Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu pengetahuan di dunia pendidikan sangat banyak. Dari ilmu pengetahuan
yang umum dan murni. Salah satu pelajaran yang ada yaitu Biologi. Biologi
merupakan Ilmu Pengetahuan yang mempelajari tentang mahkluk hidup. Bios “
Hidup”, Logos “ Ilmu” yang berasal dari bahasa Yunani. Biologi termasuk mata
pelajaran yang penting bagi semua siswa. Kemampuan untuk memahami tentang
komponen mahkluk hidup.Dalam Ilmu Biologi banyak hal yang perlu diketahui
siswa, apalagi kita ketahui bahwa dalam Ilmu Biologi sangat luas.Dari itulah kami
ingin memberi ilmu pengetahuan tentang mahkluk hidup. Disini kami akan
mengkaji tentang hewan (Animalia).Kingdom animalia di sebut juga dunia hewan.
Organisme yang tergolong dalam kingdom ini memiliki bentuk dan ukuran yang
beragam. Cara bergeraknya pun berbeda-beda. Namun, semua orgnisme yang
tergolong dalam animalia memiliki beberapa ciri yang sama. Animalia
beranggotaakan organisme eukariotik dan multiseluler. Animalia tidak memiliki
klorofil sehingga tidak mampu membuat makanan sendiri, organisme ini
memperoleh energi dengan cara memakan organisme lain berupa tumbuhan atau
hewan lain (bersifat heterotrof), sel-sel penyusun tubuh hewan tidak memiliki
dinding sel.Animalia terdiri dari Sembilan filum dan yang akan kami bahas dalam
makalah ini yaitu khusus pada filum Platyhelminthes atau Cacing Pipih.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Plathyhelmintes?
2. Bagaimana ciri umum Plathyhelmintes?
3. Bagaimana ciri khusus Plathyhelmintes?
4. Bagaimana organ penyusun sistem tubuh Platyhelminthes?
5. Bagaimana fungsi organ penyusun sistem tubuh Platyhelminthes?
6. Bagaimana habitat Platyhelminthes?
7. Bagaimana klasifikasi Plathyhelmintes?
8. Bagaimana peranan Plathyhelmintes?

1
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui dan memahami apa itu Plathyhelmintes
2. Untuk mengetahui dan memahami ciri umum Plathyhelmintes
3. Untuk mengetahui dan memahami ciri khusus Plathyhelmintes
4. Untuk mengetahui dan memahami organ penyusun sistem tubuh Platyhelminthes
5. Untuk mengetahui dan memahami fungsi organ penyusun sistem tubuh
Platyhelminthes
6. Untuk mengetahui dan memahami habitat Platyhelminthes
7. Untuk mengetahui dan memahami klasifikasi Plathyhelmintes
8. Untuk mengetahui dan memahami peranan Plathyhelmintes

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Platyhelminthes
Platyhelminthes adalah sekelompok orgnisme yang tubuhnya pipih, bersifat
tripoblastik, tidak berselom. Pada umumnya spesies dari platyhelminthes adalah
parasit pada hewan. Sistem ekskresi hanya saluran utama yang mempunyai lubang
pembuangan keluar tidak memiliki sistem sirkulasi, maka bahan makanan itu di
edarkan oleh pencernaan itu sendiri. Alat reproduksi jantan dan betina terdapat pada
tiap – tiap hewan dewasa. Alat jantan terdiri atas sepasang testis, dua pembuluh
vasa deferensia, kantung vesiculum seminalis, saluran ejakulasiyang berakhir pada
alat kopulasi dan penis (Maskoeri, 1992).
Platyhelminthes merupakan cacing yang mempunyai simetri bilateral dan
tubuhnya pipih. Bentuk tubuhnya bervariasi, dari yang berbentuk pipih memanjang,
pita,hingga menyerupai daun. Ukuran tubuh bervariasi mulai yang tampak
mikroskopis beberapa millimeter hingga berukuran panjang belasan meter. Ujung
anterior tubuh berupa kepala. Pada bagian ventral terdapat mulut dan lubang
genital. Mulut dan lubang genital tampak jelas pada Turbellaria, tetapi tidak tampak
jelas pada Trematoda dan Cestoda. Ada organ yang menghasilkan sekresi (alat
cengkeram dan alat penghisap) yang bersifat perekat untuk menempel dam melekat,
misalnya oral sucker dan ventral sucker pada Trematoda (Kastawi dkk, 2005).
Platyhelminthes memiliki tubuh pipih, lunak, simetri bilateral dan bersifat
hermaprodit. Tubuh dapat dibedakan dengan tegas antara posterior dan anterior,
dorsal dan ventral. Bersifat tripoblastik, dinding tubuh terdiri atas 3 lapisan, yaitu
ektoderm, mesoderm, dan endoderm (Rusyana, 2011).

B. Ciri-Ciri Umum Platyhelminthes

3
Platyhelminthes merupakan cacing yang memiliki simetri bilateral, dan
tubuhnya pipih secara dorsoventral. Bentuk tubuhnya bervariasi, dari yang
berbentuk pipih memanjang, pita, hingga menyerupai daun. Ukuran tubuh
bervariasi mulai yang tampak mikroskopis beberapa milimeter hingga berukuran
panjang belasan meter. Sebagian besar cacing pipih berwarna putih atau tidak
berwarna. Sementara yang hidup bebas ada yang berwarna coklat, abu-abu, hitam
atau berwarna cerah. Ujung anterior tubuh berupa kepala. Pada bagian ventral
terdapat mulut dan lubang genital. Mulut dan lubang genital tampak jelas pada
Turbellaria, tetapi tidak nampak jelas pada Trematoda dan Cestoda. Ada organ
yang menghasilkan sekresi (alat cengkraman dan alat penghisap) yang bersifat
perekat untuk menempel dan melekat, misalnya oral sucker dan ventral sucker pada
Trematoda.1
Menurut Rusyana (2011) ciri umum Platyhelminthes :
1. Hewan triploblastik aselomata dengan tubuh simetri bilateral, berbentuk pipih,
memiliki system saraf, sistem pencernaan satu lubang, tidak memiliki sistem
sirkulasi, respirasi, dan eksresi.
2. Hidup bebas di laut, air tawar, tempat lembab atau parasit dalam tubuh manusia dan
hewan.
3. Tubuh tidak bersegment, sistem pencernaan tidak sempurna.
4. Ekskresi dengan menggunakan flame sel (sel api).
5. Memiliki sistem saraf tangga tali dan memiliki mata
6. Memiliki daya regenerasi yang tinggi, serta bersifat hermafodit (banci atau dwi
kelamin).
C. Ciri Khusus Platyhelminthes
Bentuk tubuh Platyhelminthes pipih memanjang, seperti pita, dan seperti daun.
Panjang tubuh bervariasi, ada yang beberapa milimeter hingga belasan meter.
Tubuh tertutup oleh lapisan epidermis bersilia yang tersusun oleh sel-sel sinsitium;
semestara pada Trematoda dan Cestoda parasit tidak memiliki epidermis bersilia
dan tubuhnya tertutup oleh kutikula. Kerangka luar dan dalam sama sekali tidak ada
sehingga tubuhnya lunak. Bagian yang keras hanya ditemukan pada kutikula, duri,
dan gigi pencengkeram.

1
Drs. H. Yusuf Kastawi, dkk. Zoologi Avertebrata. (Malang: Universitas Negeri Malang), 103

4
Hewan ini tidak mempunyai rongga tubuh (aceola). Ruangan-ruangan di dalam
tubuh yang ada diantara berbagai organ terisi dengan mesenkin yang biasa disebut
parenkim. Sistem digesti sama sekali tidak ada pada Aceola dan cacing pita, tetapi
pada cacing pipih yang lain mempunyai mulut, faring, dan usus buntu. Sistem
respirasi dan sirkulasi juga tidak ada.
Sistem ekskresi terdiri dari satu atau sepasang protonefridia dengan sel api. Sistem
sarafnya primitif. Sistem saraf utama terdiri dari sepasang ganglia serebral atau otak
dan 1-3 pasang tali saraf longitudinal yang dihubungkan satu dengan yang lain oleh
komisura saraf transversal. Tipe sistem saraf seperti ini disebut sistem saraf tangga
tali. Organ-organ sensori umum dijumpai pada Turbellaria, tetapi pada hewan yang
parasit organ tersebut mereduksi. Reseptor kimia dan peraba pada umumnya
berbentk lubang atau lekukan yang bersilia.
Alat kelaminnya tidak terpisah (hermaprodit). Sistem reproduksi pada pada
kebanyakan cacing pipih sangat berkembang dan kompleks. Reproduksi aseksual
dengan cara memotong tubuh dialami oleh sebagian besar anggota Turbellaria air
tawar. Pada kebanyakan cacing pipih telurnya tidak mempunyai kuning telur, tetapi
dilengkapi dengan “sel yolk khusus” yang tertutup oleh cangkok telur.
Pembuahan silang sering terjadi pada Trematoda, dan pembuahan sendiri
terjadi pada Cestoda. Fertilisasi terjadi di dalam tubuh. Siklus hidup sangat rumit
dan melibatkan satu atau banyak inang. Pada Trematoda dan cacing pita sering
tejadi partenogenesis dan poliembrioni. Beberapa jenis cacing pita berkembang
biak dengan membentuk kuncup endogen. Cacing pipih ada yang hidup bebas, dan
ada yang sebagai endoparasit atau ektoparasit.2

2
Ibid, 104

5
D. Nama dan Letak Alat/Organ Penyusun Tubuh Platyhelminthes
1. Turbellaria

Planaria bergerak meluncur dan merayap dengan bantuan silia yang ada pada
bagian ventral tubuhnya dan zat lendir yang dihasilkan oleh kelenjar lendir dari
bagian tepi tubuh.

Gambar : Planaria bergerak dengan bantuan silia


(Sumber : seaunseen.com)
Sistem saluran pecernaan makanan yang terdiri dari mulut, faring, usus, tanpa
anus, kecuali pada cacing pita tidak dijumpai adanya intestin (usus). Pada Planaria
mulut terletak di bagian ventral, di depan tengan-tengah tubuh. Mulut berfungsi
untuk memasukkan makanan sekaligus untuk memuntahkan sisa-sisa makanan.
Faring terletak pada rongga faring, dan dapat dijulurkan melalui mulut ke arah luar
sebagai belalai atau proboscis. Intestin bercabang tiga, satu mengarah ke arah
anterior sampai di tengah-tengah kepala, dan yang dua secara sejajar sebelah
menyebelah menuju ke arah posterior. Masing-masing cabang bercabang lagi
secara menggarpu (divertikula) ke arah lateral. Cabang pada vertikula banyak,
pendek dan berujung tertutup.

6
Protonefridia yang tersusun oleh dua saluran longitudinal, yang bercabang ke
seluruh tubuh dan berakhir pada sel-sel api yang berukuran besar. Di dalam rongga
sel api terdapat sekelompok silia yang dapat menggerakkan zat buangan ke
pembuluh-pembuluh yang ujungnya terbuka pada permukaan tubuh (nefridiopor).
Otak terletak pada bagian kepala. Otak tersusun oleh ganglion-ganglion otak
yang terdiri dari dua lobus. Dari otak muncul serabut-serabut saraf ke arah anterior
menuju ke kepala, dan lateral menuju ke aurikel. Disamping itu ada dua tali saraf
yang memanjang sepanjang tubuh dan berakhir ke ujung posterior. Masing-masing
tali saraf ventral itu terletak pada kira-kira sepertiga bagian dari tepi tubuh. Kedua
tali saraf ventral dihubungkan satu dengan yang lain oleh komisura-komisura
transversal dan pada masing-masing tali saraf muncul serabut saraf ke arah tepi
tubuh. Adanya komisura-komisura transversal menyebabkan sistem saraf berbentuk
tangga tali.

Di dalam otak terdapat statokis (Barnes, 1974). Statokis merupakan alat


keseimbangan tubuh. Pada Dugesia organ-organ sensori terdiri dari kemoresptor,
aurikular dan mata. Kemoresptor terdapat pada kepala, berupa lubang-lubang dan
lekuk bersilia. Pada lubang-lubang atau lekuk bersilia itu epidermisnya mempunyai
sel-sel yang tenggelam dan sel sel itu mempunyai silia tetapi tidak mempunyai
rhabdit. Sel-sel itu disarafi oleh satu serabut saraf sensori.
Organ mata (oselli) merupakan dua bintik hitam bulat yang terletak pada
permukaan dorsal kepala. Mata tersebut mempunyai “mangkok pigmen”. Mulut
mangkok pigmen terdapat sel-sel retinal, yang berupa sel saraf bipolar yang
ujungnya berhubungan dengan otak. Pada cacing hati terdapat satu cincin saraf
yang mengelilingi esofagus. Pada cincin saraf tersebut terdapat dua pasang
ganglion ventral yang terletak di bawah esofagus. Pada ganglion-ganglion itu
muncul serabut-serabut saraf kecil ke arah anterior. Ke arah posterior terdapat 3

7
pasang tali saraf dorsal, lateral dan ventral. Tali saraf lateral berkembang sangat
baik dan memanjang sampai ujung posterior. Tali saraf-tali saraf itu dihubungkan
satu sama lain oleh banyak komisura transversal. Pada tali saraf juga muncul
serabut-serabut saraf ke arah lateral dan beberapa serabut saraf itu membentuk
pleksus. Sel-sel saraf biasanya berbentuk bipolar. Karena sifatnya yang parasit
cacing hati tidak mempunyai organ sensori, kecuali alat yang berbentuk bulbus
yang berfungsi sebagai tangoresptor atau alat peraba yang tersebar di seluruh
permukaan integumen.
2. Trematoda (Cacing Isap)

Trematoda alat pengisap yang terdapat pada mulut di bagian anterior (sisi
depan). Cacing Treamatoda mempunyai alat digesti, tetapi tidak lengkap, hanya
terdiri dari mulut, faring, esophagus dan intestin. Lubang mulut tertutup oleh alat
penghisap oral (sucker). Lubang mulut berlanjut dengan rongga mulut yang
berbentuk corong. Rongga mulut berlanjut pada faring yang berdinding tebal
dengan lumen sempit. Dinding faring tersusun oleh otot lingkar. Esofagus
menghubungkan faring dengan intestin bercabang dua ke kiri dan ke anan yang
membentang ke arah posterior, sejajar sebelah menyebelah. Masing-masing cabang
lagi ke arah lateral membentuk kantong-kantong seka atau divertikula yang buntu.
Cabang-cabang ini membagi makanan ke seluruh tubuh. Sistem pencernaan seperti
itu tergolong sistem gastrovaskular. Sistem pencernaan pada hewan ini tidak
dilengkapi oleh anus. Larva Trematoda bergerak aktif karena adanya rambut getar,
larva serkaria berenang dengan ekor. Pada Trematoda susunan sistem ekskresinya
tidak berbeda dengan kelas Turbellaria. Dalam arti sama-sama diketemukan
komponen sel api (flame cell) yang terbentuk dari protonefridia.

8
3. Cestoda (Cacing Pita)

Skoleks pada cacing pita terdapat kait-kait sebagai alat pengisap yang matang
menjadi alat reproduksinya. Skoleks pada jenis Cestoda tertentu (Taenia solium )
selain memiliki alat pengisap, juga memiliki kait (rostelum). Dibelakang skoleks
pada bagian leher terbentuk proglotid. Setiap proglotid mengandung organ kelamin
jantan (testis) dan organ kelamin betina (ovarium). Cacing Cestoda sama sekali
tidak mempunyai alat pencernaan. Makanan yang sudah berupa sari-sari makanan
pana intestin inang inang diserap langsung melalui seluruh permukaan tubuh.
Pada Cestoda terdapat empat saluran ekskresi longitudinal. Dua saluran yang
ada pada sisi dorsal membentang hanya pada bagian anterior strobila. Dua saluran
yang ada pada sisi ventral memanjang di seluruh tubuh. Keempat saluran-saluran
itu bergabung satu sama lain melalui saluran cincin. Saluran dorsal mengumpulkan
zat-zat ekskresi pada bagian kepala (skoleks) dan saluran ventral menyalurkan zat
ekskresi menjauhi skoleks.

9
Pada setiap proglotid, saluran ventral dihubungkan dengan saluran transversal.
Pada empat saluran pengeluaran tersebut bermuara saluran-saluran yang berasal
dari sel-sel api yang terdapat pada seluruh jaringan parenkim. Saluran yang berasal
dari sel api mempunyai silia. Bahan-bahan ekskresi diserap oleh sel-sel api dari
sekelilingnya. Bahn ekskresi itu diteruskan ke aluran pengeluaran dengan gerakan
silia. Keempat saluran itu bermuara pada suatu kantung yang terletak pada ujung
kaudal tubuh yang terbuka ke arah luar. Bahan ekskresi keluar melalui lubang
tersebut.
Taenia solinum memiliki dua ganglion kecil yang terletak pad bagian skoleks.
Kedua ganglion itu dihubungkan oleh komisura –komisura yang terdiri dari serabut
saraf yang halus. Pada kedua ganglion muncul serabut saraf ke arah anterior yaitu
ke arah sucker dan rostelum. Ke arah posterior muncul tiga pasang saraf
longitdinal. Dua pasang saraf longitudinal yang lateral berkembang dengan baik
dan saraf itu memanjang di sepanjang strobila. Cacing pita tidak memiliki organ
sensori karena sifat hidupnya yang parasit.3

E. Fungsi Organ Penyusun Sistem Tubuh Hewan-Hewan Platyhelminthes


Pada bagian ini dibahas tentang organ-organ yang meyusun setiap sistem
organ tubuh dan proses fisiologi yang meliputi sistem gerak, sistem respirasi,
sistem digesti, sistem sirkulasi, sistem ekskresi, sistem koordinasi, dan sistem
reproduksi.
1. Sistem Gerak
Cacing yang hidup bebas dapat bergerak secara aktif, misalnya Planaria.
Cacing Planaria bergerak ke arah tempat yang teduh untuk menghindari terik
matahari. Walaupun hidup di air, tapi Planaria tidak berenang, bergerak dengan
cara meluncur dan merayap. Gerakan meluncur terjadi dengan bantuan silia yang
ada pada bagian ventral tubuhnya dan zat lendir yang dihasilkan oleh kelenjar
lendir dari bagian tepi tubuh. Zat lendir itu merupakan jalur yang akan dilalui.
Gerakan silia yang menyentuh jalur lendir menyebabkan hewan bergerak. Selama
berjalan meluncur, gelombang yang bersifat teratur tampak bergerak dari kepala ke
arah belakang.

3
Ibid, 104-121

10
Pada gerak merayap, tubuh cacing memanjang sebagai akibat dari kontraksi
otot sirkular dan dorsoventral. Kemudian bagian depan tubuh mencengkeram pada
substrat dengan mukosa atau alat perekat khusus. Dengan mengkontraksikan otot-
otot longitudinal, bagian tubuh belakang tertarik ke arah depan. Gerakan otot-otot
obliqus menyebabkan tubuh membelok.
Cacing Trematoda dan Cestoda parasit dewasa tidak bergerak aktif. Cacing-
cacing dewasa pada umumnya menetap pada organ tubuh tertentu dari inang. Larva
Cestoda berbeda dengan larva Trematoda dalam hal pergerakan. Larva beberapa
Cestoda berpindah dari inang yang satu ke inang yang lainnya dengan cara pasif.
Misalnya telur Taenia solium keluar dari usus manusia bersama kotoran, telur
dalam kotoran dimakan babi, dan cacing gelembung pada daging babi dapat pindah
ke manusia bila manusia memakan daging yang mengandung cacing gelembung.
Telur Taenia solium dari usus babi bergerak bersama aliran darah menuju ke otot,
untuk menetas dan berubah menjadi cacing gelembung (onkosfer). Namun pada
Dibothriocephalus latus, embrionya dapat berenang karena adanya rambut getar.
Larva Trematoda umumnya dapat bergerak aktif dengan cara berenang,
misalnya larva mirasidium Fasciola hepatica dapat bergerak aktif karena adanya
rambut getar, larva serkaria berenang dengan ekor.
2. Sistem Respirasi (Pernapasan)
Cacing pipih belum memiliki alat pernapasan khusus. Pengambilan oksigen
bagi anggota yang hidup bebas dilakukan secara difusi melalui permukaan tubuh.
Sementara anggota yang hidup sebagai endoparasit bernapas secara anaerob,
artinya respirasi berlangsung tanpa oksigen. Hal ini terjadi karena cacing
endoparasit hidup pada lingkungan yang kekurangan oksigen.4

4
Drs. H. Yusuf Kastawi, dkk. Zoologi Avertebrata. (Malang: Universitas Negeri Malang), 104-
105

11
(Larva Fasciola hepatica mirasidium)

(Larva Fasciola hepatica serkaria)

3. Sistem Digesti (Pencernaan)


Turbellaria memiliki sistem saluran pencernaan makanan yang terdiri dari
mulut, laring, usus, tanpa anus kecuali pada cacing pita tidak dijumpai adanya
intestin (usus). Pada Planaria mulut terletak di bagian ventral, di depan tengah-
tengah tubuh. Mulut berfungsi untuk memasukkan makanan dan sekaligus untuk
memutahkan sisa-sisa makanan. Faring terletak pada rongga faring, dan dapat
melalui mulut ke arah luar sebagai belalai atau proboscis. Intestin bercabang tiga,
satu mengarah ke arah anterior sampai di tengah-tengah kepala, dan yang dua
secara sejajar sebelah menyebelah menuju arah posterior. Masing-masing cabang
bercabang lagi secara menggarpu (divertikula) ke arah lateral. Cabang-cabang
divertikula itu banyak sekali, pendek-pendek, dan berujung tertutup.
Turbellaria pada umumnya merupakan hewan karnivora, makanan berupa
hewan-hewan kecil (cacing, krustasea, siput, dan potongan-potongan hewan mati).
Mula-mula makanan didekati, kemudian dilibas dengan cairan lendir yang
dihasilkan oleh kelenjar mukus dan sel rhabdit. Makanan selanjutnya dimasukkan

12
ke dalam faring. Didalam faring, makanan dicampur dengan “cairan digestif”.
Makanan dicerna oleh aktivitas cairan digestif dan adanya gerakan memompa dari
faring, setelah itu makanan ditelan.
Pencernaan terjadi secara ekstraseluler dan intraseluler. Makanan yang
sudah tercerna didistribusikan ke cabang-cabang alat pencernaan. Bagian-bagian
yang tidak tercerna dikeluarkan melalui mulut. Planaria dapat hidup tanpa
makanan dalam waktu yang panjang, dengan cara melarutkan organ reproduksi,
parenkim, dan ototnya sendiri, sehingga tubuh cacing menyusut. Tubuh yang
menyusut akan mengalami regenerasi jika cacing makan kembali.

(Sistem digesti Planaria )

Cacing Trematoda mempunyai alat digesti, tetapi tidak lengkap. Susunan


sstem pencernaan makanan hanya terdiri dari mulut, faring, esophagus, dan intestin.
Lubang mulut tertutup oleh alat pengisap oral (sucker). Lubang mulut berlanjut
pada faring yang berdinding tebal dengan lumen sempit. Dinding faring tersusun
oleh otot lingkar. Faring berfungsi untuk menghisap makanan. Faring mempunyai
kelenjar faringeal. Esofagus menghubungkan faring dengan intestin. Intestin
bercabang dua ke kiri dan ke kanan yang membentang ke arah posterior, sejajar
sebelah menyebelah. Masing-masing cabang bercabang lagi ke arah lateral
membentuk kantong-kantong seka atau divertikula yang buntu.5 Cabang-cabang ini
membagi makanan ke seluruh tubuh. Sistem pencernaan seperti itu tergolong sistem
gastrovaskular. Sistem pencernaan pada hewan ini tidak dilengkapi oleh anus.
Makanan anggota Trematoda bisa berupa darah, sel-sel yang rusak, cairan
empedu, dan cairan limfa. Pencernaan makanan terjadi di dalam rongga sekum,
berarti pencernaannya berlangsung secara ekstraseluler. Sari makanan diserap oleh

5
Ibid., 106-107

13
sel-sel parenkim dan di edarkan ke seluruh jaringan tubuh. Makanan yang tidak
tercerna dimuntahkan melalui mulut.
Cacing Cestoda sama sekali tidak mempunyai alat pencernaan. Makanan
yang sudah berupa sari-sari makanan pada intestin inang diserap langsung melalui
seluruh permukaan tubuh.

(sistem digesti Fasciola hepatica )

4. Sistem Sirkulasi (Peredaran Darah)


Cacing pipih tidak mempunyai sistem sirkulasi khusus. Peredaran unusur-
unsur makanan dan zat-zat lain berlangsung secara difusi dari sel ke sel.
5. Sistem Ekskresi (Pengeluaran)
Bila dibandingkan dengan filum-filum sebelumnya, cacing pipih sudah lebih
maju dalam hal sistem ekskresinya. Cacing pipih sudah memiliki alat ekskresi
walaupun masih sangat sederhana.
Sistem ekskresi pada Turbellaria berupa sistem protonefridial yang tersusun
oleh dua saluran longitudinal. Kedua saluran itu berhubungan dengan jaring-jaring
pembuluh yang bercabang ke seluruh tubuh dan berakhir pada sel-sel api yang
berukuran besar. Sel-sel api itu berada diantara sel-sel tubuh yang lain.
Sel-sel api mengumpulkan kelebihan air dan kotoran yang bersifat cair. Di dalam
rongga sel api terdapat sekelompok silia yang dapat menggerakkan zat buangan ke
pembuluh-pembuluh yang ujungnya terbuka pada permukaan tubuh (nefridiopor).

14
( sistem ekskresi dan sel api pada Dugesia)

Pada Trematoda susunan sistem ekskresinya tidak berbeda dengan kelas


Turbellaria. Dalam arti sama-sama diketemukan komponen sel api (flame cell)
yang berbentuk dari protonefridia. Sel-sel api ini memiliki saluran-saluran yang
menuju ke saluran pengumpul yang terdapat pada bagian ventral dan dorsal tubuh.
Saluran pengumpul dorsal ada dua, dan saluran pengumpul ventral juga ada dua.
Keempat saluran pengumpul itu bermuara pada saluran pengeluaran yang
memanjang sepanjang tubuhnya, dan berakhir pada lubang pengeluaran yang
terletak pada bagian posterior tubuh.6 Sel-sel api mengumpulkan bahan buangan
dari sel-sel yang ada di sekitarnya untuk disalurkan ke saluran pembuangan.
Pada Cestoda terdapat empat saluran ekskresi longitudinal. Dua saluran
yang ada pada sisi dorsal membentang hanya pada bagian anterior strobila. Dua
saluran yang ada pada sisi ventral memanjang di seluruh tubuh. Keempat saluran-
saluran itu bergabung satu sama lain melalui saluran cincin. Saluran dorsal
mengumpulkan zat-zat ekskresi pada bagian kepala (skoleks), dan saluran ventral
menyalurkan zat ekskresi menjauhi skoleks.
Pada setiap bagian proglotid, saluran ventral dihubungkan dengan saluran
transversal. Pada empat saluran pengeluaran tersebut bermuara saluran-saluran
yang berasal dari sel-sel api yang terdapat pada seluruh jaringan parenkim. Saluran
yang berasal dari sel api mempunyai silia. Bahan-bahan ekskresi diserap oleh sel-
sel api dari sel-sel sekelilingnya. Bahan ekskresi itu diteruskan ke saluran
pengeluaran dengan gerakan silia. Keempat saluran itu bermuara pada suatu
kantung yang terletak pada ujung kaudal tubuh yang terbuka ke arah luar. Bahan
ekskresi keluar melalui lubang tersebut.

6
Ibid., 108-109

15
6. Sistem Koordinasi
Otak terletak pada bagian kepala. Otak tersusun oleh ganglion-ganglion otak
terdiri dari dua lobus. Dari otak muncul serabut-serabut saraf ke arah anterior
menuju ke kepala, dan lateral menuju ke aurikel. Disamping itu ada dua tali saraf
ventral yang memanjang sepanjang tubuh dan berakhir ke ujung posterior. Masing-
masing tali saraf ventral itu terletak pada kira-kira sepertiga bagian dari tepi tubuh.
Kedua tali saraf ventral dihubungkan saatu dengan yang lain oleh komisura-
komisura transversal, dan pada masing-masing tali saraf muncul serabut saraf ke
arah tepi tubuh. Adanya komisura-komisura transversal menyebabkan sistem saraf
berbentuk tangga tali.
Otak berfungsi sebagai pusat koordinasi bagi impuls-impuls saraf. Sebagai
tambahan untuk sistem saraf pusat terdapat sebuah pleksus sub-epidermal atau
jaringan saraf dan pleksus sub-muskular. Pleksus sub-epidermal terletak tepat di
bawah lapisan epidemis, sedang pleksus sub-muskular terletak di dalam mesenkim
di bawah lapisan otot dari kulit tubuh. Kedua pleksus itu bergabung dengan tali-tali
saraf.
Di dalam otak terdapat alat keseimbangan tubuh yang disebut statokis. Pada
Dugesia organ-organ sensori terdiri dari kemoreseptor, aurikular dan mata.
Kemoreseptor terdapat pada kepala, berupa lubang-lubang dan lekuk-lekuk bersilia.
Pada lubang-lubang atau lekuk-lekuk bersilia itu epidermisnya mempunyai sel-sel
yang tenggelam, dan sel-sel itu mempunyai silia tetapi tidak mempunyai rhabdit.
Sel-sel itu di sarafi oleh satu serabut saraf sensori. Kemoreseptor itu
memungkinkan hewan dapat mendeteksi makanan yang ada disekelilingnya. Organ
aurikular berupa celah berwarna putih yang terdapat pada setiap sisi kepala. Organ
ini terletak di bagian dasar aurikel. Celah aurikular itu bersilia dan dilengkapi
dengan serabut saraf yang merupakan indra kemoreseptor untuk bau dan pengecap.
Organ mata (oselli) merupakan dua bintik hitam bulat yang terletak pada
permukaan dorsal kepala. Mata tersebut mempunyai “mangkok pigmen”. Mulut
mangkok pigmen terbuka ke arah depan lateral. Pada mangkok pigmen terdapat sel-
sel retinal, yang berupa sel saraf bipolar yang ujungnya berhubungan dengan otak.
Mata belum mampu membedakan arah cahaya dengan baik. Hewan ini bersifat
fototaksis negatif dan kebanyakan aktif pada malam hari.

16
Pada cacing hati terdapat satu cincin saraf yang mengelilingi esofagus. Pada
cincin saraf tersebut terdapat dua pasang ganglion serebral ke arah dorsolateral dan
satu pasang ganglion ventral yang terletak di bawah esofagus. Pada ganglion-
ganglion itu muncul serabut-serabut saraf kecil ke arah anterior. Ke arah posterior
terdapat 3 pasang tali saraf longitudinal yang muncul dari ganglion-ganglion
tersebut, yaitu tali saraf dorsal, lateral, dan ventral. Tali saraf lateral berkembang
sangat baik dan memanjang sampai ujung posterior.7 Tali saraf-tali saraf itu
dihubungkan satu sama lain oleh banyak komisura transversal. Pada tali saraf juga
muncul serabut-serabut saraf ke arah lateral, dan beberapa serabut saraf itu
membentuk pleksus. Sel-sel saraf biasanya berbentuk bipolar. Karena sifatnya yang
parasit cacing hati tidak mempunyai organ sensori, kecuali alat yang berbentuk
bulbus yang berfungsi sebagai tangoreseptor atau alat peraba yang tersebar di
seluruh permukaan integumen.
Taenia solium memiliki dua ganglion kecil yang terletak pada bagian
skoleks. Kedua ganglion itu dihubungkan oleh komisura-komisura yang terdiri dari
serabut saraf yang halus. Pada kedua ganglion muncul serabut saraf ke arah anterior
yaitu ke arah sucker dan rostelum. Ke arah posterior muncul tiga pasang saraf
longitudinal. Dua pasang saraf longitudinal yang lateral berkembang dengan baik,
dan saraf ini memanjang di sepanjang strobila. Meskipun koordinasi gerakan sangat
terbatas seluruh tubuh cacing dapat berkontraksi sekaligus. Cacing pita tidak
memiliki organ sensori karena sifat hidupnya yang parasit.
7. Sistem Reproduksi
Cacing pipih dapat berkembang biak secara aseksual dan seksual.
Perkembangbiakan secara aseksual terutama tampak pada sebagian besar anggota
Turbellaria. Cacing Dugesia mempunyai dua strain, yaitu strain yang bersifat
aseksual dan strain yang bersifat seksual. Strain aseksual tidak mempunyai organ
reproduksi, dan perkembangbiakannya berlangsung secara membelah. Pembelahan
terjadi ketika cacing telah mencapai ukuran tubuh maksimum. Pada saat membelah,
bagian posterior tubuh dilekatkan pada substrat secara kuat, kemudian bagian depan
tubuh di tarik ke arah depan sehingga tubuhnya putus menjadi dua di belakang

7
Ibid., 110-111

17
faring. Sisa tubuh bagian depan akan membentuk bagian ekor yang hilang, dan
bagian posterior tubuh yang terputus akan membentuk kepala baru.
Organ kelamin jantan Dugesia terdiri dari dua deret testis, vas eferens, sa
pasang vas deferens dan satu penis. Testis jumlahnya banyak, kecil dan bentuknya
bulat. Tertis itu terletak di sebelah kanan dan kiri sisi tubuh. Tiap testis
berhubungan dengan vas deferens melalui saluran kecil yang disebut vas eferens.
Tiap vas deferens membesar di bagian posterior untuk membentuk vesikula
seminalis yang berguna untuk menyiapkan sperma sampai dikeluarkan melalui
penis. Vas deferens kanan dan kiri bergabung ditengah tubuh dan membentuk satu
saluran tengah yang berlanjut pada penis. Penis terbuka ke arah atrium genital yaitu
suatu ruangan yang berujung pada lubang genital. Penis memanjang sampai ke
lubang genital tersebut selama kopulasi terjadi.8

(Reproduksi aseksual Dugesia)

Organ kelamin betina pada Dugesia terdiri dari dua pasang ovari kecil yang
terletak secara lateral dibelakang kepala. Dari setiap ovari muncul sebuah oviduk
panjang yang memanjang secara lateral. Pada angkal tiap oviduk terdapat
raseptakulum seminalis. Pada tiap sisi tubuh terdapat banyak kelenjar kuning telur
yang berhubungan dengan oviduk. Sel kuning telur dari kelenjar tersebut keluar dan
masuk ke oviduk. Di depan atrium genital terdapat kantong kopulatori. Sejumlah
kelenjar semen terbuka ke arah atrium genital dan oviduk. Atrium genital terbuka
ke arah luar melalui lubang genital yang terletak pada sisi ventral di belakang
mulut.
Pada strain yang bersifat seksual keberadaan alat reproduksi bersifat
sementara. Alat reproduksi itu terbentuk selama musim kawin. Sesudah itu alat

8
Ibid., 112-113

18
reproduksi mengalami degenerasi dan hewan menjadi strain yang bersifat aseksual
dan berkembangbiak secara membelah. Strain seksual mengembangkan organ
kelamin yang bersifat hermaprodit dan berkembangbiak secara seksual setiap
setahun sekali pada awal musim panas.
Bila kopulasi sedang terjadi sua ekor cacing saling mendekat dengan
permukaan ventralnya saling berhadapan. Papila penis dari masing-masing hewan
memanjang dan keluar melalui lubang genital dan dimasukkan ke dalam kantung
kopulatori dari lawan kopulasinya. Dengan cara tersebut kedua hewan saling
menyemprotkan sperma. Sperma yang masuk ke dalam kantung kopulatori segera
bergerak ke arah oviduk untuk mencapai reseptakulum seminalis. Jika pada saat itu
telur keluar dari ovari terjadilah fertilisasi.
Telur yang sudah dibuahi turun ke oviduk dan bercampur dengan sel kuning
telur yang berasal dari kelenjar kuning telur. Telur dan sel kuning telur berkumpul
di dalam atrium genital untuk membentuk kapsul atau kokon (cocoon). Kapsul itu
berisi beberapa telur yang sudah dibuahi dan dikeluarkan melalui lubang genital
untuk diletakkan di bawah batu-batuan. Selama perjalanan keluar dari lubang
genital kapsul menerima sekresi dari kelenjar semen untuk merekatkan kapsul pada
batu-batuan. Setiap hewan melakukan kopulasi beberapa kali selama musim kawin
dan meletakkan satu kokon setia beberapa hari. Kokon menetas menjadi cacing
kecil kira-kira dalam waktu dua minggu.9
Cacing hati merupakan hewan yang bersifat hermaprodit dan dapat
melakukan pembuahan sendiri. Meskipun demikian fertilisasi kebanyakan terjadi
secara silang. Alat kelamin jantan terdiri dari dua testis berbentuk pembuluh yang
bercabang-cabang. Kedua testis terletak dibagian posterior tubuh, yang satu berada
dibelakang yang lain. Dari masing-masing testis keluar satu vas deferens. Kedua
vas deferens memanjang ke arah depan menjadi satu di dekat asetabulum dan
lubangnya terbuka ke arah vesikula seminalis yang berbentuk kantong. Vesikula
seminalis berfungsi untuk menyimpan sperma. Vesikula seminalis itu berlanjut
pada saluran ejakulatori yang sempit dan berakhir pada sirus berotot (penis), yang
membuka ke arah atrium genital melalui apertura genital.

9
Ibid., 114-115

19
Pada saluran ejakulatori bermuara beberapa kelenjar prostat. Sebuah
kantung sirus menutup vesikula seminalis, sirus, dan kelenjar prostat. Pada
Fasciola indica sirusnya tertutup oleh duri-duri kecil. Atrium genital merupakan
ruang bersama untuk lubang genital jantan dan betina. Atrium genital itu terbuka ke
arah luar melalui lubang gonopore yang terletak dibagian ventral di depan
asetabulum. Selama kopulasi sirus dapat dijulurkan melalui gonopore. Organ betina
pada Fasciola hepatica terdiri dari sebuah ovari berbentuk tabung yang terletak di
bagian depan tubuh di sisi kanan garis tengah tubuh. Ovari berlanjut dengan
oviduk. Pada kedua sisi lateral dan bagian belakang testis terdapat sejumlah folikel
yang merupakan kelenjar-kelenjar vitelin, yaitu kelenjar yang menghasilkan kuning
telur dan bahan-bahan cangkang telur. Kelenjar vitelin itu mempunyai sebuah
saluran longitudinal dan transversal. Saluran vitelin transversal yang berasal dari
kedua sisi bergabung menjadi satu di bagian tengah untuk membentuk saluran
vitelin bersama yang mempunyai sebuah kantong kuning telur atau kantong vitelin
pada pangkalnya. Saluran vitelin bersama itu menuju ke arah depan untuk
bergabung dengan oviduk, dan pada paduan tersebut terdapat sejumlah kelenjar
Mehlis, yaitu kelenjar yang terdiri dari satu sel. Sekresi dari kelenjar Mehlis
melumasi lintasan telur di dalam uterus dan bisa juga memperkeras cangkok telur.
Sekresi kelenjar Mehlis tampaknya juga mengaktifkan spermatozoa.
Pada perpaduan antara oviduk dan saluran vitelin terdapat sebuah ootype
yang merupakan tempat perakitan komponen-komponen telur dan tempat
pembentukan telur. Semua cacing Fasciola mempunyai ootype, kecuali Fasciola
hepatica. Dari perpaduan antara saluran oviduk dan saluran vitelin muncul sebuah
uterus yang lebar. Uterus itu berisi telur-telur yang sudah sempurna. Uterus terbuka
melalui apertura genital betina ke arah atrium genital pada sisi kiri dari apertura
jantan. Uterus terletak di depan gonad. Bagian ujung dari uterus mempunyai
dinding berotot yang disebut “metraterm” yang berfungsi untuk mengeluarkan
telur. Dari oviduk muncul saluran Laurer yang membujur ke arah atas dan
lubangnya terdapat pada permukaan dorsal. Lubang saluran Laurer itu merupakan
sebuah vagina vestigial dan berfungsi sebagai saluran kopulasi.
Pada waktu kopulasi umumnya penis dimasukkan oleh cacing yang lain ke
dalam saluran Laurer dan spermanya disimpan di dalam oviduk. Dengan cara inilah
fertilisasi silang bisa terjadi. Kadang-kadang sperma dari cacing yang sama masuk

20
ke dalam apertura genital betina, kemudian masuk ke dalam uterus sehingga
fertilisasi sendiri berlangsung.10

(daur hidup Fasciola hepatica)

Seekor Faciola hepatica dapat menghasilkan telur sebanyak 500.000 butir.


Setiap sel telur yang sudah dibuahi oleh spermatozoid akan dilengkapi kuning telur
dan cangkang, kemudian telur tersebut akan keluar melalui lubang genital menuju
saluran empedu hostnya. Selanjutnya bersama-sama empedu telur-telur tersebut
akan masuk ke dalam usus host dan keluar dari tubuh host bersama feses. Apabila
telur-telur tersebut jatuh di tempat yang basah maka telur tersebut akan menetas
menjadi larva yang berambut getar yang disebut mirasidium. Larva mirasidium
akan berenang-renang mencari siput Lymnea dan ketika bertemu ia akan
menerobos masuk ke dalam tubuh siput. Dalam tubuh siput ia berada dalam
jaringan tubuh yang lunak dan setelah 2 minggu larva mirasidium akan berubah
menjadi sporokista. Di dalam sporokista terdapat benih-benih yang nantinya akan
menetas dan berkembang menjadi larva redia. Setiap sporokista akan memproduksi
5-8 larva redia. Dalam beberapa hari larva-larva redia tersebut akan keluar dari
dalam sporokista dan pindah ke dalam hati. Selanjutnya larva redia akan
membentuk larva serkaria. Biasanya setiap larva redia akan membentuk 6-8 larva
serkaria. Selanjutnya larva serkaria akan menerobos keluar dari tubuh siput
berenang-renang kemudian menempel di rerumputan. Di rerumputan larva serkaria
akan melepaskan ekornya dan membentuk kista yang disebut metaserkaria. Apabila

10
Ibid., 116-117

21
rerumputan yang mengandung metaserkaria dimakan oleh lembu, biri-biri, atau
kerbau maka mereka akan terinfeksi. Jika metaserkaria tiba diperut hostnya maka
karena pengaruh enzim pencernaan metaserkaria akan pecah dan serkarianya akan
segera menuju ke dalam usus kemudian menerobos dinding usus ikut peredaran
darah vena porta hepatika menuju ke hati. Didalam hati mereka akan berkembang
menjadi cacing dewasa.
Pada Cestoda, proglotid-proglotid yang menyusun tubuh cacing mempunyai
kemampuan untuk melakukan reproduksi. Kemampuan melakukan reproduksi pada
setiap proglotid berbeda. Proglotid anterior umumnya masih belum menampakkan
adanya alat reproduksi karena proglotid itu belum masak. Pada Taenia solium alat
kelamin jantan baru tampak pada proglotid ke 200, sedangkan pada proglotid 300-
650 tampak alat reproduksi jantan dan betina secara lengkap.
Alat reproduksi jantan terdiri dari banyak testis yang berupa lobus-lobus
kecil, terletak terpencar di banyak proglotid di sisi dorsal. Dari folikel-folikel testis
keluar banyak kapiler-kapiler kecil yang disebut vas eferens. Semua vas eferens
bersatu menjadi vas deferens. Vas deferens berakhir pada sirus yang bersifat
retraktil dan dikelilingi oleh sebuah kantong sirus. Sirus mempunyai lubang genital
yang terbuka ke arah atrium genital yang berbentuk mangkok. Atrium genital
terletak pada bagian tepi proglotid pada bagian yang membesar dan disebut papila
genital. Atrium genital terbuka ke arah luar melalui lubang yang disebut gonopor.
Organ kelamin betina pada Cestoda mempunyai satu ovari yang terdiri dari
dua lobus. Kedua lobus itu dihubungkan oleh satu jembatan. Ovari itu mempunyai
pembuluh-pembuluh cabang yang merentang sampai ke tepi posterior. Jembatan
ovari mengarah ke oviduk. Dibagian posterior dari ovari terdapat sebuah kelenjar
vitelin. Saluran kelenjar vitelin itu bergabung dengan oviduk. Pada perpaduan
antara oviduk dengan saluran kelenjar vitelin terdapat ootype yang membesar yang
merupakan tempat perakitan dan pembentukan telur. Ootype menuju ke uterus yang
berbentuk silinder dan terletak di tengah-tengah proglotid. Uterus tidak mempunyai
lubang eksternal. Di sekeliling ootype terdapat banyak kelenjar Mehlis yang
lubangnya bermuara pada ootype. Atrium genital yang berada di daerah tepi
mempunyai sebuah lubang genital betina yang bermuara pada sebuah vagina yang
berupa pembuluh sempit. Vagina itu menjulur masuk ke dalam reseptakulum
seminalis. Reseptakulum seminalis ini menyimpan sperma. Dari reseptakulum

22
seminalis muncul saluran fertilisasi yang bergabung dengan oviduk. Vagina pada
Cestoda sama dengan saluran Laurer pada Trematoda, dan uterusnya tidak
bermuara pada atrium genital.11
Fertilisasi terjadi dengan sendirinya pada satu proglotid. Fertilisasi terjadi
dengan masuknya sirus ke dalam vagina dan sperma yang dikeluarkan menuju
reseptakulum seminalis untuk membuahi sel telur di oviduk. Kopulasi antara dua
proglotid dari satu cacing atau antara dua cacing yang berbeda dalam satu inang
juga sering terjadi sehingga dapat terjadi fertilisasi silang. Tetapi yang paling sering
terjadi adalah fertilisasi antara proglotid-proglotid yang berbeda dari cacing yang
sama. Telur yang sudah terbuahi dikelilingi oleh sel kuning telur yang berasal dari
kelenjar vitelin. Sel kuning telur itu membentuk cangkang telur tipis di sekeliling
telur di dalam ootype. Telur yang sudah jadi disebut kapsul. Kapsul-kapsul pertama
tampak di dalam uterus pada proglotid-proglotid ke 400-500. Pada proglotid yang
gravid uterusnya membesar dan membentuk 7-10 cabang lateral pada tiap sisinya.
Uterus itu berisi ribuan kapsul. Proglotid yang gravid penuh dengan telur,
sementara organ-organ reproduksi yang lain mengalami degenerasi.

(sistem reproduksi Taenia solium)

Proglotid gravid berisi kira-kira 30.000-50.000 telur keluar bersama kotoran


host. Telur keluar melalui celah robekan pada proglotid. Apabila telur tersebut
termakan oleh hospes perantara yang sesuai yaitu babi, maka dindingnya akan
tercerna dan larva yang disebut ongkosfera keluar dari telur menembus dinding
usus dan masuk ke saluran getah bening atau darah. Selanjutnya bersama aliran
darah atau getah bening larva tersebut akan tiba dan menetap di jaringan otot babi,

11
Ibid., 118-120

23
disitu lalu membentuk kista yang makin lama makin besar dan berisi cairan disebut
cacing gelembung atau sistiserkus selulose. Apabila daging babi yang mengandung
larva sistiserkus dimakan oleh manusia, dinding kista dicerna, skoleks mengalami
evaginasi kemudian melekat pada dinding usus halus seperti yeyenum. Dalam
waktu 3 bulan cacing berkembang menjadi dewasa dan akan melepaskan proglotid
yang mengandung telur.
Pada dasarnya cacing pita Taenia solium dan Taenia saginata mempunyai
daur hidup yang hampir sama, perbedaannya pada hospes perantara. Taenia solium
mempunyai hospes perantara babi sedangkan Taenia saginata mempunyai hospes
perantara sapi. Cacing gelembung pada babi disebut sistiserkus selulose sedangkan
pada sapi disebut sistiserkus bovis.

F. Habitat Hewan Platyhelminthes


Hewan-hewan yang tergolong kelas Turbellaria umumnya hidup bebas di
alam. Hewan-hewan itu hidup di lingkungan berair. Contoh yang banyak dijumpai
adalah Dugesia (Planaria). Dugesia dapat dijumpai di lingkungan air tawar, yaitu
kolam, danau, mata air, dan lain-lain. Hewan ini suka berlindung di bawah
bebatuan, daun, batag kayu tumbang atau berbagai macam substrat. Hewan itu
dalam perairan tidak mudah tampak, kecuali jika sedang bergerak. Hal ini
disebabkan oleh ukuran tubuhnya yang kecil, pipih, warnanya yang gelap. Dugesia
tersebar diseluruh dunia.
Cacing pipih yang tergolong Trematoda kebanyakan bersifat parasit, yang
membutuhkan beberapa macam inang untuk kelangsungan hidupnya. Cacing
dewasanya hidup pada hewan vertebrata sebagai inang definitif, tetapi setiap jenis
cacing mempunyai inang yang khas. Misalnya Fasciola hepatica hidup pada ternak
mamalia, Schistosoma avier hidup pada unggas, Schistosoma haematobium hidup
di dalam darah manusia, Polystoma integerrinum hidup pada kantung kemih katak,
Gyrodactyllus hidup pada ikan. Sementara larvanya ada yang hidup bebas dan ada
yang hidup di dalam inang perantara berupa hewan-hewan avertebrata. Anggota
cacing Cestoda kebanyakan hidup parasit. Cacing dewasa dan larvanya hidup pada
inang yang berbeda, tetapi semuanya termasuk hewan vertebrata. Sebagai contoh,

24
Taenia solium dewasa hidup pada usus manusia, larvanya yang berupa cacing
gelembung (sistiserkus selulose) hidup dalam otot babi.12

G. Klasifikasi Platyhelminthes
Menurut Hala (2007) Platyhelminthes dibedakan menjadi tiga kelas, yaitu
Turbellaria (cacing berambut getar), Trematoda (cacing isap), dan Cestoda (cacing
pita) :
1. Kelas Turbellaria

Hewan dari kelas Turbellaria memiliki tubuh bentuk tongkat atau bentuk rabdit
(Yunani: rabdit = tongkat). Hewan ini biasanya hidup di air tawar yang jernih, air
laut atau tempat lembab dan jarang sebagai parasit. Tubuh memiliki dua mata dan
tanpa alat hisap. Hewan ini mempunyai kemampuan yang besar untuk beregenerasi
dengan cara memotong tubuhnya (Brotowidjojo, 1989).
Turbellaria pada umunya hidup bebas di alam, tetapi beberapa jenis ada yang
bersifat ektokomensal atau endokomensal atau parasit. Tubuhnya tidak bersegmen,
tertutup oleh epidermis. Epidermis ada yang tersusun oleh sel-sel yang terpisah dan
sel sinsitium, yang diantaranya sel-sel itu sebagian ada yang bersilia (Kastawi, dkk,
2005).
Ciri khasnya adanya sel-sel kelenjar yang jumlahnya banyak. Letaknya
dilapisan epidermis dan sebagian terletak di masenkim. Kelenjar-kelenjar itu
menghasilkan mukosa yang berfungsi untuk merekat, untuk menutup substrat yang
akan dilalui, an untuk melibaskan masngsa. Sel-sel kelenjar seringkali
dikelompokan bersama-sama. Kelompok yang ada dibagian anterior disebut
kelenjar frontal. Kelenjar frontal itu merupakan ciri dari Turbellaria primitif.
Turbellaria jenis yang lain mempunyai kelenjar pada ujung kaudal tubuh yang
sebagian tersusun sebagai cincin yang mengelilingi tubuh. Pada Bdelloura yang
hidup komensial pada insang buku dari jenis ketam yang hidup di Atlantik,
kelenjar-kelenjar kaudalnya sangat menonjol membentuk suatu lempeng adesiv.
Sekresi yang dihasilkan oleh kelnjar-kelenjar tersebut bersifat rekat sehingga
memungkinkan hewan dapat mencengkeram kuat obyek.

12
Ibid., 120-122

25
Kelenjar-kelenjar adesiv yang terletak di bagian ventral merupakan kelenjar-
kelenjar yang berhubungan dengan serabut-serabut otot. Kelenjar-kelenjar ini
dijumpai pada hewan trikladida (Procotyla atau Planaria air tawar). Sekresi dari
kelenjar ini membantu hewan untuk berpegang pada substrat pada waktu berjalan
dan waktu menangkap mangsa. Disamping ciri yang dikemukakan di atas,
Turbellaria mempunyai daur hidup yang sederhana. Artinya perkembangan dari
telur hingga menjadi hwan dewasa tidak melalui bermacam-macam tahapan. Telur
yang menetas menghasilkan hewan muda yang berbentuk seperti hewan dewasa.
Kelas Turbellaria mempunyai 5 ordo.
1. Ordo 1 Acoela, contoh : Convoluta
2. Ordo 2 Rhabdocoela, dibagi menjadi 4 sub-ordo
- Sub-ordo 1 Notandropora, contoh : Catenula, Rhycoscolex.o
- Sub-ordo 2 Opisthandropora, contoh : Microstomum
- Sub-ordo 3 Lecithopora, contoh : Anoplodium, Mesostoma.
- Sub-ordo 4 Temnocephalida, contoh : Temnocephala, Monodiscus.
3. Ordo 3 Alloeocoela, mempunyai 4 sub-ordo.
- Sub-ordo 1 Archopola, contoh : Proporoplana.
- Sub-ordo 2 Lecithoepitheliata, contoh : Prorhynchus.
- Sub-ordo 3 Cumulata, contoh : Hypotrichina.
- Sub-ordo 4 Seriata, contoh : Otoplana, Bothrioplana.
4. Ordo 4 Tricladida, mempunyai 3 sub-ordo.
- Sub-ordo 1 Maricola, contoh : Bdelloura, Ectoplana.
- Sub-ordo 2 Paludicola, contoh : Planaria atau Dugesia.
- Sub-ordo 3 Tericolla, contoh : Bipalium, Geoplana.
5. Ordo 5 Polikladida, terdiri atas 2 Sub-ordo.
- Sub-ordo 1 Acotylea, contoh : Notoplana, Yungia.
- Sub-ordo 2 Cotylea, contoh : Thysanozoon.

26
Anggota-anggota Turbellaria hidup soliter dalam air tawar, air laut, atau di
daratan yang lembab, jarang yang hidup sebagai parasit. Epidermis bersilia dan
tubuh berbentuk seperti tongkat. Umumnya berwarna coklat kehitaman. Contoh
Turbellaria antara lain Planaria (Dugesia), Geoplama, Bipalia, Pseudobicero,
Prostheceraeus (Maskoeri, 1992).

2. Trematoda (Cacing Isap)

Trematoda disebut sebagai cacing isap karena cacing ini memiliki alat pengisap.
Alat pengisap terdapat pada mulut di bagian anterior tubuhnya. Kegunaan alat isap
adalah untuk menempel pada tubuh inangnya. Pada saat menempel cacing ini
mengisap makanan berupa jaringan atau cairan tubuh inangnya. Permukaan tubuh
trematoda tidak dilengkapi dengan silia namun mempunyai kutikula untuk
mempertahankan diri (Hala, 2007).
Hewan yang tergolong Trematoda merupakan hewan yang hidup secara
ektoparasit. Tubuhnya berbentuk seperti daun. Dinding tubuh tidak tersusun oleh
epidermis dan silia. Tubuhnya tidak bersegmen dan tertutup oleh kutikula.
Mempunyai alat penghisap yang berkembang dengan baik. Saluran pencernaan

27
makanannya lengkapa, tanpa anus. Terdiri ari mulut, faring, dan intenstin. Organ
ekskresi berupa protonefrida. Bersifat hermaprodit. Kecuali pada beberapa family
dari Digenia. Cacing Schistosoma haematobium memiliki alat kelamin yang
terpisah artinya aa cacing jantan an cacing betina, tetapi cacing jantan dan betina
selalu melekat antara satu dengan yang lainya. Ovari biasanya hanya satu, sedang
testisnya dua atau banyak. Daur hidup ada yang sederhana dan ada yang rumit.
Kelas Trematoda terdiri dari 3 ordo
- Ordo 1 Monogenia
- Ordo 2 Aspidobothria, contoh : Aspidogaster.
- Ordo 3 Digenia, contoh : Fasciola, Schistosoma, Bucephalus, Clonorchis.

Contoh hewannya antara lain Fasciola hepatica, Clonorchis sinensis,


Paragonimus westermani, dan Schistosoma (Brotowidjojo, 1989). Schistosoma
yang dikenal adalah Schistosoma haematobium, Schistosoma japonicum, dan
Schistosoma mansomi. Cacing Schistosoma haematonium hidup di dalam system
peredaran darah manusia, misalnya di dalam pembuluh vena porta hepatica,
pembuluh mesentrika, pembuluh darah pada kandung kemih dan juga pada rongga
abdominalis. Cacing ini menyebabkan penyakit Schistomiasis atau bilharzia.
Schistosoma japonicum hidup di dalam darah manusia dan berbagai macam
binatang seperti anjing, kucing, rusa, tikus saah, babi rusa, sapi dll. Schistosoma
mansoni hidup parasite pada manusia dank era baboon.

3. Cestoda (Cacing Pita)

28
(Sumber : burungmaster.com)
Cestoda juga disebut sebagai cacing pita karena bentuknya pipih panjang seperti
pita. Tubuh Cestoda dilapisi kutikula dan terdiri dari bagian anterior yang disebut
skoleks, leher (strobilus), dan rangkaian proglotid. Pada skoleks terdapat alat
pengisap. Skoleks pada jenis Cestoda tertentu selain memiliki alat pengisap, juga
memiliki kait (rostelum) yang berfungsi untuk melekat pada organ tubuh inangnya
(Kastawi, dkk, 2005).

(Gambar : Kait/rostelum pada cacing pita)


(Sumber: brilio.net)
Anggota Cestoda umumnya hidup sebagai endoparasit pada intestine vertebrata.
Cacing ini sering dikenal secara umum sebagai cacing pita. Tubuhnya tidak
mempunyai epidermis dan silia, tetapi tertutup oleh kutikula. Tubuhnya terbagi
menjadi beberapa atau banyak segmen yang disebut proglotid, jarang ada yang
tidak bersegmen. Ujung anterior tubuh dilengkapi dengan alat pelekat yaitu alat
pencengkram dan penghisap, kecuali pada Cestodaria. Mulut dan saluran
pencernaan tidak ada. System ekskresi terdiri dari protonefridia yang berakhir pada
bola-bola api (Brotowidjojo, 1989).
System sarafnya terbatas pada satu pasang ganglia dan dua tali saraf
longitudinal yang terletak pada kedua sisi tubuh. Tiap segmen tubuh mempunyai
satu atau dua set system reproduki yang bersifat hermaprodit. Daur hidupnya
kompleks, biasanya melibatkan dua inang atau lebih.
Kelas Cestoda terdiri atas 2 sub-kelas dan 7 ordo. Sub-kelas 1 Cestodaria.
Endoparasit dalam soelom atau intestin vertebrata. Tubuhnya tidak bersegmen.
Tidak mempunyai skoleks. Organ reproduksi hanya satu set. Larva mempunyai 10
alat pencengkeram. (“hooks”).
- Ordo 1 Amphilinidea, contoh : Amphilina.

29
- Ordo 2 Gyrocotyliea, contoh : Gyrocotyle.

Sub-kelas 2 Eucestoda. Tubuhnya sangat panjang dan berbentuk pita, bersegmen


banyak, jarang yang tidak bersegmen. Ujung anterior tubuh muncul sebagai skoleks
yang mempunyai struktur adesiv. Tiap segmen atau proglotid lebih dari itu satu set
organ reproduksi. Larvanya mempunyai 6 “hooks”.
- Ordo 1 Tetraphyllidea, contoh : Phyllobothrium, Myzophyllobothrium.
- Ordo 2 Diphilliea, contoh : Echinobothrium.
- Ordo 3 Tripanoryncha, contoh : Haplobothrium, Tetrarynchus.
- Ordo 4 Pseudophyllidea, contoh : Bothriocephalus, Dibothriocephalus (Diphyl-
lobothrium).
- Ordo 5 Taenioidea (Cyclophyllidea), contoh : Taenia, Echinococcus, Hymeno-lepis.
13

Contoh dari kelas ini yaitu Taenia solium, Taenia saginata, Taenia pisiformis,
dan Echinococcus Granulosus. Hewan dewasa hidupnya parasit pada hospes tetap,
sedangkan hewan yang belum dewasa hidupnya pada hospes sementara/ perantara.
Bagian-bagian tubuh terdiri atas kepala, leher, dan segmen-segmen (proglotid).
Taenia tidak mempunyai mulut, dan tidak memiliki saluran pencernaan makanan.
Menyerap makanan dari usus hospes dengan saluran pada permukaan tubuhnya
(Rusyana, 2011)

H. Peranan Platyhelminthes Bagi Kehidupan Manusia


Kebanyakan filum ini hidup sebagai parasit, umumnya filum ini merugikan
manusia, baik langsung sebagai parasite pada tubuh manusia maupun sebagai
parasite pada binatang peiharaan seperti : babi, sapi, biri-biri, anjing dan
sebagainya.
Usaha-usaha untuk mecegah infeksi pada manusia mupun binatang peliharaan
biasanya dengan memutuskan siklus hidupnya baik mencegah sampai terjadi
infeksi pada hospes perantara maupun paa hospes tetapnya sendiri. Oleh karena hal
tersebut, pembuangan faeces manusia harus diatur sehingga tidak kemungkinan
terjadinya siklus hiup yang lengkap. Misalnya untuk Taenia terjadinya hexacant

13
Yusuf Kastawi, dkk, Zoologi Avertebrata , (Malang : UM Press, 2005), hlm.125-128

30
tertelan ternak tidak diberi kemungkinan. Daging yang akan dimakan oleh manusia
diusahakan harus matang sehingga cyticercusnya mati.14

14
Adun Rusyana, Zoologi Invertebrata (Teori dan Praktik), (Banung : Alfabeta, 2016), hlmn.70

31
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Platyhelminthes adalah hewan tripoblastik yang paling sederhana yang


memiliki ciri-ciri bertubuh pipih kadang seperti pita, lunak, simetri bilateral,
triploblastik, dan acoelomate, dan tidak bersegmen, belum memiliki sistem
peredaran darah, alat pencernaan kadang—kadang agak kompleks dan tidak
memiliki anus, alat eksresi berupa sel-sel api dengan saluran yang berhubungan
dengannya, umumnya bersifat parasit pada tubuh hewan lainnya. Platyhelminthes
memiliki tiga lapisan embrional, yaitu ektoderma, mesoderma, dan endoderma.
Endodem membatas rongga gastrovaskuler. Diantara ekstoderm dan endoderm
terdapat lapisan mesoderm. Mesoderm terdiri dari jaringan ikat yang longgar dan
pada mesoderm terdapat organ-organ misalnya organ kelamin jantan dan betina.
Platyhelminthes dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelas, yaitu Turbellaria,
Trematoda, dan Cestoda.

B. Saran
Demikian yang dapat penulis paparkan mengenai materi yan menjadi pokok
bahasan dalam makalh ini yaitu Filum Platyhelminthes, tentunya masih banyak
kekurangan dan kelemahan karena terbatasnya kemampuan dan referensi. Semoga
makalah ini berguna bagi penulis lainnya dan kepada pembaca umum.

32
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keberadaan hewan-hewan di muka bumi sangat beragam. Keberagaman
inilah yang hendaknya dipelajari sebagai objek yang diharapkan dapat diambil
fungsi dan manfaatnya bagi kelangsungan hidup manusia. semua hewan yang ada
di muka bumi ini berasal dari hewan-hewan pada zaman Archeozoikum yang
hidup di dalam air. Contohnya dapat dilihat dari fosil-fosil yang dijumpai yang
sebagian hewan tersebut dalam perkembangannya pindah ke darat, tetapi sebagian
tetap dalam air. Jika dibandingkan antara hewan yang berhabitat air dan habitat
darat, maka habitat air akan lebih seragam. Dengan perbedaan itu terbentuklah
habitat yang berbeda, maka hewan yang ada dilingkungan itu berbeda-beda pula.
Menurut Kastawi, pada saat ini para ahli zoology telah berhasil
mendeskripsikan kurang lebih satu juta spesies hewan yang terdapat di muka
bumi, kurang lebih 5% mempunyai tulang belakang (Vertebrata) dan 95%
merupakan hewan yang tidak bertulang belakang. Dalam firman Allah yakni, QS:
An Nur ayat 45 telah dijelaskan, yang artinya:
“Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air, maka sebagian dari
hewan itu ada yang berjalan di atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua
kaki sedang sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan
apa yang dikehendaki-Nya, sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu”.
Ayat yang dituliskan diatas menyebutkan adanya kesesuaian bahwa semua hewan
awalnya berasal dari hewan air. Yang kemudian juga menjelaskan bahwa terdapat
hewan yang berjalan di atas perutnya, maksudnya adalah hewan yang berasal dari
filum Vermes, salah satunya yaitu dari filum aschelmintes, maka disini kelompok
kami akan membahas mengenai filum aschelminthes, lebih khususnya pada
Rotifer.

33
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja ciri umum aschelminthes ?
2. Apa saja ciri khusus aschelminthes ?
3. Bagaimana letak organ aschelminthes?
4. Bagaimana fungsi organ aschelminthes ?
5. Bagaimana habitat hewan aschelminthes ?
6. Bagaimana klasifikasi hewan aschelminthes ?
7. Bagaimana peran hewan aschelminthes ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui ciri umum aschelminthes.
2. Untuk mengetahui ciri khusus aschelminthes.
3. Untuk mengetahui organ aschelminthes.
4. Untuk mengetahui fungsi organ aschelminthes.
5. Untuk mengetahui habitat hewan aschelminthes.
6. Untuk mengetahui klasifikasi hewan aschelminthes.
7. Untuk mengetahui peran hewan aschelminthes.

34
BAB II
PEMBAHASAN
A. Ciri Umum Aschelminthes
Aschelminthes adalah filum yang pernah dipakai pada kerajaan hewan.
Pengelompokan ini sekarang tidak lagi digunakan karena polifelitik. Yaitu jika
anggotanya di turunkan dari 2 atau lebih bentuk nenek moyang yang tidak sama
bagi semua anggotanya. Anggotanya mencakup berbagai cacing yang dikenal
sebagai cacing gilig, yaitu hewan dengan tubuh berbentuk silinder memanjang,
sehingga muncul nama Nemathelminthes yang berarti cacing berkas. Contoh
representative dari filum aschelminthes adalah Rotifera.
Ciri umum dari Rotifera ini yaitu, berhabitat di perairan sebagai organism
mikroskopis, ukurannya kurang dari 1 mm, termasuk hewan multiseluler,
umumnya hidup bebas, soliter, koloni atau sessile.

B. Ciri Khusus Aschelminthes


Ciri khusus dari Rotifera yaitu, tubuhnya terbungkus oleh cangkang kuat yang
disebut lorika, memiliki alat pencernaan yang lengkap diawali dengan mulut dan
diakhiri dengan anus, mempunyai bentuk tubuh silindiris, biasanya mempunyai
jumlah sel tetap, terdapat corona bersilia di bagian anterior, mempunyai matrakx,
dan bereproduksi secara seksual.

C. Penyusun Tubuh Aschelminthes

35
Gambar 1. Sturktur tubuh Rotifera; 1. Lubang kantung otak retro; 2. Silia
sensorik apikal; 3. Dasar selular di bawah corona; 4. Bidang bukal; 5.
Mastax dengan trophi; 6. Kelenjar ludah ventral; 7. Kerongkongan; 8.
Kantung otak retro; 9. Otak dengan kantung subcerebral; 10. Kelenjar
lambung; 11. Lambung ; 12. Usus; 13. Ovarium; 14. Vitellarium; 15.
Kandung kemih; 16. Antena dorsal; 17. Antena ekor; 18. Mata; 19. Mulut;
20. Faring; 21. Saluran telur; 22. Kaki kelenjar dengan reservior; 23. Jari
kaki; 24.Anus; 25.Protonephridiurn;

Tubuh Rotifera dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu anterior pendek, badan
dan kaki. Di bagian anterior terdapat corona dan matraks. Corona terdiri atas
daerah sekitar mulut yang berselia dan silia ini melebar di seputar tepi anterior
hingga seperti bentuk mahkota. Matraks terletak antara mulut dan pharynx.
Matrkas ialah phrynx yang berotot bulat atau lonjong dan bagian dalamnya
terdapat trophi, semacam rahang berkhitin. Trophi terdiri atas 7 buah gigi yang
saling berhubungan.
Pada bagian badan (trunk) terdapat 3 buah tonjolan kecil yaitu sebuah atau
sepasang antenna dorsal dan 2 buah antenna lateral. Pada ujung antenna biasanya
terdapat bulu-bulu. Tubuh Rotifera ini tertutup oleh epidermis yang merupakan
lapisan tipis dan sintisial. Epidermis menghasilkan kutikula yang tipis sampai
tebal, tergantung jenisnya, bahkan ada yang mengeras seperti cangkang yang
disebut loric. Lorica adakalanya dihiasi galur-galur, duri yang pendek atau
panjang dan gampang digerakan. Dan pada bagian kaki, Rotifera memiliki
sepasang kaki yang langsing terletak di ujung posterior dan didalam kaki terdapat
kelenjar kaki (pedal gland).15

15
W. Koste and R. J. Shiela. Rotifera from Australianj Inland WatersInveterbr.Taxon.(7).949-
1021 (Australia: 1987) Hlm. 950-952

36
D. Fungsi Organ Aschelminthes
1. Corona
Corona merupakan salah satu organ khas yang dimiliki oleh rotifera, corona
merupakan organ bersilia yang berguna untuk menangkap dan memasukkan
magasa kedalam mulut. Corona tersusun dari darah sekitar mulut yang bersilia,
silia ini melebar diseputar tepi anterior hingga seperti membentuk mahkota. Selain
digunakan untuk menangkap mangsa, corona juga difungsikan sebagai alat untuk
berenang.16
2. Mastax
Mastax merupakan salah satu organ khas yang dimiliki oleh rotifera selain
corona. Mastax ialah faring yang berotot, berbenuk bulat atau lonjong, dan bagian
dalamnya terdapat tropi, semacam rahang berkitin. Tropi terdiri dari 7 buah gigi
yang saling berhubungan. Matrax berfungsi untuk menangkap dan mengiling
makanan, bentuknya beranekaragam disesuaikan dengan tipe kebiasaan makan
rotifera.
3. Sistem Saraf
Organ saraf pada rotifera dapat dikatakan cukup sederhana dan tersusun secara
simetris. Sistem saraf rotifera terdiri dari ceberal ganglion besar, biasa disebut
otak, terletak di belakang corona dorsal kemastax, dan dikelilingi oleh sel epitel
atau sel otot. Otak dari rotifera memiliki beberapa bentuk dan ukuran seperti:
bulat, segiempat, atau segitiga.
Rotifera memiliki berbagai macam sel sensorik dan organ sensorik, yang dapat
diklasifikasikan sebagai mechanoreceptors, fotoreseptor, dan kemoreseptor.
Mechanoreseptor dan kemoreseptor terletak pada lubang silia, sedangkan
fotoreseptor terletak pada berada pada bagian depan atau bagian punggung, sisi
lateral corona atau pada otak.
4. Sistem Reproduksi
Sistem reproduksi betina terdiri dari ovarium, vitelarium, dan lapisan folikel
dan berlanjut sebagai saluran telur. Sistem reproduksi laki-laki terdiri dari
sepasang testis piriform, berukuran besar, berbentuk bulat, satu sampai beberapa

16
Ibid., 221

37
kelenjar aksesori atau prostat, organ sanggama atau penis, dan organ genitalnya
biasanya dikelilingi oleh silia.17

E. Habitat Aschelminthes
1. Air Tawar
a) Air Lentic
Rotifera euplanktonic biasanya dapat ditemui air lentic. Rotiferaeu planktonic
mampu tinggal di permukaan atau di kedalaman ditentukan. Fauna rotifer dari
pelagial danau dan badan air besar hampir secara eksklusif terdiri dari spesies
euplanktonic, sementara plankton dari kolam dan badan air dangkal terdiri dari
spesies euplanktonic dan semi-planktonik karakteristik vegetasi pesisir dan
terendam. Banyak spesies bentik dapat ditemukan berenang di sekitar di perairan
dangkal juga. Kekayaan spesies rotifer dari zona pelagis lebih rendah dari untuk
habitat wilayah dan psammon pesisir.
Komunitas rotifer dipengaruhi oleh faktor fisika, kimia, dan biologis, yang
berpengaruh pada sistem perairan. Beberapa diantaranya adalah suhu, konsentrasi
oksigen, intensitas cahaya, dan pH, makanan kualitas dan kuantita, eksploitatif
dan kompetisi gangguan, predasi, dan parasitisme.
Cahaya, makanan, suhu, oksigen, dan predasi adalah salah satu pengaruh yang
bertanggungjawab secara langsung maupun tidak langsung, untuk distribusi
vertikal rotifera planktonik. Di danau, distribusi vertikal rotifera sangat terkait
dengan musim, dan perubahan suhu dan oksigen, dengan beberapa spesies juga
menunjukkan migrasi vertikal diurnal. populasi rotifer berkonsentrasi pada
kedalaman dengan gradien jelas.
b) Air
Lotic Perairan gunung mengalir deras tidak dapat mempertahankan populasi
plankton rotifer pada daerah ini: spesies yang ditemukan di habitat seperti berasal
dari vegetasi, bentos, dan hyporheos. Di sungai, rotifera yang biasanya dominan
merupakan komponen potamoplankton. Pada daerah ini didominasi oleh spesies
Plantonicloricate dan spesies epibentik dan spesies littoral. Dominasi
Plantonicloricate dipengaruhi oleh kemampuan mereka bereproduksi dengan

17
W. Koste and R. J. Shiela. Rotifera from Australianj Inland WatersInveterbr.Taxon.(7).949-1021
(Australia: 1987) Hlm 233

38
cepat. Ketidakmampuan rotrifer untuk beradaptasi dengan suhu dan kecepatan
arus membuat rotrifer tidak dapat hidup pada lingkungan ini.

2. Lingkungan Air Laut


a) Zona pelagik
Zona pelagik merupakan zona laut lepas yang memiliki kedalaman rata-rata
mencapai 4000 meter. Zona pelagik ini memiliki kekayaan dan kepadatan spesies
yang rendah. Diketahui hanya ada sedikit spesies rotrifer yang hidup pada zona
pelagik dianaranya Brachionidae (Notholca japonica), Synchaetidae (Synchaeta
spp.), and Trichocercidae (Trichocerca marina, Trichocerca sp.).

b) Zona neritik
Zona neritik merupakan bagian lautan yang relatif dangkal dengan kedalaman
rata-rata sekitar 200 meter. Pada zona ini rotifer yang mendominasi adalah
Synchaetidae dan oleh genus Synchaeta, baik dalam kekayaan maupun
kelimpahan. Dibadingkan dengan zona pelagik, zona neritik memiliki
keanekaragaan spesies rotifer yang lebih besar, kemungkinan dikarenakan
kedalaman perairan dan nutrisi.
c) Muara
Berdasarkan sebuah studi, keragaman rotifera yang ada di muara hanya
terbatas pada plankton. Kekhasan dari muara adalah gradien salinitas yang
memanjang sungai yang memiliki salinitas rendah menuju akhir muara yang
memiliki salinitas seperti air laut. Rotifera yang terdapat pada muara dianaranya
adalah Synchaeta, Hexarthra, Trichocerca.18

F. Klasifikasi Hewan Aschelminthes


Kelas Rotifera terdiri dari sekitar 2.000 spesies dari hewan mikroskopis,
biasanya panjangnya kurang dari 1 mm, ditandai oleh adanya korona bersilia dan
faring berotot yang disebut mastax. Filum Aschelminthes, kelas Rotifera
mikroskopis akuatik dengan ujung yang termodifikasi diubah menjadi organ

18
W. Koste and R. J. Shiela. Rotifera from Australianj Inland WatersInveterbr.Taxon.(7).949-1021
(Australia: 1987) Hlm 277

39
siliaris. Corona faring mempunyai rahang internal. Terdapat Sekitar 1500 spesies
yang dikenal. Kelas Rotifera terdiri dari ordo Bdelloidea, Ploima, dan Rhizota.19
Ordo Bdelloidea adalah partenogen wajib yang hidup di habitat basah atau
lembab, yang mampu bertahan dari pengeringan melalui dormansi. Ordo
Bdelloidea (Gambar. 4.49) adalah sekelompok hewan yang sama sekali aseksual,
bereproduksi dengan apliktomi apomiktik. Ovarium dan vitellaria berpasangan.
Bentuk tubuh bulat memanjang, kaki dengan tiga jari, bergerak seperti lintah.20
Tubuh tersusun atas pseudosegmen yang dapat ditarik secara teleskopik.
Karakteristik corona terdiri dari 2 cakram trochal, dapat direduksi menjadi bidang
bukal. Kepala beruang antena punggung dan mimbar bersilia. Jumlah jari kaki 2,
3, atau 4 atau piringan perekat. Pseudosegment kedua dari belakang dengan taji.
Bdelloidea bergerak berenang atau merayap dengan korona ujung anterior yang
bisa ditarik dengan dua lempeng trochal atau dikurangi dari kondisi ini, mastax
rumate, dengan dua pejantan germovitellaria yang menginginkan lebih dari dua
kelenjar pedal, kaki sering dengan taji dan lebih dari dua jari kaki.

Ordo Ploima sangat bervariasi bentu tubuhnya, korona, jari kaki, dan trophi.
Trochus tidak pernah mengelilingi bidang apikal; korona sering dengan
pseudotrochus dibedakan oleh bidang bukal. Biasanya 2 jari kaki, jarang jari kaki
tunggal, jari kaki sering tidak ada pada spesies planktonik.Terdapat sekitar 1.410
spesies. Ploima berenang dengan korona normal dengan dua jari kaki dan dua

19
Ibid., 217
20
Adun Rusyana, Zoologi Invertebrata (Teori dan Praktik), (Bandung: ALFABETA, 2011), hlm
184

40
kelenjar pedal. Bergerak secara berenang atau berjalan dengan kaki di dasar
kolam, ada yang tidak memiliki kloaka.21

Gambar : (A-C) Brachionus


manjavacas, (D) Proales theodora, (E-
G) Dicranophorus fordpatus, (H)
Notommata glyphura, (I) Mytilina
ventralis, (J) Trichotria tetractis

Ordo Rhizota, mempunyai ciri-ciri melekat pada benda yang ditemui, hidup
berkoloni, sebagian soliter.

Family Flocularidae

G. Peranan Hewan Aschelminthes


Rotifera memegang peranan penting dalam rantau makanan ekosistem air
tawar. Di satu pihak memakan serpihan-serpihan organik dan ganggang bersel
satu, dilain pihak, rotifera merupakan makanan bagi hewan yang lebih besar

21
Ibid., 184

41
seperti cacing dan crustacea. Rotifera adalah makanan yang baik untuk ikan muda,
mereka tumbuh dalam jumlah massal dalam budidaya komersial. Mereka juga
berfungsi sebagai model untuk penelitian tentang penuaan, dan sebagai
bioindikator untuk Ekotoksiologi karena sering memainkan peran kunci pada
dinamika air tawar da ekosistem laut pesisir.22

22
Sri Redjeki, BUDIDAYA ROTIFERA (Branchionus plicatilis), Oseana, Volume XXIV, Nomor
2, 1999, hlm 27

42
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ciri umum dari Aschelminthes yaitu berhabitat di perairan sebagai organisme
mikroskopis, ukurannya kurang dari 1 mm, hewan multiseluler, hidup bebas,
soliter, koloni atau sessile. Ciri khusus dari Aschelminthes yaitu, tubuhnya
terbungkus oleh cangkang kuat yang disebut lorika, alat pencernaan yang lengkap,
bentuk tubuh silindiris, jumlah sel tetap, terdapat corona bersilia di bagian
anterior, mempunyai matrakx, dan bereproduksi secara seksual.
Tubuh Rotifera dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu anterior pendek, badan
dan kaki. Di bagian anterior terdapat corona dan matraks. Pada bagian badan
(trunk) terdapat 3 buah tonjolan kecil. Memiliki sepasang kaki yang langsing
terletak di ujung posterior dan terdapat kelenjar kaki (pedal gland).
Rotifera memiliki berbagai macam organ yang terdiri dari corona, mastax,
sistem saraf, dan sistem reproduksi yang masing-masing mempunyai peranan
sesuai dengan fisiologisnya. Habitat Rotifera terdapat pada air tawar yang
dibedakan menjadi air lentic dan air, sedangkan di lingkungan perairan laut
dibedakan menjadi zona pelagik, neritik, muara.
Klasifikasi Aschelminthes dibedakan menjadi Kelas Rotifera terdiri dari ordo
Bdelloidea, Ploima, dan Rhizota. Rotifera memegang peranan penting dalam
rantau makanan ekosistem air tawar, dan juga berfungsi sebagai model untuk
penelitian tentang penuaan, dan sebagai bioindikator.

B. Saran
Demikian yang dapat penulis paparkan mengenai materi yan menjadi pokok
bahasan dalam makalh ini yaitu Filum Aschelminthes, tentunya masih banyak
kekurangan dan kelemahan karena terbatasnya kemampuan dan referensi. Semoga
makalah ini berguna bagi penulis lainnya dan kepada pembaca umum.

43
DAFTAR PUSTAKA

Brotowidjojo, Mukayat Djarubito.1989. Zoologi Invertebrata. Jakarta: Erlangga.


Hala, Yusminah. 2007. Biologi Umum 2. Makassar: UIN Alauddin Press.
Jasin, Maskoeri. 1992. Zoologi Invertebrata. Surabaya: Sinar Wijaya.
Kastawi, Y, dkk. 2005. Zoologi Avertebrata. Malang: UM Press.
Koste, W and R. J. Shiela. 1987. Rotifera from Australianj Inland
WatersInveterbr.Taxon. Australia
Redjeki, Sri. BUDIDAYA ROTIFERA (Branchionus plicatilis). 1999. Oseana,
Volume XXIV, Nomor 2
Rusyana, Adun. 2011. Zoologi Invertebrata. Bandung: Alfabeta.
Sudjadi, B. dan Laila, S. (2007). Biologi umum edisi revisi. Edisi ke-1. Jakarta:
Yudhistira.

44

Anda mungkin juga menyukai