Anda di halaman 1dari 23

LATAR BELAKANG LAHIRNYA HUKUM LINGKUNGAN DAN

PERKEMBANGAN LAHIRNYA KESADARAN LINGKUNGAN HIDUP


MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Lingkungan
Dosen Pengampu:
Akbar Aprillia Ardiansyah, M.H.

Disusun Oleh:
1. Ahmad Riyan Alvindi (1860103223249)
2. Muhammad Saifullah (1860103223274)
3. Putri Candra Ningtiyas (1860103223280)
4. Nela Ayu Khoimatul Khoimah (1860103223282)
5. Muhammad Dian Nathansyah (1860103223287)
6. Ryfaldy Yusfiransah (1860103223298)
7. Levia Ayu Aprilia (1860103223310)
8. Putri Riskiana Dewi (1860103223314)

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS SYARIAH DAN ILMU HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SAYYID ALI RAHMATULLAH
TULUNGAGUNG
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan


rahmat dan inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Makalah yang
berjudul “Latar Belakang Lahirnya Hukum Lingkungan dan Perkembangan
Lahirnya Kesadaran Lingkungan Hidup”
Terima kasih kami ucapkan kepada Bapak Akbar Aprillia Ardiansyah, M.H.
yang telah membantu kami baik secara moral maupun materi. Terima kasih juga
saya ucapkan kepada teman-teman seperjuangan yang telah mendukung kami
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini tepat waktu.
Kami menyadari, bahwa laporan makalah yang kami buat ini masih jauh
dari kata sempurna baik segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh
karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
semua pembaca guna menjadi acuan agar penulis menjadi lebih baik lagi di masa
mendatang.
Semoga laporan makalah ini bisa menambah wawasan para pembaca dan
bisa bermanfaat untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuaan.

Tulungagung, 20 Februari 2024

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2
C. Tujuan .......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 4
A. Latar Belakang Lahirnya Hukum Lingkungan ............................................ 4
B. Permasalahan Lingkungan Global ............................................................... 6
C. Permasalahan Lingkungan Nasional ............................................................ 8
1. Sektor Kehutanan ..................................................................................... 8
2. Sektor Pertambangan .............................................................................. 10
3. Pencemaran Industri dan Transportasi ................................................... 12
D. Tata Kelola dari Permasalahan Lingkungan .............................................. 14
1. Kasus Suwarna Abdul Fatah (Gubernur Kalimantan Timur) ................. 15
2. Kasus Tengku Azmun Jaafar (Bupati Palalawan, Riau) ........................ 16
3. Kasus Hartati Murdaya dan Amran Batalipu (bupati Buol, Sulawesi
Tengah) .......................................................................................................... 16
4. Kasus Rudi Rubiandini (Kepala Satuan Kerja Khusus (SKK) Migas) .. 16
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 18
Kesimpulan ........................................................................................................ 18
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hukum lingkungan merupakan seperangkat peraturan yang mengatur
mengenai perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Pengelolaan
lingkungan hidup merupakan usaha dan upaya yang sifatnya terpadu, komprehensip
dan integral, dalam rangka melestarikan fungsi lingkungan hidup melalui tindakan,
penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasandan
pengendalian lingkungan hidup. Hukum lingkungan dapat digunakan untuk
memprediksi keadaaan atau kondisi lingkungan pada masa mendatang.1
Di tengah perubahan iklim global, keberlanjutan lingkungan hidup, dan
tantangan ekologis yang semakin mendesak, disiplin hukum lingkungan telah
muncul sebagai tanggapan terhadap perlunya perlindungan terhadap sumber daya
alam dan lingkungan hidup secara keseluruhan. Fenomena kerusakan lingkungan
seperti polusi udara, pencemaran air, dan kerusakan ekosistem telah memunculkan
kesadaran yang semakin besar akan pentingnya memelihara dan melestarikan
lingkungan hidup.
Sejarah lahirnya disiplin hukum lingkungan tidak dapat dipisahkan dari
perjalanan kesadaran lingkungan hidup di tingkat global dan nasional. Di tingkat
global, peristiwa penting seperti Konferensi PBB tentang Lingkungan Manusia di
Stockholm pada tahun 1972 menjadi tonggak awal dalam pengakuan perlunya
kerjasama internasional untuk melindungi lingkungan hidup. Konferensi ini
menjadi titik awal kesadaran global tentang urgensi perlindungan lingkungan
hidup.
Di tingkat nasional, banyak negara mulai mengadopsi undang-undang dan
regulasi lingkungan yang mengatur perlindungan, konservasi, dan restorasi
lingkungan hidup. Perkembangan ekonomi yang pesat, urbanisasi, dan

1
Istiqomah. Fadlillah, “Analisis Fiqh Siyasah Terhadap Putusan Mahkamah Agung No. 46
P/HUM/2018, Tentang Hak Politik Mantan Narapidana Korupsi Menjadi Peserta Pemilu
Legislatif” (IAIN Jember, 2019).

1
industrialisasi yang tidak terkendali juga telah membawa dampak serius terhadap
lingkungan hidup, mendorong pemerintah dan masyarakat untuk bertindak. Dalam
konteks di Indonesia, pada tanggal 15-18 Mei 1972 atas pemrakarsa “lembaga
ekologi” Unpad diadakan di Bandung Seminar Pengelolaan Lingkungan Hidup
Manusia Dan Pembangunan Nasional. Pembahasan aspek hukum telah
dikemukankan oleh Mochtar Kusumaatmadja yaitu pengaturan hukum masalah
lingkungan hidup manusia.2
Secara menyeluruh, munculnya disiplin hukum lingkungan dan
pertumbuhan kesadaran akan lingkungan hidup secara global dan nasional
menunjukkan tanggapan yang signifikan terhadap tantangan yang semakin
mendesak terkait lingkungan hidup. Oleh karena itu, pemahaman yang mendalam
mengenai sejarah, evolusi, dan dinamika yang mempengaruhi pembentukan
disiplin hukum lingkungan menjadi sangat relevan dalam upaya memperjuangkan
keberlanjutan lingkungan hidup di bumi ini.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana latar belakang dari lahirnya disiplin hukum lingkungan?
2. Bagaimana gambaran kondisi dan permasalahan lingkungan global?
3. Bagaimana kondisi permasalahan lingkungan nasional?
4. Bagaimana kondisi tata kelola dari permasalahan lingkungan di Indonesia?

C. Tujuan
1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan dan
kebutuhan akan hukum lingkungan sebagai disiplin ilmu.
2. Untuk menggambarkan kondisi, permasalahan, dan tantangan dari masalah
lingkungan yang dihadapi secara global.

2
Risfalman Risfalman, “Sejarah Perkembangan Hukum Lingkungan Di Indonesia,” Dusturiyah:
Jurnal Hukum Islam, Perundang-Undangan Dan Pranata Sosial 8, no. 2 (2019): 185–96.

2
3. Untuk menganalisis kondisi permasalahan lingkungan nasional, termasuk
masalah-masalah lingkungan yang signifikan di Indonesia.
4. Untuk mengevaluasi struktur dan efektivitas tata kelola lingkungan di
Indonesia.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Lahirnya Hukum Lingkungan


Perkembangan hukum lingkungan tidak dapat dilepaskan dari konteks
gerakan global yang mengampanyekan perlunya perhatian yang lebih besar
terhadap lingkungan hidup. Hal ini disebabkan oleh pemahaman bahwa masalah
lingkungan merupakan tantangan yang memerlukan kolaborasi lintas negara demi
memastikan keberlangsungan hidup global.3 Sejak tahun 1945, terutama pasca-
Perang Dunia II, bidang Hukum Lingkungan Internasional telah mengalami
perkembangan yang signifikan sejalan dengan serangkaian peristiwa penting pada
periode tersebut. Era pasca-perang tersebut menandai munculnya kesadaran
manusia akan lingkungan dan paradigma baru mengenai bahaya yang muncul
dalam urusan manusia, yang dikenal sebagai “new order of hazard in human
affairs” yang meliputi permasalahan lingkungan. Salah satu karya penting yang
memperkenalkan konsep bahaya lingkungan ini adalah “Silent Spring”, yang
menggambarkan dampak negatif penggunaan berlebihan atau penyalahgunaan
bahan kimia pertanian.
Puncak dari pembentukan Hukum Lingkungan Internasional yang
komprehensif dan mendasar terjadi pada saat Konferensi Stockholm pada tahun
1972. Dampaknya terhadap perkembangan hukum lingkungan nasional
transnasional semakin signifikan. Konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup
diselenggarakan pada tanggal 5 Juni hingga 16 Juni 1972 di Stockholm, dengan
dihadiri oleh delegasi dari 110 negara. Sebagai tindak lanjut terhadap upaya
penyelesaian masalah tersebut, konferensi telah menunjuk Ingemund Bengtsson
dari Swedia sebagai ketua, yang didampingi oleh 26 wakil ketua yang berasal dari
perwakilan negara-negara di seluruh benua.
Konferensi ini memiliki arti sejarah yang sangat penting karena menandai
konferensi perdana yang dipimpin oleh PBB yang didedikasikan untuk isu-isu

3
Risfalman.

4
lingkungan. Selain itu, konferensi ini juga menjadi langkah awal bagi upaya
penyelamatan lingkungan hidup secara global.4 Konferensi Stockholm telah
membahas masalah lingkungan serta jalan keluarnya, agar pembangunan dapat terlaksana
dengan memperhitungkan daya dukung lingkungan.
Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Lingkungan Manusia yang
berlangsung pada tanggal 16 Juni 1972 di Stockholm berhasil merumuskan dan
mengesahkan:5
1. Deklarasi Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Lingkungan
Manusia 1972, yang secara resmi dikenal sebagai “Declaration of the
United Conference on the Human Environment”. Deklarasi ini terdiri dari
sebuah mukadimah dan 26 asas yang didasarkan pada tujuh pokok
pertimbangan dasar tentang strategi pengelolaan Lingkungan Hidup yang
berkelanjutan untuk tujuan pelestarian dan pengembangannya.
2. Terdapat “Rencana Aksi Lingkungan Hidup Manusia” (an Action Plan),
yang mencakup 109 rekomendasi, termasuk di dalamnya terdapat 18
rekomendasi khusus tentang perencanaan dan pengelolaan pemukiman
manusia. Rencana aksi ini dirancang untuk memberikan panduan dan
kerangka kerja bagi upaya internasional dalam mengelola lingkungan hidup
secara berkelanjutan.
3. Rekomendasi terkait kelembagaan dan keuangan yang terdiri dari beberapa
elemen, yakni:
a. Pembentukan Dewan Pengurus Program Lingkungan Hidup
b. Pendirian Sekretariat yang akan dipimpin oleh seorang direktur
eksekutif.
c. Pendanaan melalui Dana Lingkungan Hidup.
d. Pendirian Badan Koordinasi Lingkungan Hidup.
4. Selain itu, juga disarankan untuk menetapkan tanggal 5 Juni sebagai “Hari
Lingkungan Hidup sedunia” (World Environment Day), yang akan

4
S H Erwin Syahruddin, M H Siti Fatimah, and M H SH, “HUKUM LINGKUNGAN,” n.d.
5
Erwin Syahruddin, Fatimah, and SH.

5
dirayakan setiap tahun sebagai upaya untuk meningkatkan kesadaran dan
tindakan global terkait isu lingkungan.
Prinsip-prinsip yang tercantum dalam Deklarasi Stockholm bersama dengan
rekomendasi-rekomendasinya yang termuat dalam rencana kegiatan (action plan)
dijadikan sebagai panduan bagi negara-negara peserta untuk merancang
perencanaan, pembangunan, dan regulasi terkait masalah lingkungan hidup di
wilayah masing-masing. Hal ini diharapkan akan memberikan pengaruh dan arahan
terhadap pembentukan ketentuan hukum yang berkaitan dengan perlindungan
lingkungan hidup.

B. Permasalahan Lingkungan Global


Persoalan lingkungan terkini merupakan masalah dunia yang terjadi hampir
di semua negara ,terutama negara yang berkembang termasuk Indonesia. Masalah
perubahan kondisi lingkungan begitu cepat mendunia dan sempat menjadi berita
terkait dengan pemanasan global tersebut tidak lepas dari banyak faktor, termasuk
tingginya tingkat produktivitas industri di berbagai negara. Hal ini berlaku untuk
penebangan hutan,baik secara resmi maupun illegal logging.6Dalam permasalahan
lingkungan yang kita hadapi dari tahun ke tahun semakin meningkat baik yang
berasal dari pencemaran air maupun pencemaran udara. Hal ini bukan hanya
disebabkan oleh kegiatan industrinya, tetapi juga oleh aktivitas manusia dalam
rumah tangga.7
Masalah kerusakan lingkungan hidup sudah menjadi salah satu masalah
yang sering dibicarakan baik oleh pemerintah,penelitian,dan badan organisasi lokal
maupun intrnasional.Ada beberapa masalah lingkungan hidup yang menjadi
sorotan secara global diantaranya : pemanasan global,penipisan lapisan ozon, dan
hujan asam.8 Masalah-masalah tersebut menjadi perhatian dan perlunya tindakan
yang serius untuk kelangsungan hidup manusia.Dalam kehidupan yang kini

6
Mondry,”Isu-Isu Lingkungan”,2023, https://sdgs.ub.ac.id/isu-isu-lingkungan/.
7
Dikutip pada tanggal 20 Febuari 2024, https://pustaka.ut.ac.id/lib/wp-
content/uploads/pdfmk/PEKI432-M1.pdf.
8
Dikutip pada tanggal 20 Febuari 2024, https://binus.ac.id/character-building/2021/07/kerusakan-
lingkungan-global/.

6
bersuasana “dunia yang satu,penuh perbedaan namun yang tak mungkin lagi
terpilah dan terpecah”.Terjadi suatu paradoks bahwa orang lokal justru tak
terancam akan mati (seperti yang justru bisa terjadi dalam suasana yang nasional
dan modern yang cenderung sentralistik dan berkesan anti tradisi).Sebagai
alternatif, lokalisme tampaknya lebih mudah di hidupkan kembali oleh
globalismen.
Penjelasan dari beberapa permasalah lingkungan global di antaranya :
Pertama pemanasan global merupakan kejadian yang meningkatkan suhu rata-rata
atmosfer, laut, dan daratan bumi. Peneliti dari Center for International Forestry
Research (CIFR) menjelaskan bahwa pemanasan global adalah kejadian
terperangkapnya radiasi gelombang panjang matahari (gelombang panas atau infra
merah) yang dipancarkan ke bumi oleh gas rumah kaca. Gas rumah kaca ini secara
alami terdapat di udara (atmosfer). Sedangkan efek rumah kaca adalah istilah yang
digunakan untuk panas yang terperangkap di alam atmosfer bumi dan tidak bisa
menyebar. Pemanasan global merupakan suatu fenomena global yang dipicu oleh
kegiatan manusia terutama yang berkaitan dengan penggunaan bahan fosil dan
kegiatan alih guna lahan.Kegiatan ini menghasilkan peningkatan jumlah gas di
atmosfer, terutama gas karbon dioksida (CO2) dan proses ini dikenal sebagai “efek
rumah kaca”dan ada kaitannya dengan pemanasan global.9 Disebut dengan rumah
kaca karena suhu panas yang terjebak di atmosfer bumi meningkatkan. Proses ini
mirip dengan bagaimana rumah kaca berfungsi untuk menjaga suhu tanaman tetap
hangat. Adanya pantulan sinar matahari oleh benda-benda di dalam rumah kaca
yang terhalang oleh dinding menyebabkan suhunya meningkat.
Kedua penipisan lapisan ozon merupakan suatu bentuk oksigen dengan tiga
atom (O3) secara alamiah ozon tersebar dalam startosfer membentuk lapisan yang
tebalnya kurang lebih 35 km. Konsentrasi ozon di lapisan stratosfer bervariasi
menurut ketinggian. Lapisan ozon yang tipis ini apabila dibandingkan dengan
tebalnya seluruh atmosfer bumi cukup efisien dalam menyaring semua sinar
ultraviolet matahari yang berbahaya bagi makhluk hidup di bumi. Oleh karena itu,

9
Nindy Callista Elvania,”Isu Lingkungan Global”, Penerbitan Widina Media Utama: Jawa Barat:
2023 ,hlm 49.

7
ozon penting sekali bagi kehidupan di muka bumi dari bahaya sengatan
ultraviolet.10
Ketiga hujan asam terjadi ketika asam di udara larut dalam butir-butir air di
awan, dan ketika hujan turun dari awan. Hal ini terjadi karena hujan asam turun dari
udara yang mengandung asam, sehingga asam terlarut ke dalam air hujan dan turun
ke bumi. Hujan asam dapat terjadi di daerah yang sangat jauh dari sumber
pencemaran. Masalah hujan asam terjadi di lapisan atmosfir rendah, yaitu di
troposfir. Asam yang terkandung dalam hujan asam ialah asam sulfat (H2 SO4) dan
asam nitrat (HNO)3, keduanya merupakan asam kuat. Asam sulfat berasal dari gas
SO2 dan asam nitrat dari gas NOx. Hujan asam diartikan sebagai segala macam
hujan dengan pH di bawah 5,6. Hujan secara alami bersifat asam (pH sedikit di
bawah 6) karena karbondioksida (CO2) di udara yang larut dengan air hujan
memiliki bentuk sebagai asam lemah. Hujan asam ini sangat membantu melarutkan
mineral dalam tanah, yang sangat penting bagi tumbuhan dan binatang.11

C. Permasalahan Lingkungan Nasional


1. Sektor Kehutanan
Sebagaimana dijelaskan pada pembahasan tentang permasalahan
lingkungan global di atas, Indonesia dianggap adalah perusak hutan terbesar di
dunia karena tingkat pengrusakan hutan di Indonesia sangat tinggi. Penyebab
utama kerusakan hutan di Indonesia dapat digolongkan ke dalam lima kategori
utama, yakni:
(i) Pembalakan liar (illegal logging),
(ii) Konsensi lahan untuk logging dan perkebunan (di atas kertas legal)
(iii) Penambang liar,
(iv) Konsensi hutan untuk pertambangan, (di atas kertas legal)
(v) Perambahan hutan oleh masyarakat sekitar
Kelima kegiatan di atas (yang legal dan ilegal) telah menjadi kontributor
utama dalam kehancuran hutan dan lingkungan di Indonesia. Illegal logging

10
Ibid., hlm 75.
11
Ibid., hlm 65.

8
misalnya sampai dengan hari ini masih dijumpai di hutan Indonesia walaupun
skalanya menurun akibat sumber daya hutan Indonesia yang juga semakin
menurun. Kombinasi dari kelima aktivitas di atas menempatkan Indonesia
sebagai negara dengan tingkat penggundulan hutan (deforestation) tertinggi di
dunia dengan rata-rata 1,7 juta hektare per tahun12.
Hutan Indonesia juga rusak akibat tidak patuhnya para pengusaha sektor
kehutanan dan masyarakat pada umumnya akan hukum yang berlaku di
Indonesia, sehingga kejahatan kehutanan seperti illegal logging, perambahan
kawasan hutan, dan pembakaran hutan oleh masyarakat dan pengusaha
perkebunan sawit hampir selalu lolos dari jeratan hukum. Ketidaktegasan dan
pembiaran aparat di Kementerian Kehutanan, Kanwil dan Dinas Kehutanan
serta aparat Kepolisian atas kejahatan-kejahatan lingkungan di Indonesia karena
adanya ‘kerja sama/tausama-tau’ antara aparat dan perusak hutan, bahkan
sejumlah studi menunjukkan bahwa aparat kehutanan, polisi dan militer ikut
terlibat dalam pembalakan liar13.
Akibat hal-hal di atas, hampir setiap musim hujan seluruh Indonesia
dilanda banjir bandang, khususnya di Jawa, Kalimantan, Sumatra, Sulawesi,
Maluku dan bahkan Papua tidak luput dari banjir bandang akibat penggundulan
hutan di hulu dan sepanjang sungai-sungai besar dan kecil. Tanah longsor juga
semakin sering terjadi dan mengakibatkan kerugian nyawa dan materiil yang
sangat besar.
Kerusakan sektor kehutanan juga diakibatkan oleh praktek perkebunan
besar (big plantation) seperti kelapa sawit yang selalu menggunakan api dalam
pembersihan lahan (land clearing). Praktek ini tidak dibenarkan oleh UU
Kehutanan dan UU Pelindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, tapi
masih saja dilakukan sehingga tidak saja merusak biodiversity hutan-hutan
Indonesia bahkan sampai mencemari negara tetangga seperti Singapura,
Malaysia dan Brunei Darussalam14. Oleh karena itu, isu pembakaran lahan dan

12
Laode M Syarif and Andri G Wibisana, “Hukum Lingkungan: Teori, Legislasi Dan Studi
Kasus,” Jakarta: PT. RajaGrafindo, 2010.
13
Syarif and Wibisana.
14
Syarif and Wibisana.

9
kabut asap ini dimasukkan pada bagian global di atas karena memiliki daya
rusak yang signifikan.
2. Sektor Pertambangan
Sektor pertambangan tak kalah parahnya dengan sektor kehutanan.
Hampir semua pertambangan di Indonesia tidak patuh pada peraturan hukum
yang berlaku di negeri ini, termasuk pertambangan-pertambangan besar
sekalipun yang diberi izin dan diawasi oleh pemerintah. Menurut Greenpeace,
sekitar 70 persen kerusakan lingkungan di Indonesia disebabkan oleh
pertambangan. Jumlah izin pertambangan yang telah diberikan oleh pemerintah
mencapai lebih dari 10.000 perizinan dan ini belum termasuk perizinan tambang
Galian C.37 Contoh nyata kerusakan lingkungan yang dilakukan oleh
pertambangan besar dapat dilihat pada sejumlah pertambangan yang dikelola
oleh perusahan-perusahaan berikut15:
a. Kasus Pencemaran Teluk Buyat
PT Newmont Minahasa Raya menandatangani Kontrak Karya dengan
Pemerintah tanggal 6 November 1986 dengan persetujuan Presiden
No.B-3/ Pres/11/1986. Perusahaan tambang ini mempunyai izin untuk
mengolah emas dan mineral, kecuali migas, batu bara, uranium dan
nikel di areal dengan luas wilayah 527.448 hektare dengan masa
pengolahan 30 tahun16. Selama kurun waktu 1996-1997, terjadi
pencemaran yang diperkirakan karena penambangan dan aktivitas
pembuangan limbah. 2000-5000 kubik ton limbah setiap hari dibuang
oleh PT Newmont Minahasa Raya ke perairan Teluk Buyat 17. Sejak
aktivitas pembuangan limbah tersebut, banyak nelayan yang protes
karena sekitar akhir Juli 1996, nelayan mendapati banyak ikan mati
mengapung dan terdampar di pinggir pantai. Kasus kematian ikan ini
berulang sampai dengan bulan juli 1997.
b. Lumpur Lapindo Brantas

15
Syarif and Wibisana, “Hukum Lingkungan: Teori, Legislasi Dan Studi Kasus.”
16
Kiki Lutfillah, “KASUS NEWMONT (Pencemaran Di Teluk Buyat),” Jurnal Kybernan 2, no. 1
(2011): 17–28.
17
Lutfillah.

10
Kasus lumpur Lapindo Brantas mengakibatkan 10.426 rumah di 16 desa
(tiga kecamatan Porong, Sidoarjo) terendam lumpur. Total warga yang
dipindahkan lebih dari 8.200 jiwa dan tak kurang 25.000 jiwa
mengungsi. Selain itu, jalan tol Porong-Gempol ditutup sampai batas
waktu yang tidak ditentukan. Penyebab kejadian diperkirakan karena
kesalahan pengeboran sumur Banjar Panji-1 pada awal Maret 200618.
Dampak yang telah ditimbulkan oleh lumpur Lapindo sangat
berpengaruh pada kehidupan masyarakat Sidoarjo dan sekitarnya.
Secara langsung lingkungan dan kehidupan sosial dari masyarakat
terganggu. Hal tersebut dapat dilihat dari hilangnya lahan dan rumah
warga yang terkena dampak langsung dari semburan lumpur. Juga,
banyak warga yang kehilangan mata pencaharian untuk
penghidupannya, rusaknya lingkungan seperti menurunnya kualitas air
sekitar akibat semburan lumpur panas dan terganggunya kesehatan
masyarakat sebagaimana laporan dari Iskandar Sitorus, aktivis Lembaga
Bantuan hukum (LBH) Kesehatan. Sitorus melaporkan bahwa dalam
wilayah tertentu ada 81 % warga mengalami gangguan pada paru-paru
yang mengakibatkan sesak napas, gangguan kesemutan, serta
menurunnya kekebalan tubuh19.
c. Pencemaran Freeport
Pertambangan Freeport tidak saja mencemari lingkungan tapi telah
banyak menimbulkan derita dan kematian bagi warga di sekitar
pertambangan. Di samping itu, sejumlah kekerasan antara aparat dan
penduduk sekitar juga sering terjadi bahkan sampai menimbulkan
korban jiwa baik dari kalangan penduduk, pekerja, bahkan aparat
kepolisian dan tentara20. Dari sejumlah bencana tambang Freeport ada
beberapa yang sampai pada ranah hukum yakni peristiwa tanggal 4 Mei

18
Anis Farida, “Jalan Panjang Penyelesaian Konflik Kasus Lumpur Lapindo,” Jurnal Ilmu Sosial
Dan Ilmu Politik 17, no. 2 (2013): 144–62.
19
Farida.
20
Amelia Dwi Astuti, “Implikasi Kebijakan Indonesia Dalam Menangani Kasus Pencemaran
Lingkungan Oleh PT. Freeportterhadap Keamanan Manusia Di Mimika Papua,” Journal of
International Relations 4, no. 3 (2018): 547–55.

11
2000 di mana dam penahan limbah cair ambruk dan tidak mampu
menahan beban yang lebih sehingga limbah cair beracun tersebut masuk
ke Sungai Wanagon dan Kampung Banti serta membunuh empat
penduduk, menghancurkan kandang ternak babi dan kebun warga,
merusak kuburan orang suku Amungme dan mencemari 12 kilo meter
Sungai Wanagon sampai ke laut21.
3. Pencemaran Industri dan Transportasi
Di samping kerusakan lingkungan akibat eksploitasi sumber daya alam
seperti tambang, hutan, ikan dan lain-lain, sumber permasalahan lingkungan di
Indonesia juga disebabkan oleh industri, dunia usaha dan limbah domestik.
Sampai hari ini, hampir semua sungai besar di Indonesia, khususnya yang
berada di Pulau Jawa sangat tercemar dan telah melampaui baku mutu air yang
ditetapkan oleh pemerintah.
Penyebab utama dari tercemarnya sungai-sungai tersebut adalah
kombinasi dari: (i) limbah rumah tangga (padat dan cair), (ii) limbah industri
(padat dan cair), (iii) limbah pertanian (pestisida, insektisida, pupuk urea, dll).
Namun demikian, limbah industri adalah yang paling berbahaya, karena limbah
cair industri biasanya mengandung zat-zat beracun. Kebanyakan industri di
Indonesia sering membuang limbah mereka ke sungai tanpa melalui instalasi
pengelolaan limbah (IPAL) yang baik dan memadai22. Sejumlah kasus
pencemaran sungai yang telah diproses secara hukum dapat dilihat pada kasus-
kasus berikut:
a. Kasus Rumah Potong Hewan Surabaya
Rumah Potong Hewan Surabaya (RPH Surabaya) adalah sebuah Badan
Usaha Milik Daerah Pemerintah Kota Surabaya yang aktivitasnya
menyediakan jasa pelayanan pemotongan hewan dengan standar yang
telah ditentukan baik secara agama maupun kesehatan. Mayoritas
limbah yang dihasilkan oleh RPH adalah limbah organik yang berasal

21
Astuti.
22
Syarif and Wibisana, “Hukum Lingkungan: Teori, Legislasi Dan Studi Kasus.”

12
dari proses pemotongan hewan seperti darah, kotoran hewan dan bagian
tubuh binatang23.
b. Kasus Wings Surya
PT. Wings Surya adalah perusahaan besar yang bergerak di bidang
produksi bahan pembersih rumah tangga. Berlokasi di Kabupaten
Gresik Jawa Timur dan terletak di pinggiran Kali Surabaya. Kasus
pencemaran yang dilakukan PT Wings Surya ini tergolong menarik
karena PT Wing Surya telah memiliki IPAL untuk mengolah limbah
yang dihasilkan dari proses produksi perusahaan. Pada tahun 2008
perusahaan ini diduga melakukan pembuangan limbah produksi ke kali
tengah yang merupakan anak sungai dari Kali Surabaya. Akan tetapi
setelah melalui penelitian lebih lanjut, limbah yang dibuang ke kali
tengah tersebut ternyata bukan berasal dari limbah produksi tetapi
berasal dari limbah domestik perusahaan.
Di samping limbah cair, industri juga menghasilkan pencemaran udara
dan jika dikombinasikan dengan pencemaran yang bersumber dari sektor
transportasi darat, laut, udara, maka pencemaran udara yang berasal dari
transportasi dan industri telah menghasilkan pencemaran udara yang luar biasa.
Hampir semua kota besar di Jawa seperti Jakarta, Bandung, Surabaya,
Semarang sering sekali mengalami pencemaran udara yang melebihi baku mutu
ambien.
Dalam melihat kasus pencemaran udara akibat kendaraan bermotor
sebagai suatu dampak, adalah bukan satu-satunya penyebab yang disalahkan.
Akan tetapi, penggunaannya yang tidak teratur (disorder) adalah yang dapat
menimbulkan ”abuse” bagi lingkungan kita, terutama udara. Singgungan antara
transportasi dan lingkungan juga dapat diungkapkan lewat masalah perilaku
manusia terhadap lingkungannya24. Hal tersebut bertolakbelakang, mengingat,
transportasi yang seharusnya merupakan salah satu perangkat teknologi untuk

23
Syarif and Wibisana.
24
Ismiyati Ismiyati, Devi Marlita, and Deslida Saidah, “Pencemaran Udara Akibat Emisi Gas
Buang Kendaraan Bermotor,” Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik (JMTRANSLOG) 1, no.
3 (2014): 241, https://doi.org/10.54324/j.mtl.v1i3.23.

13
memudahkan manusia, malahan menimbulkan dampak yang berbahaya bagi
kesehatan manusia dan lingkungannya. Selanjutnya, secara langsung,
kandungan-kandungan timah hitam dan SPM dapat mengganggu kesehatan
kita, dan/atau menimbulkan penyakit-penyakit yang mematikan.
Pada umumnya, dari berbagai sektor yang potensial dalam mencemari
udara, maka, sektor transportasi memegang peran yang sangat besar dibanding
dengan sektor yang lainnya. Di kota-kota besar, kontribusi gas buang kendaraan
bermotor sebagai sumber polusi udara mencapai 60-70%, sementara, kontribusi
gas buang dari cerobong asap industri hanya berkisar 10-15%, dan sisanya
berasal dari sumber pembakaran lain; misalnya rumah tangga, pembakaran
sampah, kebakaran hutan, dan lain-lain25.

D. Tata Kelola dari Permasalahan Lingkungan


Dari beragam isu lingkungan nasional yang telah disinggung di atas, baik
yang terkait dengan laut, darat, sungai, udara, dan hutan, terdapat dua inti
permasalahan yang dapat diidentifikasi: pertama, kurangnya kesadaran masyarakat
akan pentingnya pelestarian lingkungan, dan kedua, peningkatan aktivitas manusia
yang memberikan dampak negatif terhadap lingkungan tersebut.
Dalam hal “kesadaran masyarakat”, sebagian besar penduduk Indonesia
menunjukkan kesadaran lingkungan yang terbatas, yang mengakibatkan kerusakan
yang luas. Pelanggaran umum seperti penangkapan ikan secara ilegal dengan
menggunakan racun dan bahan peledak, serta pukat harimau dan perusakan
terumbu karang, banyak terjadi di sepanjang garis pantai Indonesia. Selain itu, ada
kecenderungan yang berkembang untuk membuang sampah sembarangan, terutama
di sungai dan sistem pembuangan limbah, dengan banyak orang yang merasa
terbebas dari tanggung jawab. Masyarakat dan sektor bisnis juga tidak ragu-ragu
untuk terlibat dalam perambahan hutan yang meluas dan pertambangan ilegal,
sehingga sangat sulit untuk menyelesaikan masalah ini dengan cepat.26

25
Ismiyati, Marlita, and Saidah.
26
Laode M Syarif and Andri G Wibisana, ‘Hukum Lingkungan: Teori, Legislasi Dan Studi Kasus’,
Jakarta: USAID, 2010.

14
Khususnya dalam aspek ‘tata kelola’ (governance), Indonesia merupakan
gambaran nyata dari tata kelola lingkungan (environmental governance) yang
lemah, yang ditandai dengan kekurangan dalam kerangka kerja peraturan, struktur
kelembagaan, dan personil administratif. Mengenai kerangka peraturan, banyak
sekali peraturan yang tidak sesuai di tingkat hirarki, yang menggambarkan
ketidaksesuaian antara peraturan pusat dan daerah. Sementara itu, secara horizontal,
tumpang tindih peraturan terjadi di berbagai sektor termasuk kehutanan,
pertambangan, pertanian, lingkungan hidup, dan pengelolaan lahan.
Ketidaksesuaian ini menjadi dalih bagi para pejabat dan birokrat untuk menghindari
penegakan hukum, sehingga memberikan keleluasaan bagi mereka untuk
melakukan tindakan-tindakan sesuai dengan keinginan mereka di lapangan.
Namun, masalah yang paling signifikan pada sebagian besar masalah
lingkungan adalah banyaknya tindakan korupsi yang dilakukan oleh pihak-pihak
berwenang yang ditugaskan untuk mengawasi dan melindungi lingkungan hidup di
Indonesia. Karena mereka telah menerima pembayaran “penutup mata” dari pihak-
pihak yang mencemari dan merusak lingkungan, banyak dari pejabat dan petugas
tersebut yang membiarkan tindakan-tindakan tersebut. Berikut ini adalah beberapa
contoh korupsi di sektor sumber daya alam dan lingkungan:
1. Kasus Suwarna Abdul Fatah (Gubernur Kalimantan Timur)
Terdakwa mengeluarkan izin di luar kewenangannya dengan memberikan
konsensi pada pengusaha sebanyak 1 juta hektare perkebunan kelapa sawit.
Kasus tersebut adalah penyalahgunaan perizinan yaitu secara peraturan teknis
menyalahi peraturan perundang-undangan berkaitan dengan kehutanan dan
perkebunan, namun izin tetap dikeluarkan. Dasar hukum yang dikenakan adalah
Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UUPTPK yaitu korupsi merugikan keuangan
negara. Penggunaan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UUPTK di dasarkan pada
ketentuan Pasal 14 UUPTPK dimana ketentuan dalam UU tersebut harus tegas
dinyatakan sebagai tindak pidana korupsi.27

27
Mispansyah Mispansyah and Nurunnisa Nurunnisa, “Penyalahgunaan Perizinan Perkebunan
Sawit Dalam Perspektif Tindak Pidana Korupsi,” Jurnal Ius Constituendum 6, no. 2 (2021): 348–
66.

15
2. Kasus Tengku Azmun Jaafar (Bupati Palalawan, Riau)
Divonis oleh Pengadilan Tipikor Pekanbaru untuk menjalani masa tahanan
selama 11 tahun, atas kesalahan terbukti melakukan tindak korupsi terkait
penerbitan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri
(IUPHHK-HT) dari tahun 2001 hingga 2006 kepada beberapa perusahaan di
Riau.28
3. Kasus Hartati Murdaya dan Amran Batalipu (bupati Buol, Sulawesi
Tengah)
Hartati Murdaya dihukum karena menyuap Arman Batalipu agar
mempercepat proses pengeluaran izin perkebunan kelapa sawit yang
dimohonkan oleh PT Hartati Inti Plantation (HIP). Pengadilan memutuskan
Hartati dipenjara 2 tahun 6 bulan, sedang Amran Batalipu dihukum 7 tahun 6
bulan penjara serta membayar denda Rp300 juta.
4. Kasus Rudi Rubiandini (Kepala Satuan Kerja Khusus (SKK) Migas)
Bekas Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu
Minyak dan Gas (SKK Migas) tersebut telah dihukum karena terbukti terlibat
atau turut serta dalam serangkaian tindakan penerimaan hadiah atau janji senilai
SGD200,000.00, USD 900,000.00, dan USD 522,500.00. Hal ini dilakukan
meskipun diketahui atau diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan
dengan tujuan untuk mempengaruhi keputusan yang bertentangan dengan
tanggung jawabnya dalam jabatan. Terdapat setidaknya enam kegiatan (tender)
yang terkait dengan penyalahgunaan wewenang, yang terjadi setelah terdakwa
menerima hadiah-hadiah tersebut, seperti yang dijelaskan dalam Putusan
Mahkamah Agung RI Nomor 197PK/PID.SUS/2015, 2015. Dalam
pembelaannya, Rudi menyatakan bahwa karena uang yang diberikan oleh
Deviardi dianggap “bersih dan jelas” maka dia memutuskan untuk menerima
uang tersebut, yang kemudian hanya disimpan dan tidak digunakan.29

28
Emerson Yuntho, “Eksaminasi Terhadap Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada
Pengadilan Negeri Kelas IA Khusus Bandung Atas Nama Terdakwa Rachmat Yasin,” Integritas:
Jurnal Antikorupsi 2, no. 1 (2016): 235–67.
29
Maya Marliana and Heti Marini, “SATU DEKADE GRATIFIKASI DI INDONESIA (2010-
2019),” JIPAGS (Journal of Indonesian Public Administration and Governance Studies) 6, no. 1
(2022).

16
Beberapa contoh di atas hanya mencerminkan sebagian kecil dari dampak
negatif yang terjadi akibat pengelolaan yang tidak berkelanjutan terhadap
kekayaan alam dan lingkungan di Indonesia. Fenomena ini menandakan bahwa
upaya untuk menjaga kelestarian lingkungan seringkali terabaikan oleh para
pejabat dan aparat yang seharusnya bertanggung jawab, karena tergoda oleh
dorongan finansial yang sering kali mengaburkan penglihatan mereka terhadap
konsekuensi jangka panjang. Masa depan permasalahan lingkungan diprediksi
akan semakin kompleks, sejalan dengan terus menyusutnya sumber daya alam
yang tersedia dan penurunan kualitas sumber daya manusia.30
Dampak langsung dari kegagalan dalam tata kelola (governance) dapat
diamati melalui penurunan kualitas lingkungan di Indonesia, yang pada saat
yang sama telah menimbulkan berbagai dampak negatif terhadap masyarakat,
seperti banjir, longsor, perubahan iklim yang tidak terduga, dan bencana-
bencana lainnya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa praktik korupsi
yang merajalela merupakan akibat dari kegagalan tata kelola yang efektif, di
mana manusia menjadi rela mengorbankan kelestarian lingkungan untuk
kepentingan pribadi dan kesenangan sesaat.

30
Ida Nurlinda, “Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam Dan Dampaknya Terhadap
Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia,” Bina Hukum Lingkungan 1, no. 1 (2016): 1–9.

17
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Hukum lingkungan hidup memiliki latar belakang yang berkembang seiring
dengan meningkatnya kesadaran global akan perlunya perlindungan lingkungan
hidup. Sejak Konferensi Stockholm pada tahun 1972, upaya internasional telah
dilakukan untuk merumuskan kebijakan dan tindakan dalam menghadapi masalah
lingkungan global seperti pemanasan global, penipisan lapisan ozon, dan hujan
asam. Namun, di tingkat nasional, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam
tata kelola lingkungan karena kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya
pelestarian lingkungan dan tingginya aktivitas manusia yang merusak lingkungan.
Masalah tata kelola lingkungan yang lemah, didukung oleh korupsi di dalam
pemerintahan dan lembaga penegak hukum, memperparah situasi lingkungan hidup
di Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan upaya serius dalam meningkatkan
kesadaran masyarakat dan meningkatkan tata kelola lingkungan untuk mengatasi
masalah lingkungan hidup yang semakin memburuk.

18
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, Amelia Dwi. “Implikasi Kebijakan Indonesia Dalam Menangani Kasus


Pencemaran Lingkungan Oleh PT. Freeportterhadap Keamanan Manusia Di
Mimika Papua.” Journal of International Relations 4, no. 3 (2018): 547–55.

Erwin Syahruddin, S H, M H Siti Fatimah, and M H SH. “HUKUM


LINGKUNGAN,” n.d.

Fadlillah, Istiqomah. “Analisis Fiqh Siyasah Terhadap Putusan Mahkamah Agung


No. 46 P/HUM/2018, Tentang Hak Politik Mantan Narapidana Korupsi
Menjadi Peserta Pemilu Legislatif.” IAIN Jember, 2019.

Farida, Anis. “Jalan Panjang Penyelesaian Konflik Kasus Lumpur Lapindo.” Jurnal
Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik 17, no. 2 (2013): 144–62.

Ismiyati, Ismiyati, Devi Marlita, and Deslida Saidah. “Pencemaran Udara Akibat
Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor.” Jurnal Manajemen Transportasi &
Logistik (JMTRANSLOG) 1, no. 3 (2014): 241.
https://doi.org/10.54324/j.mtl.v1i3.23.

Lutfillah, Kiki. “KASUS NEWMONT (Pencemaran Di Teluk Buyat).” Jurnal


Kybernan 2, no. 1 (2011): 17–28.

Marliana, Maya, and Heti Marini. “SATU DEKADE GRATIFIKASI DI


INDONESIA (2010-2019).” JIPAGS (Journal of Indonesian Public
Administration and Governance Studies) 6, no. 1 (2022).

Mispansyah, Mispansyah, and Nurunnisa Nurunnisa. “Penyalahgunaan Perizinan


Perkebunan Sawit Dalam Perspektif Tindak Pidana Korupsi.” Jurnal Ius
Constituendum 6, no. 2 (2021): 348–66.

Nurlinda, Ida. “Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam Dan Dampaknya


Terhadap Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia.” Bina Hukum
Lingkungan 1, no. 1 (2016): 1–9.

Risfalman, Risfalman. “Sejarah Perkembangan Hukum Lingkungan Di Indonesia.”

19
Dusturiyah: Jurnal Hukum Islam, Perundang-Undangan Dan Pranata Sosial
8, no. 2 (2019): 185–96.

Syarif, Laode M, and Andri G Wibisana. “Hukum Lingkungan: Teori, Legislasi


Dan Studi Kasus.” Jakarta: PT. RajaGrafindo, 2010.

Yuntho, Emerson. “Eksaminasi Terhadap Putusan Pengadilan Tindak Pidana


Korupsi Pada Pengadilan Negeri Kelas IA Khusus Bandung Atas Nama
Terdakwa Rachmat Yasin.” Integritas: Jurnal Antikorupsi 2, no. 1 (2016):
235–67.

20

Anda mungkin juga menyukai