Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP


“ Mendeskripsiakan Tentang Hubungan Bencana Alam Dan Lingkungan Hidup”

Disusun Oleh :
KELOMPOK 5
Abdul Aziz_D10121361 Michelle Christie Katingide_D10121214
Adam Prayoga Saputra_D10121038 Nuhra Lala Aulia_D10121372
Helmalia Putri_D10121156 Oktafeiyen_D10121380
Lastiani Pakidi_D10121372 Riskayanti_D10121028
Moh.Rizaldy_D10121601 Saskia Afifa Zahira_D10121094
Miftahul Rizka_D10121018 Wahyuni Annisa Karolind Nento_D10121343

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TADULAKO
A. Sejarah pengelolaan lingkungan hidup dalam perkembangan global

Perkembangan hukum lingkungan tidak dapat dipisahkan dari gerakan sedunia untuk
memberikan perhatian lebih besar kepada lingkungan hidup, mengingat lingkungan hidup
menjadi masalah yang perlu ditanggulangi bersama demi kelangsungan hidup sedunia.
Perhatian terhadap masalah lingkunnga ini dimulai dikalangan ekonomi dan social PBB
pada waktu diadakan peninjauan terhadap hasilhasil gerakan “Dasawarsa Pembangunan
Dunia ke-1 (1960-1970)” guna merumuskan strategi “(Dasawarsa Pembangunan Dunia
ke-2 (1970-1980)”.

Konferensi PBB tentang lingkungan hidup telah dilaksanakan di Stockholm.


Bagaimana awal mulanya sehingga lingkungan menjadin kata yang menggemparkan
dunia. Ungkapaan seperti pollution, recycling, ecological, balance dan sebagainya telah
dikenal sebelum konferensi Stockholm, bahkan telah tertuang dalam peraturan
perundang-undangan di Negara maju seperti USA: National Environmental policy Act
1969 (NEPA), Belanda: Wet Verontreiniging Oppervlaktewateren 1969 (WVO) dan Wet
Inzake de Luchtverontreiniging 1970 (WLV), serta jepang: Basic Law for Environmental
Protection 1967 (diubah tahun 1970, 1971 dan 1993). Betapa pun juga konferensi
Stockholm lah yang menjadi puncak perhatian dan kesadaran manusia terhadap
lingkungan, terutama permasalahan kesenjangan antara Negara maju dan Negara
berkembang.

Pembicaraan tentang masalah lingkungan hidup ini diajukan oleh wakil dari swedia
pada tanggal 28 Mei 1968,1 disertai saran untuk dijajaki kemungkinan guna
menyelenggarakan suatu konferensi internasional mengenai lingkungan hidup 3. Dalam
laporan sekretaris jenderal PBB dinyatakan betapa mutlak perlunya dikembangkan “sikap
dan tanggapan baru terhadap linkungan hidup”. Empat Laporan sektretaris jendral PBB
tersebut diajukan kepada siding umum tahun 1969. Siding umum PBB menerima 1.2

1
Varindra Tarzie, The Polutan of Property, Newsweek, 1977, hlm. 27

2
Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkuangan, Gadjah Mada University press, Yogyakarta, 2002, hlm.62
B. Sejarah Pengelolaan Lingkungan Hidup Di Indonesia
1. Sejarah pembentukan UULH
Awalnya pembinaan lingkungan hidup dari segi yuridis di Indonesia secara
konkrit tertuang dalam Keputusanm Menteri Negara Pengawasan Pembangunan Dan
Lingkungan Hidup No.KEP-006//MNPPLH/3/1979 tentang pembentukan kelompok
kerja dalam Bidang Pembinaan Hukum dan Aparatur dalam Pengelolaan Sumber
Alam dan Lingkungan Hidup (Pokja Hukum).Pokja hukum ini bertugas menyusun
rancangan peraturan perundang-undangan yang mengatur ketentuan-ketentuan pokok
tentang Tata pengelolaan sumber alam dan lingkungan hidup.Hasil karya pokja
tersebut merupakan konsep rintisan dari Rancangan Undang-undang Pengelolaan
lingkungan hidup. Setelah mengalami pembahasan dan saran berbagai pihak bulan
Maret 1981 RUU tersebut disempurnakan oleh suatu tim kerja Kantor Menteri
Negara PPLH.
Perbaikan konsep RUU hasil tim kerja tersebut kemudian diajukan ke forum
antar departemen tanggal 16 s.d. 18 Maret 1981 untuk dibahas dan memperoleh
persetujuan dari menteri yang bersangkutan. Akhirnya RUU tentang
Ketentuanketentuan Pokok pengelolaan lingkungan hidup berhasil diajuka kepada
siding DPR bulan Januari 1982 sebelum masa reses menghadapi pemilihan umum,
yaitu dengan Surat Presiden No. R.01/PU/I/1982 tanggal 12 Januari 1982 untuk
mendapatkan persetujuan pada tahun 1982.
Pada tanggal 2 Februari 1982 diadakan pandangan umum para anggota DPR
dari semua fraksi dan juga dihadiri Meneri Negara PPLH.Tehadap pemandangan
umum tersebut diberikan jawaban pemerintah pada tanggal 15 Februari 1982 oleh
menteri Negara PPLH.Pembahasan tingkat III diadakan pada tanggal 17 Februari
1982 oleh panitia khusus DPR (Pansus DPR).Tanggal 17-20 Februari 1982 semua
peserta pansus dikonsinyasi untuk membahas secara intensif RUUPPLH.Dengan
sistem kerja nonstop tersebut dalam waktu relative singkat hasil maksimal dapat
dicapai.Untuk pertama kali dalam pembahasan RUU telah diikutsertakan ahli bahasa
Indonesia.
Pada tanggal 25 Februari 1982 RUULH yang telh dirumuskan kembali oleh
PANSUS DPR diajukan ke siding pleno DPR, yang dengan aklamasi menetapkan
Undang-undang tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan lingkungan hidup.
Seterusnya pada tanggal 27 Februari 1982 Menteri Negara PPLH melaporkan
segala sesuatu yang berkenaan dengan proses penyelesaian Undang-Undang
Lingkungan Hidup tersebut kepada Presiden. Akhirnya, pada tanggal 11 Maret 1982
Uundangundang No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan
Lingkungan Hidup (UULH) disahkan oleh presiden dan diundangkan dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 No. 12, TLN RI No. 3215.
Kemudian, pada tanggal 19 September 1997, UULH disempurnakan dengan
diundangkannya Undang-undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup yang disingkat UUPLH. UUPLH diundangkan dalam LNRI
Tahun 1997 No. 68 dan TLNRI No. 3699.

Proses akhir dari RUULH bertepatan dengan peristiwa penting di bidang


hukum lingkungan, yaitu diadakan pertemuan ad hoc meeting of senior government
officials expert in enivironmental law tanggal 28 Oktober 1981 di Montevideo.
Dalam pertemuan ini para ahli hukum lingkungan tersebut berpendapat bahwa: “…
environmental law is an essential instrument for proper environmental management
and the improvement of the quality of life.”16 Program pengembangan dan
peninjauan secara berkala hukum lingkungan hendaklah action oriented dan
diarahkan kepada penyerasian pertimbangan pembangunan dan lingkungan menerima
integrated and coordinated approach in all aspect of environmental legislation and its
application.17kesepakatan bersamayang dicapai dalam pertemuan mentevideo sangat
mendorong iklim bagi proses penyelesaian keberhasilan pengundangan UULH.

2. Pengertian Bencara Alam Dan Contohnya


Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana
menyebutkan definisi bencana sebagai berikut: Bencana adalah peristiwa atau
rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun
faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Definisi tersebut menyebutkan bahwa bencana disebabkan oleh faktor alam,
non alam, dan manusia. Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007
tersebut juga mendefinisikan mengenai bencana alam, bencana nonalam, dan bencana
sosial. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi,
tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.
Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian
peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi,
epidemi, dan wabah penyakit. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh
peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi
konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror.
Kejadian Bencana adalah peristiwa bencana yang terjadi dan dicatat
berdasarkan tanggal kejadian, lokasi, jenis bencana, korban dan/ataupun kerusakan.
Jika terjadi bencana pada tanggal yang sama dan melanda lebih dari satu wilayah,
maka dihitung sebagai satu kejadian. Gempa bumi adalah getaran atau guncangan
yang terjadi di permukaan bumi yang disebabkan oleh tumbukan antar lempeng bumi,
patahan aktif, akitivitas gunung api atau runtuhan batuan.
Letusan gunung api merupakan bagian dari aktivitas vulkanik yang dikenal
dengan istilah ?erupsi?. Bahaya letusan gunung api dapat berupa awan panas,
lontaran material (pijar), hujan abu lebat, lava, gas racun, tsunami dan banjir lahar.
Tsunami berasal dari bahasa Jepang yang berarti gelombang ombak lautan (?
tsu? berarti lautan, ?nami? berarti gelombang ombak). Tsunami adalah serangkaian
gelombang ombak laut raksasa yang timbul karena adanya pergeseran di dasar laut
akibat gempa bumi. Tanah longsor merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah
atau batuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat
terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng. Banjir adalah peristiwa
atau keadaan dimana terendamnya suatu daerah atau daratan karena volume air yang
meningkat. Banjir bandang adalah banjir yang datang secara tiba-tiba dengan debit air
yang besar yang disebabkan terbendungnya aliran sungai pada alur sungai.
Kekeringan adalah ketersediaan air yang jauh di bawah kebutuhan air untuk
kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan. Adapun yang
dimaksud kekeringan di bidang pertanian adalah kekeringan yang terjadi di lahan
pertanian yang ada tanaman (padi, jagung, kedelai dan lain-lain) yang sedang
dibudidayakan .

Kebakaran adalah situasi dimana bangunan pada suatu tempat seperti rumah/pemukiman, pabrik,
pasar, gedung dan lain-lain dilanda api yang menimbulkan korban dan/atau kerugian.

Kebakaran hutan dan lahan adalah suatu keadaan di mana hutan dan lahan dilanda api, sehingga
mengakibatkan kerusakan hutan dan lahan yang menimbulkan kerugian ekonomis dan atau nilai
lingkungan. Kebakaran hutan dan lahan seringkali menyebabkan bencana asap yang dapat
mengganggu aktivitas dan kesehatan masyarakat sekitar.

Angin puting beliung adalah angin kencang yang datang secara tiba-tiba, mempunyai pusat,
bergerak melingkar menyerupai spiral dengan kecepatan 40-50 km/jam hingga menyentuh
permukaan bumi dan akan hilang dalam waktu singkat (3-5 menit).

Gelombang pasang atau badai adalah gelombang tinggi yang ditimbulkan karena efek terjadinya
siklon tropis di sekitar wilayah Indonesia dan berpotensi kuat menimbulkan bencana alam.
Indonesia bukan daerah lintasan siklon tropis tetapi keberadaan siklon tropis akan memberikan
pengaruh kuat terjadinya angin kencang, gelombang tinggi disertai hujan deras.

Abrasi adalah proses pengikisan pantai oleh tenaga gelombang laut dan arus laut yang bersifat
merusak. Abrasi biasanya disebut juga erosi pantai. Kerusakan garis pantai akibat abrasi ini
dipicu oleh terganggunya keseimbangan alam daerah pantai tersebut. Walaupun abrasi bisa
disebabkan oleh gejala alami, namun manusia sering disebut sebagai penyebab utama abrasi.

Kecelakaan transportasi adalah kecelakaan moda transportasi yang terjadi di darat, laut dan
udara.
Kecelakaan industri adalah kecelakaan yang disebabkan oleh dua faktor, yaitu perilaku kerja
yang berbahaya (unsafe human act) dan kondisi yang berbahaya (unsafe conditions). Adapun
jenis kecelakaan yang terjadi sangat bergantung pada macam industrinya, misalnya bahan dan
peralatan kerja yang dipergunakan, proses kerja, kondisi tempat kerja, bahkan pekerja yang
terlibat di dalamnya.
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan atau
kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu.
Status Kejadian Luar Biasa diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
949/MENKES/SK/VII/2004.

Konflik Sosial atau kerusuhan sosial atau huru hara adalah suatu gerakan massal yang bersifat
merusak tatanan dan tata tertib sosial yang ada, yang dipicu oleh kecemburuan sosial, budaya
dan ekonomi yang biasanya dikemas sebagai pertentangan antar suku, agama, ras (SARA).

Aksi Teror adalah aksi yang dilakukan oleh setiap orang yang dengan sengaja menggunakan
kekerasan atau ancaman kekerasan sehingga menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap
orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat masal, dengan cara merampas
kemerdekaan sehingga mengakibatkan hilangnya nyawa dan harta benda, mengakibatkan
kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau
fasilitas publik internasional.

Sabotase adalah tindakan yang dilakukan untuk melemahkan musuh melalui subversi,
penghambatan, pengacauan dan/ atau penghancuran. Dalam perang, istilah ini digunakan untuk
mendiskripsikan aktivitas individu atau grup yang tidak berhubungan dengan militer, tetapi
dengan spionase. Sabotase dapat dilakukan terhadap beberapa sruktur penting, seperti
infrastruktur, struktur ekonomi, dan lain-lain.

C. Pengertian Dan Sifat Lingkungan Hidup


Sejak dasawarsa tujuhpuluhan, masyarakat dunia bangun dari kesadarannya untuk
menggeluti lingkungan. Padahal fakta menyatakan bahwa masalah lingkungan itu sudah ada
sejak ribuan tahun yang silam. Mengapa dflmikian baru kita sadari sekarang? Masalah itulah
yang perlu mendapat per- , hatian kita sekarang dan kemudian diperlukan upaya dan
kemampuan optimal bagi setiap manusia untuk mengatasinya. Maka sebelum kit a sampai
pada persoalan terse but , kiranya penting sekali diketahui pengertian serta sifat daripada
lingkungan hidup. Lingkungan, sering disebut juga dengan lingkungan hidup ialah semua
benda, daya dan kondisi yang terdapat dalam suatu ruang atas tempat di mana kita berada dan
yang mempengaruhi hidup kita. Dari pengertian ini mudahlah kita temukan unsur-unsu-rnya.,
yaitu :
a. Segala sesuatu yang ada tennasuk daya dan kondisi. .
b. Dalam suatu ruang atau tempat.
c. Dapat mempengaruhi kondisi hidup manusia
Setiap lingkungan selalu didasarkan pada sistim lingkungannya masing-masing, yaitu adanya
hubungan timbal balik antara makhluk-makhluk hidup - dengan lingkungannya. Setiap
interaksi atau hubungan timbal balik antara makhluk-makhluk hidup dengan lingkungannya
disebut dengan ekoisistim.
Semua satuan (komponen) atau subsistim yang menjalin interaksi satu sama lainnya terdiri
atas lingkungan biotis dan lingkungan abiotis. lingkungan biotis terdiri dari makhluk-
makhluk hidup, yaitu manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan dan sel-sel. Sedangkan
lingkungan abiotis ialah semua bendabenda matiseperti tanah, udara, air, gaya tarik bumi,
cahaya, cuaca, dan lain-lain.
Dengan contoh jalinan interaksi lingkungan dapat dilihat melalui burung yang
menggantungkan hidupnya pada pohon. Burung ini hidup dari ulat-ulatan yang terdapat di
ponon. Ulat-ulatan sendiri menggantungkan hidupnya dari dedaunan pohon. Kotoran burung
jatuh ke tanah dekat pohon dan berobah menjadi makanan cacing-{;acing tanah. Binatang
yang disebutkan terakhir berfungsi untuk menggemburkan tanah di sekitar pohon, yang
kemudian membuat pohon menjadi subur_ Demikianlah seterusnya interaksi ini teIjalin
dalam sistim yang seim bang dan serasi dalam siklus (cycluc) kehidupan antara: pohon,
burung, ulat dan cacing.
Akan dapat kita mengerti dengan jelas, bahwa bilamana mata rantai siklus terganggu maka
komponen.-komponen jainnya pun akan mengalami gangguan. Apabila misalnya populasi
burung menurun karena diburu atau ditembaki manusia, maka tingkat populasi ulat-ulatan
akan semakin menaik, karena predator (binatang pemangsa) yang fungsinya mengkontrol
tingkat populasi ulat-ulatan sudah berkurang. Naiknya populasi ulat-ulatan, jelas akan
menghabiskan dedaunan pohon dan kemudian pohonpun akan mati. Matinya pohon berarti
akan mengganggu keseimbangan hidrologis (tata air), sebab pohon berfungsi untuk
menyimpan air. Di sam ping itu juga, pohon berfungsi untuk memperkokoh stabilitas tanah
(mencegah tanah kritis atau erosi) serta memelihara keseimbangan oksigen (02) dan carbon
di oksida (C02)' Seperti dikatakan tadi dalam pengertian lingkungan, bahwa segala sesuatu
selalu menempati ruang atau tempat. Ruang atau tempat sebagai salah satu subsistim tidaklah
mengenal batas-batas tertentu. Jadi lingkungan itu pada prinsipnya tidaklah terbatas luasnya.
Kendatipun misalnya ada batas-batas seperti desa, kecamatan , kota, kabupaten atau negara
bahkan regionalisasi, pada hakikatnya menurut pengertian ekologis, semuanya itu adalah
satu. Dan adapun batas-batas tersebut hanyalah disesuaikan dengan kebutuhan manusial).
Dengan demikian seluruh wajah planit bumi ini adalah serba terhubung sesuai dengan prinsip
lingkungan itu sendiri: every thing is " connected to every thing else, dan every thing must go
somewhere. jelaslah identitasnya kini, bahwa kesel ruhan bagian-bagian bumi ini adalah satu
dalam satu ekosif'tim, yaitu ekosistim bumi atau lajim disebut dengan bioser. Masalah
Lingkungan Dan Faktor Faktor Penyebabnya Melalui contoh yang dikemukakan di atas
bahwa setiap komponen (dhi. pohon, burung, ulat-ulatan dan cacing), agar dapat menjalin
rantai kehidupan (cycluc) yang serasi. Maka komponen dan dalam segala internaksinya
berlangsung sedemikian rupa dalam batas-batas keseimbangan. D.l.p. setiap komponen terse
but hidup dalam proporsi yang seimbang baik dalam kondisi populasi maupun dalam setiap
interaksinya. . Selama kondisi demikian berlangsung, maka selama itu pula lingkungan
disebut serasi (harmonious). Tetapi andaikan seperti contoh di atas. Populasi burung
berkurang karen a diburu oleh manusia, maka menurunnya populasi burung ini telah
menimbulkan gangguan terhadap batas-batas keseim bangan siklus interaksi dan keadaan ini
selanjutnya akan mempengaruhi pula pada komponen-komponen atau subsistim yang
lainnya. Terganggunya interaksi antara manusia dengan lingkungan atau karena
keseimbangan sesuatu komponen sudah melampaui batas, m aka tim bullah masalah
lingkungan. Pada bagian pertama tulisan ini telah disinggung, bahwa masalah lingkungan
sudah dirasakan sejak ribuan tahun yang silam. Bahkan runtuhnya peradabatI Mesopotamia
yang cukup tinggi itu dapat dikatakan sebagai sebab daripada masalah lingkungan. Masalah
mana tim bul sebagai dampak daripada keberhasilan pemerintahan • Mesopotamia untuk
menampung aIr sungai Tigris dan Euphrat. Walaupun memang hasilnya dapat dirasakan
dengan akan tetapi berbareng dengan itu tidak disadari bahwa air sungai tersebut,lambat laun
telah merusak lahan-lahan pertanian karena proses salinisasi yang tinggi2). Akan tetapi
karena masalah seperti itu di kala itu belum begitu populer, maka perhatian masyarakat
tidak begitu tertuju untuk memperbincangkannya.Tetapi setelah sekian lama berlalu,
terutama pada abad-abad terakhir ini. khususny a setelah munculnya Revolusi Industri di
Inggris maka mulailah masalah lingkungan itu dirasakan, diperhatikan dan dibicarakan.
Tentu saja pikiran kitapun akan berasosiasi pada dampak-dampak (ekses) daripada per-
adaban teknologi. Sebab sejak pemunclan revolusi industri tersebut lah awal peradaban
teknologi dunia, yang kini kita saksikan sebagai peradaban yang telah berhasil merubah
waiah bumi, termasuk membawa perubahan kwalitas lingkungan.Dampak teknologi yang
cukup terasa kini ialah antara lain seperti tersebut di bawah ini:
1. Over exploity terhadap sumber-sumber alam, seperti barang-barang tambang diperut bumi,
pemanfaatan lahan atau sumber daya air secara semaunya.
2. Pollusi melalui pembuangan limbah industri, polusi udara, polusi berupa kebisingan dari
kegiatan pabrik-pabrik, transportal (kebisingan kendaran bermotor).
3. kekotoran lingkungan, sebagai sisa-sisa pembuangan konsumisasi hasil-hasil produksi
modern, seperti plastik, kaleng, karet, kertas pembungkus yang cukup persisten.
4. Timbul rangkaian ketergangguan ekologis, berupa menurunnya tingkat populasi flora dan
fauna di satu segi, sedang di segi lain mengembangbiakkan biomassa yang lain sampai
tingkat yang melebihi daya dukung kehidupan hayati yang lain.
5. Timbul ketergangguan atau ketegangan ekosistim sosial, terutama dalam pergeseran nilai,
menurunnya inkam (income), pangangguran, dan lain-lain. Mash banyak contoh-contoh yang
dapat dikemukakan sebagai dampak-dampak dari gaya dan peranan teknologi. Terlihat
kecenderungan, seolah-olah semakin tinggi hasil yang dicapai teknologi itu, semakin pula
memperbesar jeritan kehidupan (kelangsungan hidup) komponen-komponen yang lain.
Namun masalah yang cukup potensial bag beban lingkungan 1alan masalan
kependudukan (population) dan kemiskinan (poverty)3). Masalah pertumbuhan penduduk
selain masalah yang spektakuler juga merupakan masalah yang kini sangat serius dihadapi
masyarakat, bukan saja oleh Indonesia, tetapi juga seluruh bangsa di dunia.Membengkaknya
jumlah manusia dibumi ini akan membawa benturan-benturan yang cukup dahsyat pada
kondisi ekosistim bumi, Memperhatikan grafik penduduk dunia sejak tahun 1930 hingga
kini, cukup membuat urat saraf tegang terutama bagi mereka sebagai kalangan ilmuan
ekolog, sosiolog, ekonom atau demograaf. Tahun 1930 penduduk dunia masih berkisar 2
milliar jiwa, tahun 1975 4 milliar (naik 100%) dan kini sekitar

D.
E. Respon pemerintah dari segi hukum dalam menindaklanjuti bencana alam di
lingkungan hidup
Menebang pohon sembarangan berarti melakukan aktivitas penebangan pohon, tanpa
memperhatikan faktor lain, seperti lingkungan dan makhluk hidup. Menebang pohon secara
sembarangan akan menimbulkan dampak bagi lingkungan dan juga orang lain.
Menurut Destri Kharisma Utami dalam Kajian tentang Penebangan Pohon di luar Kawasan
Hutan (2019), penebangan pohon adalah aktivitas penebangan terhadap pohon yang
dilakukan untuk memanfaatkan seluruh bagian pohon yang berkayu.
Aktivitas penebangan pohon ini dilakukan dengan menggunakan peralatan mesin, seperti
gergaji, agar mendapatkan bagian pohon yang pas atau sesuai.

Dampak menebang pohon bagi lingkungan

Dilansir dari situs Pusat Krisis Kesehatan - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
menebang pohon sembarangan menimbulkan dampak bagi lingkungan. Berikut contoh kunci
jawaban materi tema 3 kelas 4 mengenai dampak menebang pohon bagi lingkungan, yakni:

 Punahnya keanekaragaman hayati


Menebang hutan sembarangan bisa menyebabkan keanekaragaman hayati menghilang,
menurun, bahkan punah. Para binatang yang menggunakan pohon sebagai tempat tinggal dan
tempat berlindung, ikut terkena dampaknya pula.

 Hutan menjadi gundul


Dampak lain dari menebang pohon sembarangan adalah hutan menjadi gundul. Pohon
yang tumbuh di hutan ketika ditebang sembarangan akan menyebabkan hutan gundul.
Akibatnya lingkungan menjadi semakin gersang, panas, dan kehilangan pasokan oksigen.

 Tanah menjadi tidak subur


Akibat menebang pohon sembarangan adalah tanah menjadi tidak subur. Hal ini terjadi
karena tanah terlalu banyak menyerap sinar matahari sehingga kondisinya menjadi sangat
kering. Kondisinya diperparah ketika hujan tiba, karena nutrisi yang dikandung tanah
terbawa aliran air.

Dampak menebang pohon bagi orang lain

 Kurangnya pasokan udara bersih


Aktivitas menebang pohon sembarangan sangat merugikan orang lain, karena pasokan
udara bersih menjadi berkurang, dan akibatnya menimbulkan gangguan kesehatan.

 Timbulnya banjir
Selain dampak di atas, menebang hutan sembarangan juga menimbulkan bencana banjir.
Karena pohon berfungsi untuk menyerap dan menyimpan air dalam jumlah besar, khususnya
ketika musim hujan tiba. Ketika pohon ditebang, sumber penyerapan dan penyimpanan air
menghilang, dan akhirnya terjadilah banjir.

 Kehilangan sumber air dan mengalami kekeringan


Orang lain turut terkena dampak ketika menebang pohon sembarangan. Pohon yang
digunakan untuk menyimpan air menghilang, akibatnya tanah menjadi kering, dan orang lain
yang tinggal di kawasan itu kehilangan sumber air.

Jadi tidakan pemerintah bagi korporasi atau sekumpulan orang yang melakukan
perbuatan perusakan hutan yang dapat mengakibatkan bencana alam yaitu dengan
menetapkan undang undang tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan yang
bertujuan untuk menjaga hutan Indonesia merupakan salah satu hutan tropis terluas di dunia
sehingga keberadaanya menjadi tumpuan keberlangsungan kehidupan bangsa-bangsa di
dunia, khususnya dalam mengurangi dampak perubahan iklim global.

Oleh karena itu, dalam UU 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Perusakan Hutan, pemanfaatan dan penggunaannya harus dilakukan secara terencana,
rasional, optimal, dan bertanggung jawab sesuai dengan kemampuan daya dukung serta
memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup guna mendukung
pengelolaan hutan dan pembangunan kehutanan yang berkelanjutan bagi kemakmuran
rakyat.
Hal itu sesuai dengan ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Dengan demikian, hutan sebagai salah satu sumber kekayaan alam
bangsa Indonesia dikuasai oleh negara. Namun tetap saja rusak.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan


Pemberantasan Perusakan Hutan disahkan Presiden Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono di
Jakarta pada tanggal 6 Agustus 2013. Undang-Undang Nomor 18 tahun 2013 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan diundangkan oleh Menkumham Amir
Syamsudin di Jakarta pada tanggal 6 Agustus 2013. UU 18 tahun 2013 tentang Pencegahan
dan Pemberantasan Perusakan Hutan ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2013 Nomor 130. Penjelasan Atas UU 18 tahun 2013 tentang Pencegahan
dan Pemberantasan Perusakan Hutan ditempatkan dalam Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5432.

SANKSI PIDANA, GANTI RUGI DAN PEMBINAAN, PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN

Sanksi merupakan salah satu sarana terapi yang paling ampuh diberikan kepada orang,
masyarakat, dan badan hukum yang melakukan pelanggaran terhadap hukum, terutama
dalam bidang kehutanan. Sebab dengan pemberian hukuman yang setimpal dengan perbuatan
yang dilakukan oleh perusak lingkungan, masalah kehutanan ini akan dapat dicegah dari
adanya kegiatan yang mengarah ke perbuatan yang merusak dan mengeksploitasi hutan
secara tidak beraturan. Dalam Pasal 42 PP Nomor 45 Tahun 2004 dinyatakan bahwa, setiap
orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 12 ayat (2), diancam
dengan pidana paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah) sebagaimana dimaksud pada Pasal 78 ayat (7) Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 1999 tentang Ke-hutanan. Sementara itu, sanksi pidana yang berkaitan
dengan pelanggaran diatur dalam Pasal 43 PP Nomor 45 Tahun 2004 dinyatakan bahwa,
setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 14 ayat (2),
diancam pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) sebagaimana dimaksud pada Pasal 78 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999. Pada sisi lain penjatuhan sanksi dapat dilakukan
juga terhadap pe-ngangkutan hasil hutan yang tidak dilengkapi dengan surat keterangan yang
dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang, hal ini sesuai ketentuan dalam Pasal 44 PP-
Nomor 45 Tahun 2004 dinyatakan bahwa, semua hail hutan yang tidak dilengkapi bersama-
sama dengan surat keterangan sahnya hasil hutan (SKSt-IH), sebagalimana dimaksud pada
Pasal 12 ayat (2) dirampas untuk negara (ayat (1)). Alat alat termasuk alat angkut yang
dipergunakan untuk melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada Pasal 78 Undang-
Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dirampas untuk negara (ayat (2)). Salah
satu dari wujud sanksi yang dijatuhkan kepada pelanggaran pidana adalah penjatuhan sanksi
berupa pemberian ganti rug kepada penanggung jawab kegiatan yang mengakibatkan hutan
rusak. Dalam Pasal 45 PP Nomor 45 Tahun 2004 dinyatakan bahwa, setiap perbuatan
melanggar hukum yang diatur dalam Undang-Undang Kehutanan, dengan Hidak mengurangi
sanksi pidana, mewajibkan kepada penanggung jawab
perbuatan untuk membayar ganti rugi (ayat (1)). Pembayaran ganti rugi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disetor oleh penanggung jawab ke Kas Negara (ayat (2)). Uang ganti
rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan untuk biaya rehabilitasi, pemulihan
kondisi hutan atau tindakan yang diperlukan (ayat (3)). Ketentuan lebih lanjut mengenai
pengelolaan dan penggunaan biaya ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat
(3) diatur bersama antara Menteri dan Menteri yang bertanggung jawab di bidang kehutanan
(ayat (4)). Namun, pada satu sisi menyangkut besarnya pengenaan pembayaran ganti rugi
diatur dalam Pasal 46 PP Nomor 45 Tahun 2004 dinyatakan bahwa, pengenaan pembayaran
dan besarnya ganti rugi oleh penanggung jawab perbuatan sebagaimana dimaksud pada Pasal
45 ayat (1) ditetapkan oleh Menteri (ayat (1)). Penetapan besarnya ganti rugi yang harus
dibayar oleh penanggung jawab perbuatan sebagaimana dimaksud Pada ayat (1) didasarkan
pada tingkat kerusakan hutan atau akibat yang ditimbulkan kepada negara (ayat (2)). Tingkat
kerusakan hutan atau akibat yang ditimbulkan kepada negara sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), didasarkan pada perubahan fisik, sifat fisik, atau hayatinya (ayat (3). Ketentuan
lebih lanjut tentang tingkat kerusakan hutan atau akibat yang ditimbulkan kepada negara
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur oleh menteri (ayat (4)).
Perlindungan hutan merupakan suatu kegiatan yang membutunkan perhatian yang serius,
karena apabila salah melakukan pengawasan maka akan berdampak pada gagalnya
pelaksanaan perlindungan hutan tersebut Dalam “Pasal 47 PP/ Nomor45 Tahun 2007
dinyatakan bahwa, untuk menjamin terbitnya penyelenggaraan perlindungan hutan, Menteri
berwenang melakukan pembinaan, pengendalian, dan pengawasan terhadap kebijakan
Gubernur layat (1). Gubernur melakukan pembinaan, pengendalian dan pengawasan
Sementara itu, penindakan terhadap pelanggaran mengenai ketentuan yang berkaitan dengan
perlindungan hutan, termasuk di dalamnya menyangkut barang bukti dari hasil perbuatan
pidana, maka barang bukti persebut disimpan dengan sebaik-baiknya. Dalam Pasal 53 PP
Nomor 45 Tahun 2004 dinyatakan bahwa, barang bukti dalam perkara pidana kehutanan di-
simpan atau dikumpulkan di tempat yang tersedia pada instansi kehutanan yang
bersangkutan, rumah penyimpanan benda sitaan negara, atau lembaga konservasi tumbuhan
dan satwa liar (ayat (1)). Hasil hutan yang cepat rusak dan memerlukan biaya tinggi untuk
penyimpanannya diupayakan segera dilelang (ayat (2)). Barang bukti berupa tumbuhan dan
satwa yang dilindungi dan/atau termasuk di dalam daftar Apendix I CITES tidak dapat
dilelang (ayat (3)). Semua hasil hutan dari hasil-hasil kejahatan dan pelanggaran dan/atau
alat-alat termasuk akat angkutnya yang dipergunakan melakukan kejahatan dan atau
pelanggaran dirampas untuk negara (ayat (4)). Alat bukti yang digunakan untuk melakukan
tindak pidana dilakukan pelelangan atau dikembalikan kepada yang berhak setelah adanya
keputusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap (ayat (5)). Pelaksanaan pengurusan barang bukti
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut oleh Menteri
(ayat (6)).
F. Lingkungan Hidup dan Bencana Alam
Dilihat dari perspektif hukum yang berlaku di Indonesia, masalah-masalah
lingkungan hanya di kelompokkan ke dalam dua bentuk, yakni pencemaran lingkungan
(environmental pollution) dan perusakan lingkungan hidup. Pembedaan masalah
lingkungan ke dalam dua bentuk dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (UULH) yang
kemudian dicabut oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup (UUPLH). UUPLH juga hanya mengenal dua bentuk masalah
lingkungan hidup, yaitu: pencemaran lingkungan dan perusakan lingkungan1.
Dalam Pasal 1 Ayat 12 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997, yang dimaksud
dengan pencemaran lingkungan yaitu: “masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup,
zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan, sehingga
kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak
berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya”.
Sedangkan definisi perusakan lingkungan, menurut Pasal 1 ayat 14, yaitu:
“Tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat
fisik dan/atau hayati yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam
menunjang pembangunan berkelanjutan”.
Bencana merupakan sesuatu yang dapat menyebabkan (menimbulkan)
kesusahan , kerugian atau penderitaan; kecelakaan; bahaya. Pengertian bencana dalam
Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Bencana
adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan
dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non-
alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Jika dilihat mengenai pengertian bencana seperti dalam Pasal 1 ayat (1) UU
Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, bahwa bencana dapat
diklasifikasikan menjadi ke dalam:
1. Bencana Alam = diakibatkan karena faktor alam.
2. Bencana non-alam = diakibatkan karena faktor non alam.
3. Bencana Sosial = diakibatkan karena faktor manusia.

Bencana lingkungan hidup dapat diartikan sebagai bencana lingkungan yang


terjadi akibat intervensi kegiatan manusia terhadap alam. Tindakan manusia yang
merusak keseimbangan alam dapat berdampak langsung dalam menciptakan bencana
lingkungan hidup yang pada akhirnya akan merugikan manusia sendiri. Beberapa contoh
tindakan manusia yang dapat menciptakan bencana lingkungan hidup adalah penebangan
hutan dan penggunaan bahan bakar fosil secara berlebihan.
Bencana lingkungan hidup yang dapat terjadi dari tindakan tersebut antara lain banjir,
longsor dan kekeringan. Salah satu aktivitas manusia yang mengakibatkan bencana lingkungan
hidup adalah penebangan hutan. Hutan memegang peran vital sebagai penjaga keseimbangan
lingkungan. Bencana lingkungan hidup yang terjadi akibat dari aktivitas penebangan hutan ini
adalah bencana banjir dan longsor. Selain dampak bencana langsung, penebangan hutan akan
mengurangi fungsi hutan sebagai paru-paru dunia dan pada akhirnya akan mengakibatkan
bencana lain yang lebih besar seperti perubahan iklim.
Aktivitas lain yang mengakibatkan bencana lingkungan hidup adalah penggunaan bahan
bakar fosil secara berlebihan. Penggunaan bahan bakar fosil yang menghasilkan gas rumah kaca
menciptakan fenomena pemanasan global. Fenomena ini membawa bencana alam yang lebih
serius dan bersifat luas, yakni pemanasan global. Contoh bencana alam akibat dari pemanasan
global adalah bencana badai yang meluas dan gelombang panas yang terjadi di banyak tempat.
Bencana ini dapat membawa masalah lain yang berdampak pada manusia sendiri seperti
kegagalan panen, dan timbulnya korban harta, benda, dan jiwa.
Untuk mencegah terjadinya bencana lingkungan hidup, diperlukan upaya – upaya untuk
mewujudkan kesadaran melestarikan lingkungan hidup. Kesadaran tersebut nantinya akan
berbuah dukungan dari berbagai unsur masyarakat. Untuk mencapai hal ini, diperlukan suatu
proses pendidikan lingkungan. Pendidikan lingkungan adalah proses mengembangkan kesadaran
penduduk dunia akan lingkungan hidup dan upaya aktif untuk mengatasi masalah – masalah
yang terkait dengan lingkungan. Pendidikan lingkungan diberikan pada masyarakat dalam semua
umur dan semua level. Dengan pendidikan lingkungan diharapkan muncul kesadaran yang tinggi
mengenai isu-isu lingkungan sehingga akan mendorong terjadinya perubahan dalam interaksi
antara manusia dan alam yang lebih baik, yang pada akhirnya akan menciptakan lingkungan
yang lebih lestari².
Para sarjana tidak mempunyai pandangan yang sama tentang sebab-sebab timbulnya
masalah-masalah lingkungan. Berdasarkan sudut pandang para sarjana, maka setidak-tidaknya
ada lima faktor yang melatar belakangi timbulnya masalah-masalah lingkungan, yakni teknologi,
penduduk, ekonomi, politik dan tata nilai yang berlaku.
1. Teknologi
Barry Commoner (1973) dalam bukunya “the Closing Circle” melihat bahwa
teknologi merupakan sumber terjadinya masalah-masalah lingkungan. Terjadinya
revolusi di bidang Ilmu Pengetahuan Alam misalnya fisika dan kimia, yang terjadi
selama lima puluh tahun terakhir, telah mendorong perubahan-perubahan besar di bidang
teknologi. Selanjutnya hasil-hasil teknologi itu diterapkan dalam sektor industri,
pertanian, transportasi, dan komunikasi. Berdasarkan pengamatan di Amerika Serikat,
Commoner menunjukkan terjadinya terjadinya masalah lingkungan, terutama
pencemaran lingkungan meningkat setelah Perang Dunia II.
2. Pertumbuhan Penduduk
Ehrlich dan Holdren menekankan, bahwa pertumbuhan penduduk dan
peningkatan kekayaan memberikan sumbangan penting terhadap penurunan kualitas
lingkungan hidup. Mereka menunjukkan beberapa contoh, yakni terjadinya gurun pasir di
lembah Sungai Euphrate dan Sungai Tigris, yang pada zaman sebelum Masehi terkenal
sebagai kawasan subur. Terjadinya kerusakan pada kawasan yang semula subur itu
disebabkan oleh sistem irigasi yang gagal dan pembukaan lahan yang terus-menerus
akibat pertumbuhan akibat pertumbuhan penduduk sehingga semakin luas lahan
pertanian berdasarkan sistem irigasi.

Di kawasan yang curah hujannya rendah, kegagalan pengelolaan irigasi seringkali


menimbulkan masalah-masalah lingkungan hidup yang serius, yaitu terjadinya masalah
salinasi (peningkatan kandungan garam di tanah). Kawasan-kawasan yang curah
hujannya rendah mengalami tingkat penguapan yang tinggi, sehingga telah menyebabkan
kekeringan irigasi. Kekeringan air irigasi sangat potensial menyebabkan terjadinya gurun
pasir.
3. Motif Ekonomi
Hardin (1977) dalam karya tulisnya “’The Tragedy of the Commons” melihat
bahwa alasan-alasan ekonomi yang seringkali menggerakkan perilaku manusia atau
keputusan-kepetusan yang diambil oleh manusia secara perorangan maupun dalam
kelompok, terutama dalam hubungannya dengan pemanfaatannya common property.
Common Property itu meliputi sungai, padang rumput, udara, laut. Karena sumber daya
itu dapat dan bebas dimanfaatkan ole setiap orang untuk memenuhi kebutuhannya
masing-masing, maka setiap orang berusaha dan berlomba-lomba untuk memanfaatkan
atau mengeksploitasi sumber daya semaksimal mungkin guna perolehan keuntungan
pribadi yang sebesar-besarnya.
4. Tata Nilai
Sebagian pakar berpendapat bahwa timbulnya masalah-masalah lingkungan hidup
disebabkan oleh tata nilai yang berlaku menempatkan kepentingan menusia sebagai pusat
dari segala-galanya dalam alam semesta. Nilai dari segala sesuatu yang ada di alam
semesta dilihat dari sudut pandang kepentingna manusia semata. Berdasarkan wawasan
pandang antroposentris, manusia bukanlah bagian dari alam. Selanjutnya, manusia
diciptakan oleh sang pencipta untuk mengatur dan menakhlukan alam. Dengan demikian,
wawasan pandang antroposentris menimbulkan dualisme antara manusia di satu pihak
dan alam semesta serta makhluk lainnya di pihak lain3

3
Takdir Rahmadi, 2019, Hukum Lingkungan di Indonesia, Rajawali Pers, hlm. 1-8

Anda mungkin juga menyukai