atau Dioptomus. Di

4
dalam tubuh HP I, korasidium berubah menjadi procercoid. Bila Cyclops atau
Dioptomus yang mengandung procercoid dimakan oleh ikan sebagai HP II, maka
procercoid akan tumbuh menjadi plerocercoid (sparganum) yang merupakan
bentuk infektif .
Bersifat hermafrodit. Cacing dewasa panjangnya dapat mencapai 10
(sepuluh) meter. Menempel pada dinding intestinum dengan scolex. Panjang
scolex dengan lehernya 5-10 mm jumlah proglotidnya bisa mencapai 3.000 (tiga
ribu) atau lebih. Satu cacing bisa mengeluarkan 1.000.000 (satu juta) telur setiap
harinya.Telur Diphyllobothrium latum harus jatuh kedalam air agar bisa menetas
menjadi coracidium. Coracidium (larva) ini harus dimakan oleh Cyclops atau
Diaptomus untuk bisa melanjutkan siklus hidupnya. Didalam tubuh Cyclops larva
akan tumbuh menjadi larva procercoid. Bila Cyclops yang mengandung larva
procercoid dimakan oleh ikan tertentu (intermediate host kedua), maka larva
cacing akan berkembang menjadi plerocercoid. Plerocercoid ini akan berada
didalam daging ikan.Bila daging ikan yang mengandung plerocercoid ini dimakan
manusia, maka akan terjadi penularan. Di dalam intestinum manusia, plerocercoid
akan berkembang menjadi cacing dewasa (Entjang, 2001).

2.3 Siklus Hidup Cestoda

Siklus hidup cestoda cacing pita mirip dengan cacing pipih, mereka
melibatkan satu,dua atau tiga organisme inang. Beberapa cacing pita pada
manusia dapat ditularkan melalui daging babi yang tidak terinfeksi dan tidak
dimasak dengan baik, daging terrsebut mengandung larva cacing pita. Contoh
cacing pita yang biasa dikenal adalah Taeniasolium dan Taeneasaginata. Larva
Taeneasolium hidup di tubuh babi, sedangkan larva Taeneasaginata hidup di
tubuh sapi. (Fikctor et Moekti. 2011).Secara langsung: melalui larva infektif dan
telur infektif.
Telur menetas (diluar tubuh hospes) menghasilkan L1, kemudian melewati
dua kali ekdisis (ganti selubung) menjadi L2 dan L3. Stadium L3 disebut stadium

5
infektif, karena kalau termakan oleh hospes akan berkembang menjadi cacing
dewasa. Sedangkan L1 dan L2 walaupun sama-sama termakan tidak akan menjadi
dewasa. Ada pula L3 yang selain infektif melalui mulut (termakan) bisa pula
menembus kulit. Secara tidak langsung: melalui hospes intermedier.

BAB III
PEMBAHASAN

2.1 Diphyllobothrium Latum

6
Gamba
r 1(Cacing Diphyllobothrium Latum)

2.1.1 Klasifikasi Diphyllobothrium Latum

Kingdom : Animalia Ordo : Pseudophyllidea


Phyllum : Platyhelminthesis Family : Dyphyllobothriidae
Class : Cestoda Genus : Dyphyllobothrium
Subclass : Eucestoda Spesies: Dyphyllobothrium latum

2.1.2 Morfologi Diphyllobothrium Latum

 Panjangnya mencapai ±900 cm, lebar 2,5 cm.


 Terdiri atas 4000 proglotid.
 Mempunyai sepasang celah penghisap (bothria) di bagian ventral dan dorsal
pada skoleks.
 hermafrodit

2.1.3 Siklus Hidup Diphyllobothrium Latum

Telur keluar melalui feses dan berkembang membentuk embrio yang akan
berkembang menjadi coracidium dalam waktu 8 hari sampai beberapa minggu
bergantung suhu lingkungan. Coraciudium keluar melalui operkulum telur dan
coracidium yang berisilia berenang mencari hospes intermedier ke 1 dari jenis
Copepoda crustacea termasuk genus Diaptomus. Segera setelah masuk kedalam
usus krustasea tersebut, coracidium melepaskan silianya dan penetrasi melalui

7
dinding usus dan masuk ke haemocel (sistem darah) krustasea menjadi parasit
dengan memakan sari makana dalam tubuh krustasea tersebut. Selama sekitar 3
minggu coracidium berkembang dan bertambah panjang sampai sekitar 500 um
dan disebut procercoid dan tidak berkembang lagi dalam tubuh krustasea tersebut.
Bila krustasea dimakan ikan air tawar sebagai hospes intermedier ke 2, procercoid
ada dalam usus ikan dan menembus melalui dinding intestinum masuk kedalam
istem muskularis dan berparasit dengan memakan unsur nutrisi dari ikan tersebut
dan procercoid berkembang menjadi plerocercoid. Plerocercoid berkembang dari
beberapa mm menjadi beberapa cm. Plerocercoid akan terlihat pada daging ikan
mentah yang berwarna putih dalam bentuk cyste. Bila daging ikan tersebut
dimakan anjing, cacing berkembang dengan cepat dan menjadi dewasa serta
mulai memproduksi telur pada 7-14 hari kemudian.

Gambar 2(Siklus Hidup Diphyllobothrium Latum)

2.2 Dipylidium caninum

Dipylidium caninum ,juga disebut cacing pita atau double-pore dog tapew
organismeorm adalah cestoda yang menginfeksi anjing,kucing, dan pemilik
hewan peliharaan.( Anonimous.2014). Cacing ini juga terdapat pada manusia,
terutama anak-anak,pada tahun 1962 sejumlah 32 kasus pada manusia dilaporkan
di AS. Dipylidium caninum terdapat pada usus halus, (Levine.1994.).

8
Dipylidium caninum adalah parasit di seluruh dunia dari anjing dan
kucing yang membutuhkan hospes perantara untuk berkembang. Oleh karena itu
jangkauan tergantung pada ketersediaan kedua hospes tersebut, serta kemampuan
untuk bertahan hidup di luar hospes sampai tertelan oleh pinjal. (Roberts dan
Janovy, 1996)

Gambar 3 Gambar 4
(Telur Cacing Dipylidium caninum) (Cacing Dipylidium caninum)

2.2.1 Klasifikasi Dipylidium caninum

Kingdom : Animalia Family : Dipylidiidae


Phylum : Platythelminthes Genus : Dipylidium
Class : Cestoda Species: Dipylidiumcaninum
Ordo : Cyclophyllidea

2.2.2 Morfologi Dipylidium caninum

Cappel dkk.,1990;Roberts dan Janovy, 1996 mengatakan Caninum


dipylidium adalah cacing pipih panjang sekitar 40 sampai 50 cm.Menurut Sutanto
dkk.Panjang cacing ini sekitar 25 cm.Sedangkan menurut Natadisastra,dkk.2009,
cacing dewasa berukuran kurang lebih 15-17 cm,memiliki 60-175 proglotid.
Skolek berbentuk belah ketupat dengan 4 batil hisap lonjong dan menonjol,serta
sebuah rostellum seperti kerucut refraktil yang dilengkapi 30-150 kait tersusun
menurut garis transversal.Proglotid gravid berukuran 12x3 mm,dipenuhi telur

9
yang bermembran , setiap kapsul berisi 8-20 butir telur. Proglotid hamil ini dapat
aktif keluar anus atau keluar bersama tinja satu persatu atau berkelompok 2-3
proglotid.Telur mengandung embrio yang tidak tahan terhadap kekeringan.
Didalam hospes perantara, oncospher akan berkembang menjadi larva
cysticercoid yang berekor.Manusia tertular secara kebetulan jika tertelan kutu
kucing atau anjing yang mengandung larva.

2.2.3 Siklus Hidup Dipylidium caninum

Proglottids gravid dilewatkan utuh dalam tinja atau muncul dari daerah
perianal dari hospes (1). Selanjutnya mereka menjadi paket telur khas(2) . Pada
kesempatan langka, proglotid pecah dan paket telur terlihat pada sampel tinja.
Setelah menelan telur oleh host ( tahap larva dari anjing atau kucing
(Ctenocephalidesspp), Sebuah oncosphere dilepaskan ke usus kutu itu.
Oncosphere menembus dinding usus , menyerang hemocoel serangga ( rongga
tubuh) , dan berkembang menjadi larva cysticercoid(3) . Larva berkembang
menjadi dewasa , dan kutu yang terdapat cysticercoid infektif (4). Vertebrata
inang terinfeksi dengan menelan kutu dewasa yang mengandung cysticercoid
tersebut(5).Anjing adalah hospes definitif utama untuk Dipylidium caninum.
Host potensial lainnya termasuk kucing,rubah, dan manusia ( kebanyakan
anak-anak)(6)(7). Manusia mendapatkan infeksi dengan menelan kutu yang
terkontaminasi cysticercoid. Dalam usus halusdari vertebrata, inang cysticercoid
berkembang menjadi cacing pita dewasa yang mencapai kematangan sekitar 1
bulan setelah infeksi(8). Cacing pita dewasa(berukuran panjang sampai 60 cm
dan 3 mm lebar ) berada di usus halus dari hospes. Mereka menghasilkan
proglotid ( atau segmen ) yang memiliki dua pori-pori genital ( maka nama"
double-berpori" cacing pita ). proglotid matang, menjadi gravid, melepaskan diri
dari cacing pita, dan bermigrasi ke anus atau lulus dalam tinja(1).
(Anonimos.2014).

10
Gambar 5 (Siklus hidup Bunostomum phlebotomum)

2.3 Echinococcus Spp

Gambar6 (Cacing Echinococcus Spp)

2.3.1 Klasifikasi Cacing Echinococcus Granulosus

Kingdom :Animalia Famili :Taeneidea


Filum :Platyhelminthes Genus :Echinococcus
Kelas :Caestoda Spesies :Echinococcus Granulosus
Ordo :Cyclophyllidea

11
Cacing Echinococcus Granulosus dikenal sebagai cacing pita anjing.
Secara morfologi, cacing pita ini memiliki ukuran yang kecil (3-8mm) dan pada
bagian scolexnya terdapat 4 buah batil isap yang menonjol yang dilengkapi
dengan rostellum berkait dalam dua baris (Natadisastra, 2009).
Menurut situs The Animal Diversity.

2.3.2 Morfologi Echinococcus Granulosus

 Cacing dewasa adalah cacing kecil yang berukuran 3-6 mm.


 Skoleks bukat, dilengkapi 4 batil isap dan rostelum dengan kait-kait,
mempunyai leher.
 Mempunyai 1 proglotid imatur, 1 proglotid matur, 1 proglotid gravid

2.3.3 Siklus Hidup Echinococcus Granulosus

Siklus hidup Echinococcus granulosus dimulai dari cacing dewasa


(panjang 3-6 mm) tinggal dalam usus kecil hospes definitif (anjing, serigala,
kucing). Proglotid yang matang (gravid) akan melepaskan telur dan dikeluarkan
bersama feses hospes defi nitif. Jika termakan oleh hospes perantara yang cocok
(di alam: domba, lembu, unta, babi, kuda), telur pecah di usus kecil, melepaskan
onkosfer yang berpenetrasi ke dinding usus dan bermigrasi mengikuti sistem
sirkulasi ke organ, terutama hati dan paru. Pada hati dan paru, onkosfer akan
berkembang menjadi kista, perlahan-lahan membesar dan menghasilkan
protoskoleks dan kista anak (daughter cyst), yang kemudian mengisi ruang kista.
Hospes definitif akan terinfeksi jika memakan organ hospes perantara
yang terinfeksi kista. Di usus, protoskoleks mengalami evaginasi dengan
menempel pada dinding usus menjadi cacing dewasa (32-80 hari). Siklus hidup
yang sama juga terjadi pada E. multilocularis (ukuran cacing dewasa 1,2 – 2,7
mm), E. oligarthrus (ukuran cacing dewasa 2,9 mm), dan E. vogeli (ukuran cacing
dewasa 5,6 mm), tetapi berbeda hospes defi nitifnya dan hospes perantaranya.3-5

12
Gambar 7 (Siklus Hidup Echinococcus Granulosus )

2.4 Echinococcus multilocularis

Cacing dewasa E. multilocularis hidup pada hospes defi nitif: rubah


(Vulpes vulpes, Vulpes ferrilata, Vulpes corsac, Alpex lagopus), serigala ( C.
latrans), lynx (Lynx spp), felis (Felis silvertris), rakun (Nyctereutes
procyonoides), dan jackal. Hewan pengerat (Microtus spp), termasuk mencit,
merupakan hospes perantara. Parasit ini menyebabkan alveolar echinococcosis
(AE) yang pernah dilaporkan di Eropa Tengah, Rusia, Asia Tengah, Cina, Kanada
Barat dan Utara, Alaska Barat. Data kasus AE pada manusia sulit dievaluasi
karena rendahnya prevalensi, periode asimptomatik yang lama sehingga identifi
kasi kejadian infeksi berdasarkan tempat dan waktu sulit dilakukan. Data annual
incidence daerah endemik di Eropa menunjukkan peningkatan (0,1/100.000 di
tahun 1993-2000 dan 0,26/100.000 di tahun 2001-2005).10,11 Penyebaran parasit
E. multilocularis dapat menyebar ke daerah nonendemik di Amerika Utara dan
kepulauan Hokkaido Jepang karena migrasi dan relokasi hewan rubah. Para
pemburu bisa terinfeksi AV karena sering kontak dengan rubah yang diambil
bulunya.

13
Gambar 8 Gambar 9
(Echinococcus multilocularis dewasa) (Telur Echinococcus multilocularis)

2.4.1 Klasifikasi cacing Echinococcus multilocularis

Kingdom : Animalia Family : Taeniidae


Phylum : Platyhelminthes Genus : Echinococcus
Class : Cestoda Species : Echinococcus multilocularis
Ordo : Cyclophylidea

2.4.2Morfologi Echinococcus Multilocularis


 Cacing dewasa sangat mirip dengan E. granulosus, tetapi ukurannya lebih
kecil, panjangnya hanya 1,2-3,7 mm.
 Sedikit menghasilkan proto scolex.
 Kista berupa hydati dalveolaris dengan ciri-ciri:
- Membran berlapis tipis
- Berlubang seperti bunga karang

2.4.3 Siklus Hidup Echinococcus Multilocularis


Hampir sama dengan Echinococcus granulosus, hanya saja hospes
perantaranya yang berbeda. Telur dikeluarkan bersama tinja anjing atau carnivora
lainnya. Bila telur tertelan oleh hospes perantara yang sesuai seperti mencit

14
lading, tupai tanah atau manusia maka embrio yang dikeluarkan menembus
dinding usus, masuk ke dalam saluran limfe atau vena kecil di mesentrium, dan
dengan aliran darah di bawa ke berbagai bagian tubuh terutama hati, paru, otak,
ginjal, limpa, otot, tulang, dan lain-lain. Bila tidak dirusak oleh sel fagosit, kait-
kaitnya menghilang, embrio tersebut mengalami vesikulasi di tengah, dan dalam
waktu lima bulan menjadi kista hidatid dengan ukuran diameter kira-kira
10mm. Bila kista hidatid ini termakan anjing atau kucing, maka kista ini akan
mengeluarkan protoscolex yang berkembang di usus halus menjadi cacing
dewasa (Onggowaluyu, 2002).

2.5 Taenia Fisiformis

Gambar 10 Gambar 11
(Cacing Taenia Fisiformis) (Telur cacing Taenia Fisiformis)

2.5.1 Klasifikasi Taenia Fisiformis


Kingdom : Animalia Family : Taeniidae

Phylum : Platyhelminthes Genus : Taenia


Class : Cestoda Species :Taenia saginata
Ordo : Cyclophyllidea

2.5.2 Morfologi Taenia Fisiformis

Telur dibungkus embriofor, yang bergaris-garis radial, berukuran 30-40 x


20-30 mikron, berisi suatu embrio heksakan yang disebut onkosfer. Telur yang

15
baru keluar dari uterus masih diseliputi selaput tipis yang disebut lapisan luar
telur. Sebuah proglotid gravid berisi kira-kira 100.000 buah telur. Waktu proglotid
terlepas dari rangkaiannya dan menjadi koyak, cairan putih susu mengandung
banyak telur mengalir keluar dari sisi anterior proglotid tersebut, terutama bila
proglotid berkontraksi waktu gerak.
Skoleks hanya berukuran 1-2 milimeter, mempunyai empat batil isap
dengan otot-otot yang kuat, tanpa kait-kait. Strobila terdiri dari rangkaian
proglotid yang belum dewasa (imatur) yang dewasa (matur) dan yang
mengandung telur atau disebut gravid. Pada proglotid yang belum dewasa, belum
terlihat struktur alat kelamin yang jelas. Pada proglotid yang dewasa terlihat
struktur alat kelamin seperti folikel testis yang berjumlah 300-400 buah, tersebar
di bidang dorsal. Vasa eferensnya bergabung untuk masuk ke rongga kelamin
(genital atrium), yang berakhir di lubang kelamin (genital pore). Lubang kelamin
ini letaknya selang-seling pada sisi kanan atau kiri strobila. Di bagian posterior
lubang kelamin, dekat vas deferens, terdapat tabung vagina yang berpangkal
pada ootip.
Ovarium terdiri dari 2 lobus, berbentuk kipas, besarnya hampir sama.
Letak ovarium di sepertiga bagian posterior dari proglotid. Vitelaria letaknya di
belakang ovarium dan merupakan kumpulan folikel yang eliptik. Uterus tumbuh
dari bagian anterior ootip dan menjulur kebagian anterior proglotid. Setelah uterus
ini penuh dengan telur, maka cabang-cabangnya akan tumbuh, yang berjumlah
15-30 buah pada satu sisinya dan tidak memiliki lubang uterus (porus uterinus).
Proglotid yang sudah gravid letaknya terminal dan sering terlepas dari strobila.
Proglotid ini dapat bergerak aktif, keluar dengan tinja atau keluar sendiri dari
lubang dubur (spontan). Setiap harinya kira-kira 9 buah proglotid dilepas.
Proglotid ini bentuknya lebih panjang dari pada lebar.

2.5.3 Siklus hidup Taenia Fisiformis

Kelinci itu menelan telur. Telur menetas di usus kecil dan cacing pita larva
menerobos melalui dinding usus dan melakukan perjalanan ke hati melalui darah.

16
The cysticercus berkembang di hati selama 2 sampai 4 minggu kemudian masuk
ke dalam rongga peritoneal di mana menempel pada visera. Ketika anjing itu
memakan kelinci dan mencerna cysticercus, protoscolex menempel pada dinding
usus kecil dan cacing mulai membentuk proglottida. Proglottida gravid
mengandung telur, lepas dari ujung cacing dan pingsan pada tinja.

17
BAB IV
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Cestoda atau cacing pita merupakan cacing berbentuk pipih yang


hidup parasit.dikepala cacing pita terdapat kait yang mengait pada usus organisme
inang. Tidak seperti cacing lainya, cacing pita memiliki tubuh yang terbagi
menjadi beberapa bagian yang disebut proglotid.

Ada beberapa cestoda pada anjing di antaranya Diphyllobothrium Latum,


Dipylidium caninum, Echinococcus Spp, Echinococcus multilocularis, Taenia
Fisiformis

3.2 Saran

Telah dipaparkan diatas tentang beberapa jenis cestoda yang dapat


menyerang hewan ruminansia salah satu contohnya pada anjing. Tentunya,
cestoda tersebut termasuk parasit yang tidak hanya menyerang anjing saja
melainkan dapat menginfeksi semua hewan. Sebagai dokter hewan yang
professional, tentunya kita harus mengetahui macam-macam parasit yang sudah
pasti akan menginfeksi hewan agar dengan mudah dapat mengetahui gejala dan
pengobatannya.

18
DAFTAR PUSTAKA

Chappell, C., J. Enos, H. Penn. 1990. Dipylidium caninum, an underrecognized


infection in infants and children. Pediatric Infectious Disease Journal, 9(10): 745-7.

Departemen Parasitologi FKUI. 2008. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran Edisi


Keempat. FKUI: Jakarta

Fikctor et Moekti. 2011. Praktis Belajar Biologi. Jakarta : Visindo Media Persada
Levine.1994.Parasitologi Veteriner.Gajah Mada University Press.

Natadisastra,D dan Ridad, A. 2009. Parasitologi kedokteran ditinjua dari organ


tubuh yang diserang. Jakarta: ECG

Roberts, L., J. Janovy. 1996. Foundations of Parasitology 6th edition. USA:


McGraw-Hill.

Sutanto,I,Ismid.I.S,Sjarifuddin.P.K,Sungkar.S.2008.Parasitologi Kedokteran Jakarta:


ECG

Natadisastra,2009. Parasitologi kedokteran:ditinjau dari organ tubuh yang diserang.


Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Situs The Animal Diversity

Moro PL, Schantz PM. Echinococcosis: historical landmarks and progress in research
and control. Ann Trop Med Parasitol 2006;100:703-14. 10.

Romig T, Dinkel A, Mackenstedt U. The present situation of echinococcosis in


Europe. Parasitol Int 2006;55:S187-91

19

Anda mungkin juga menyukai