Di Susun Oleh :
T.A 2023
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karunia-nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul “REGULASI LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA” dengan lancar.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan
oleh dosen pembimbing mata kuliah Manajemen Lingkungan , Kami berharap
dengan membaca makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Kami sebagai pemakalah menyadari bahwa masiih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan dan pengetahuan dan pengalaman
kami, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi
kesempurnaan makalah kami yang berikut-nya.
Tim Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................i
BAB I................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................1
BAB II...............................................................................................................................1
PEMBAHASAN...............................................................................................................1
A. Peraturan Perundangan Di Indonesia................................................................1
B. Peraturan Mengenai Pengelolaan dan Pembangunan Lingkungan Hidup Di
Indonesia.......................................................................................................................1
C. Qualitative Content Analysis UU No. 32 Tahun 2009........................................1
D. Sanksi Pencemaran Lingkungan.........................................................................1
E. Penegakan Hukum Lingkungan..........................................................................1
BAB III.............................................................................................................................1
PENUTUP.........................................................................................................................1
A. KESIMPULAN.....................................................................................................1
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................1
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Politik hukum lingkungan hidup di Indonesia dalam hal
perlindungan, pengelolaan dan pengendalian pencemaran lingkungan
hidup di Indonesia serta mengetahui pelaksanaan pengendalian
pencemaran lingkungan hidup dan penegakan hukum di Indonesia.Hasil
penelitian menyatakan bahwa pembaharuan hukum pengelolaan
lingkungan hidup dipengaruhi oleh berbagai perubahan pembangunan
yang terjadi di masyarakat, seperti pengaruh era demokratisasi,
industrialisasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta bangkitnya
tuntutan kesejahteraan masyarakat.berbagai pihak. Aspek politik yang
terkandung dalam politik Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup belum berjalan sesuai
dengan tujuan politik hukum, karena terdapat sumber daya alam yang
tidak dapat dimanfaatkan untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
Selain itu juga masih banyak terjadi pencemaran air, pencemaran
udara, penggundulan hutan dan tindakan-tindakan lain dari pihak-pihak
yang merusak lingkungan hidup.Perlu dilaksanakan pengelolaan
lingkungan hidup untuk melestarikan lingkungan hidup dan
mengembangkan keterampilan yang serasi, konsisten dan seimbang guna
mendukung terselenggaranya pembangunan yang berwawasan lingkungan
hidup.Aparat penegak hukum dalam memahami sistem hukum lingkungan
hidup yang dirasakan masih mengalami kesulitan. Kurangnya pemahaman
aparat penegak hukum akan menyebabkan aturan-aturan yang dibentuk
dalam satu kesatuan sistem hukum nasional akan menyimpang dari arah
tujuan politik hukum. Perlunya penegakan hukum yang jelas bagi
pelaku/perusak lingkungan hidup agar menimbulkan efek jera dan antara 3
sanksi (pidana, sipil dan administrasi) tidak tumpang tindih. Penegakan
hukum sulit dilakukan karena sulitnya pembuktian dan penentuan kriteria
baku kerusakan lingkungan hidup.
1
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksut Peraturan perundangan di Indonesia?
2. Apa yang dimaksut Peraturan Mengenai Pengelolaan dan
Pembangunan Lingkungan Hidup Di Indonesia ?
3. Apa yang dimaksut Qualitative Content Analysis UU No. 32
Tahun 2009 ?
4. Apa saja Sanksi Pencemaran Lingkungan?
5. Apa yang dimaksut Penegakan Hukum Lingkungan?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui apa itu Peraturan Perundangan di Indonesia
2. Untuk mengetahui apa itu Peraturan Mengenai Pengelolaan dan
Pembangunan Lingkungan Hidup di Indonesia
3. Untuk mengetahui apa itu Qualitative Content Analysis UU No. 32
Tahun 2009
4. Untuk mengetahui apa saja Sanksi Pencemaran Lingkungan
5. Untuk mengetahui Penegakan Hukum Lingkungan
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
undang Per- tambangan Mineral dan Batu bara dan sebagainya. Peraturan-
peraturan tersebut merupakan landasan hukum dalam penegakan hukum
lingkungan di Indonesia baik secara preventif maupun represif.
Indonesia merupakan salah satu negara yang pernah mengalami
masa penjajahan dari bangsa kolonial Belanda dan pendudukan Jepang
lebih dari tiga setengah abad. Selama masa penjajahan, norma hukum
kolonialpun masuk ke Indonesia berdasarkan asas konkordansi, yaitu
prinsip yang member lakukan hukum norma hukum di negara jajahan
sebagaimana yang berlaku di negara penjajah, seperti kaidah hukum
perdata, hukum pidana dan hukum acara, termasuk juga peraturan hukum
lingkungan. Dengan demikian bahwa sejarah perkembangan hukum
lingkungan di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh peraturan
lingkungan hidup baik pada zaman penjajahan Hindia Belanda, maupun
zaman pendudukan Jepang.Paraturan-peraturan tersebut ada yang telah
dicabut dengan keluarnya peraturan perundang- undangan nasional, namun
masih ada yang belum dicabut yang berlaku berdasarkan Aturan Peralihan
UUD 1945.1
B. Peraturan Mengenai Pengelolaan dan Pembangunan Lingkungan
Hidup Di Indonesia
Pengaturan mengenai pengelolaan dan pembangunan lingkungan
hidup di Indonesia yang berlaku sebagai peraturan payung belum dikenal
oleh masyarakat Indonesia. Munculnya kesadaran dan kepedulian di-
kalangan pemerintah dan masyarakat terhadap pengelolaan dan
perlindungan lingkungan hidup baru mulai dirintis pada era Orde Baru
yaitu setelah 20 tahun kemudian sejak dasawarsa terakhir tahun 1970-an.
Hal ini tercermin dalam kegiatan nyata pemerintah yang melibatkan
masyarakat umum dalam memecahkan masalah pencemaran dan
kerusakan lingkungan hidup yang terjadi di berbagai daerah. Oleh karena
itu, sebagai langkah pertama peng- aturan mengenai pengelolaan dan
perlindungan lingkungan hidup Indonesia, Menteri Negara Penertiban
Aparatur Negara (PAN) mengadakan Rapat Pe- ngelolaan Lingkungan
1
Muhammad Sood, Hukum Lingkungan Indonesia, ( Jakarta: Sinar Grafika, 2019), Hal 53
4
Hidup dan Pencegahan Pencemaran pada tahun 1971. Selain itu
dilaksanakan pula Seminar Lingkungan Hidup dan Pembangunan Nasional
di Bandung pada tanggal 15-18 Mei 1972, antara lain disampaikan
makalah tentang "Pengaturan Hukum Masalah Lingkungan Hidup
Manusia". Kegiatan ini diselenggarakan sebagai persiapan Indonesia
mengikuti Konferensi Lingkungan Hidup di Stockholm Swedia tahun
1972, yang kemudian hasil seminar tersebut disusun dalam sebuah
Laporan Nasional tentang kondisi lingkungan hidup Indonesia.
Dengan diselenggarakan Konfrensi Stockholm 1972, Indonesia
mulai menggagas konsep hukum tentang "Pembangunan berkelanjutan
yang berwa- wasan lingkungan".Namun dalam perjalanan waktu, ternyata
kesepakatanyang dideklarasikan di Stockholm tidak mampu menghentikan
masalah ling- kungan hidup yang dihadapi dunia.Oleh karena itu, dalam
upaya mengatasi permasalahan lingkungan hidup, sepuluh tahun kemudian
diselenggarakan lagi Konferensi Lingkungan hidup sedunia yang
diprakarsai oleh negara- negara berkembang di Nairobi (Kenya) tanggal 5
Juni 1982.Konferensi ini menghasilkan "Deklarasi Lingkungan Hidup
Manusia" yang diharapkan dapat mengatasi permasalahan lingkungan
hidup di negara-negara berkembang.termasuk Indonesia. Beberapa isu
yang menjadi pusat perhatian pada kon- ferensi Nairobi, dan hingga
sekarang masih tetap relevan yaitu, masalah at- mosfer, seperti menurunya
kualitas udara di permukiman kota; pencemaran lautan oleh minyak bumi
dan substansi lainnya: pencemaran air permukaan dan air tanah; dan
degradasi biota daratan dan tata lingkungan biologis.
Segala apa yang dihasilkan dalam kedua konferensi tersebut baik
berupa, rumusan, prinsip-prinsip, dan rekomendasi mengikat negara-
negara berkem- bang termasuk Indonesia sebagai salah satu negara
anggota konferensi. Ke- mudian hasil dari konferensi tersebut dijadikan
bahan masukan bagi Indonesia dalam penyusunan dan pembentukan
Hukum Lingkungan Nasional, sehingga pada tahun 1982, pemerintah
Indonesia berupaya menciptakan sebuah pra- nata hukum yang mengatur
secara khusus tentang perlindungan lingkungan hidup di Indonesia.
5
1. Undang-Undang No 4 Tahun 1982 tentang ketentuan pokok
pengelolaan lingkungan hidup.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (LN. RI Tahun
1982 No.12, TLN. RI No. 3215) atau disingkat dengan UULH 1982
merupakan sumber hukum formal tentang lingkungan hidup di
Indonesia.UULH 1982 memuat ketentuan-ketentuanhukum yang
menandai lahirnya suatu bidang hukum baru, yakni hokum
lingkungan karena ketentuan-ketentuan itu mengandung konsep-
konsep modern yang sebelumnya tidak dikenal dalam bidang
hukum.Selain itu, ketentuan-ketentuan UULH 1982 memberikan
landasan bagi kebijakan pengelolaanlingkungan hidup di Indonesia.
Undang-undang tentang lingkungan hidup yang lahir tanggal 11
Maret 1982 merupakan landasan hukum utama mengenai
pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup Indonesia.Hal
ini karena lingkungan hidup me- rupakan karunia dari Allah yang
dilimpahkan kepada bangsa Indonesia. Olehkarena itu, lingkungan
hidup dan sumber daya alam Indonesia hendaknya di- manfaatkan
untuk kesejahteraan bangsa Indonesia dengan memperhitungkan
kelestarian dan kemampuan lingkungan hidup yang serasi dan
seimbang un- tuk menunjang pembangunan berkelanjutan, baik
untuk kebutuhan generasi yang sekarang maupun generasi yang
akan datang.
2. Undang-Undang No 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan di- Hidup atau disingkat dengan UUPLH (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68; Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699).Undang-
undang ini merupakan pengganti UULH, yang undangkan dan
dinyatakan berlaku pada tanggal 19 September 1997, dan
6
ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia Soeharto.
Lahirnya UUPLH merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa
kepada rakyat dan bangsa Indonesia sebagai suatu karunia dan
rahmat yang wajib dilindungi, dilestarikan dan dikembangkan
kemampuannya agar tetap menjadi sumber dan penunjang hidup
bagi rakyat dan bangsa Indonesia, serta makhluk hidup lainnya
demi kelangsungan dan peningkatan kualitas hidup itu sendiri.
Dengan demikian, sumber daya alam Indonesia harus dinikmati
oleh generasi kini dan generasi mendatang secara berkelanjutan.
Pembangunan bangsa Indonesia hendaknya merupakan upaya
sadar dari semua unsur pembangunan baik Pemerintah, pelaku
usaha maupun masya- rakat dalam mengolah dan memanfaatkan
sumber daya alam untuk mening- katkan kemakmuran rakyat
Indonesia.Oleh karena itu, pemanfaatan sumber daya alam dan
lingkungan hidup harus selaras, serasi, dan seimbang dengan upaya
pelestarian fungsi lingkungan hidup dalam rangka menunjang pem-
bangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan di
Indonesia.2
2
Ibid, Hal 67
7
sesuai dengan tujuan politik hukumnya, karena sumber daya alam yang
ada belum dapat dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran dan
kesejahteraan rakyat. Selain itu juga masih banyak terjadi pencemaran air,
polusi udara, pembalakan hutan dan perbuatan lain para pihak-pihak yang
merusak lingkungan. Maka perlu melaksanakan pengelolaan lingkungan
hidup untuk melestarikan dan mengembangkan kemampuan lingkungan
hidup yang serasi, selaras dan seimbang guna menunjang terlaksananya
pembangunan yang berkelanjutan yang berwawasan lingkungan
hidup.Penegak hukum dalam memahami sistem hukum lingkungan
dirasakan masih mengalami kesulitan. Kurangnya pemahaman para aparat
penegak hukum akan menimbulkan tatanan yang terbentuk dalam satu
kesatuan sistem hukum nasional akan menyimpang dari pada arah tujuan
politik hukum. Perlunya penegakan hukum yang jelas bagi para
pelaku/perusak lingkungan hidup agar menimbulkan efek jera dan di
antara 3 sanksi (pidana, perdata dan administrasi) tersebut tidak adanya
tumpang tindih. Penegakan hukum sulit dilakukan oleh karena sulitnya
pembuktian dan menentukan kriteria baku tentang kerusakan lingkungan.
Keberadaan undang-undang ini diharapkan dapat menjadi bahan
acuan bagi aparat penegak hukum untuk menindak pihak- pihak yang telah
sengaja atau tidak sengaja telah melakukan Untuk menjamin adanya
kepastian hukum agar masyarakat memunyai kesadaran untuk turut serta
dalam melestarikan lingkungan mereka, pemerintah telah menyiapkan
perangkat hukum khususnya hukum lingkungan untuk menjerat para
pencemar dan perusak lingkungan hidup. Undang-Undang yang dimaksud
adalah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Lingkungan Hidup
(UULH) serta Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH) dan telah disempurnakan
dengan Undang-Undang yang terbaru yaitu Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(UUPPLH). pencemaran lingkungan.Para penegak hukum dapat
menyelesaikan kasus-kasus tindak pidana lingkungan yang terjadi,
8
khususnya masalah pencemaran air oleh limbah industri yang sering
marak terjadi terutama di kota-kota besar.3
Pengelolaan lingkungan hidup memberikan kemanfaatan ekonomi,
sosial, dan budaya serta perlu dilakukan berdasarkan prinsip kehati-hatian,
demokrasi lingkungan, desentralisasi, serta pengakuan dan penghargaan
terhadap kearifan lokal dan.kearifan lingkungan, sehingga lingkungan
hidup harus dilindungi dan dikelola dengan baik berdasarkan asas
tanggung jawab negara, asas keberlanjutan, dan asas keadilan.
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda,
daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya,
yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Upaya pengelolaan
lingkungan hidup.dan upaya pemantauan lingkungan hidup adalah
pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang tidak
berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi
proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau
kegiatan.Pembangunan berkelanjutan (sustainable development)
merupakan standar yang tidak hanya ditujukan bagi perlindungan
lingkungan, melainkan juga bagi kebijaksanaan pembangunan.
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup merupakan upaya
sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi
lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup yang meliputi:perencanaan, pemanfaatan,
pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum (UU No.
32 Tahun 2009 Pasal 1 ayat 2).
Perencanaan yang dimaksud dalam UU No. 32 Tahun 2009
tersebut adalah upaya- pemerintah untuk menganalisis studi kelayakan dari
kegiatan usaha tertentu yang akan didirikan. Artinya, ada upaya dari
pemerintah dalam hal ini Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLH)
untuk melakukan penganalisaan terhadap dampak lingkungan hidup yang
3
Dani Amran Hakim, “Politik Hukum Lingkungan Hidup Di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup”, Jurnal Ilmu Hukum,
Vol.15 N0. 2 (Juni 2015), 119
9
kemungkinan dapat ditimbulkan dari pendirian suatu kegiatan usaha
ekonomi tertentu sebelum kegiatan usaha ekonomi tersebut didirikan.
Tindakan perencanaan ini merupakan upaya preventif pemerintah dalam
kerangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, sehingga
kegiatan usaha yang didirikan oleh para pelaku ekonomi nantinya benar-
benar berorietansi pada kemajuan pembangunan dan pemeliharaan
lingkungan hidup atau dengan kata lain kegiatan usaha yang ada ramah
pada lingkungan hidup.
Pemanfaatan yang dimaksud dalam Pasal 1 ayat 2 UU No. 32
Tahun 2009 tentang "Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
adalah kegiatan usaha ekonomi tertentu yang didirikan benar-benar
mendukung percepatan pembangunan dan memberikan azas manfaat
terhadap limgkungan hidup yang ada. Artinya, kegiatan usaha ekonomi
tertentu yang ada dalam- aktivitasnya tidak menimbulkan ekses
pencemaran terhadap lingkungan hidup atau dengan kata lain di dalam
pengelolaan kegiatan usaha ekonomi tersebut ada upaya untuk melindungi
kelestarian lingkungan hidup yang ada di sekitar lokasi pendirian kegiatan
usaha ekonomi tertentu sebagai bagian dari azas pemanfaatan kegiatan
usaha terhadap perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Pelaksanaan Pengendalian Pencemaran Lingkungan Hidup dan
Penegakan Hukumnya Wewenang untuk Melakukan
PengawasanBerdasarkan Bab XII Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
bagian kesatu mengatur tentang pengawasan dalam perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup mulai Pasal 71 sampai Pasal 75. Pasal 71
ayat (1) menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya wajib melakukan pengawasan terhadap ketaatan
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan atas ketentuan yang ditetapkan
dalam peraturan perundang- undangan di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.
Ayat (2) menteri, gubernur, atau bupati/walikota dapat
mendelegasikan kewenangannya dalam melakukan pengawasan kepada
pejabat/instansi teknis yang bertanggung jawab di bidang perlindungan
10
dan pengelolaan lingkungan hidup.Ayat (3) dalam melaksanakan
pengawasan, menteri, gubernur, bupati/walikota menetapkan pejabat
pengawas lingkungan hidup yang merupakan pejabat fungsional.
4
Ibid, Hal 124
11
c. penghentian sumber pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
d. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi
Sedangkan pemulihan fungsi lingkungan hidup dilakukan dengan
tahapan:
a. penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemar
b. remediasi (upaya pemulihan pencemaran lingkungan hidup untuk
memperbaiki mutu lingkungan hidup)
c. rehabilitasi (upaya pemulihan untuk mengembalikan nilai, fungsi, dan
manfaat lingkungan hidup termasuk upaya pencegahan kerusakan
lahan, memberikan perlindungan, dan memperbaiki ekosistem)
d. restorasi (upaya pemulihan untuk menjadikan lingkungan hidup atau
bagian-bagiannya berfungsi kembali sebagaimana semula)
e. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Jadi, seharusnya perusahaan yang mengakibatkan pencemaran
lingkungan melakukan penanggulangan pencemaran, yang salah satunya
adalah memberikan informasi peringatan pencemaran kepada
masyarakat.Adanya informasi peringatan dapat mencegah adanya
masyarakat yang meminum air sungai yang sudah tercemar.Selain itu,
perusahaan juga wajib melakukan pemulihan terhadap pencemaran yang
terjadi pada sungai tersebut.
Jika pencemaran sungai oleh perusahaan tersebut mengakibatkan
warga meninggal dan menimbulkan kerugian materiil yaitu matinya ikan
pada kerambah warga.Maka berdasarkan peristiwa tersebut ada beberapa
ancaman pidana terhadap pencemar lingkungan menurut UU PPLH.
Jika perusahaan tersebut sengaja membuang limbah ke sungai maka
diancam pidana berdasarkan Pasal 60 dan Pasal 104 UU PPLH . Selain
pidana karena pembuangan limbah, ada beberapa pidana lain yang bisa
dikenakan kepada perusahaan tersebut:
1. Jika pencemaran lingkungan tersebut terjadi karena perusahaan sengaja
melakukan perbuatan (misalnya membuang limbah) yang mengakibatkan
12
dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut,
atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, yang mana hal tersebut
mengakibatkan orang mati maka diancam pidana dengan pidana penjara
paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling
sedikit Rp5 miliar dan paling banyak Rp15 miliar.[5]
2. Jika pencemaran lingkungan tersebut terjadi karena perusahaan lalai
sehingga mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku
mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan
hidup, yang mana hal tersebut mengakibatkan orang mati, maka dipidana
dengan pidana penjara paling singkat paling singkat 3 (tiga) tahun dan
paling lama 9 (sembilan) tahun dan denda paling sedikit Rp3 miliar dan
paling banyak Rp 9 miliar.
Pertanggungj awaban Pidana, Jika tindak pidana lingkungan hidup
dilakukan oleh, untuk, atau atas nama badan usaha, tuntutan pidana dan
sanksi pidana dijatuhkan kepada:
a. badan usaha; dan/atau
b. orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut
atau orang yang bertindak sebagai pemimpin kegiatan dalam tindak pidana
tersebut.
Jika tuntutan pidana diajukan kepada pemberi perintah atau
pemimpin tindak pidana dalam huruf b di atas, ancaman pidana yang
dijatuhkan berupa pidana penjara dan denda diperberat dengan sepertiga.
Jika tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada badan
usaha sebagaimana dalam huruf a di atas, sanksi pidana dijatuhkan kepada
badan usaha yang diwakili oleh pengurus yang berwenang mewakili di
dalam dan di luar pengadilan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan selaku pelaku fungsional.
13
atau lingkungan hidup wajib membayar ganti rugi dan/atau melakukan
tindakan tertentu.
Selain diharuskan membayar ganti rugi, pencemar dan/atau
perusak lingkungan hidup dapat pula dibebani oleh hakim untuk
melakukan tindakan hukum tertentu, misalnya perintah untuk:
a. memasang atau memperbaiki unit pengolahan limbah sehingga limbah
sesuai dengan baku mutu lingkungan hidup yang ditentukan;
b. memulihkan fungsi lingkungan hidup; dan/atau
c. menghilangkan atau memusnahkan penyebab timbulnya pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan hidup.
Mengenai kerugian yang diderita warga yaitu ikan di kerambah
yang mati, masyarakat bisa mengajukan gugatan perwakilan kelompok
untuk kepentingan dirinya sendiri dan/atau untuk kepentingan masyarakat
apabila mengalami kerugian akibat pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup.
Gugatan dapat dilakukan jika memenuhi syarat yaitu adanya
terdapat kesamaan fakta atau peristiwa, dasar hukum, serta jenis tuntutan
di antara wakil kelompok dan anggota kelompoknya.
Jadi warga masyarakat dapat melakukan gugatan perwakilan
kelompok dengan tujuan untuk meminta ganti rugi atas ikan di kerambah
yang mati karena pencemaran lingkungan.Di samping itu perusahaan juga
dapat dipidana karena pencemaran tersebut mengakibatkan orang
meninggal dunia.5
E. Penegakan Hukum Lingkungan
Hukum lingkungan adalah sebuah bidang hukum yang memiliki
kekhasan yang oleh Drupsteen disebut sebagai bidang hukum fungsional
(functioneel rechtsgebeid), yaitu didalamnya terdapat unsur-unsur hukum
administrasi, hukum pidana dan hukum perdata.Oleh sebab itu, penegakan
hukum lingkungan dapat dimaknai sebagai penggunaan atau penerapan
instrumen-instrumen dan sanksi-sanksi dalam lapangan hukum
5
Airin Vita Rustini Kaleb, “ Implementasi UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup Pada Kegiatan Usaha Di Kabupaten Parigi” Jurnal Katalogis, Vol 1 No 1 (Januari 2013),
180.
14
administrasi, hukum pidana, dan hukum perdata dengan tujuan memaksa
subjek hukum yang menjadi sasaran mematuhi peraturan perundang-
undangan lingkungan hidup.
Penggunaan instrumen dan sanksi hukum administrasi dilakukan
oleh instansi pemerintah dan juga oleh warga atau badan hukum
perdata.Gugatan Tata Usaha Negara merupakan sarana hukum
administrasi negara yang dapat digunakan warga atau badan hukum
perdata terhadap instansi atau pejabat pemerintah yang menerbitkan
keputusan tata usaha negara yang secara formal atau materiil bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan lingkungan hidup.Penggunaan
sanksi-sanksi hukum pidana hanya dapat dilakukan oleh instansi-instansi
pemerintah.Penggunaan instrumen hukum perdata, yaitu gugatan perdata
dapat dilakukan oleh warga, badan hukum perdata dan juga instansi
pemerintah.Namun, jika dibandingkan di antara bidang hukum, sebagian
besar norma-norma hukum lingkungan termasuk ke dalam wilayah hukum
administrasi.
Susilo Bambang Yudhoyono dan Budiono ini upaya untuk
melakukan penegakan hukum lingkungan dan penanganan berbagai kasus
lingkungan belum menunjukkan hasil menggembirakan.Pemerintah oleh
kalangan aktivis lingkungan dinilai hanya mengurusi masalah politik dan
sibuk mengurusi partai tanpa ada keberpihakan pada
lingkungan.Akibatnya persoalan lingkungan, seperti kasus pencemaran
Buyat, illegal loging, kebakaran hutan pencemaran dan perusakan
lingkungan di sejumlah daerah tidak dapat ditangani secara
tuntas.Kebijakan pemerintah yang tidak memihak pada lingkungan
berakibat pada terjadinya musibah yang terus terjadi secara beruntun di
berbagai tempat hampir di seluruh wilayah Indonesia.Gambaran tersebut
menunjukkan adanya indikasi bahwa bekerjanya lembagapengadilan dan
penegakan hukum lingkungan di Indonesia masih amat dipengaruhi
kepentingan politik. Seperti contoh pada tahun 1995 Wahana Lingkungan
Hidup Indonesia (WALHI) melakukan gugatan melawan Departemen
15
Petambangan dan Energi yang menerbitkan amdal kepada PT. Freeport
ditolak oleh Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta.
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) mengatur permasalahan
lingkungan sebagai dasar pedoman bagi aparat penegak hukum untuk
menjerat pelaku tindak pidana lingkungan dikenakan hukuman pidana
sesuai aturan yang berlaku. Pasal 1 angka 16, menyatakan definisi
perusakan lingkungan hidup adalah "Tindakan orang yang menimbulkan
perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan
atau hayati lingkungan hidup sehingga melampaui ktriteria baku kerusakan
lingkungan hidup".Rumusan Pasal ini mencantumkan kalimat "tindakan
orang" yang tidak ada di dalam UUPLH sebelumnya, sehingga
memberikan keleluasan aparat untuk segera menindak bagi pelaku
perusakan lingkungan baik itu perseorangan maupun kelompok
(perusahaan).
Pasal 1 angka 17 juga menyatakan bahwa kerusakan lingkungan
hidup adalah perubahan langsung dan/atau tidak langsung terhadap sifat
fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang melampaui kriteria
baku kerusakan lingkungan hidup. Dengan demikian di dalam undang-
undang ini, perbuatan yang menimbulkan pencemaran lingkungan dan
atau perusakan lingkungan hidup yang dilakukan dengan sengaja atau
tidak sengaja atau kealpaan diarahkan menjadi perbuatan tindak pidana
yang dalam undang- undang ini merupakan kejahatan.
Agar dapat berlaku efektif, maka hukum dalam kegiatannya
ditegakkan dengan dukungan sanksi baik administrasi, sanksi perdata,
maupun sanksi pidana.Sehingga untuk menjamin dukungan sanksi
tersebut, maka haruslah dijalin hubungan harmonisasi dan sinkronisasi
pada semua lintas kehidupan bersama, dengan menjadikan satu panduan
sebagai pedoman berkaitan mengenai bagaimana seharusnya bertindak dan
diharapkan bertindak. Salah satu cara efektivitas dalam penegakan hukum
lingkungan adalah dengan menggunakan pendekatan multi door system,
yaitu penggunaan berbagai macam peraturan perundang-undangan untuk
16
menangani kasus terkait lingkungan hidup, karena dengan penegakan
hukum yang konsisten akan mengaktifkan juga instrumen pencegahan.
Masih sering terjadinya pencemaran yang dilakukan oleh pihak
perusahaan atau industri dan masih rendahnya ketaatan dan kepatuhan
serta kesadaran warga masyarakat untuk menjaga lingkungan yang bersih
dan sehat menjadi indikator bahwa penegakan hukum terhadap
pengelolaan lingkungan yang bersih dan sehat belum berjalan.Dengan
demikian secara implementasi efektivitas UUPLH masih rendah hal ini
dikarenakan penegakan hukum terutama dalam masalah pembuktian sulit
dilakukan dan pengawasan dalam rangka pengendalian dan pengelolaan
lingkungan hidup dapat dikatakan masih jalan di tempat walaupun dari
aspek politik hukum secara substansial isi/materi hukum lingkungan
tersebut telah banyak terjadi perubahan disesuaikan dengan kondisi sosial
masyarakat.6
6
Ibid, 185
17
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Politik hukum lingkungan berdasarkan Undang-Undang Nomor 32
tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
belum berjalan sesuai dengan tujuan politik hukumnya, karena sumber
daya alam yang ada belum dapat dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Selain itu juga masih banyak
terjadi pencemaran air, polusi udara, pembalakan hutan dan perbuatan
lain para pihak-pihak yang merusak lingkungan. Pelaksanakan
pengelolaan lingkungan hidup untuk melestarikan dan
mengembangkan kemampuan lingkungan hidup yang serasi, selaras
dan seimbang guna menunjang terlaksananya pembangunan yang
berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup.Penegak hukum
dalam memahami sistem hukum lingkungan dirasakan masih
mengalami kesulitan. Kurangnya pemahaman para aparat
penegakhukum akan menimbulkan tatanan yang terbentuk dalam satu
kesatuan sistem hukum nasional akan menyimpang dari pada arah
tujuan politik hukum. Perlunya penegakan hukum yang jelas bagi para
pelaku/perusak lingkungan hidup agar menimbulkan efek jera dan di
antara 3 sanksi (pidana, perdata dan administrasi) tersebut tidak adanya
tumpang tindih. Penegakan hukum sulit dilakukan oleh karena sulitnya
pembuktian dan menentukan kriteria baku tentang kerusakan
lingkungan.
18
DAFTAR PUSTAKA
19