Upaya untuk mengurangi efek rumah kaca telah dilakukan oleh para
Kepala Pemerintahan yang tertuang dalam Protokol Kyoto Jepang yang
berkomitmen mengurangi emisinya sebesar 6%. Negara-negara Uni Eropa
menargetkan pengurangan emisi sebesar 8%. Amerika Serikat penyumbang
emisi terbesar yang belum bersedia turut dalam Protokol Kyoto diharapkan
mengurangi jumlah emisinya sebesar 7%. Upaya lain yang dilakukan oleh
Forum Energi dan Lingkungan Berkelanjutan di Asia Pasifik yang diprakarsai
Kyoto University. Forum tersebut mendorong peningkatan penggunaan energi
baru terbarukan seperti energi air, angin, panas bumi, surya, bio-massa. Target
yang dicanangkan sampai dengan tahun 2030 sebesar 50%.
Target dipandang sangat ambisius mengingat hampir semua negara yang
menandantangani Protokol Kyoto menyandarkan energinya pada sumber-
sumber konvensional yang beremisi tinggi yang makin menipis ketersediannya.
Jepang masih mengandalkan 70% dari gas alam yang diimpor. Thailand
bergantung 80% energinya dari gas alam. India menggantungkan batu bara
yang mencapai 70%. Indonesia baru bisa memanfaatkan energi terbarukan
seperti air, panas bumi dan sumber lain sebesar 4,4%. Selebihnya bergantung
pada sumber minyak bumi, gas alam dan batu bara.
Upaya efisiensi energi memiliki manfaat ganda yakni menghemat uang
dan penggunaan energi konvesional yang makin menipis jumlahnya.
Pengurangan gas rumah kaca akan lebih signifikan jika secara simultan diikuti
dengan langkah lain misalnya mengurangi penggunaan kendaraan pribadi.
Secara teoritis efisiensi energi relatif lebih mudah dilakukan daripada
mengembangkan energi baru seperti pembangkit tenaga surya dan angin yang
biaya instalasinya masih mahal. Keikutsertaan negara berkembang dalam
mitigasi gas rumah kaca juga terkait dengan ulah kita yang meskipum dalam
skala global masih terbilang kecil tetapu memberikan kontribusi terhadap gas
rumah kaca dan membuat sengsara masyarakat. Catatan terakhir menunjukkan
bahwa kebakaran hutan di Indonesia menyumbang 7% emisi gas rumah kaca.2
3. Kebakaran Hutan di Indonesia
Indonesia merupakan negara yang melimpah akan sumber daya alam dan
lingkungan dan merupakan salah satu negara di dunia yang mempunyai hutan
tropis terluas setelah hutan amazon. Indonesia sering mengalami kejadian
kebakaran hutan yang menimbulkan banyak dampak antara lain seperti
perncemaran lingkungan karena asap, kesehatan terganggu, perekonomian
terganggu bahkan bisa menyebabkan terganggunya hubungan diplomatik antar
negara.
Pencemaran udara akibat kebakaran hutan saat ini sudah sampai pada
tingkat pencemaran yang bersifat lintas batas dan hal ini juga menjadi salah
satu masalah di ranah internasional. Peristiwa pencemaran udara yang
melampaui lintas batas dengan segala konsekuensinya harus disikapi secara
serius oleh pihak dalam tingkatan lokal, regional, maupun internasional. Semua
pihak seharusnya bisa melaksanakan sebuah perundingan untuk memecahkan
2
Sudharto, Hadi, Bunga Rampai Manajemen Lingkungan, (Yogyakarta: Thalia Media, 2014),
hal 221-226.
permasalahan ini. Masalah pencemaran udara yang berdampak kepada semua
pihak termasuk negara lain maupum masyarakat adalah suatu kecemasan yang
dihadi masyarakat saat ini. Masalah pencemaran lingkungan ini telah menjadi
perhatian dalam kawasan ASEAN.
Salah satu permasalahan yang sedang dihadapi lingkungan global saat ini
adalah kebakaran hutan. Indonesia dianggap perusak hutan terbesar di dunia
karena tingkat kerusakan hutan yang sangat tinggi. Penyebab kerusakan hutan
yang ada di Indonesia dapat di golongan kedalam beberapa factor yaitu
pembakaran liar, konsensi lahan untuk looging dan perkebunan, penebangan
liar, konsensi hutan untuk pertambangan, perambahan hutan oleh masyarakat
sekitar.
Kebijakan lingkungan internasional terdapat dalam perjanjian-perjanjian
internasional. Secara umum negara bertanggung jawab dala hukum
internasional untuk pembuatan atau tindakan yang bertentangan dengan
kewajiban internasional negara tersebut. Komisi hukum internasional telah
membahas soal penanggung jawab negara ini sejak 1956 namun baru tahun
2001 berhasil merumuskan rancangan undang-undang tentang pemuatan yang
dipersalahkan menurut hukum internasional yang kemudian diedarkan oleh
majlis umum PBB.
Pencemaran lintas batas akibat kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia
untuk saat ini memang belum menimbulkan sengketa antara negara-negara
ASEAN, terutama antara negara yang di dalam wilayahnya terjadi kebakaran
hutan dengan negara yang menderita akibat dampak dari kebakaran hutan.
Peristiwa kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia merupakan bentuk-bentuk
perwujudan prinsip tanggung jawab negara dalam ASEAN Agreement on the
Conservation of Nature and Natural Resources, dapat dikatakan belum
dijalankan sebagaimana mestinya karena dilihat dari aspek penegakan hukum
dengan segala sanksinya, aspek kelembagaan yang tidak permanen dan
profesional, tidak tersedianya peralatan dan teknologi kebakaran hutan dan
lahan yang memadai.
Dalam ASEAN Agreement Transboundarry Haze Pollution dituliskan
pada Pasal 27 bahwa untuk menyelesaikan sengketa pencemaran lintas batas
akibat kebakaran hutan wajib diselesaikan secara damai melalui konsultasi dan
perundingan. Menurut Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Pengelolaan
Lingkungan Hidup yang selanjutnya disebut dengan UUPPLH menyatakan
bahwa sengketa lingkungan hidup dapat ditempuh melalui pengadilan ataupun
diluar pengadilan berdasarkan pihak yang bersengketa kebakaran hutan yang
terjadi di Provinsi Riau menjadi perhatian dunia saat ini.
Kebijakan lingkungan global-internasional terdapat dalam kesepakatan-
kesepakatan internasional mengenai lingkungan, baik yang sifatnya multilateral
maupun bilateral. Kesepakatan internasional ini dapat berbentuk deklarasi,
konvensi, agenda, dan atau perjanjian internasional di bidang lingkungan.
Indeks standar polusi (PSI) pernah mencapai level kritis, yakni 400, yang
berpotensi mengancam nyawa orang-orang sakit dan lanjut usia. Di Malaysia,
khususnya di negara bagian Johor, ratusan sekolah ditutup karena kabut asap
dari Indonesia. Pemerintah di kedua negara tetangga itu pun mengeluarkan
protes. Pasalnya, terindikasi bahwa perusahaan Malaysialah yang membakar
hutan untuk membuka massif. Kedua, terjadinya penyingkiran terhadap
masyarakat lokal dan adat dalam pengelolaan dan pemanfaatan hasil hutan.
Banyak kawasan tanah ulayat dirampas paksa oleh perusahaan.
Dengan demikian, dalam kasus Kebijakan kehutanan itu bertolak belakang
dengan pasal 33 UUD 1945. Jika benar seperti itu maka citra kedua negara
yang menjadi buruk di mata internasional. Kebakaran hutan yang terjadi di
Indonesia sampai sejauh ini tidak pernah diselesaikan melalui pengadilan oleh
negara-negara korban dari pencemaran lintas batas akibat kebakaran hutan,
karena negara-negara ASEAN tersebut menganut prinsip penyelesaian
sengketa secara damai seperti yang terkandung dalam AATHP (ASEAN
Agreement Transboundarry Haze Pollution).
Pencemaran lintas batas akibat kebakaran hutan yang terjadi di indonesia
untuk saat ini memang belum menimbulkan sengketa antara negara-negara
ASEAN , namun Indonesia bertanggungjawab terhadap kebakaran hutan yang
terjadi di dalam wilayahnya, karena tanggungjawab negara dalam hukum
Internasional adalah untuk mencegah terjadinya sengketa antar negara,
disamping juga bertujuan memberikan perlindungan hukum dan prinsip
tanggungjawab negara merupakan salah satu prinsip yang penting dalam
hukum Internasional, peristiwa kebakaran hutan di indonesia merupakan
perwujudan prinsip tanggungjawab negara dalam ASEAN Agreement on the
Conservation of Nature and Natural Resourse.3
4. Penipisan Lapisan Ozon
Atmosfer terdiri atas beberapa lapisan (layer) yang berbeda-beda dan
setiap lapisan memiliki fungsi tertentu. Para pakar membagi lapisan-lapisan
tersebut berdasarkan ketinggian dari permukaan bumi. Menurut para pakar,
lapisan atmosfer terbagi dalam lima lapisan berikut: (i) troposphere, (ii)
stratosphere, (iii) mesosphere, (iv) thermosphere, dan (v) exosphere. Untuk
jelasnya, dapat dilihat pada chart berikut ini.
Perlu diketahui bahwa lapisan ozon (ozone layer) terletak pada bagian
bawah lapisan stratosfer atau pada ketinggian antara 20-30 km dari permukaan
laut, tergantung variabilitas dari geografi alam disekitarnya. Lapisan bawah
3
Shafa Fatiy Al-Adawiyah, KEBIJAKAN HUKUM LINGKUNGAN INTERNASIONAL ATAS
PERISTIWA KEBAKARAN HUTAN DI INDONESIA, Universitas Darussalam Gontor, hal 1-8.
stratofer ditemukan banyak senyawa ozon (O3) sehingga lapisan ini di sebut
lapisan ozon. Menurut para ahli, senyawa ozon dapat menyerap radiasi jahat
dari sinar matahari sehingga ketika mencapai bumi, sinar matahari tersebut
tidak lagi berbahaya bagi manusia dan makhluk hidup lainnya.
Penipisan lapisan ozon menjadi masalah penting karena setiap penipisan
lapisan ozon sebesar 10% akan menyebabkan kenaikan intensitas sinar
ultraviolet (UV) B sebesar 20%. Hasil penelitian para ahli menunjukkan bahwa
tingginya UV-B bisa menimbulkan katarak mata, kanker kulit, penurunan
kekebalan tubuh, memusnahkan plankton dan menghambat pertumbuhan
tanaman.
Syukur, akibat kontrol yang ketat atas perdagangan dan produksi bahan-
bahan kimia di atas dan ditemukannya bahan-bahan kimia yang lebih ramah
dengan lingkungan, maka “lubang ozon” yang dulunya besar dan luas,
sekarang sedikit demi sedikit telah tertutup. ‘Keberhasilan’ ini menunjukkan
bahwa jika masyarakat internasional, pemerintah dan dunia usaha bersungguh-
sungguh untuk menyelesaikan permasalahan lingkungan global pasti bisa
dilaksanakan. Oleh karena itu, keberhasilan ini selalu dijadikan contoh
keberhasilan rezim hukum internasional dalam menanggulangi permasalahan
lingkungan global.4
5. Permasalahan Pengrusakan Hutan (Deforestasi) di Lingkungan Global
Isu lingkungan global mulai muncul dalam berberapa dekade belakangan
ini. Kesadaran manusia akan lingkungannya yang telah rusak membuat isu
lingkungan ini mencuat. Isu yang paling penting dalam lingkungan adalah
mengenai pemanasan global akibat pemanasan global yang disebabkan oleh
efek rumah kaca yaitu bertambahnya jumlah gas-gas rumah kaca (GRK) di
atmosfir yang menyebabkan energi panas yang seharusnya dilepas ke luar
atmosfir bumi dipantulkan kembali ke permukaan dan menyebabkan
temperature permukaan bumi menjadi lebih panas.
Di seluruh dunia, hutan-hutan alami sedang dalam krisis. Tumbuhan dan
binatang yang hidup didalamnya terancam punah. Dan banyak manusia dan
kebudayaan yang menggantungkan hidupnya dari hutan juga sedang terancam.
4
Laode M. Syarif, Kadek Sarna, Hukum Lingkungan, (USAID: Amerika, 2014), hal 19-21.
Tapi tidak semuanya merupakan kabar buruk. Masih ada harapan untuk
menyelamatkan hutan-hutan ini dan menyelamatkan mereka yang hidup dari
hutan. Hutan purba dunia sangat beragam. Hutan-hutan ini meliputi hutan
boreal-jenis hutan pinus yang ada di Amerika Utara, hutan hujan tropis, hutan
sub tropis dan hutan mangrove. Bersama, mereka menjaga sistem lingkungan
yang penting bagi kehidupan di bumi. Mereka mempengaruhi cuaca dengan
mengontrol curah hujan dan penguapan air dari tanah. Mereka membantu
menstabilkan iklim dunia dengan menyimpan karbon dalam jumlah besar yang
jika tidak tersimpan akan berkontribusi pada perubahan iklim.
SUMBER
Hadi Sudharto. 2014. Bunga Rampai Manajemen Lingkungan. Yogyakarta:
Thalia Media
Al-Adawiyah, Shafa Fatiy, KEBIJAKAN HUKUM LINGKUNGAN
INTERNASIONAL ATAS PERISTIWA KEBAKARAN HUTAN DI
INDONESIA, Universitas Darussalam Gontor
Syarif, Laode M., Kadek Sarna. 2014. Hukum Lingkungan. Amerika: USAID
Arif, Anggraeni. 2016. Analisis Yuridis Pengrusakan Hutan (Deforestasi) dan
Degradasi Hutan terhadap Lingkungan. Jurispridentie Volume 3 Nomor 1
Fadli, Moh., Mukhlish, Mustafa Lutfi. 2016. Hukum dan Kebijakan Lingkungan.
Malang: UB Press
6
Moh. Fadli, Mukhlish, Mustafa Lutfi, Hukum dan Kebijakan Lingkungan, (Malang: UB
Press, 2016), hal 123-132.