Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH 

“Konsep Lingkungan Hidup”

Dosen Pengampu :
Roman Rezki Utama

NAMA KELOMPOK 2:

1. Moh. Barik Ridha B50120221


2. Fahri Afkar B50120166
3. Ananda Dwi Julianti B50120175
4. Resky Fitrasari B50120206

PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS TADULAKO
2022/2023
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................................
BAB 1.....................................................................................................................................................
PENDAHULUAN..................................................................................................................................
1.1. LATAR BELAKANG...................................................................................................
1.2. RUMUSAN MASALAH..............................................................................................
1.3. TUJUAN........................................................................................................................
BAB II....................................................................................................................................................
PEMBAHASAN.....................................................................................................................................
2.1. KONSEP LINGKUNGAN HIDUP..............................................................................
2.2. SEJARAH PERUNDANG UNDANGAN LINGKUNGAN........................................
2.2.1. Sejarah Pembentukan Undang- Undang Lingkungan Hidup di Indonesia........................
2.3. JENIS – JENIS PERUNDANG UNDANGAN LINGKUNGAN.................................
BAB III...................................................................................................................................................
PENUTUP..............................................................................................................................................
3.1. KESIMPULAN.............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

1.2. RUMUSAN MASALAH


1. Bagaiman sejarah perundang undangan lingkungan?
2. Apa saja jenis-jenis perundangan undangan lingkungan?

1.3. TUJUAN
1. Untuk mengetahui sejarah perundang undangan lingkungan
2. Untuk mengetahui jenis-jenis perundang undangan lingkungan
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. KONSEP LINGKUNGAN HIDUP


Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 1997, konsep lingkungan hidup
diartikan sebagai kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk
hidup, termasuk manusia dan perilakunya, mempengaruhi kelangsungan hidup dan
kesejahteraan makhluk yang hidup di bumi.
Dari pengertian ini, dapat dipahami bahwa setiap komponen dalam lingkungan
saling berkaitan dan berpengaruh satu dengan yang lain. Di mana dalam lingkungan
hidup terhadap ekosistem, yaitu tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan satu
kesatuan secara menyeluruh dan saling berpengaruh dalam membentuk keseimbangan
dan stabilitas kehidupan alam.
Dengan begitu, jika salah satu komponen mengalami gangguan, tentu akan
memberikan pengaruh pada komponen lain dalam ekosistem. Misalnya saja rantai
makanan. Berbagai aktivitas manusia diketahui telah menyebabkan pemanasan global
yang merusak lingkungan.
Rusaknya lingkungan tentu mengakibatkan rusaknya habitat hewan, lebih
lanjut ini bisa mengancam kepunahan satwa tertentu. Pada akhirnya masalah
kepunahan akan mempengaruhi rantai makanan yang ada di alam dan mengancam
kelangsungan hidup secara keseluruhan. Banyak kerusakan alam akibat interaksi antar
manusia yang negatif, contohnya peperangan yang mengakibatkan kerusakan alam
secara langsung. Kerusakan alam lainnya akibat interaksi antar manusia yang negatif
seperti longgarnya aturan penegakan hukum bagi perambah hutan dan penjarah hutan.
Contohnya, peristiwa penjarahan hutan Sancang Garut, selama ribuan tahun
Leuweung atau Hutan Sancang adalah hutan konservasi yang tidak dapat dilalui
manusia. Tetapi karena kondisi politik yang tidak stabil hutan tersebut sudah habis
dijarah oleh masyarakat.Hutan atau Leuweung Sancang merupakan kawasan
konservasi dengan status cagar alam dan dilindungi hukum sesuai Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1990 dan Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang
Kawasan Lindung. Penetapan sebagai cagar alam sebenarnya sadah berlaku sejak
dikeluarkannya SK Menteri Pertanian nomor 116/UM/1959 dan diperkuat melalui SK
Menteri tanggal 25 Oktober 1960 Nomor 4970/SUM/M/1960. Kawasan Hutan
Sancang juga ditetapkan sebagai cagar alam berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Kehutanan Nomor: 370/Kpts/Um/6/1978 tanggal 9-6-1978 dengan luas 2.175
Ha.Bentuk interaksi sosial yang dapat disaksikan oleh kita dalam lingkungan
kehidupan sehari-hari hanya ada dua kelompok besar yaitu bentuk interaksi yang
bersifat asosiatif dan yang bersifat disosiatif.

2.2. SEJARAH PERUNDANG UNDANGAN LINGKUNGAN

Perkembangan hukum lingkungan tidak dapat dipisahkan dari gerakan sedunia


untuk memberikan perhatian lebih besar kepada lingkungan hidup, mengingat
lingkungan hidup menjadi masalah yang perlu ditanggulangi bersama demi
kelangsungan hidup sedunia.Perhatian terhadap masalah lingkunnga ini dimulai
dikalangan ekonomi dan social PBB pada waktu diadakan peninjauan terhadap
hasilhasil gerakan “Dasawarsa Pembangunan Dunia ke-1 (1960-1970)” guna
merumuskan strategi “(Dasawarsa Pembangunan Dunia ke-2 (1970-1980)”.

Konferensi PBB tentang lingkungan hidup telah dilaksanakan di Stockholm.


Bagaimana awal mulanya sehingga lingkungan menjadi kata yang menggemparkan
dunia. Ungkapaan seperti pollution, recycling, ecological, balance dan sebagainya
telah dikenal sebelum konferensi Stockholm, bahkan telah tertuang dalam peraturan
perundang-undangan di Negara maju seperti USA: National Environmental policy
Act 1969 (NEPA), Belanda: Wet Verontreiniging Oppervlaktewateren 1969 (WVO)
dan Wet Inzake de Luchtverontreiniging 1970 (WLV), serta jepang: Basic Law for
Environmental Protection 1967 (diubah tahun 1970, 1971 dan 1993). Betapa pun juga
konferensi Stockholm lah yang menjadi puncak perhatian dan kesadaran manusia
terhadap lingkungan, terutama permasalahan kesenjangan antara Negara maju dan
Negara berkembang.
Pembicaraan tentang masalah lingkungan hidup ini diajukan oleh wakil dari
swedia pada tanggal 28 Mei 1968, disertai saran untuk dijajaki kemungkinan guna
menyelenggarakan suatu konferensi internasional mengenai lingkungan hidup. Dalam
laporan sekretaris jenderal PBB dinyatakan betapa mutlak perlunya dikembangkan
“sikap dan tanggapan baru terhadap linkungan hidup”. Laporan sektretaris jendral
PBB tersebut diajukan kepada siding umum tahun 1969.Siding umum PBB menerima
baik tawaran pemerintah swedia untuk menyelenggarakan konferensi PBB tentang
Lingkungan Hidup Manusia di Stockholm pada bulan Juni 1972.
Bertetapan dengan diumumkannya “Strategi Pembangunan Nasional” bagi
“dasawarsa pembangunan dunia ke-2” (the second UN-Development Decade), yang
dimulai pada tanggal 1 Juni 1970, sidang umum PBB yang menyerukan untuk
meningkatkan usaha dan tindakan nasional serta internasional guna menanggulangi
proses kemerosotan lingkungan hidup agar dapat diselamatkan keseimbangan dan
keserasian ekologis, demi kelangsungan hidup manusia. Secara khusus revolusi siding
umum PBB No. 2657 tahun 1970 menegaskan kepada Panitia persiapan untuk
mencurahkan perhatian kepada usaha guna menanggulangi dan mengembangan
kepentingan-kepentingan Negara-negara yang sedang berkembangdengan
menyesuaikan dan memperpadukan secara serasi kebijakan nasional di bidang
lingkungan hidup dengan rencana pembangunan nasional.
Hasil karya persiapan tersebut diatas beserta penyempurnaan dan
perubahannya telah disahkan dengan revolusi siding umum PBB No. 2849 pada
tanggal 20 Desember 1971.Konverensi PBB tentang lingkungan hidup di
selenggarakan di Stockholm pada tanggal 5-16 Juni 1972, yang diikuti oleh 113
negara dan beberapa puluh peninjau. Soviet Uni dan Negara-negara eropa timur telah
memboikot konferensi ini sebagai protes terhadap ketentuan-ketentuan yang
menyebabkan beberapa Negara tidak diundang dengan kedudukan yang sama dengan
peserta lain. Indonesia adalah Negara yang turut berperan serta dalam konferensi
Stockholm 1972 dengan menganjukan pikiran berupa Indonesia’s country report,
suatu dokumen resmi yang semula di sampaikan oleh forum ECAFE Seminar on
development and environtment di Bangkok, tanggal 17-23 Agustus 1971. Dari bahan
penyajian untuk konferensi Stokckholm itu nyata betapa masih dininya pengertian dan
upaya Indonesia terhadap lingkungan, termasuk yuridisnya.Pada tanggal 15-18 Mei
1972 atas pemrakarsa “lembaga ekologi” Unpad diadakan di Bandung Seminar
Pengelolaan Lingkungan Hidup Manusia Dan Pembangunan Nasional.

2.2.1. Sejarah Pembentukan Undang- Undang Lingkungan Hidup di Indonesia

Awalnya pembinaan lingkungan hidup dari segi yuridis di Indonesia secara


konkrit tertuang dalam Keputusanm Menteri Negara Pengawasan Pembangunan Dan
Lingkungan Hidup No.KEP-006//MNPPLH/3/1979 tentang pembentukan kelompok
kerja dalam Bidang Pembinaan Hukum dan Aparatur dalam Pengelolaan Sumber
Alam dan Lingkungan Hidup (Pokja Hukum).Pokja hukum ini bertugas menyusun
rancangan peraturan perundang-undangan yang mengatur ketentuan-ketentuan pokok
tentang Tata pengelolaan sumber alam dan lingkungan hidup. Setelah mengalami
pembahasan dan saran berbagai pihak bulan Maret 1981 RUU tersebut disempurnakan
oleh suatu tim kerja Kantor Menteri Negara PPLH.
Perbaikan konsep RUU hasil tim kerja tersebut kemudian diajukan ke forum
antar departemen tanggal 16 s.d. 18 Maret 1981 untuk dibahas dan memperoleh
persetujuan dari menteri yang bersangkutan. Akhirnya RUU tentang Ketentuan-
ketentuan Pokok pengelolaan lingkungan hidup berhasil diajuka kepada siding DPR
bulan Januari 1982 sebelum masa reses menghadapi pemilihan umum, yaitu dengan
Surat Presiden No. R.01/PU/I/1982 tanggal 12 Januari 1982 untuk mendapatkan
persetujuan pada tahun 1982.
Pada tanggal 2 Februari 1982 diadakan pandangan umum para anggota DPR
dari semua fraksi dan juga dihadiri Meneri Negara PPLH.Tehadap pemandangan
umum tersebut diberikan jawaban pemerintah pada tanggal 15 Februari 1982 oleh
menteri Negara PPLH.Pembahasan tingkat III diadakan pada tanggal 17 Februari
1982 oleh panitia khusus DPR (Pansus DPR).Tanggal 17-20 Februari 1982 semua
peserta pansus dikonsinyasi untuk membahas secara intensif RUUPPLH.Dengan
sistem kerja nonstop tersebut dalam waktu relative singkat hasil maksimal dapat
dicapai.Untuk pertama kali dalam pembahasan RUU telah diikutsertakan ahli bahasa
Indonesia. Pada tanggal 25 Februari 1982 RUULH yang telh dirumuskan kembali
oleh PANSUS DPR diajukan ke siding pleno DPR, yang dengan aklamasi
menetapkan Undang-undang tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan
lingkungan hidup.
Seterusnya pada tanggal 27 Februari 1982 Menteri Negara PPLH melaporkan
segala sesuatu yang berkenaan dengan proses penyelesaian Undang-Undang
Lingkungan Hidup tersebut kepada Presiden. Akhirnya, pada tanggal 11 Maret 1982
Uundang- undang No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan
Lingkungan Hidup (UULH) disahkan oleh presiden dan diundangkan dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 No. 12, TLN RI No. 3215.
Kemudian, pada tanggal 19 September 1997, UULH disempurnakan dengan
diundangkannya Undang-undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup yang disingkat UUPLH. UUPLH diundangkan dalam LNRI Tahun
1997 No. 68 dan TLNRI No. 3699.
Proses akhir dari RUULH bertepatan dengan peristiwa penting di bidang
hukum lingkungan, yaitu diadakan pertemuan ad hoc meeting of senior government
officials expert in enivironmental law tanggal 28 Oktober 1981 di Montevideo. Dalam
pertemuan ini para ahli hukum lingkungan tersebut berpendapat bahwa:
“...environmental law is an essential instrument for proper environmental management
and the improvement of the quality of life.”16 Program pengembangan dan
peninjauan secara berkala hukum lingkungan hendaklah action oriented dan diarahkan
kepada penyerasian pertimbangan pembangunan dan lingkungan menerima integrated
and coordinated approach in all aspect of environmental legislation and its
application.17kesepakatan bersamayang dicapai dalam pertemuan mentevide.

2.3. JENIS – JENIS PERUNDANG UNDANGAN LINGKUNGAN

Peraturan perundangan lingkungan hidup sangat penting untuk diketahui dan dipahami
oleh pelaku bisnis dan pemegang kekuasaan di perusahaan. Munculnya Undang-undang
mengenai Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) menunjukkan betapa
penegakan peraturan dan hukum lingkungan sudah semakin diperketat. Undang–undang
tersebut mengamanatkan tanggung jawab yang besar, khususnya untuk diaplikasikan
penerapannya dalam sebuah perusahaan. Tanpa pemahaman yang memadai tentang hak dan
kewajiban yang diatur dalam peraturan perundangan tersebut, pelaku bisnis dan perusahaan
dapat tersandung masalah pertanggungjawaban lingkungan (environmental liability).
Salah satu peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia adalah Undang-
undang 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).
Peraturan ini mengatur regulasi yang komprehensif dan lebih ketat daripada peraturan
sebelumnya yaitu undang-undang 23 tahun 1997. UU 32 tahun 2009 mengatur tidak hanya
perdata tetapi juga kasus pidana jika merusak lingkungan. UU 32 tahun 2009 juga mengatur
secara sistematis mengenai pengelolaan lingkungan mulai dari perencanaan, instrumen
pengendalian, hingga sanksi hukum.
Peraturan lainnya yang merupakan turunan dari UU 32 tahun 2009 antara lain, Peraturan
Pemerintah no.27tahun2012 tentang Perizinan Lingkungan, PP 101 tahun 20014
tentang pengelolaan limbah B3, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup no. 13 tahun 2013
tentang Audit Lingkungan Hidup, dll. Bahkan Undang-undang sektor yang baru telah seperti
Undang-undang No 3 tahun 2014 tentang Perindustrian, sejalan dengan UU 32 tahun 2009
karena mengatur mengenai industri hijau.
Regulasi yang telah dibuat untuk kebaikan bersama ini hendaknya dapat dapat
diimplementasikan secara tegas dalam kehidupan sehari-hari dan menjadi acuan pemerintah
baik di tingkat pusat, Provinsi maupun Kabupaten/Kota serta sektor swasta agar kebijakan dan
programnya sejalan dengan upaya pelestarian fungsi lingkungan.
Jika seluruh pelaku industri hanya mengutamakan keuntungan semata tanpa
memberikan timbal balik kepada lingkungan dengan menjaga dan melindunginya, maka
lambat laun lingkungan akan kehilangan daya dukung dan daya tampung sehingga lingkungan
tidak lagi berperan dalam mendukung aktivitas manusia. Bencana lingkungan seperti banjir,
erosi, polusi, pencemaran, intrusi air laut dan sebagainya akan menimpa lokasi yang abai
terhadap masalah lingkungan.
Karena itu pengetahuan mengenai regulasi yang ada harus terus digaungkan agar dapat
memperkuat kapasitas sumber daya manusia di sektor industri. Penguatan tersebut bermanfaat
untuk menjalankan hak dan kewajiban, memberikan umpan balik yang berkaitan dengan
perundangan; dan mengidentifikasi dan mengusulkan Perda lingkungan yang relevan untuk
daerah tempat proses bisnis dilakukan.
Salah satu cara untuk memperdalam pengetahuan terkait peraturan perundangan
lingkungan hidup dan tata cara pemenuhannya adalah dengan memberikan pelatihan kepada
personel atau pemangku kepentingan di industri dalam bidang lingkungan. Synergy Solusi
melalui Indonesia Environment and Energy memberikan pelatihan terkait PPLH dan tata cara
pemenuhannya melalui pembelajaran tatap muka secara langsung maupun secara daring.
Penyelenggaraan pelatihan ini merupakan salah satu bentuk pemberian solusi dari Synergy
Solusi dalam membantu memberikan pemahaman yang lebih dalam terkait Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Selain itu, Synergy Solusi membantu perusahaan yang masih
memiliki permasalahan di bidang pemenuhan peraturan perundangan lingkungan hidup
melalui pendampingan konsultasi.
 
 
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai