Disusun Oleh :
Kelompok 4
Kelas B
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
Jalan Jenderal AhmadYani 13 Ulu Palembang
Tahun Ajaran 2021/2022
i
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas
ridho-Nya lah kami dapat menylesaikan makalah ini sesuai waktu yang disediakan, guna
memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Hukum Lingkungan,
Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi, mengingat kemampuan yang kami miliki. Untuk itu
kritik dan saran sangat kami harapkan demi penyempurnaan makalah ini.
Akhir kata, saya sampaikan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang
bersangkutan dalam penyusunan makalah atau tugas ini. Semoga sang pencipta Allah SWT
senantiasa meridhoi segala usaha kita di dunia ini. Aamiin ya rabbal alaamiin.
Kelompok 4
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………………… i
DAFTAR ISI…………………………………………………………........................... ii
BAB I…………………………………………………………………………………... 1
PENDAHULUAN……………………………………………………………............... 1
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………….... 1-2
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………... 3
1.3 Tujuan…………………………………………………………………………. 3
BAB II…………………………………………………………………………………. 4
PEMBAHASAN………………………………………………………………………. 4
2.1 Sejarah singkat Terbentuknya UU Nomor 32 Tahun 2009…………………… 4-7
2.2 Pertimbangan Pergantian Undang-Undang…………………………………… 7-11
2.3 Landasan Filosofis Yurdis dan Sosiologis dibentuknya UU Nomor 2009…… 11-12
BAB III………………………………………………………………………………... 13
PENUTUP…………………………………………………………………………….. 13
3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………… 13-14
3.2 Saran………………………………………………………………………….. 14
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………... 15
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Menurut para akdemisi, hukum lingkungan merupakan bidang hukum yang disebut
dengan bidang hukum fungsional, yaitu sebuah bidang hukum yang mengandung ketentuan-
ketentuan hukum administrasi negara, pidana dan perdata. Jika kita cermat ketiga baik UULH
1982, UULH 1997 maupun UUPPLH 2009 menandung norma-norma undang-undang yang
masuk ke dalam bidang hukum administrasi negara, pidana dan perdata.
UUPPLH 2009 sebagai sumber formal utama hukum lingkungan di Indonesia selain memuat
ketentuan-ketentuan hukum dan instrumen-instrumen hukum seperti yang terkandung dalam
undang-undang sebelumnya yaitu UULH 1982 dan UULH 1997 telah juga memuat norma-
norma dan instrumen-instrumen hukum hukum baru. Beberapa norma hukum baru yang
1
Khalisa Hayatuddin dan Serlika Aprita, Hukum Lingkungan ( Jakarta : Kencana, 2021), hlm. 2.
1
penting adalah tentang perlindungan hukum atas tiap orang yang memperjuangkan hak atas
lingkungan hidup, kewenangan Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan penciptaan
delik-delik materil baru.
Indonesia sebagai negara yang berkembang, yang saat ini sedang melaksanakan pembangunan
di segala bidang, juga harus berorientasi kepada pembangunan lingkungan. Pengertian
pembangunan di sini merupakan upaya sadar bangsa Indonesia untuk meningkatkan taraf
hidupnya dengan memanfaatkan segala sumber daya yang dimilikinya.
2
Wikipedia,”Hukum Lingkungan Di Indonesia” (https://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_lingkungan_di_Indonesia,
Diakses pada 01 April 2022)
2
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.3 Tujuan
3
BAB II
PEMBAHASAN
Sebagian dari peraturan-peraturan tersebut, bahkan sudah ada sejak zaman Belanda
dan sudah berusia lebih daripada setengah abad. Tetapi tampaknya setiap peraturan itu
berdiri sendiri-sendiri dan tidak ada ikatan antara satu dengan yang lainnya, selain itu
efektivitas dari peraturan-perundang-undangan itu sudah banyak yang berkurang.
3
Wikipedia,”Hukum Lingkungan Di Indonesia” (https://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_lingkungan_di_Indonesia,
Diakses pada 01 April 2022)
4
kerusakan lingkungan hidup serta penanggulangan dan penegakan hukum mewajibkan
pengintegrasian aspek transparansi, partisipasi, akuntabilitas, dan keadilan.
Indonesia sebagai negara yang berkembang, yang saat ini sedang melaksanakan
pembangunan di segala bidang, juga harus berorientasi kepada pembangunan lingkungan.
Pengertian pembangunan di sini merupakan upaya sadar bangsa Indonesia untuk
meningkatkan taraf hidupnya dengan memanfaatkan segala sumber daya yang dimilikinya.
1) Perencanaan
2) Pemanfaatan,
3) Pengendalian,
4) Pemeliharaan,
5) Pengawasan dan,
5
6) Penegakan hukum
Menurut Pasal 2 Undang-undang No. 32 Tahun 2009 bahwa Perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup dilaksanakan berdasarkan asas:
4) keterpaduan;
5) manfaat;
6) kehati-hatian;
7) keadilan;
8) ekoregion;
9) keanekaragaman hayati;
11) partisipatif;
6
Berbeda dari dua undang-undang pendahulunya yang hanya menggunakan istilah
Pengelolaan Lingkungan Hidup pada penamaannya, Undang-undang No. 32 Tahun 2009 diberi
nama Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Penambahan istilah “Perlindungan”
ini didasarkan pada pandangan anggota Panja DPR RI dengan rasionalisasi agar lebih
memberikan makna tentang pentingnya lingkungan hidup untuk memperoleh perlindungan.
Pihak eksekutif dan tim penyusun dan tim ahli sebenarnya sudah menjelaskan kepada para
anggota Panja DPR bahwa pengelolaan lingkungan hidup merupakan konsep yang di dalamnya
telah mengandung unsur perlindungan lingkungan hidup di samping pemanfaatan lingkungan
hidup. Tetapi para anggota Panja DPR bersikeras bahwa istilah perlindungan harus
dicantumkan dalam judul undang-undang sehingga akhirnya hal itu sepakat diterima.
Menurut para akdemisi, hukum lingkungan merupakan bidang hukum yang disebut
dengan bidang hukum fungsional, yaitu sebuah bidang hukum yang mengandung ketentuan-
ketentuan hukum administrasi negara, pidana dan perdata. Jika kita cermat ketiga baik UULH
1982, UULH 1997 maupun UUPPLH 2009 menandung norma-norma undang-undang yang
masuk ke dalam bidang hukum administrasi negara, pidana dan perdata.
UUPPLH 2009 sebagai sumber formal utama hukum lingkungan di Indonesia selain memuat
ketentuan-ketentuan hukum dan instrumen-instrumen hukum seperti yang terkandung dalam
undang-undang sebelumnya yaitu UULH 1982 dan UULH 1997 telah juga memuat norma-
norma dan instrumen-instrumen hukum hukum baru. Beberapa norma hukum baru yang
penting adalah tentang perlindungan hukum atas tiap orang yang memperjuangkan hak atas
7
lingkungan hidup, kewenangan Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan penciptaan
delik-delik materil baru. Dalam tulisan ini beberapa norma hukum baru yang akan diuraikan.
Pertama, UUPPLH telah secara tegas mengadopsi asas-asas yang terkandung dalam
Delarasi Rio 1992, yaitu asas-asas tanggungjawab negara, keterpaduan, kehati-hatian,
keadilan, pencemar membayar, partisipatif dan kearifan lokal. Pengadopsian ini merupakan
politik hukum yang penting karena dapat memperkuat kepentingan pengelolaan lingkungan
hidup mmanakala berhadapan dengan kepentingan ekonomi jangka pendek. Hakim dalam
mengadili sebuah perkara dapat menggunakan asas-asas itu untuk memberikan perhatian atas
kepentingan pengelolaan lingkungan hidup yang mungkin tidak diperhatikan oleh pelaku usaha
ataupun pejabat pemerintah yang berwenang.
8
penahanan, penggeledahan, dan penyitaan, pemeriksaan dan penyitaan surat dan wewenang
koordinasi atas pelaksanaan tugas PPNS (Pasal 7 ayat (2), Polri sebagai institusi yang
berwenang menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum (Pasal 8 ayat (2).
Dengan demikian, berdasarkan sistem KUHAP, PPNS tidak berwenang menyerahkan berkas
hasil penyidikan secara langsung kepada penuntut umum, tetapi harus melewati Polri.
UUPPLH telah mengubah ketentuan yang selama ini memberikan kewenangan kepada Polri
sebagai institusi satu-satunya yang dapat menyerahkan berkas hasil penyidikan kepada
penuntut umum sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 8 ayat (2) KUHAP. Dengan
diundangkannya UUPPLH telah menimbulkan perubahan.
Keempat, dalam UUPPLH pendekatan hukum pidana tidak sebagai upaya terakhir –
yang lazim disebut dengan istilah ”ultimum remedium” - untuk menghukum perilaku usaha
yang menimbulkan masalah lingkungan hidup. Dalam UULH 1997 sanksi pidana menjadi
upaya terakhir setelah penegakan hukum administrasi negara tidak efektif. Dalam UUPPLH,
”ultimum remedium” hanya berlaku untuk satu Pasal saja, yaitu Pasal 100 UUPPLH yang
menyatakan:
(1) Setiap orang yang melanggar baku mutu air limbah, baku mutu emisi, atau baku mutu
gangguan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak
Rp. 000.000.000, 00.
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dikenakan apabila sanksi
administratif yang telah dijatuhkan tidak dipatuhi atau pelanggaran dilakukan lebih dari satu
kali.”
Dari rumusan Pasal 100 ayat (2) jelas dapat dipahami bahwa sanksi pidana yang tercantum
dalam Pasal 100 ayat (1) baru dapat dikenakan jika saknis administratif tidak efektif atau
pelanggaran dilakukan berulang. Hal ini berarti sanksi pidana berfungsi sebagai upaya terakhir.
9
Pasal 116 UUPPLH memuat kriteria bagi lahirnya pertanggungjawaban badan usaha dan siapa-
siapa yang harus bertanggungjawab.
Hal penting berikutnya adalah menentukan siapakah yang harus bertanggungjawab jika
sebuah tindak pidana lingkungan hidup dinyatakan telah dilakukan oleh badan usaha atau
korporasi. Pasal 116 ayat (1) menyebutkan ”tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan
kepada: (a) badan usaha dan/ atau (b) orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak
pidana tersebut atau orang yang bertindak sebagai pemimpin dalam tindak pidana tersebut.”
Selain itu, konsep pertanggungjawaban juga harus dipedomani ketentuan Pasal 118 UUPPLH
yang menyatakan:
Rumusan ketentuan dan penjelasan Pasal 118 UUPPLH merupakan sebuah terobosan
atau kemajuan jika ditilik dari segi upaya mendorong para pengurus perusahaan agar secara
sungguh-sungguh melaksanakan upaya pencegahan, pengendalian dan pemulihan pencemaran
atau perusakan lingkungan manakala memimpin sebuah badan usaha. Rumusan Ketentuan
Pasal 118 UUPPLH mirip dengan vicarious liability dalam system hukum Anglo Saxon.
Keenam, UUPPLH juga memuat delik materil yang diberlakukan kepada pejabat
pemerintah yang berwenang di bidang pengawasan lingkungan. pemberlakukan delik materil
ini dapat dipandang sebagai sebuah kebijakan pemidanaan yang maju dalam rangka mendorong
para pejabat pemerintah untuk sungguh-sungguh melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup.
Delik materil tersebut dirumuskan dalam Pasal 112 UUPPLH yaitu:
”Setiap pejabat yang berwenang yang dengan sengaja tidak melakukan pengawasan terhadap
ketaatan penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan terhadap peraturan perundang-undangan
dan izin lingkungan , sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dan Pasal 72 yang mengakibatkan
terjadinya pencemaran dan atau kerusakan lingkungan yang mengakibatkan hilangnya nyawa
manusia, dipidana dengan pindan penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak
Rp. 500.000.000, 00 (lima ratus juta rupiah).
10
kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian,
pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum. UU disahkan di Jakarta, 3 Oktober 2009
oleh Presiden dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Andi
Mattalatta.
Dalam UU ini tercantum jelas dalam Bab X bagian 3 pasal 69 mengenai larangan
dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang meliputi larangan melakukan
pencemaran, memasukkan benda berbahaya dan beracun (B3), memasukkan limbah ke media
lingkungan hidup, melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar, dan lain sebagainya.
Larangan-larangan tersebut diikuti dengan sanksi yang tegas dan jelas tercantum pada
Bab XV tentang ketentuan pidana pasal 97-123. Salah satunya adalah dalam pasal 103 yang
berbunyi: Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1
(satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hukum lingkungan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang No 32 tahun 2009,
yang merupakan generasi ketiga pengaturan hukum lingkungan di Indonesia. Undang-
undang ini mengatur bagaimana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dengan
sistematis demi tercapainya keseimbangan lingkungan serta kesejahteraan manusia
sebagai satu kesatuan dalam lingkungan. Selain demi kesejahteraan dan keseimbangan,
Undang-Undang No 32 juga mengatur tentang upaya untuk melestarikan lingkungan
secara berkelanjutan serta mencegah kerusakan lingkungan.
Tonggak sejarah pengaturan Hukum Lingkungan di Indonesia secara komprehensif atau
disebut environmental oriented law adalah dengan lahirnya Undang-undang Nomor 4
Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan (LN 1982 No.
12, TLN No. 3215), yang disingkat dengan Undang-Undang Lingkungan Hidup. yang
kemudian diganti dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup (LN 1997 No. 12, TLN No. 3215) yang disingkat UUPLH dan
sekarang diganti lagi dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (LNRI Tahun 2009 Nomor 140 TLN Nomor 5059)
yang disingkat dengan UUPPLH.
12
melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian,
pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.
3.2 Saran
Disarankan kepada semua lapisan masyarakat agar tidak salah dalam memanfaatkan
hutan lindung. Karena akan menimbulkan malapetaka yang lebih dahsyat serta dapat
mengundang berbagai bencana alam seperti longsor, banjir bandang dan lain sebagainya.
Ingatlah kepada anak cucu kita yang akan menikmati alam ini bila kita tidak menghuni
lagi bumi ini. Aparat penegak hukum harus pro aktif untuk menindaklanjuti bentuk-bentuk
pelanggaran yang terjadi dewasa ini guna untuk terjaganya kehidupan alam yang lestari
dan abadi.
13
DAFTAR PUSTAKA
Hayatuddin, Khalisa dan Serlika Aprita. 2021. Hukum Lingkungan. Jakarta: Kencana.
14