Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hutan merupakan suatu pondasi alam dalam menyediakan dan mengendalikan

berbagai kebutuhan manusia,Selain sebagai sumber daya alam hutan juga merupakan

faktor ekonomi dilihat dari hasil-hasil yang dimilikinya. Namun, bersamaan itu pula

sebagai dampaknegatif atas pengelolaan hutan yang eksploitatif dan tidak berpihak pada

kepentingan rakyat,pada akhirnya menyisakan persoalan,diantaranya tingkat kerusakan

hutan yang sangat menghawatirkan. Sedemikian besarnya hutan bagi manusia, sehingga

apabila terjadi kerusakan seperti penebangan liar, kebakaran dan lain sebagainya maka

akan menimbulkan dampak yang kurang baik dalam tatanan hidup manusia.

Polusi udara terus menjadi masalah di kota-kota besar dunia, baik dinegara maju

dan berkembang. Implikasinya,pencemaran uadara merepresentasikan urusan setiap

orang dan keadaan darurat bagi masyarakat internasional.

Dampak langsung dari kebakaran hutan tersebut antara lain:

a) timbulnya penyakit infeksi saluran pernafasan akut bagi masyarakat.

b) berkurangnya efesiensi kerja karena saat terjadi kebakaran hutan dalam skala bes

ar, sekolah-sekolah dan kantor- kantor akan diliburkan.

c) terganggunya transportasi di darat, laut maupun udara.


d) kebakaran hutan dan lahan itu ternyata telah menurunkan kualitas udara dan

jarak pandang di rugion pada mulanya kerusakan lingkungan hanya terbatas

pada tingkat domestik. Manun dalam waktu yang tidak lama kerusakan

lingkungan mulai merambah kawasan wilayah dan juga mempengaruhi

hubungan internasional di ASEAN.Saat ini seluruh masyarakat tidak lagi

meragukan bahwa lingkungan merupakan suatu problem utama yang

menjadikannya sebagai isu internasional. Dengan timbulnya permasalahan ini,

menyebabkan konflik antar wilayah ASEAN.

ASEAN didirikan tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok.ASEAN diprakarsai oleh

5 menteri luar negeri dari wilayah Asia Tenggara. Kamboja tanggal 16 Desember 1998.

Prinsip-prinsip utama ASEAN digariskan seperti berikut:

1. Menghormati kemerdekaan, kesamaan, integritas dan identitas nasional semua negara

2.Setiap negara memiliki hak untuk menyelesaikan permasalahan nasionalnya tanpa ada

campurtangan dari luar

3. Penyelesaian perbedaan atau perdebatan antar negara dengan aman

4. Menolak penggunaan kekuatan dan kekerasan

5. Meningkatkan kerjasama yang efektif antara anggota.

Subjek Hukum Internasional lazimnya didefenisikan sebagai pendukung hak dan

kewajiban hukum Internasional.Namun kiranya perlu dikemukakan suatu definisi yang

lebih terperinci seperti dikemukakan oleh Ian Brownlie sebagaimana dikutip oleh

Whisnu Situni bahwa subjek hukum internasional merupakan entitas yang menyandang
hak-hak dan kewajiban-kewajiban internasional,dan mempunyai kemampuan untuk

mempertahankan hak-haknya dengan mengajukan klaim-klaim internasional.Negara

merupakan subjek hukum internasional yang memiliki beberapa keistimewaan yang

tidak dimiliki oleh subjek hukum internasional lainnya. Masyarakat internasional

berbeda dengan masyarakat nasional.Perbedaannya terletak pada sifat hubungannya,

yaitu masyarakat internasional bersifat koordinatif sedangkan masyarakat nasional

bersifat subordinatif. Apabila suatu negara bukan merupakan produsen atau konsumen,

maka ia pun bukan merupakan konsumen atau produsen. 1

Dalam perpustakaan hukum internasional Inggris, sumber hukum dalam arti

material sebagaimana yang dikemukakan oleh J.G. Starke justru dalam arti yang

sebaliknya yaitu sumber hukum dalam arti formal.Dalam literatur tertulis terdapat dua

tempat rujukan yang menempatkan sumber hukum dari sumber hukum

internasional.Mochtar Kusumaatmadja mengemukakan bahwa sumber-sumber Hukum

Internasional sebagai berikut:

1. Perjanjian-perjanjian Internasional;

2. Kebiasaan-kebiasaan Internasional;

3. Prinsip-prinsip Hukum Umum; dan

4. Keputusan-keputusan pengadilan dan ajaran-ajaran serjana-serjana yang

paling terbuka dari berbagai negara Organisasi internasional dakam arti

luas meliputi organisasi internasional publik.

1
Pradito Blog, “Sejarah Berdirinya ASEAN”,
http://h45ibuan.blogspot.com/2009/03/sejarah-berdirinya-asean.html
Ada beberapa kasus yang berdampak pada hubungan internasional di kawasan ASEAN,

salah satunya adalah polusi asap. luasnya dampak lingkungan ini ASEAN sejak tahun

1995 membicarakan isu asap yang menciptakan gangguan kesehatan bagi penduduk

ASEAN.

 Deklarasi Rio 1992

Manusia sasaran utama pembangunan berkelanjutan.Mereka berhak untuk hidup

sehat dan produktif dalam keserasian dengan alam. Prinsip 1 Deklarasi Rio 1992 Ini

menegaskan bahwa lingkungan hidup harus terus dijaga dan dilestarikan secara

berkelanjutan, dalam hal ini manusia sebagai mahkluk paling sempurna dimuka bumi

yang dianugerahi akal dan pikiran harus berperan aktif dalam menjaga dan melestarikan

lingkungan hidup guna terpenuhinya kebutuhan untuk terus hidup sehat dan produktif

untuk generasi saat ini dan masa mendatang.dalam Prinsip 14 Deklarasi Rio

menyatakan,Negara harus bekerjasama secara efektif untuk mencegah atau mencegah

relokasi dan transfer ke negara-negara lain dari setiap kegiatan dan zat yang

menyebabkan degradasi lingkungan yang parah atau ditemukan berbahaya bagi

kesehatan manusia.
 Deklarasi Stockholm 1972

Sebagai tiang utama hukum lingkungan internasional Deklarasi Stockholm

1972 menyatakan bahwa:

Manusia memiliki hak mendasar untuk kebebasan, kesetaraan dan kondisi kehidupan

yang memadai, dalam suatu lingkungan berkualitas yang memungkinkan kehidupan

yang bermartabat dan kesejahteraan, dan dia memegang tanggung jawab suci untuk

melindungi dan memperbaiki lingkungan untuk hadir dan generasi mendatang).

 ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution 2002.

Para Pihak harus mengambil tindakan pencegahan untuk mengantisipasi,

mencegah dan mengawasi polusi asap sebagai hasil dari tanah atau kebakaran hutan

yang harus dikurangi, untuk meminimalkan nya efek samping. Dimana ada ancaman

serius atau tidak dapat diperbaiki kerusakan dari polusi kebakaran hutan, bahkan tanpa

penuh kepastian ilmiah, tindakan pencegahan harus diambil oleh Pihak yang

bersangkutanPemerintah sebagai penyelenggara Negara di haruskan mengambil langkah

pencegahan kebakaran hutan agar tidak terjadi kerusakan lingkungan dan pecemaran

hutan di negara serta melaksanakan amanat dari Pasal 3 Ayat 1 untuk tidak

membahayakan kesehatan manusia atau meminimalisir dampak dari kebakaran hutan di

Indonesia yang berupa kabut asap yang mana kabut asap tersebut sangat mengganggu

aktifitas dan kesehatan manusia yang dirasakan rakyat Indonesia sendiri maupun oleh

rakyat Malaysia.

Pada bulan 31 Oktober 2006.Pencemaran udara di kawasan Asia Tenggara yang

paling marak terjadi yaitu masalah haze.Haze merupakanfenomena dimana debu dan
asap menyelimuti kawasan langit. Dapat digolongkan haze adalah kabut, uap air, abu

gunung berapi, salju, pasir dan debu.Di Indonesia Kebakaran lahan dan kebun hampir

terjadi setiap tahun terutama pada musim kemarau panjang. Data Spatial Kementerian

Lingkungan Hidup selama tahun 2006 sebanyak 33.222 titik yang tersebar di Pulau

Sumatera sebanyak 15.441 titik, Kalimantan sebanyak 17.771 titik, Sulawesi 9 titik, dan

Nusa Tenggara Barat 1 titik. Kebakaran lahan dan kebun akan berdampak negatif pada

beberapa aspek, baik ekonomi, sosial, ekologis maupun politis. Selain Indonesia,

Malaysia, Brunei Darusalam, dan Thailand mengalami hal yang sama akan tetapi

dengan skala yang jauh lebih kecil dari kejadian di.31 Pada bulan Oktober 2006, atas

inisiatif Pemerintah Indonesia, di indonesia telah diselenggarakan pertemuan khusus

negara anggota ASEAN untuk menuntaskan permasalahan kebekaran hutan yang

selama ini membawa dampak sosial dan ekonomi cukup besar bagi masyarakat

indonesia.

Upaya pengendalian pencemaran lingkungan susunguhnya telah dianut dalam

perundang-undangan penanaman modal asing negara-negara ASEAN.2bahkan dalam

program dan kegiatan UNET sejak pembentukannya terutama ditujukan mendorong

kerja sama regional. Selain UNET perlu diperhstiksn juga bahwa ruang lingkup prinsip

21 Deklarasi Stockholm meliputi juga yurisdiksi laut lepas,ruang udara dan ruang

angkasa.

Untuk mewujudkan kerjasama pengendalian pencemaran kebakaran hutan

tersebut tidak terlepas dari masalah – masalah hukum, sistem nilai, politik,ekonomi dan

2
M. Basarah, Prospek Kerjasama Negara-Negara Asean Dalam Pengendalian
Pencemaran kebakaran hutan, Jurnal Hukum No. 15 Vo. 7 Desember
2000.
budaya. Dalam rangka kerja sama negara-negara berkembang khususnya negara-negara

ASEAN di bidang pencemaran kebakaran hutan.

The ASEAN Agreement on Transboundary HazePoluttion mengawasi dan

mencegah kebakaran hutan melalui berbagai bentuk kerjasama yang telah disepakati

Permasalahan kebakaran hutan ini menjadi masalah internasional karena kasus ini

menimbulkan pencemaran di negara-negara tetangga.sehingga mereka mengajukan

protes terhadap Indonesia atas terjadinya masalah ini. Berdasarkan pada pertemuan

menteri lingkungan hidup ASEAN dalam masalah kebakaran hutan pada 13 Oktober

2006, Malaysia dan Singapura mendesak Indonesia untuk menyelesaikan masalah ini.

Protes Malaysia dan Singapura ini didasarkan pada alasan bahwa kebakaran hutan

tersebut telah menimbulkan gangguan terhadap kesehatan masyarakat, perekonomian

serta pariwisata mereka,bahwa malaysia mengecem indonesia karena tidak mampu

mengatasi masalah kebakaran hutan dan indonesia harus membayar kompensasi akibat

kebakaran tersebut.

Kerugian sosial ekonomi dan ekologis yang timbul oleh kebakaran hutan cukup

besar, bahkan dalam beberapa hal sulit untuk diukur dengan nilai rupiah.Kerugian yang

harus ditanggung oleh Indonesia akibat kebakaran hutan tahun1997 dulu diperkirakan

mencapai Rp.5,96 trilyun .Salah satu prinsip adalah “Sic utere tuo ut alienum non laedes

‘’ yang menentukan bahwa suatu Negara dilarang melakukan atau mengijinkan

dilakukannya kegiatan yang dapat merugikan Negara lainnya pada intinya prinsip itu

mengatakan kedaulatan wilayah suatu negara tidak boleh diganggu oleh negara lain.

Prinsip-prinsip hukum internasional untuk perlindungan lingkungan lainnya adalah

menurut hukum internasional pertanggung jawaban negara yang bersangkutan


merugikan negara lain. Dalam hal ini kasus kebakaran hutan di Indonesia telah

menimbulkan dampak negative terhadap Negara-negara tetangga.3

Asia tenggara dimana Negara Indonesia berada merupakan kawasan yang berada

di daerah tropis sehingga memiliki musim kering yang panjang yaitu selama kurang

lebih enam bulan. Ketika musim ini datang, maka hutan- hutan akan mengalami

kekeringan dan mudah sekali terjadi kebakaran hutan, namun kebakaranhutan yang

seringkali terjadi bukan hanya disebabkan oleh faktor alam saja. Sebagian besar

kebakaran hutan tersebut diakibatkan oleh para petani ataupun para pengusaha

perkebunan yang akan membersihkan ataupun membukalahan baru.

Cara pembakaran hutan dipilih oleh para petani dan pengusaha perkebunan ini

dikarenakan pembakaran adalah cara paling cepat serta tidak memerlukan biaya yang

besar. Akibat dari maraknya pembakaran hutan yang dilakukan ini adalah timbulnya

kabut asap. Seperti yang terjadi pada tahun 1997 ketika kebakaran hebat melanda

hampir seluruh dunia akibat adanya fenomena El-Nino.

Pada tahun tersebut total hutan diseluruh dunia yang mengalami kebakaran mencapai

25 juta hektar dan 11,7jutadiantaranya adalah hutan Indonesia.Besarnya kebakaran yang

terjadi di Indonesia tersebut tidak hanya membawa dampak negatif bagi Indonesia

sendiri, tapi turut pula dirasakan oleh Malaysia dan Singapura karena kedua negara ini

merupakan Negara yang berada paling dekat dengan Indonesia. Efek buruk yang

3
Daud Silalahi, “Harmonisasi Hukum Negara-Negara ASEAN di Bidang
lingkungan Hidup”, Simposium Nasional Aspek-Aspek Hukum Kerjasama
Antara Negara-Negara ASEAN Dalam Rangka AFTA, Fakultas
Hukum Universitas Padjajaran, Bandung, 1983.
diakibatkan oleh kabut asap kebakaran hutan pada tahun 1997.bagi Indonesia Malaysia

dan Singapura sangatlah besar, bahkan menyentuh hampir seluruh kawasan kawasan

aspek-kehidupan warganya.Diawali dengan munculnya masalah pada sektor lingkungan

hidup berupa penurunan kualitas udara di ketiga Negara tersebut yang berujung pada

munculnnya berbagai macam gangguan gangguan kesehatan seperti Asma, Bronkitis,

infeksi saluran pernapasan akut serta penyakit penyakit lain yangberhubungan dengan

maslah pernapasan.Bencana kabut asap ini yang terjadi pada tahun 1997 sampai 1998

juga membawa efek negatif bagi perekonomian ketiga negara tersebut. Pendeknya jarak

pandang memaksa sebagian besar maskapai untuk membatalkan penerbagan dari dan ke

daerah-daerah yang diselimuti oleh kabut asap. Pembatalan sebagian besa rpenerbangan

ini kemudian sangat berpengaruh terhadap jumlah kunjungan ke Indonesia, Malaysia

danSingapura sehingga terjadi penurunan besar dalam sektor pariwisata ketiga negara

tersebut.Besarnya kerugian yang diakibatkan oleh masalah kebakaran hutan ini juga

sempat memanaskan hubungan antara Indonesia, Malysia dan Singapura.

Kedua negara tersebut malaysia dan singapura melakukan aksi protes kepada

Indonesia,bahkan Singapura sempat membawa membicarakan masalah kebakaran hutan

ini pada tingkat PBB.Ancaman besar-besaran terhadap human health dan security

masing-masing warga negara merupakan alasan utama mengapa diperlukan suatu

perjanjian untuk menangani masalah asap kebakaran hutan Indonesia. Selain itu

perjanjian ini diperlukan karena maslah yang dihadapi adalah masalah lintas batas suatu

negara, sehingga diperlukan kerjasama negara-negara anggota regional ASEAN agar

upaya yang dilakukan dapat lebih maksimal.Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui apa alasan yang melatar belakangi ASEAN membentuk ASEAN

Agreement On Transboundary Haze Pollution.

RUU Kesepakatan Asean Soal Kebakaran Hutan Disahkan

Rancangan Undang-Undang tentang mengenai Pengesahan ASEAN Agreement

on Transboundary Haze Pollution (Persetujuan ASEAN Tentang Pencemaran Asap

Lintas Batas) diresmikan hari ini lewat Sidang Paripurna yang dihadiri oleh Pimpinan

dan Para Anggota DPR RI, Menteri Lingkungan Hidup, Menteri Luar Negeri, dan

Direktur Perancangan Kementerian Hukum dan HAM.    4

Keputusan Sidang Paripurna DPR RI dimulainya satu babak baru perjalanan

kepemimpinan Indonesia untuk melanjutkan peran dan upaya maksimal dalam

pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan di tingkat regional ASEAN.Kebakaran

hutan dapat mengakibatkan pencemaran asap yang merugikan kesehatan manusia,

mencemari lingkungan,merusak ekosistem serta mengganggu transportasi.Pengesahan

Agreement on Transboundary Haze Pollution (AATHP) ini merupakan langkah yang

tepat bagi Indonesia untuk menunjukkan keseriusan dalam penanggulangan asap lintas

batas akibat dari kebakaran lahan hutan.tutur Menteri Lingkungan Hidup Balthasar

Kambuaya, di Jakarta,

Momentum pengesahan RUU ini menjadi sangat penting mengingat Indonesia

merupakan satu-satunya negara yang belum meratifikasi Persetujuan ASEAN tentang


4
Indonesia Akan Ratifikasi Persetujuan Pencemaran
Asap,http: //antaranews.com/berita/243248/indonesia-akan-ratifikasipersetujuan-
pencemaran-asap.
Pencemaran Asap Lintas Batas. Indonesia telah meratifikasi ASEAN Charter (Piagam

ASEAN) melalui UU No. 38 Tahun 2008.

Undang-undang ini yang menjadi payung berbagai perjanjian kerja sama di

tingkat ASEAN termasuk AATHP. Melalui pengesahan Persetujuan ASEAN, Indonesia

sebagai negara dengan luas lahan dan hutan terbesar di kawasan, akan bekerja sama

dalam kerangka ASEAN dan dapat memanfaatkan bantuan internasional guna

meningkatkan upaya pengendalian kebakaran lahan dan/atau hutan yang menyebabkan

pencemaran asap lintas batas.Indonesia akan memperoleh manfaat setelah mengesahkan

Persetujuan AATHP, antara lain:

1. Indonesia akan memainkan peran penting dalam pengambilan keputusan dan

ikut aktif mengarahkan keputusan ASEAN dalam pengendalian kebakaran lahan

atau hutan;

2. Melindungi masyarakat Indonesia dari dampak negatif kebakaran lahan dan/atau

hutan yang dapat merugikan kesehatan manusia, mengganggu sendi-sendi

kehidupan masyarakat dalam bidang sosial dan ekonomi serta menurunkan

kualitas lingkungan hidup.

3. Melindungi kekayaan sumber daya lahan dan hutan dari bencana kebakaran

hutan.

4. Memberikan kontribusi positif terkait upaya pengendalian kebakaran lahan atau

hutan yang menyebabkan pencemaran asap lintas batas, seperti:

1. penguatan regulasi dan kebijakan nasional;

2. pemanfaatan sumber daya di negara ASEAN dan di luar negara ASEAN;


Kebakaran hutan atau lahan yang terjadi setiap tahun di wilayah Sumatera dan

Kalimantan dapat mengakibatkan pencemaran asap yang merugikan kesehatan manusia,

mencemari lingkungan dan merusak ekosistem serta mengganggu transportasi. Asap

dapat menimbulkan gangguan kesehatan seperti infeksi saluran pernafasan akut (ISPA),

asma, bronchitis, pneumonia (radang paru), iritasi mata dan kulit. Selain itu, asap dapat

mengganggu proses pertumbuhan tanaman karena sinar matahari terhalang asap

sehingga oksigen tidak dapat diproduksi secara sempurna. Kepekatan asap juga

memperpendek jarak pandang yang mengganggu transportasi darat, laut, sungai, dan

udara serta mengganggu kegiatan kehidupan sehari-hari sehingga memberi dampak

negatif di bidang sosial dan ekonomi.

Kebakaran hutan atau lahan yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997 mengakibatkan

pencemaran asap lintas batas ke beberapa negara tetangga ASEAN.

Manfaat mengesahkan Persetujuan AATHP bagi Indonesia, antara lain adalah sebagai

berikut.

1. Mendorong peran aktif Indonesia dalam pengambilan keputusan dengan negara

anggota ASEAN untuk melakukan pemantauan, penilaian, dan tanggap darurat dari

kebakaran lahan atau hutan yang mengakibatkan pencemaran asap lintas batas;

2. Melindungi masyarakat Indonesia dari dampak negatif pencemaran asap lintas

batas akibat kebakaran lahan atau hutan yang dapat merugikan kesehatan manusia,

mengganggu sendi-sendi kehidupan masyarakat dalam bidang sosial dan ekonomi

serta menurunkan kualitas lingkungan hidup;


3. Memperkuat regulasi dan kebijakan nasional terkait pencegahan, mitigasi,

kesiapsiagaan, pemantauan, penanggulangan, dan pengendalian kebakaran lahan

atau hutan yang menyebabkan pencemaran asap lintas batas;

4. Memanfaatkan sumber daya manusia dan peralatan yang ada di negara ASEAN

dan di luar negara ASEAN baik melalui Sekretariat ASEAN maupun ASEAN

Coordinating  Centre untuk melakukan pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan,

pemantauan, penanggulangan, dan pengendalian kebakaran lahan atau hutan yang

menyebabkan pencemaran asap lintas batas;

5. Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat melalui kerja sama ASEAN

dan bantuan internasional dalam pencegahan,mitigasi, kesiapsiagaan, pemantauan,

penanggulangan, dan pengendalian kebakaran lahan atau hutan yang menyebabkan

pencemaran asap lintas batas;

6. Memperkuat manajemen kemampuan dalam pencegahan, mitigasi,kesiapsiagaan,

pemantauan, penanggulangan, dan pengendalian kebakaran lahan atau hutan baik

di tingkat lokal, nasional maupun regional melalui kerja sama ASEAN dan bantuan

internasional sehingga pencemaran asap dapat lebih dikendalikan;

7. Memanfaatkan Persetujuan AATHP sebagai wahana tidak saja bagi

penanggulangan asap lintas batas semata, namun lebih kepada penyelesaian

masalah hutan tropis Indonesia secara menyeluruh dan terintegrasi. Dengan

demikian, berbagai faktor pendorong yang mengakibatkan kebakaran hutan atau

lahan serta pencemaran asap lintas batas, seperti kegiatan pembalakan liar (illegal

logging) juga akan diselesaikan dalam satu kerangka yang terintegrasi.


Selain hal-hal di atas, Indonesia kerapkali dianggap kurang memiliki kepedulian

terhadap penyelesaian kebakaran hutan atau lahan serta masalah asap lintas batas karena

belum meratifikasi Persetujuan AATHP. Hal ini sama sekali tidak sesuai dengan

kenyataan yang telah dilakukan secara serius oleh Pemerintah Indonesia selama ini.

Oleh karena itu, Indonesia perlu meyakinkan dunia internasional mengenai

kesungguhan Indonesia untuk menyelesaikan masalah pencemaran asap lintas batas

secara menyeluruh dan terintegrasi, termasuk mengatasi penyebab kebakaran hutan atau

lahan. Pada kenyataannya Indonesia justru yang paling menderita, baik secara ekologis,

ekonomis, maupun politis dalam peristiwa kebakaran hutan dan lahan yang terjadi

setiap tahunnya.

Walaupun Indonesia belum meratifikasi dan menjadi anggota dari AATHP, namun

selama ini Indonesia selalu hadir dalam setiap pertemuan AATHP sebagai pengamat

Indonesia juga mendapatkan keuntungan dari beberapa program dan kegiatan terkait

pelaksanaan yang mendukung penerapan AATHP, antara lain:

 kerja sama dengan Singapura tentang Pengendalian Kebakaran Hutan atau

Lahan serta Mitigasi Pencemaran Asap Lintas Batas di Provinsi Jambi;

 kerja sama dengan Malaysia tentang Pengendalian Kebakaran Hutan atau Lahan

serta Mitigasi Pencemaran Asap Lintas Batas di Provinsi Riau;

 kerja sama regional untuk pengelolaan lahan gambut berkelanjutan di provinsi

Riau dan Kalimantan Barat.

1. Guna meningkatkan kesiapan meratifikasi AATHP, Pemerintah telah melakukan

kegiatan sosialisasi AATHP secara berkelanjutan kepada kementerian.5terkait


5
Portal Penelitian Universitas Andalas.Dampak Kebakaran Hutan di Wilayah
Pemerintah Daerah di daerah rawan kebakaran hutan dan atau lahan (Sumatera

Selatan, Riau, Jambi, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah,

Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat), kalangan dunia usaha (pemegang HPH,

HTI dan usaha perkebunan), masyarakat (masyarakat sekitar hutan, Masyarakat

Peduli Api (MPA), serta LSM.

2. Dalam rangka tindakan pencegahan kebakaran hutan atau lahan, telah dilakukan

kegiatan koordinasi baik antar-kementerian atau lembaga, pemerintah daerah

maupun dengan masyarakat seperti:

 pemetaan daerah rawan kebakaran hutan atau lahan;

 penguatan data dan informasi terkait dengan hot-spot, persebaran asap,

pemetaan daerah terbakar, fire danger rating system (sumber data diperoleh

dari Kementerian Kehutanan, LAPAN, dan BMKG)

 penguatan dan peningkatan kapasitas masyarakat peduli api (dilakukan

melalui sosialisasi, kegiatan pencegahan dini maupun pelatihan);

 penanggulangan bencana asap yang dikoordinasikan oleh Kementerian

Koordinator Kesejahteraan Rakyat dan dipimpin oleh Badan Nasional

Penanggulangan Bencana (BNPB) dalam rangka tanggap darurat bencana,

antara lain melalui operasi modifikasi cuaca yang dilaksanakan oleh BPPT.

3. Pemerintah menggunakan dan menggerakkan sumber daya secara optimal dalam

rangka tindakan penanggulangan kebakaran hutan dan/atau lahan serta

Sumatera Barat dan Riau Terhadap Perubahan Iklim (Climate


Change)
pencegahan pencemaran asap lintas batas, termasuk gelar pasukan Manggala

Agni,Masyarakat Peduli Api (MPA),TNI-POLRI serta pelibatan penanggung

jawab usaha atau kegiatan di lokasi terjadinya kebakaran hutan atau lahan.

4. Melakukan penegakan hukum (pidana, perdata maupun administrasi) terhadap

pelaku (individu dan korporasi) pembakaran hutanatau lahan serta pencemaran

asap lintas batas yang mengakibatkan kerusakan lingkungan.

5. Memperkuat kelembagaan dan peraturan perundang-undangan yang mendukung

pembukaan lahan tanpa bakar (zero burning) dan pencegahan kebakaran hutan

atau lahan serta pencemaran asap lintas batas.

B. Rumusan Masalah

Kebakaran hutan merupakan fenomena alam yang telah berlangsung selama

beribu-ribu tahun yang lalu, bahkan telah menjadi ciri hutan-hutan yang ada di

Indonesia. Dampak kebakaran tersebut berupa pencemaran udara yang tidak hanya

dirasakan di wilayah Indonesia saja tetapi sudah sering kalimenyebabkan pencemaran

asap lintas batas (transboundary haze pollution) kewilayah negara-negara tetangga,

seperti Malaysia dan Singapura. Maka untuk mengatasi permasalahan pencemaran

udara ini perlu harmonisasi hukum negara-negara berkembang khususnya di ASEAN.

Untuk itu dalam hal ini perlu dikaji cara kerjasama yang perlu dilakukan dalam rangka

pencegahan dan pengendalian pencemaran udara lintas batas.

Oleh karena itu pokok permasalahan dalam proposal ini adalah :


A. bagaimana bentuk dan implementasi kerja sama negara negara asean terhadap

pencemaran kebakaran hutan di negara anggotanya ?

B. bagaimana kendala dan upaya penanggulangan pencemaran kebakaran hutan di

ASEAN ?

C. Tujuan dan Manfaat penelitian

a. Tujuannya

1. Memperoleh pengertian mengenai bentuk kerja sama negara ASEAN

penanggulangan pencemaran kebakaran hutan pada negara

anggotannya

2. Untuk mengetahui tentang kendala dan upaya pananggulan

pencemaran kebakaran hutan di ASEAN.

b. Manfaatnya

1. Manfaat teoristis,yaitu menambah wawasan dan pengetahuan

dalam bidang hukum tentang pencemaran kebakaran hutan,dan

kerja sama negara asean dan negara tetangganya.

2. Manfaat praktis,yaitu sebagai bahan masukan bagi negara-negara

dan pemerintahan beserta pihak terkait tentang perlunya upaya


penanggulangan pencemaran kebakaran hutan pada negara

anggotanya.

KAJIAN PUSTAKA

A.Pengertian

ASEAN Association of South East Asia Nations yang berarti Perhimpunan Bangsa-

Bangsa Asia Tenggara yang didirikan di Bangkok 8 Agustus 1967, kini telah berusia 44

tahun, yang awal pembentukannya hanya lima anggota negara,Indonesia, Malaysia,

Fhilipina, Singapura, dan Thailand.Merupakan salah satu organisasi internasional

memiliki peran yang sangat penting di kawasan Asia Tenggara baik suatu kerjasama

dalam menciptakan stabilitas keamanan, ekonomi, sosial, politik dan hubungan diantara

sesama anggotanya diantaranya terhadap masalah lingkungan hidup dalam lingkup

ASEAN merupakan bidang kerjasama yang mendapatkan tempat yang penting, yang

tidak kalah pentingnya dengan kerjasama bidang lain seperti bidang ekonomi.

Komunitas ASEAN memilih lingkungan hidup sebagai salah satu acuan utama

adalah keinginan masyarakat ASEAN untuk menjadi kawasan yang bersih dan hijau,

ramah lingkungan serta melakukan sumber daya alam secara lestari. Alasan mendasar

terhadap hal ini adalah masalah lingkungan kini merupakan isu yang sudah menjadi

keprihatinan dalam hubungan internasional, terutama terhadap permasalah kabut asap

yang hingga mencapai lintas batas negara yang berasal dari kebakaran hutan, khususnya

masalah kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia yang memiliki dampak yang tidak

hanya terhadap lingkungan nasionalnya tetapi juga hingga mencapai lingkungan lintas

batas negara seperti Malaysia dan Singapura.


wilayah di bawah yurisdiksi nasional satu Negara Anggota dan yang diangkut ke

wilayah di bawah yurisdiksi Negara lain Anggota.

Pencemaran udara lintas batas merupakan masalah lingkungan yang sangat serius.

Selain karena dampak negatifnya terhadap kesehatan manusia, polusi udara yang

disebabkan kebakaran hutan juga menimbulkan akibat-akibat ekologis dikarenakan

rusaknya hutan tropis yang amat bernilai. adalah :Polusi asap lintas batas adalah polusi

asap yang asal fisik terletak seluruhnya atau sebagian dalam Komunitas ASEAN

memilih lingkungan hidup sebagai salah satu acuan utama adalah keinginan masyarakat

ASEAN untuk menjadi kawasan yang bersih dan hijau, ramah lingkungan serta

melakukan sumber daya alam secara lestari. Alasan mendasar terhadap hal ini adalah

masalah lingkungan kini merupakan isu yang sudah menjadi keprihatinan dalam

hubungan internasional, terutama terhadap permasalah kabut asap yang hingga

mencapai lintas batas negara yang berasal dari kebakaran hutan, khususnya masalah

kebakaran hutan yang terjadi di Kebakaran hutan di Indonesia merupakan salah satu hal

yang mempunyai dampak pencemaran lintas batas negara. Indonesia yang mempunyai

hutan tropis terbesar di dunia, yang luasnya menempati urutan ketiga setelah Brazil dan

Republik Demokrasi kongo.

didalamnya terkandung kekayaan hayati yang beraneka ragam dan unik.

Dengan demikian, Indonesia memiliki potensi sumber daya hutan yang sangat besar.

Namun, bersamaan itu pula sebagai dampak negatif atas pengelolaan hutan yang

eksploitatif dan tidak berpihak pada kepentingan rakyat, Kebakaran hutan dapat terjadi

dari beberapa faktor, misalnya karena adanya kelalaian dari manusia, kedatangan musim

kemarau, ataupun karena ada bahan bakar.6


6
Takdir Rahmadi, Aspek-Aspek Hukum Internasional Kebakaran Hutan, Jurnal
Kebakaran hutan tersebut menimbulkan pencemaran kabut asap yang memiliki

pengaruh negatif terhadap aspek ekonomi, ekologis, kesehatan, Bahkan penyebaran

kabut asap tersebut sampai ke Singapura dan Malaysia yang berdampak pada

memburuknya hubungan bilateral dengan kedua negara tersebut.

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

yuridis normatif yakni penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang

terdapat dalam berbagai perangkat peraturan perundang-undangan yang antara

lain berupa konvensi internasional ataupun nasional Indonesia.

B. Data Penelitian

Sumber data yang diperoleh berasal dari :

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat yang

termasuk dalam sumber-sumber hukum internasional perjanjian konvensi

internasional,yang terdapat dalam Konvensi Geneva 1997 (The Geneva

Convention on The Long-Range Transboundary Air Pollution 19797,

konvensi keanekeragaman Hayati (United Nations Convention on Biological


Hukum Lingkungan, 1999.

7
Suparto Wijoyo, Hukum Lingkungan : Mengenal Instrumen Hukum Pengendalian
Pencemaran Udara di Indonesia, Surabaya : Airlangga University Press,
2004.
Diversity) serta berbagai konvensi lainnya dan peraturan perundang-

undangan yang terdapat di Indonesia seperti Peraturan Pemerintah Nomor 27

Tahun 1997 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup.

b. bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan

hukum sekunder,yang memberikan penjelasan yang cukup jelas mengenai

tentang bahan hukum primer yaitu :buku hukum termasuk skripsi,hasil-hasil

penelitian, serta makalah.

C. Subjek Penelitian

a. Subjek

MenurutCPF.Luhulima Masyarakat Asean Tenggara Menuju

Komunitas ASEAN 2015 Subjek penelitian ini menjadi dampak

terhadap penanggulangan pencemaran kebakaran hutan pada

negara ASEAN terhadap tetangganya.dan akan menjalankan

kerja sama yang baik.

D. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penulisan ini digunakan metode penelitian kepustakaan (Library

research) yang mana penelitian ini menunjuk perpustakaan sebagai tempat


dilaksanakannya penelitian. Cara pengumpulan data yang bersumber dari

kepustakaan ini dengan menggunakan buku-buku tentang kebakaran lahan

hutan,dan peraturan perundang-undangan baik nasional maupun internasional

mengenai penanggulangan pencemaran kebakaran hutan yang terjadinya

menimbulkan polusi baik ditingkat nasional maupun internasional,serta untuk

mengetahui bagaimana upaya-upaya dan kendala kendala yang telah dilakukan

oleh negara-negara ASEAN dalam menangani kasus pencemaran kebakaran

hutan pada negara “anggotanya”.

E. Analisis Data

Pada subjek penelitian hukum normatif,pengolahan data pada hakikatnya

merupakan kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan

hukum tertulis.Sistematisasi berarti membuat klarifikasi terhadap bahan-bahan

hukum tertulis tersebut untuk memudahkan pekerjaaan analisis dan konstruksi.

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam analisi data :

a. Memilih ketentuan yang berisi kaidah-kaidah hukum yang mengatur masalah

penanggulangan pencemaran akibat kebakaran hutan.

b. Data yang berupa sumber dari hukum internasional dan hukum nasional ini

dianalisis secara induktif kualitatif


PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pencemaran kebakaran hutan merupakan masalah yang serius.Masalah ini tidak

hanya terbatas pada tingkat domestik namun sudah merambah ke Negara.Pencemaran

kebakaran hutan yang meresahkan ini terutama yaitu polusi asap (haze).Indonesia

sebagai salah satu Negara pencemar kebakaran hutan terbesar saat yang berasal dari

kebakaran hutan sejak tahun 1980-an hingga saat ini belum meratifikasi perjanjian

AATHP (ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution) yang merupakan

perjanjian kerja sama dan terdiri dari Negara-negara ASEAN dan negara anggotanya.

Hal ini tentu meresahkan Negara-negara tetangga antara lain Malaysia dan Singapura

yang sangat dirugikan, baik secara ekonomi, sosial, ekologi serta Kesehatan.

Perlunya kerja sama dibidang lingkungan ini khususnya di kawasan Asia

Tenggara agar kasus pencemaran kebakaran hutan ini dapat teratasi sebab masalah ini

merupakan masalah global yang tidak hanya merugikan satu negara saja namun dapat

meluas ke negara lainnya. Masalah pencemaran udara ini menyebabkan gangguan

kesehatan seperti infeksi saluran Pernafasan Atas, radang paru–paru dan gangguan

dalam aktifitas sehari–hari karena asap tebal tersebut.


Bagi Malaysia dan Singapura serta Negara ASEAN lainnya :

1. Membentuk komisi pencari fakta untuk menghitung kerugian jika mekanisme

penyelesaian arbitase yang dipilih sebagai alternatif penyelesaian sengketa kelak,

juga untuk mencari fakta-fakta di lapangan yang dapat mendukung solusi bagi

bencana kebakaran hutan pada negara tetangga.

2. Membuat kesepakatan dengan Indonesia dalam penyelesaian masalah ini mengingat

bencana kebakaran hutan dapat digolongkan sebagai bencana internasional sehingga

diharapkan bantuan dari negara-negara maju dapat mengatasi masalah ini.

3. Mengidentifikasikan bantuan internasional untuk menanggulangi bencana kebakaran

hutan ini meningat Indonesia sendiri dalam hal ini tidak mampu menangani dengan

cepat dan tanggap.Jadi yang diharapkan adalah prinsip kerjasama internasional.

B.SARAN

Bagi Indonesia :

 Pemerintah sejak dini harus memberikan penyuluhan kepada masyarakat agar

betapa pentingnya memelihara keberadaan hutan baik manfaat ekonominya

maupun konservasi.Juga harus ditekankan secara terus menerus bahwa daerah-

daerah yang berdampingan dengan kawasan hutan pada musim kemarau sangat

rawan kebakaran, sehingga pembakaran semestinya tidak diperbolehkan sama

sekali walaupun diperuntukan bagi penyiapan lahan pertanian dan lainnya.

 Upaya-upaya mengatasi teror asap tidak hanya bersifat reaksioner apabila terjadi
kebakaran hutan dan lahan.Tetapi seharusnya juga ditekankan pada upaya-upaya

preventif seperti misalnya menyiapkan kantong-kantong air pada kawasan rawan

kebakaran sebelum terjadinya kebakaran hutan dan lahan.

 Penegakan hukum tanpa pandang bulu bagi pembakar hutan dan lahan. Dengan

kata lain perlu diberikan contoh hukuman yang jelas bagi pelaku pembakaran

baik bagi perorangan maupun perusahaan.Misalnya dengan memberikan denda

administrativ tinggi, pencabutan ijin operasi,dan sebagainya yang diharapkan

dengan demikian akan membuat efek jera pelaku pembakaran hutan dan lahan.

 Pemerintah juga harus mengeluarkan kebijakan tanggung jawab perusahaan

perusahaan terhadap konsesi yang dimiliknya,jika terjadi kebakaran.Perusahaan

bertanggung jawab dan diberi sanksi jika terjadi kebakaran hutan dalam wilayah

konsesinya.Perusahaan tidak hanya berhak mengambil keuntungan dari konsesi

yang dikelolanya tetapi juga harus bertanggung jawab dan wajib menjaga agar

konsesinya bebas dari aktivitas aktifitas kebakaran hutan.Jika ada,perusahaan

harus menanggung dampak yang ditimbulkan,sehingga perusahaan dimaksud

seharusnya menyediakan dana on call untuk mencegah dan menanggulangi

terjadinya kebakaran hutan dan lahan di konsesinya.

Anda mungkin juga menyukai