Anda di halaman 1dari 9

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Filum Platyhelminthes merupakan kelompok cacing pipih, dapat berbentuk
pipih seperti daun atau pipih panjang seperti pita. Bentuk pipih seperti daun,
termasuk dalam kelas Trematoda. Kelas Trematoda biasanya tidak memiliki
rongga badan, bersifat hermafrodit, alat pencernaan buntu, dan umumnya telur
memiliki operkulum. Bentuk pipih dan panjang seperti pita disebut cacing pita.
Cacing pita bagi manusia dan hewan termasuk ke dalam subkelas Cestoda dari
kelas Cestoidea. Kelas ini umumnya tidak memiliki rongga badan, tidak memiliki
alat pencernaan makanan dan bersifat hermafrodit atau berkelamin ganda
(Natadisastra dan Ridad, 2009).
Bentuk tubuh Platyhelminthes beragam, dari yang berbentuk pipih
memanjang, seperti pita maupun seperti daun. Bagian tubuhnya ada yang tertutupi
oleh lapisan epidermis bersilia yang tersusun oleh sel-sel sinsitium pada classis
Turbellaria dan ada juga yang tertutup oleh kutikula pada classis Trematoda dan
Cestoda. Kerangka luar dan dalam sama sekali tidak ada sehingga tubuhnya lunak.
Bagian yang keras hanya ditemukan pada kutikula, duri, dan gigi pencengkram.
Tubuhnya tidak mempunyai rongga tubuh atau acoela. Ruangan-ruangan di dalam
tubuh yang ada diantara berbagai organ terisi dengan mesenkim yang biasanya
disebut parenkim (Tjay dan Kirana, 2015).
Habitat Platyhelminthes adalah di laut, perairan tawar, dan daratan yang
lembap. Platyhelminthes yang hidup tidak parasit biasanya berlindung dibawah
bebatuan, daun, mata air, dan lain-lain. Sedangkan Platyhelminthes yang parasit
membutuhkan beberapa macam inang untuk kelangsungan hidupnya. Ada yang
hidup di ternak mammalia, peredaran darah manusia, kantung kemih katak, otot
babi, unggas, dan beberapa jenis vertebrata lainnya (Astuti, 2007).
Platyhelminthes tidak memiliki anus atau sistem pembuangan. Pengeluaran
dilakukan melalui mulut sedangkan sisa makanan berbentuk cair dikelurkan
melalui permukaan tubuhnya. Sistem saraf pada filum platyhelminthes hampir
sama dengan sistem saraf pada Coelenterata, yaitu dapat bergerak aktif karena

Universitas Sriwijaya
adanya sistem saraf dan sistem indra. Pada cacing hati terdapat dua bintik mata
pada bagian kepalanya. Bintik mata tersebut mengandung pigmen yang disebut
oseli. Indra peraba pada Planaria disebut aurikula atau telinga, ada juga yang
memiliki organ keseimbangan dan organ untuk mengetahui arah aliran air
(Tjay dan Kirana, 2015).
Kebanyakan platyhelminthes hidup sebagai parasit, pada umunya filum ini
akan merugikan manusia, selain merugikan manusia, ada pula cacing pita yang
merugikan domba dan anjing, dahulu banyak orang-orang Cina, Jepang dan Korea
yang menderita karena penyakit parasit, clonorchis, disamping belum berkembang
ilmu kesehatan, maka mereka juga suka makan ikan mentah atau setengah
matang. Fasciola hepatica hidup parasit di dalam empedu atau dalam pembuluh
darah hati manusia dan hewan ternak seperti sapi, babi, kerbau, dan domba
(Harti, 2010).
Platyhelminthes dapat di klasifikasi menjadi empat kelas, yaitu Turbellaria
atau cacing berambut getar, yaitu cacing yang hidup bebas dan bergerak dengan
bulu getarnya, Trematoda atau cacing isap yang mempunyai alat pengisap dan alat
kait untuk melekatkan diri pada inangnya, Cestoda atau cacing pita dan
Monogenea merupakan cacing pipih yang memiliki usus bercabang-cabang
menuju seluruh tubuh sehingga peredaran makanan tidak melalui pembuluh darah,
tetapi langsung diedarkan dan diserap tubuh dari cabang usus tersebut
(Fried dan George, 2005).
Planaria dikenal sebagai hewan hermafrodit. Individu planaria yang
bereproduksi secara seksual atau sexual strain mampu membentuk organ
reproduksi yang berkembang pasca masa embrional, sedangkan individu yang
bereproduksi secara aseksual atau asexual strain, gagal membentuk organ
reproduksi sehingga mutlak bereproduksi melalui pembelahan transversal. Hal
lain yang memungkinkan adalah diduga planaria di perairan tersebut lebih
memilih moda reproduksi aseksual daripada seksual karena didominasi oleh
planaria asexual strain (Palupi et al., 2015).

1.2. Tujuan Praktikum


Praktikum ini bertujuan untuk mengamati dan mengenal ciri morfologi
beberapa spesies anggota filum Platyhelminthes.

Universitas Sriwijaya
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Platyhelminthes


Platyhelminthes merupakan hewan triploblastik yang paling sederhana,
tetapi kompleksitasnya berada pada tingkat organ, dibandingkan dengan Cnidaria
dan Ctenophora yang berada pada tingkat jaringan. Asal usul nenek moyang
Platyhelminthes belum diketahui dengan jelas. Ke-15.000 spesies yang ada
biasanya dibagi-bagi kedalam empat kelas terpisah. Tubuh Platyhelminthes
memiliki tiga lapisan embrional, yaitu ektoderma, mesoderma, dan endoderma.
Endoderm membatasi rongga gastrovaskuler. Diantara ekstoderm dan endoderm
terdapat lapisan mesoderm. Mesoderm terdiri dari jaringan ikat yang longgar.
Pada mesoderm terdapat organ-organ misalnya organ kelamin jantan dan betina
(Fried dan George, 2005).

2.2. Karakteristik Platyhelminthes


Platyhelminthes mempunyai alat kelamin yang tidak terpisah (hermafrodit),
artinya dalam satu spesies terdapat alat reproduksi jantan maupun betina kecuali
pada beberapa familia dari Digenia. Sistem reproduksi pada kebanyakan cacing
pipih sangat berkembang dan kompleks. Cacing ini sudah mulai maju dalam hal
sistem ekskresinya walaupun masih sangat sederhana. Platyhelminthes sudah
memiliki alat-alat pencernaan yang mendukung sistem pencernaannya antara lain
terdiri dari mulut, faring, dan usus, walaupun pada classis tertentu ada yang tidak
memiliki mulut yaitu Cestoda (Tjay dan Kirana, 2015).
Cacing pipih (Filum Platyhelminthes) mempunyai sistem ekskresi tubuler
yang disebut sebagai protonefridia. Protonefridium adalah suatu jaringan kerja
tubula tertutup yang tidak mempunyai pembukaan internal. Tubula ini bercabang
diseluruh tubuh, dan cabang paling kecil ditudungi oleh unit seluler yang disebut
sebagai sebuah bola-api atau flame bulb. Bola-api ini mempunyai berkas silia atau
rambut getar yang menjulur kedalam tubula. Pergerakan rambut getar itu
memberikan gaya yang akan menarik air dan zat terlarut dari cairan interestisial
melalui bola-api dan masuk ke dalam sistem tubula (Campbell et al., 2004).

Universitas Sriwijaya
Platyhelminthes bisa bereproduksi dengan cara aseksual dan seksual. Secara
aseksual dilakukan dengan pembelahan tubuh. Tiap-tiap hasil pembelahan akan
meregenerasi bagian tubuh yang hilang. Cara reproduksi aseksual tersebut
biasanya dilakukan oleh Tubellaria sp. Platyhelminthes juga bisa bereproduksi
secara seksual dengan cara perkawinan silang meskipun cacing pipih bersifat
hermafrodit. Zigot dan kuning telur yang terbungkus kapsul akan menempel pada
batu atau tumbuhan, kemudian menetas menjadi embrio yang mirip indukny
(Natadisastra dan Ridad, 2009).

2.3. Kelas Platyhelminthes


Turbellaria adalah kelas yang terdiri dari cacing-cacing pipih yang hidup
bebas. Namanya berasal dari turbellensi yang diakibatkannya di dalam habitat
airnya, berkat silianya yang berdenyut dengan keras. Turbellaria memakan
organisme-organisme hidup kecil, atau mungkin hewan-hewan mati yang
berukuran lebih besar. Rongga pencernaannya bercabang dan menyebar di seluruh
bagian tubuhnya. Ada penyimpanan makanan yang cukup besar, sehingga
turbelaria dapat bertahan hidup melewati masa yang lama tanpa makan. Sirkulasi
gas-gas dan zat terlarut sangatlah terbatas (Fried dan George, 2005).
Kelas Turbellaria termasuk planaria air tawar seperti Dugesia yang memberi
makan organisme kecil atau tetap sebagai makhluk kecil. Kepala planaria
berbentuk ujung panah, dengan tambahan sisinya sebagai pengindera makanan
atau keberadaan organisme lain. Cacing pipih mempunyai dua bintik mata yang
peka cahaya, memiliki pigmen sehingga terlihat seperti mata bersilangan. Adanya
tiga lapisan otot membuatnya dapat melakukan berbagai gerak. Sel kelenjar
mengeluarkan material lendir untuk hewan ini dapat meluncur. Turbellaria
memiliki sel api sebagai sistem ekskresi yang terdiri dari serangkaian kana-kanal
yang saling berhubungan di sepanjang kedua sisi longitudinal tubuhnya
(Tjay dan Kirana, 2015).
Planaria termasuk dalam Filum Platyhelminthes yang memiliki bentuk
tubuh pipih dan simetri bilateral. Planaria berhabitat di daerah bertemperatur
18-24°C dengan ketinggian antara 500–1500 mdpl. Tubuh planaria tersusun dari
bagian cranial, trunchus dan caudal. Bagian cranial terdapat kepala dengan
sepasang eye spot yang berfungsi sebagai fotoreseptor dan sepasang auricle yang

Universitas Sriwijaya
terletak dibagian lateral tubuh pada bagian cranial. Planaria merupakan hewan
triploblastik aselomata dengan tubuh planaria tersusun solid tanpa adanya coelom.
Semua ruangan yang terletak di antara organ viseral tersusun oleh mesenkim,
yang lebih dikenal dengan sebutan parenkim (Palupi et al., 2015).
Cacing pita merupakan salah satu cacing parasit yang memiliki alat kelamin
ganda (hermafrodit), berbentuk pita yang bersegmen dan tidak memiliki saluran
cerna. Cacing ini membentuk koloni seperti pita sehingga panjangnya bisa
mencapai 20 m atau lebih. Tubuh manusia dapat dimasuki cacing ini apabila
memakan ikan, daging sapi, anjing, atau babi yang tidak matang. Jenis cacing pita
yang terkenal adalah Taenia saginata dan Taenia solium. Bagian scolex memiliki
pangait dan pengisap yang memungkinkannya menempel pada dinding usus
inang. Di bawah skolex terdapat leher yang pendek dan tali panjang proglottid,
dimana setiap proglottid berisi satu set penuh organ kelamin jantan dan betina dan
stuktur lainnya (Tjay dan Kirana, 2015).
Cacing pipih atau trematoda pada umumnya berbentuk seperti daun dan
juga bersifat hermafrodit, kecuali spesies Skitosoma yang berbentuk lebih
memanjang dan memiliki kelamin terpisah. Skitosoma menulari dari bentuk
aktifnya atau cercacirae. Fasciola atau cacing hati khusus terdapat pada domba
dan menimbulkan pembesaran hati, jarang sekali menulari manusia. Infeksi cacing
ini dinamakan masing-masing schis-tosomiasis dan fascioliasis. Cacing pipih
hanya memiliki usus yang bercabang-cabang menuju seluruh tubuh sehingga
peredaran makanan tidak melalui pembuluh darah, tetapi langsung diedarkan dan
diserap tubuh dari cabang usus tersebut. Sistem ini disebut dengan sistem
pencernaan gastrovaskuler (Natadisastra dan Ridad, 2009).
Ketiga kelas Platyhelminthes lainnya bersifat parasitik. Monogenea
cenderung memiliki tahapan-tahapan siklus hidup yang sederhana. Monogenea
merupakan hermafrodit, tetapi jarang memfertilisasi dirinya sendiri. Monogenea
merupakan ektoparasit pada ikan laut dan ikan air tawar, amphibi, reptil, &dan
juga pada averterbrata lain. Satu inang monogenea dapat berukuran 0,2 sampai 0,5
mm, dengan alat penempel posterior sampai opisthaptor (Fried dan George,
2005).

Universitas Sriwijaya
BAB 3
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 14 Maret 2018, bertempat di
Laboratorium Fisiologi Hewan Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Sriwijaya, Indralaya.

3.2 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan yaitu alat bak preparat, kaca pembesar, dan pinset.
Bahan yang digunakan adalah Fasciola hepatica dan Planaria sp.

3.3 Cara Kerja


Diamati cacing tersebut secara seksama dan dibedakan bagian-bagian
tubuhnya secara morfologi. Digambar hasil dan diberi keterangan, serta ditulis
klasifikasi spesiesnya.

Universitas Sriwijaya
BAB 4
HASIL DAN DESKRIPSI

4.1. Deskripsi
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan dapat diketahui hasil
sebagai berikut.
4.1.1. Planaria sp.

Klasifikasi :
Kingdom : Animalia
Fillum : Platyhelminthes
1
Kelas : Rhabditophora
2 Ordo : Triclaidida
Famili : Planariidae

3 Genus : Planaria
Spesies : Planaria sp.
Nama Umum : Cacing pipih
Keterangan gambar :
1. Caput
2. Truncus
3. Caudal

Deskripsi :
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan dapat diketahui bahwa
Planaria sp. termasuk ke dalam filum Platyhelminthes dengan memiliki ciri tubuh
yang pipih dengan kepala berbentuk hampir menyerupai segitiga dan memiliki
kemampuan untuk beregenerasi. Menurut Palupi et al. (2015) Planaria termasuk
dalam Filum Platyhelminthes yang memiliki bentuk tubuh pipih dan simetri
bilateral. Planaria merupakan hewan triploblastik aselomata dengan tubuh
planaria tersusun solid tanpa adanya coelom. Semua ruangan yang terletak di

Universitas Sriwijaya
antara organ viseral tersusun oleh mesenkim, yang lebih dikenal dengan sebutan
parenkim.
BAB 5
KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan dapat diperoleh kesimpulan


sebagai berikut:
1. Planaria sp. memiliki tubuh yang pipih dan bersifat simetris bilateral.
2. Planaria sp. memiliki kemampuan untuk beregenerasi.
3. Planaria sp. memiliki kelamin ganda atau hermafrodit.
4. Filum Platyhelminthes terdiri dari kelas Turbelaria, Trematoda, Cestoda, dan
Monogenea.
5. Platyhelminthes tidak memiliki anus atau sistem pembuangan.

Universitas Sriwijaya
LAMPIRAN

Planaria sp.

Sumber: (dokumen pribadi, 2017)

Universitas Sriwijaya

Anda mungkin juga menyukai