Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

Sejarah Dan Aspek Dasar Pengelolaan Kualitas Lingkungan

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Pengelolaan Lingkungan

Dosen Pengampu :

Nizar Azizatun Nikmah, M.Pd

Disusun Oleh Kelompok 1 :

1. Siti Halimah (12208193010)


2. Salisa Aslamasari (12208193011)
3. Hamidah Tsamrotus Tsanyah (12208193049)
4. Febi Eka Wahyuni (12208193101)
5. Nailah Sabira Hasanah (12208193103)

PROGRAM STUDI TADRIS BIOLOGI VI-A

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SAYYID ALI RAHMATULLAH


TULUNGAGUNG

MARET 2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Sejarah
Dan Aspek Dasar Pengelolaan Kualitas Lingkungan” ini dengan tepat waktu.
Shalawat serta salam semoga senantiasa abadi tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW, keluarga, serta sahabatnya. Sehubungan dengan selesainya
penulisan makalah ini, maka kami mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Maftukin, M.Ag, selaku rektor UIN Sayyid Ali Rahmatullah


Tulungagung yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk
menimba ilmu di UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung.
2. Nizar Azizatun Nikmah, M.Pd, selaku dosen pengampu mata kuliah
Pengelolaan Lingkungan.
3. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun makalah ini.

Dengan penuh harap, semoga jasa mereka diterima oleh Allah SWT dan
tercatat sebagai amal shalih serta saran yang bersifat konstruktif demi
pengembangan dan perbaikan. Semoga karya ini bermanfaat dan mendapatkan
ridho Allah SWT.

Tulungagung, 08 Maret 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 1

1.3 Tujuan ............................................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 2

2.1 Sejarah Pengelolaan Lingkungan Hidup Dunia ............................................ 2

2.1.1 Konferensi Stockholm 1972 ................................................................... 3

2.1.2 Konferensi Rio de Janiero 1992.............................................................. 4

2.1.3 Konferensi Johannesburg 2002 ............................................................... 5

2.1.4 Lembaga Lingkungan Dunia .................................................................. 6

2.2 Sejarah Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia................................... 8

2.2.1 Sejarah Hukum Lingkungan Indonesia................................................... 8

2.2.2 Sejarah Pembentukan UULH................................................................ 10

2.3 Aspek Dasar Pengelolaan Lingkungan ........................................................ 11

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 17

3.1 Kesimpulan .................................................................................................. 17

3.2 Saran ............................................................................................................ 17

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 18

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lingkungan adalah jumlah semua benda kondisi yang ada dalam ruang
yang kita tempati yang mempengaruhi kehidupan makhluk. Secara teoritis
lingkungan tidak terbatas jumlahnya, oleh karena misalnya matahari dan
bintang termasuk di dalamnya. Tingkah laku manusia juga merupakan bagian
lingkungan hidup, oleh karena itu lingkungan hidup harus diartikan secara luas,
yaitu tidak saja lingkungan fisik dan biologi, melainkan juga lingkungan
ekonomi, sosial dan budaya. Istilah Lingkungan Hidup pada BAB I, Pasal 1
ayat 1 Undang-undang No.32 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup dirumuskan sebagai berikut:“Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang
dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan
prilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan prikehidupan
dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain”.(Otto Soemarwoto, 2005)
Pengelolaan lingkungan hidup yang merupakan upaya terpadu untuk
melestarikan fungsi lingkungan hidup, yang meliputi kebijaksanaan penataan,
pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan
pengendalian lingkungan hidup. (Tamaulina, 2022)

1.2 Rumusan Masalah


1.1.1 Bagaimana Sejarah Pengelolaan Lingkungan Hidup di Dunia?
1.1.2 Bagaimana Sejarah Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia?
1.1.3 Apa saja aspek dasar dari Pengelolaan lingkungan ?

1.3 Tujuan
1.1.4 Mengetahui Sejarah Pengelolaan Lingkungan Hidup di Dunia.
1.1.5 Mengetahui Sejarah Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia.
1.1.6 Mengetahui aspek dasar Pengelolaan lingkungan.

1
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Pengelolaan Lingkungan Hidup Dunia
Lingkungan hidup merupakan suatu anungrah dari Tuhan, yang mana
manusia berkewajiban untuk menjaga dan melestarikannnya. Lingkungan hidup
sendiri merupakan bagian yang mendasar dalam kehidupan manusia. Manusia pada
dasarnya dapat bernafas dan mendapatkan cahaya dari lingkungan yang sehat.
Ketentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, bahwa lingkungan adalah kesatuan ruang dengan
semua benda, dan keadaan dan mahkluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan
perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan
manusia serta mahkluk hidup lainya. Masalah lingkungan hidup global merupakan
refleksi masyarakat internasional khususnya berkiatan dengan terjadinya berbagai
macam kerusakan atau pencemaran lingkungan yang melanda dunia akibat adanya
pembangunan.

Dampak dari pembangunan tersebut telah dirasakan oleh masyarakat


internasional sebagai masalah yang harus ditangani sefesien mungkin. Untuk
mengatasi persoalan lingkungan tersebut, maka pada tanggal 5-12 Juni 1972 di
Stockholm, Swedia diadakan konferensi PBB untuk pembangunan dan lingkungan
yang dihadiri oleh kurang lebih 110 negara. Dalam konferensi tersebut dibicarakan
mengenai masalah lingkungan dan jalan keluarnya agar pembangunan tetap
terlaksana dengan memperhitungkan daya dukung lingkungan.1 Perhatian terhadap
masalah lingkunnga ini dimulai dikalangan ekonomi dan social PBB pada waktu
diadakan peninjauan terhadap hasil-hasil gerakan “Dasawarsa Pembangunan Dunia
ke-1 (1960-1970)” guna merumuskan strategi “(Dasawarsa Pembangunan Dunia
ke-2 (1970-1980) 2.

Melalui konferensi tersebut juga melahirkan salah satu rekomendasi untuk


lingkungan dan pembangunan dengan dibentuknya badan khusus PBB yang

1
Moh. Fadli, Mukhlish, Mustafa Lutfi, Hukum dan Kebijakan Lingkungan, (Malang : UB
Press, 2016) hal. 19
2
Rispalman, Sejarah Perkembangan Hukum Lingkungan di Indonesia, (Banda Aceh :
Jurnal Dusturiah, 2018) hal. 186
2
mengurusi masalah lingkungan yang disebut dengan Governing Council for
Environmental Programme. Rekomendasi itu kemudian menyetujui adanya
pembentukan kelembagaan PBB, yaitu UNEP (United Nations Environment
Programme). Adapun tugas dari lembaga PBB dibidang lingkungan ini bukan
menyelesaikan atau membiayai kerusakan lingkungan yang terjadi di negara-negara
anggota PBB, melainkan memberikan saran, dan mengembangkan teknik dan
sarana untuk memperhitungkan pertimbangan lingkungan ke dalam pembangunan,
dan pengambilan keputusan di bidang sosial dan ekonomi 3.

Pembicaraan tentang masalah lingkungan hidup ini diajukan oleh wakil dari
swedia pada tanggal 28 Mei 1968, disertai saran untuk dijajaki kemungkinan guna
menyelenggarakan suatu konferensi internasional mengenai lingkungan hidup.
Dalam laporan sekretaris jenderal PBB dinyatakan betapa mutlak perlunya
dikembangkan “sikap dan tanggapan baru terhadap linkungan hidup”.4

2.1.1 Konferensi Stockholm 1972


Konferensi Stockholm dan deklarasinya merupakan peristiwa penting dan
bersejarah bagi perkembangan hukum lingkungan. Konferensi Stockholm
ditetapakan tanggal 5 Juni sebagai “Hari Lingkungan Hidup Sedunia” (World
Environmental Day) untuk diperingati setiap tahun. Deklarasi Stockholm yang
terdiri atas Preambuledan memuat 26 Prinsip pengelolaan lingkungan itu, adalah
salah satu hasil dari konferensi PBB tentang lingkungan hidup manusia yang
diselenggarakan di Stockholm, Swedia, tahun 19725.

Ada beberapa hasil dari yang disepakati melalui konferensi Stockholm ini, adalah
sebagai berikut:

1) Deklarasi tentang lingkungan hidup manusia, terdiri atas Preambuledan 26


asas yang lazim disebut dengan Stockholm Declaration.

3
Moh. Fadli, Mukhlish, Mustafa Lutfi, Hukum dan Kebijakan Lingkungan, (Malang : UB
Press, 2016) hal. 19
4
Rispalman, Sejarah Perkembangan Hukum Lingkungan di Indonesia, (Banda Aceh :
Jurnal Dusturiah, 2018) hal. 186
5
Moh. Fadli, Mukhlish, Mustafa Lutfi, Hukum dan Kebijakan Lingkungan, (Malang : UB
Press, 2016) hal. 20
3
2) Rencana aksi lingkungan hidup manusia (action plan), terdiri atas 109
rekomendasi. Action Planini bertugas mengidentifikasi program dan
kegiatan internasional yang bersifat lintas batas dan antar masalah. Program
atau kegiatan ini terdiri atas 3 (tiga) bagian, yaitu:
a. Penilaian masalah lingkungan (Environmental Assesment);
b. Pengelolaan lingkungan (Environmental Management); dan
c. Perangkat pendukung (Supporting Measures) yang meliputi antara
lain: pendidikan dan latihan, informasi, kelembagaan, keuangan,
bantuan teknis dan hokum
3) Rekomendasi tentang kelembagaan dan keuangan yang menunjang
pelaksanaan rencana aksi tersebut, yang dalam hal ini terdiri dari beberapa
hal, yaitu:
a. Dewan pengurus (Governing Council) program lingkungan hidup
(Un Environment Programe / UNEP);
b. Sekretariat yang dikepalai oleh seorang Direktur Eksekutif;
c. Dana lingkungan hidup (Environment Fund);
d. Badan koordinasi lingkungan hidup6.

Setelah berlangsungnya konferensi Stockholm, kegiatan pengelolaan


lingkungan hidup dilakukan secara langsung oleh pemerintah
berdasarkan keputusan presiden RI No. 60 tahun 1972 tanggal 17
Oktober 1972 tentang pembentukan panitia perumus dan rencana kerja
bagi pemerintah di bidang pengembangan lingkungan hidup. Tugas
panitia antar departemen ini adalah menyusun, membuat inventarisasi
dan rencana kegiatan bagi pemerintah di bidang pengembangan
lingkungan hidup

2.1.2 Konferensi Rio de Janiero 1992


Konferensi Rio de Janeiro pada tahun 1992 di Brasil yang konferensi nya
dilaksanakan oleh PBB. Konferensi ini merupakan konferensi kedua setelah
konferensi PBB mengenai lingkungan hidup pertama di Stockholm Swedia pada
tahun 1972. Konferensi Rio de Janeiro atau “Konferensi Tingkat Tinggi Bumi”

6
Ibid, hal 21
4
yang dilaksanakan di Brasil pada tanggal 3-14 Juni 1992, telah menghasilkan 5
(lima) dokumen sebagai berikut:

1) Deklarasi Rio tentang lingkungan dan pembangunan dengan 27 asas yang


didalamnya menetapkan tentang hak dan tanggungjawab bangsa-bangsa
dalam memperjuangkan perkembangan dan kesejahteraan manusia.
2) Agenda 21, adalah merupakan sebuah rancangan tentang tata cara
mengupayakan pembangunan berkelanjutan dari segi sosial, ekonomi dan
lingkungan hidup.
3) Pernyataan tentang prinsip-prinsip yang menjadi pedoman bagi
pengelolaan, pelestarian dan pembangunan semua jenis hutan secara
berkelanjutan, yang merupakan unsur mutlak bagi pembangunan ekonomi
dan pelestarian segala bentuk kehidupan.
4) Tujuan kerangka konvensi PBB untuk perubahan iklim adalah menstabilkan
gas-gas rumah kaca dalam atmosfer pada tingkatan yang tidak mengacaukan
iklim global. Hal ini mensyaratkan pengurangan emisi gas-gas seperti
karbon dioksida, yaitu hasil sampingan dari pemakaian bahan bakar untuk
mendapatkan energi.
5) Konvensi tentang keanekaragaman hayati menghendaki agar negara-negara
mengerahkan segala daya dan dana untuk melestarikan keragaman spesies-
spesies hidup, dan mengupayakan agar manfaat penggunaan
keanekaragaman hayati itu dapat dirasakan secara nyata dan merata7.

2.1.3 Konferensi Johannesburg 2002


Konferensi Johannesburg, bertempat di Afrika Selatan yang dilaksanakan
pada tanggal 1-5 September 2002. Konferensi Johannesburg merupakan konferensi
tingkat tinggi yang fokus terhadap pembangunan berkelanjutan. Konferensi ini
merupakan kelanjutan dari konferensi yang pertama kali di Stockholm Swedia pada
tahun 1972 dan konferensi yang kedua di Rio de Janeiro Brasil pada tahun 1992.
Ketiga konferensi ini pada dasarnya adalah membicarakan mengenai masalah
pembangunan dan lingkungan8. Konferensi Johannesburg, Afrika Selatan ini

7
Ibid, hal 22
8
Ibid, hal 22
5
disebut dengan KTT Johannesburg yang didalamnya fokus terhadap perwujudan
World Summit on Sustainable Development, (WSSD). Untuk menopang agar
negara tetap maju dalam melaksanakan pembangunan berkelanjutan, perlu
dilakukan suatu perubahan paradigma pengelolaan lingkungan yang terdapat dalam
suatu negara, yang dialakukan secara simultan dalam seluruh aspek kehidupan.

KTT Johannesburg mengeluarkan sejumlah deklarasi yang disebut dengan


Deklarasi Johannesburg (Johannesburg Declaration). Deklarasi ini terdiri dari 37
butir, dengan berupa tantangan yang dihadapi:

a. Komitmen terhadap pembangunan berkelanjutan;


b. Pentingnya peranan lembaga-lembaga internasional dan multilateral yang
efektif, demokratis dan akuntabel; dan
c. Komitmen mewujudkan bersama pembangunan berkelanjutan.9

Selain itu dikeluarkan pula rencana pelaksanaan (plan of implementation), yang


terdiri dari 170 paragraf, yang secara komprehensif menyangkut berbagai segi
kehidupan. Terdapat 3 (tiga) hal pokok yang diagendakan oleh World Summit on
Sustainable Development, (WSSD). Ke 3 hal pokok ini menjadi dasar dari 10 pokok
dan rencana pelaksanaan yang harus dikerjakan oleh setiap negara. Adapun ke-tiga
hal pokok dimasud adalah :

1) Pemberantasan Kemiskinan;

2) Perubahan Pola Konsumsi dan Produksi;

3) Perlindungan dan Pengelolaan Sumber Daya Alam10

2.1.4 Lembaga Lingkungan Dunia


Dalam perkembangan pengelolaan lingkungan hidup yang berasal dari hasil
beberapa konferensi yang telah di laksanakan oleh PBB, terdapat berbagai lembaga
atau organisasi yang secara khusus memiliki komitmen terhadap lingkungan hidup
yang telah berkontribusi sangat signifikan pada perlindungan lingkungan hidup.
Lembaga tersebut antara lain; United Nations Environment Programme (UNEP),

9
Ibid, hal 23
10
Ibid
6
Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), International
Union for the Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN), World
Wildlife Fund (WWF), World Trade Organization (WTO)11

UNEP adalah merupakan organisasi dunia di lingkungan PBB, yang


berpusat di Nairobi, Kenya, Afrika. UNEP tidak bersifat menyelesaikan masalah
lingkungan atau membiayai badan lain untuk tugas tersebut, namun usahanya lebih
bersifat menggerakkan dunia untuk bertindak dengan bekerja atas kemampuan diri
sendiri.

OECD dibentuk di Paris pada tanggal 14 Desember 1960, yang


keanggotaannya terdiri dari negara-negara maju (Jepang satu-satunya dari Asia,
kemudian pada tahun 1996 Korea Selatan diterima menjadi anggota). OECD
mendirikan suatu komite khusus menangani lingkungan, yang disebut dengan
Environmental Committee, dengan peran sangat aktif dalam melakukan koordinasi
dan harmonisasi kebijaksanaan lingkungan bagi negara-negara anggotanya.

IUCN berdiri pada tanggal 5 Oktober 1948 di Paris oleh 7 organisasi


internasional, 107 organisasi nasional. Lembaga ini dibentuk dengan bertujuan
untuk melindungi dan melestarikan lingkungan. Landasan konsep tentang
konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dituangkan dalam suatu
dokumen, yang disebut dengan World Conservation Strategy (WCS). IUCN ini
kemudian berganti nama menjadi World Conservation Union.

WCS ini dibuat pada tahun 1980, tepatnya pada tanggal 6 Maret 1980 dan
dicanangkan pada 30 negara, dengan dukungan UNEP dan WWF. Lembaga ini
bertujuan memelihara proses ekologis yang penting serta sebagai sistem penyangga
kehidupan, mengkonservasi keanekaragaman jenis, dan menjamin pemanfaatan
secara konservasional (sustainable utilization) spesies dan ekosistemnya.

WWF berdiri pada tanggal 11 September 1961 sebagai sarana penunjang


dari lembaga IUCN, berpusat di Gland, Swiss. WWF kemudian berganti nama
menjadi World Wide Fund for Nature, namun nama singkatannya tetap WWF

11
Ibid, 23
7
berhubung nama itu sudah dikenal luas. Titik berat aktivitas WWF ini pada upaya
konservasi satwa langka khususnya dan pada sumber daya alam pada umumnya.

Sedangkan WTO dengan fungsi utamanya dinilai sebagai badan yang terlalu
luas peranannya di dunia, khususnya di negara-negara berkembang12.

2.2 Sejarah Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia

2.2.1 Sejarah Hukum Lingkungan Indonesia


Hukum lingkungan Indonesia telah mulai berkmbang sejak zaman penjajahan
Pemerintahan Hindia Belanda, tetapi Hukum Lingkungan pada masa itu bersifat
atau berorientasikan pemakaian (use-oriented law). Hukum lingkungan Indonesia
kemudian berubah sifat menjadi hukum yang berorientasi tidak saja pemakaian
tetapi juga perlindungan (environment-oriented law). Perubahan ini tidak terlepas
dari pengaruh lahirnya hukum lingkungan hukum internasional modern yang
ditandai dengan lahirnya deklarasi Stockholm 1972.

Dalam membahas hukum lingkungan Indonesia, kita tidak dapat melepaskan diri
dari sejarah pada masa Pemerintah Hindia Belanda di Indonesia, dimana pada masa
itu juga sudah terdapat hukum lingkungan. Akan tetapi hukum lingkungan pada
masa penjajahan masih berbentuk hukum lingkungan klasik yang ditandai dengan
sifat sektoralnya dan berorientasikan pemakaian atau use-oriented.

Diantara peraturan produk pemerintah Hindia-Belanda yang ada dan sebagian


masih berlaku sampai hari ini adalah adalah sebagai berikut:

1. Parelvisscheriz Sponsen Visserchij Ordonantie, Stb. 1916 No. 157


(Peraturan Tentang Perikanan Mutiara Dan Perikanan Bunga Karang)
2. Visscherij Ordonantie, Tahun 1920 No. 396 (Peraturan tentang
Perikanan)
3. Hinder Ordonantie, Stb. 1926 No. 226 yang dirumuskan dengan Stb.
1927 No. 499 (Undang-undang Gangguan)
4. Dieren Bescharming Ordonantie, Stb. 1931 No. 134 (Undang-Undang
Tentang Perlindungan Binatang Laut)

12
Ibid, hal 24
8
5. Jacht Ordonantie Java en Madoera, Stb. 1939 No. 733 (Undang-undang
Perburuan di Jawa dan Madura)
6. Natuur Bescharmings Ordonantie , Stb. 1941 No. 167 (Undang-Undang
Tentang Perlindungan Alam)
7. Monumented Ordonantie, Stb. 1931 No. 238 Jo. Stb. 1934 No. 511
(Undang-Undang Tentang Monumen)

Pada masa kemerdekaan sebelum lahirnya Undang-undang No. 4 Tahun


1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup
(UKPPLH), juga telah lahir beberapa peraturan perundang-undangan tentang
lingkungan hidup diantaranya sebagai berikut :

1. Undang-undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1960 tentang


Ketentua Pokok Agraria
2. Undang-undang Republik Indonesia No. 9 Tahun 1960 tentang
Ketentuan Pokok Kesehatan
3. Undang-undang Republik Indonesia No. 31 Tahun 1964 tentang
Ketentuan Pokok Tenaga Atom
4. Undang-undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1967 tentang
Ketentuan Pokok Kehutanan.
5. Undang-undang Republik Indonesia No. 6 Tahun 1967 tentang
Ketentuan Pokok Peternakan Dan Kesehatan Hewan
6. Undang-undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 1967 tentang
Ketentuan Pokok Pertambangan
7. Undang-undang Republik Indonesia No. 3 Tahun 1972 tentang
Ketentuan Pokok Transmigrasi.
8. Undang-undang Republik Indonesia No.1 Tahun 1973 tentang Landas
kontingen Indonesia
9. Undang-undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 1974 tentang
Pengairan.
10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 9 Tahun 1969 tentang
Pemakaian Isotop Radioaktif dan Radiasi.
11. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 21 Tahun 1970 tentang
Hak Pengasuhan Hutan dan Pemungutan Hasil Hutan
9
12. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 1973 tentang
Pengaturan dan Pengawasan Keselamatan Kerja di Bidang
Pertambagan13

2.2.2 Sejarah Pembentukan UULH


Awalnya pembinaan lingkungan hidup dari segi yuridis di Indonesia
secara konkrit tertuang dalam Keputusan Mentri Negara Pengawasan
Pembangunan dan Lingkungan Hidup No.KEP-006//MNPPLH/3/1979 tentang
pembentukan kelompok kerja dalam Bidang pembinaan Hukum dan Aparatur
dalam Pengelolaan Sumber Alam dan Lingkungan Hidup (Pokja Hukum). Pokja
hukum bertugas menyusun rancangan peraturan perundang-undangan yang
mengatur ketentuan-ketentuan pokok tentang tata pengelolaan sumber alam dan
lingkungan hidup. Hasil pokja tersebut merupakan konsep rintisan dari
Rancangan Undang-undang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Setelah dilakukan
pembahasan dan saran berbagai pihak pada Maret 1981 RUU tersebut
disempurnakan oleh Kantor Menteri Negara PPLH.
Perbaikan konsep RUU hasil tim kerja tersebut kemudian diajukan ke
forum antar departemen tanggal 16 s.d. 18 Maret 1981 untuk dibahas dan
memperoleh persetujuan dari menteri yang bersangkutan. Akhirnya RUU tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok pengelolaan lingkungan hidup berhasil diajuka
kepada sidang DPR bulan Januari 1982 sebelum masa reses menghadapi
pemilihan umum, yaitu dengan Surat Presiden No. R.01/PU/I/1982 tanggal 12
Januari 1982 untuk mendapatkan persetujuan pada tahun 1982.
Pada tanggal 2 Februari 1982 diadakan pandangan umum para anggota
DPR dari semua fraksi dan juga dihadiri Menteri Negara PPLH.Tehadap
pemandangan umum tersebut diberikan jawaban pemerintah pada tanggal 15
Februari 1982 oleh menteri Negara PPLH. Pembahasan tingkat III diadakan pada
tanggal 17 Februari 1982 oleh panitia khusus DPR (Pansus DPR). Tanggal 17-20
Februari 1982 semua peserta pansus dikonsinyasi untuk membahas secara intensif
RUUPPLH. Dengan sistem kerja nonstop tersebut dalam waktu relative singkat

13
Sukanda Husein. Penegakan Hukum Lingkungan (Jakarta: Sinar Grafika. 2020) hal 1-3
10
hasil maksimal dapat dicapai. Untuk pertama kali dalam pembahasan RUU telah
diikut sertakan ahli bahasa Indonesia.14
Pada tanggal 25 Februari 1982 RUULH yang telah dirumuskan kembali
oleh PANSUS DPR diajukan ke siding pleno DPR, yang dengan aklamasi
menetapkan Undang-undang tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan
lingkungan hidup. Seterusnya pada tanggal 27 Februari 1982 Menteri Negara
PPLH melaporkan segala sesuatu yang berkenaan dengan proses penyelesaian
Undang-Undang Lingkungan Hidup tersebut kepada Presiden. Akhirnya, pada
tanggal 11 Maret 1982 Undang-undang No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-
ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (UULH) disahkan oleh presiden
dan diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 No.
12, TLN RI No. 3215. Kemudian, pada tanggal 19 September 1997, UULH
disempurnakan dengan diundangkannya Undang-undang No. 23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang disingkat UUPLH. UUPLH
diundangkan dalam LNRI Tahun 1997 No. 68 dan TLNRI No. 3699. UUPLH
yang mulai berlaku pada tanggal 19 Septeber 1997 akhirnya disempurnakan
kembali dengan UUPPLH yang mulai berlaku pada tanggal 3 oktober 2009.
Dalam undang-undang tersebut tertuang banyak sekali prinsip dan pengertian
Hukum Lingkungan yang masih memerlukan pengkajian lebih mendalam.15

2.3 Aspek Dasar Pengelolaan Lingkungan

Dalam upaya pengelolaan lingkungan terdapat beberapa aspek dasar di


dalamnya. Upaya yang dilakukan untuk mengelola lingkungan hidup ini memiliki
beberapa aspek penting didalamnya meliputi pemanfaatan sumber daya alam dan
lingkungan, penetapan perencanaan tata ruang, menetapkan sistem zona dan baku
mutu lingkungan, kebijakan pembuatan atau penerapan AMDAL (Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan), perizinan, penegakan hukum (law enforcement),

14
Rispalman, Sejarah Perkembangan Hukum Lingkungan di Indonesia, (Banda Aceh :
Jurnal Dusturiah, 2018) hal. 189
15
Siti Sundari Rangkuti. Hukum Lingkungan dan Kebijakan Lingkungan Nasional Ed.4.
(UNAIR Press. Surabaya: 2015) hal 10
11
pendayagunaan dan pemberdayaan masyarakat, serta penanggulangan kerusakan
lingkungan dan bencana alam.16

Disamping aspek-aspek tersebut menurut UU 32 Tahun 2009 yang berisi


bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis
terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan
mencegah terjadinya kerusakan lingkungan hidup. Beberapa aspek tersebut antara
lain perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan
penegakan hukum. Semua upaya tersebut dilakukan bedasarkan RPPLH atau
Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup agar sesuai dengan
peraturan.17

a. Perencanaan
Pada aspek ini terdiri dari tiga tahapan yang meliputi inventarisasi
lingkungan hidup, penetapan ekoregion, dan penyusunan rencana. Pada tahap
pertama yaitu inventarisasi lingkungan hidup dilakukan pada tingkat nasional
atau diseluruh wilayah Indonesia, tingkat kepulauan yang termasuk kepulauan
besar dan kecil, dan tingkat ekoregion. Pada ketiga tingkat ini dilakukan
bedasarkan kesamaan sumber daya alam dan kondisi masyarakat pada wilayah
tersebut, tahap ini dilakukan untuk memperoleh data mengenai sumber daya
alam yaitu berupa potensi dan ketersediaannya, jenis yang dimanfaatkan,
bentuk penguasaan, pengetahuan pengelolaan, bentuk kerusakan, serta
penyebab konflik yang timbul akibat pengelolaan.
Pada tahap kedua adalah penetapan ekoregion, dimana ekoregion
merupakan wilayah geografis yang memiliki kesamaan ciri iklim, tanah, air,
flora, dan fauna, serta pola interaksi manusia dengan alam yang
menggambarkan integritas sistem alam dan lingkungan hidup. Penetapan
ekoregion ini dilakukan bedasarkan kesamaan karakteristik bentang alam,
daerah aliran sungai, Iklim, flora dan fauna asli, social budaya, ekonomi,
kelembagaan masyarakat, dan hasil inventaris lingkungan hidup. Inventarisasi

16
Ambarwati, Aspek Hukum Penerapan Pasal 74 UNDANG-UNDANG NOMOR 40
TAHUN 2007 Tentang Perseroan Terbatas Sebagai Upaya Perlindungan dan Pengelolaan Hidup,
(Medan : Universitas Sumatera Utara, 2014), hal 47.
17
Rachman, Ruang Lingkup Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, (Jakarta:
Universitas Pancasila, 2020).
12
lingkungan diwilayah ini dilakukan untuk menentukan daya dukung dan daya
tampung serta cadangan sumber daya alam. Penetapannya dilakukan oleh
menteri yang berpedoman dari hasil inventarisasi lingkungan hidup.
Selanjutnya pada tahap ketiga yaitu penyusunan rencana, maksud dari
penyusunan rencana disini adalah penyusunan rencana perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup atau yang biasa disebut dengan RPPLH.
Penyusunan ini bedasarkan kewilayahannya seperti RPPLH nasional, provinsi,
kabupaten/kota yang masing-masingdiberi kewenangan untuk menyusun
RPPLH. Pada penyusunan RPPLH nasional disusun bedasarkan hasil inventaris
nasional bedasarkan peraturan pemerintah. RPPLH provinsi akan menjadi dasar
dalam pembuatan RPPLH kabupaten/kota dan bedasarkan inventarisasi pulau
atau ekoregion yang ditetapkan melalui perda kabupaten kota. Penyusunan ini
harus memperhatikan keragaman karakter dan fungsi ekologis, sebaran
penduduk, sebaran potensi sumber daya alam, kearifan lokal, aspirasi
masyarakat, dan perubahan iklim. Didalam RPPLH sendiri mencakup beberapa
hal seperti halnya pemanfaatan dan cadangan sumber daya alam, pemeliharaan
dan perlindungan kualitas dan fungsi hidup, pengendalian, pemantauan, serta
pendayagunaan dan pelestarian sumber daya alam,dan adaptasi dan mitigasi
terhadap perubahan iklim.
b. Pemanfaatan
Aspek pemanfaatan ini harus dilakukan bedasarkan RPPLH, jika belum
terdapat RPPLH maka harus bedasarkan daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup sesuai dengan Pasal 12 ayat 2 UU No. 32 Tahun 2009 yang
ditetapkan melalui instrument hukum, selanjutnya pada tingkat nasional dan
pulau ditetapkan oleh Menteri Lingkungan Hidup sedangkan pada tingkat
provinsi ditetapkan oleh gubernur serta pada tingkat kabupaten atau kota
ditetapkan oleh bupati atau walikota. Selain itu, daya dukung dan daya tampung
harus didasari dengan adanya kajian jika tidak maka akan terjadi implikasi
pemanfaatan sumber daya alam.
c. Pengendalian
Selanjutnya pada aspek pengendalian ini digunakan untuk mencegah
terjadinya pencemaran dan perusakan lingkungan hidup maupun pemborosan

13
pemanfaatan sumber daya. Dalam aspek ini terdapat eberapa bentuk
pengendalian seperti pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan. Pada
bentuk pencegahan terdapat 13 instrumen pencegahan kerusakan atau
pencemaran lingkungan hidup diantaranya terdapat KLHS, tata ruang, buku
mutu lingkungan, buku kerusakan lingkungan, AMDAL, UKL/UPL, perizinan,
instrument ekonomi lingkungan hidup , peraturan perundang-undangan
berbasis lingkungan hidup, anggaran berbasis lingkungan, anggaran risiko
lingkungan hidup, audit lingkungan, instrument lain sesuai perkembangan
IPTEK. Selanjutnya pada bentuk penanggulangan dilakukan ketika terjadi
pencemaran lingkungan hidup maka dilakukan penanggulangan dengan cara
memberikan informasi kegiatan. Isolasi wilayah, pengentian, atau dengan cara
lain ceperti penggunaan teknologi. Pada bentuk yang terakhir yaitu pemulihan
, yaitu ketika lingkungan sudah rusak maka penghentian kegiatan perusakan
harus dilakukan setelahnya diikuti dnegan remediasi, rehabilitasi, restorasi, dan
dengan cara yang lain.
d. Pemeliharaan
Aspek ini memiliki tiga bentuk antara lain konservasi sumber daya alam
yang beruapa perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan sumber daya alam
secara lestari. Selanjutnya pencadangan sumber daya alam yang melalui upaya
menahan atau mengklasifikasikan sumber daya alam yang tidak dapat dikelola
dalam jangka waktu yang lama. Upaya pemeliharaan yang terakhir adalah
pelestarian fungsi atmosfer melalui upaya mitigasi dan adaptasi, upaya
perlindungan lapisan ozon, dan perlindungan terhadap hujan asam.
e. Pengawasan
Aspek ini merupakan aspek yang sangat penting karena digunakan untuk
mencegah potensi penyelewengan dari setiap kewenangan. Menteri, Gubernur,
Bupati/Walikota sesuai dengan wilayah kewenangannya bertugas untuk
melakukan pengawasan. Dalam pelaksanaannya mereka akan menetapkan
pejabat pengawas lingkungan hidup yang disebut dengan pejabat fungsional,
seperti Dinas Lingkungan Hidup. Beberapa hal yang perlu diawasi ini antara
lain:

14
1. Pengawasan tehadap ketaatan penaanggung jawab usaha atau kegiatan atas
ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan
2. Pengawasan kepada pejabat/instansi teknis yang bertanggung jawab di
bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
3. Pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha/kegiatan terhadap izin
lingkungan.
Apabila dalam pelaksanaan pengawasan pemerintah daerah melakukan
penyimpangan, maka menteri dapat mengambil alih melakukan pengawasan.
f. Penegakan hukum
Penegakan hukum terkait denga hukum administratif, hukum perdata, dan
hukum pidana.
1. Hukum Administrative
Hukum administrasi berkaitan dengan perizinan. Jika ada
pelanggaran perizinan makan perlu adanya sanksi administratif. Sanksi
administratif terdiri dari teguran tertulis, paksaan pemerintah, dan
pembekuan izin lingkungan atau pencabutan izin lingkungan. Jika ada
pemerintah daerah secara sengaja tidak enerapkan sanksi adminitratif maka
menteri dapat mengambil fungsi administrasi tersebut. Sanksi administratif
tidak membebaskan penanggung jawab usaha atau kegiatan tanggung jawab
pemulihan dan pidana. Dasar hukum dari hukum administratif terdapat
pada pasal 76-83 UU 32/2009 dan PERMEN LH No. 2/20113 tentang
pedoman penerapan sanksi administrasi di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.
2. Hukum Perdata
Hukum perdata dalam menyelesaikan sengketa dapat dilakukan di
luar maupun di dalam pengadilan. Gugatan pengadilan hanya mampu
ditempuh apabila upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang
dipilih dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu atau para pihak yang
bersengketa. Hukum perdata dapat digugat oleh pemerintah, pemerintah
daerah, masyarakat, dan organisai lingkungan hidup. Dasar hukum dari
hukum perdata adalah BAB XII UU 32/2009 KUH Perdata.

15
3. Hukum Pidana
Terdiri dari dua bagian yaitu delik materil dan delik formil. Delik
materil merupakan perbuatan yang dilarang oleh hukum dianggap terpenuhi
jika ada akibat (pasal 98 ayat 1 dan pasal 99 ayat 1). Delik materil dengan
pemberatan terdapat pada pasal 98 ayat 2, ayat 3, pasal 99 ayat 1 dan ayat
3. Delik materil untuk pejabat yang berwenang melakukan pengawasan
lingkungan terdapat pada pasal 112. Sedangkan delik formil merupakan
perbuatan yang dilarang oleh hukum dianggap terpenuhi jika perbuatan
dilakukan tanpa mengharuskan adanya akibat. Terdapat 16 delik formil
dalam UUPPLH-Pasal. 100-111, pasal 113-115. Di dalam hukum pidana
memberikan ketentuan terhadap sanksi pidan minimal dan maksimal. Selain
itu juga terdapat sanksi pidana dalan undang-undang sektoral lain. Pada
undang-undang 32 Th. 2009 Ps. 116, Ps. 118, dan Ps. 119 membahas
tentang pertanggungjawaban pidana badan usaha.

16
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sejarah Pengelolaan lingkungan hidup di Dunia berawal dari persoalan
lingkungan tentang dampak pembangunan, maka pada tanggal 5-12 Juni 1972 di
Stockholm, Swedia diadakan konferensi PBB untuk pembangunan dan
lingkungan yang dihadiri oleh kurang lebih 110 negara dan di tetapkan tanggal 5
Juni sebagai “Hari Lingkungan Hidup Sedunia”. Dilanjutkan konferensi Rio de
Janeiro pada tahun 1992 di Brasil dan Konferensi Johannesburg di Afrika Selatan
pada tanggal 1-5 September 2002. Hasil dari beberapa konferensi di laksanakan
oleh PBB, menghasilkan beberapa lembaga atau organisasi, yaitu UNEP, OECD,
IUCN, WWF dan WTO.
Sejarah pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia mulai berkembang sejak
zaman penjajahan Pemerintahan Hindia Belanda namun masih berbentuk hukum
lingkungan klasik yang ditandai dengan sifat sektoralnya dan berorientasikan
pemakaian (use-oriented). Pengelolaan Lingkungan Hidup atau disingkat
UUPLH. UUPLH diundangkan dalam LNRI Tahun 1997 No. 68 dan TLNRI No.
3699. UUPLH yang mulai berlaku pada 19 Septeber 1997 akhirnya
disempurnakan kembali dengan UUPLH yang mulai berlaku pada 3 oktober 2009.
Dalam undang-undang tersebut tertuang banyak sekali prinsip dan pengertian
Hukum Lingkungan yang masih memerlukan pengkajian lebih mendalam.
Aspek dasar pengelolaan lingkungan terdiri atas tahap perencanaan, tahap
pemanfaatan, tahap pengendalian, tahap pemeliharaan, tahap pengawasan, dan
tahap penegakan hukum.

3.2 Saran
Dengan adanya penjelasan dari makalah yang telah kami susun diharapkan
pembaca bisa memahami tentang sejarah pengelolaan kualitas lingkungan dan
aspek dasar dalam pengelolaan lingkungan. Dalam sebuah penulisan ini tidak
menutup kemungkinan pasti adanya kesalahan.Untuk itu kami membutuhkan
kritik dan saran dari pembaca supaya kami dapat menyusun makalah dengan lebih
baik di kemudian hari .

17
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati. 2014. Aspek Hukum Penerapan Pasal 74 UNDANG-UNDANG


NOMOR 40 TAHUN 2007 Tentang Perseroan Terbatas Sebagai Upaya
Perlindungan dan Pengelolaan Hidup. Medan: Universitas Sumatera
Utara.
Fadli, Mohammad, Mukhlish, Mustafa Lutfi. 2016. Hukum dan Kebijakan
Lingkungan. Malang : UB Press.
Husein, Sukanda. 2020. Penegakan Hukum Lingkungan. Jakarta: Sinar Grafika.
Rachman. 2020. Ruang Lingkup Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup. Jakarta: Universitas Pancasila.
Rangkuti, Siti Sundari. 2015. Hukum Lingkungan dan Kebijakan Lingkungan
Nasional Ed.4. UNAIR : Press. Surabaya.
Rispalman. 2018. Sejarah Perkembangan Hukum Lingkungan di Indonesia. Banda
Aceh : Jurnal Dusturiah.
Sembiring, Tamaulina. 2022. Pengelolaan Lingkungan Hidup (Konsep dan Teori).
Indramayu: Penerbit Adab.
Soemarwoto, Otto. 2005. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta :
PT.Bumi Aksara.

18

Anda mungkin juga menyukai