Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

“Sejarah Perundang-Undangan Lingkungan Hidup dan Jenis-Jenis


Peraturan Perundang-Undangan Lingkungan Hidup di Indonesia”

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kajian Lingkungan Hidup

Dosen Pengampu : H. Ashar Ridwan, LC., MA.

KELOMPOK 1 : TAUFIQ HIDAYAT (KETUA)

A. IRHAM MARIWAWO

RITA BASONGGO

RINI AGUSTIN

RISKINA

ERIKA

IIN
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam konteks lingkungan hidup, di Indonesia ada peraturan yang mengatur tentang masalah
lingkungan hidup. Regulasi ini bukanlah hal yang baru, karena cukup banyak peraturan hukum
yang dapat dikelompokkan ke dalam apa yang dinamakan Hukum Lingkungan, yang tersebar
dalam berbagai peraturan.
Menurut Munadjat Danusaputro, lingkungan atau lingkungan hidup adalah semua benda dan
daya serta kondisi, termasuk di dalamnya manusia dan tingkah perbuatannya, yang terdapat
dalam ruang dimana manusia berada dan mempengaruhi kelangsungan hidup serta kesejahteraan
manusia dan jasad-jasad hidup lainnya. 1 Rumusan pengertian lingkungan hidup menurut
seorang akademisi itu sama dengan rumusan normative dalam Pasal 1 butir 1 Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (LN Tahun
2009 No. 140, yang untuk seterusnya dalam disertasi ini disebut dengan singkatan UUPPLH)
yaitu “kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk
manusia dan perilakunya yang memengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain”. Rumusan dalam UUPPLH tersebut juga sama
dengan rumusan undang-undang lingkungan hidup sebelumnya yaitu Undang-Undang Nomor 23
Tahun 1997 sebagaimana ditelaah oleh seorang sarjana hukum pemerhati lingkungan.2 Dengan
demikian, terdapat keajegan atau kesinambungan pengertian lingkungan hidup dari masa ke
masa. Untuk itu, dalam makalah ini akan dijelaskan tentang sejarah dan jenis-jenis peraturan
perundang-undangan tentang lingkungan hidup yang ada di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah


a. Bagaimana sejarah perundang-undangan lingkungan hidup di Indonesia ?
b. Apa saja jenis-jenis perundang-undangan lingkungan hidup di Indonesia ?

1.3 Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari dosen Mata Kuliah Kajian
Lingkungan Hidup dan menjawab pertanyaan yang ada di rumusan masalah.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Perundang-undangan Lingkungan Hidup di Indonesia

Titik tolak pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia sebagai  manifestasi konkrit dari
upaya-upaya sadar, bijaksana dan berencana dimulai pada tahun 1982 dengan dikeluarkannya
UU No. 4 tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Sebelum lahirnya undang-undang ini, berbagai peraturan perundangan yang berkaitan dengan
lingkungan hidup masih bersifat parsial-sektoral dimana masing-masing materi ketentuannya
mengacu kepada pengaturan masalah tertentu secara khusus. Dengan demikian, beberapa
ketentuan acapkali dirasakan tumpang tindih satu sama lain sehingga membawa implikasi yang
luas di bidang kelembagaan dan kewenangan pengaturannya. (Soetaryono:2000:1)

Sebenarnya sudah cukup banyak peraturan perundangan yang berkaitan dengan


lingkungan hidup sejak zaman kolonial Belanda. Diantaranya yang terbit dalam bentuk
ordonansi adalah Vischerij Ordonantie 1916. (Danusaputro:1982) (Hardjasoemantri:1991)
(Hamzah: 1992) (Soetaryono:1998). Dibawah ini dibagai dalam beberapa periode peraturan
perundang-undangan terkait dengan lingkungan hidup yang telah dikeluarkan diantaranya 

Peraturan Perundang-undangan Masa Sebelum Kemerdekaan (1912 – 1945)

Indonesia pada masa kolonial sudah memberlakukan berbagai produk hukum seperti :

1. Peraturan tentang Pengeluaran Ternak (Sbld 1912 No. 432)


2. Vischerij Ordonantie, 1916 (Ordonansi Penangkapan Ikan)
3. Reden Reglemen (Reglemen Bandar) Sbld 1924 No. 500
4. Hinder Ordonantie, 1926 (Undang-undang Gangguan)

3. Loods Dients Ordonantie Sbld 1927 No. 62

1. Kustvisserij Ordonnantie Sbld 1927 No. 144 (Ordonansi Penangkapan Ikan di kawasan


Pesisir)
2. Petroleum en Andere Licht Onvlambare Olien (Ordonansi Pengangkutan minyak Tanah)
Sbld 1927 No. 214
3. Mijn-Politic Reglement No. 341/1930

6. Scheepvart Wet Sbld 1936 Nomor 700

1. Peraturan Pendaftaran kapal-kapal Nelayan Laut Asing Sbld 1938 Nomor 201
2. Bedrijfserglementeerings Ordonantie, 1938 (Ordonansi Perusahaan)
3. Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonantie (Kringen Ordonansi) Sbld 1939 No.
22

10. Jacht Ordonantie, 1940 (Ordonansi Perburuan)

11. Natuurbeschermings Ordonantie, 1941 (Ordonansi Perlindungan Alam)

Diantara peraturan perundang-undangan tersebut ada yang masih berlaku hingga saat ini
seperti Hinder Ordonantie, 1926 (Undang-undang Gangguan). Ordonansi ini banyak digunakan
terutama dalam pengurusan persyaratan perizinan.

Peraturan Perundang-undangan Masa Setelah Kemerdekaan (1945 – 1982)

Setelah masa kemerdekaan hingga menjelang lahirnya UU No. 4 tahun 1982 beberapa produk
hukum yang lahir diantaranya :

1. Stadtsvormings Ordonantie, 1948 (Ordonansi Pembentukan Kota)


2. Undang-undang No. 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-undang
Pengawasan Perburuan Tahun 1948 No. 23 dari Republik Indonesia untuk Seluruh
Indonesia
3. Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Agraria
4. Undang-undang No. 44 Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi
5. Undang-undang No. 2 Tahun 1961 tentang Impor dan Ekspor Bibit Tanaman
6. Undang-undang No. 31 Tahun 1964 tentang Ketentuan Pokok Tenaga Atom
7. Undang-undang No. 2 Tahun 1966 tentang Higiene
8. Undang-undang No. 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan
9. Undang-undang No. 6  Tahun 1967 tentang Peternakan
10. Undang-undang No. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok Pertambangan
11. Undang-undang No. 14 Tahun 1969 tentang Keentuan-ketentuan Pokok Tenaga Kerja
12. Undang-undang no. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
13. Undang-undang No. 3 Tahun 1972 tentang Transmigrasi
14. Undang-undang No. 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen
15. Undang-undang No. 7 Tahun 1973 tentang Penggunaan Pestisida
16. Undang-undang No. 5  Tahun 1974 tentang Ketentuan Pokok Pemerintah Daerah
17. Undang-undang No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan
18. Undang-undang No. 8 Tahun 1979 tentang Ratifikasi Perjanjian Mengenai Pencegahan
Penyebaran Senjata Nuklir
19. dll

Sebagai catatan bahwa sebelum lahirnya Undang-undang No. 4 tahun 1982 ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan diantaranya pemerintah Indonesia sudah sejak persiapan dan berakhirnya
Konferensi Stockhlom 1972 atau Konferensi PBB mengenai Lingkungan Hidup Manusia
(UNCHE) telah berupaya untuk menginventrisasikan berbagai peraturan perundang-undangan.
Hal ini dilakukan dalam rangka penyusunan initial draft suatu undang-undang lingkungan hidup.
Namun ada beberapa kenyataan yang dihadapi yaitu bahwa :

1. Berbagai segi atau aspek lingkungan hidup telah secara sporadis diatur dalam berbagai
peraturan perundang-undangan yang telah berlaku.
2. Peraturan perundang-undangan tersebut umumnya berorientasi pada pemanfaatan
sumberdaya alam.
3. Peraturan perundang-undangan tersebut bersifat parsial sektoral.

Dengan demikian rintisan usaha penyusunan konsep rancangan Undang-undang (RUU)


tentang lingkungan hidup pada waktu itu menghadapi masalah, yaitu bagaimana memasukan
wawasan lingkungan hidup secara komprehensif kedalam suatu peraturan perundang-undangan
tentang lingkungan hidup. Ada dua laternatif yang dapat ditempuh pada waktu itu yaitu :

1. Memperbaharui setiap undang-undang dengan memasukkan wawasan lingkungan ke


dalamnya. Alternatif ini berarti bahwa banyak undang-undang yang harus diubah, dan
berdasarkan undang-undang yang telah diperbaiki itu kemudian disusun pelaksanaan
yang diperlukan. Alternatif ini berarti diperlukan waktu yang lama.
2. Disusun satu undang-undang baru yang berwawasan lingkungan yang akan menjadi dasar
bagi perbaikan dan penyempurnaan perundang-undangan yang berlaku, sekaligus sebagai
dasar penetapan peraturan pelaksanaan baru untuk masing-masing bidang.

Alternatif kedua inilah yang kemudian dipilih. Mengingat bahwa pokok materi yang harus
diatur cakupannya demikian luas maka tidaklah mungkin mengaturnya secara terinci dalam satu
undang-undang. Oleh karena itu ditempuh cara pengaturan ketentuan pokok yang hanya memuat
asas dan prinsip-prinsipnya. Dengan cara pengaturan demikian undang-undang tentang
lingkungan hidup merupakan ketentuan payung (umbrella provision).

Karena itu Undang-undang No. 4 tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok


Pengelolaan Lingkungan Hidup yang kemudian lahir memiliki beberapa ciri seperti :

1. Sederhana tetapi dapat mencakup kemungkinan perkembangan di masa depan sesuia


dengan tuntutan keadaan, waktu dan tempat.
2. Mengandung ketentuan-ketentuan pokok sebagai dasar bagi peraturan pelaksanaannya
lebih lanjut.
3. Mencakup semua bidang di bidang lingkungan hidup agar dapat menjadi dasar bagi
pengaturan lebih lanjut bagi masing-maing bidang tsb, yang rencananya akan dituangkan
dalam bentuk peraturan tersendiri.
Selain daripada itu UULH ini menjadi landasan untuk menilai dan menyesuaikan semua
peraturan perundang-undangan yang memuat ketentuan tentang segi-segi lingkungaan hidup
yang telah berlaku. (Soetaryono:2000:3-6).

Peraturan Perundang-undangan Setelah Lahirnya Undang-undang No. 4 tahun 1982

1. Undang-undang No. 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif 


2. Undang-undang No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian
3. Undang-undang No. 9 Tahun 1985 tentang Perikanan
4. Undang-undang No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan
5. Undang-undang No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun
6. Undang-undang No. 17 Tahun 1985 tentang Ratifikasi UNCLOS 
7. Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam dan
Ekosistemnya
8. Undang-undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
9. Undang-undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman
10. Undang-undang No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar budaya
11. Undang-undang No. 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga Sejahtera
12. Undang-undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman
13. Undang-undang No. 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran
14. dll

Undang-undang diatas sebagian besar telah mencantumkan UULH No. 4 tahun 1982. Hingga
saat ini masih ada Undang-undang yang berlaku dan belum dicabut sehingga masih
menggunakan UU No. 4 tahun 1982.

Peraturan Perundang-undangan Setelah Diadakannya KTT Bumi 1992

Beberapa peraturan yang dikeluarkan setelah diadakannya KTT Bumi diantaranya :

1. Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan


2. Undang-undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang
3. Undang-undang No. 5 Tahun 1994 tentang Ratifikasi konvensi PBB mengenai 
keanekaragaman hayati
4. Undang-undang No. 6 Tahun 1994 tentang ratifikasi Kerangka Konvensi PBB mengenai
Perubahan Iklim
5. Undang-undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan
6. Undang-undang No. 10 Tahun 1997  tentang Ketenaganukliran
Setelah diadakannya KTT Bumi 1992 beberapa pemikiran untuk meyempurnakan UU No. 4
tahun 1982 mulai berkembang. Saat itu Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup (KLH) telah
mendeteksi beberapa permasalahan yang mendorong perlunya penyempurnaan UU No. 4 tahun
1982 yaitu :

1. Berkembangnya perhatian masyarakat dunia tentang lingkungan hidup seperti


berlangsungnya KTT Bumi di Rio de Janerio 1992.
2. Masih banyaknya peraturan pelaksanaan yang belum ditindaklanjuti sehingga sering
menjadi hambatan dalam penerapan UULH.
3. Meningkatnya peran masyarakat yang menuntut keterbukaan dalam pengelolaan
lingkungan hidup.
4. Penerapan audit lingkungan yang dirasakan sangat bermanfaat dan belum mendapatkan
tempat memadai dalam peraturan perundang-undangan.
5. Analisis mengenai dampak lingkungan masih dilihat sebagai formalitas dalam
pengelolaan lingkungan, sehingga terjadi kecenderungan meskipun studi analisis
mengenai dampak  lingkungan telah dibuat namun dalam kenyataan masih banyak usaha
dan/atau kegiatan yang mencemarkan lingkungan.
6. Kesulitan pembuktian kasus lingkungan sehingga sukar untuk dapat menerapkan
ketentuan pidana ex pasal 22 UULH no. 4 tahun 1982 dan belum diaturnya tindak pidana
korporasi.

Maka pada tahun 1997 terbitlah Undang-undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup. Namun demikian sebenarnya UU No. 23 tahun 1997 bukanlah merupakan
penyempurnaan dari UU No. 4 tahun 1982. Hal ini dikarenakan substansi materi UU No. 23
tahun 1997 sudah mengatur hal-hal yang bersifat teknis.(Soetaryono:2000:16). Dengan demikian
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 bukanlah Undang-undang payung (umbrella
provisions) seperti halnya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982.

1. Peraturan Perundang-undangan Setelah Berlakunya UU No. 23 tahun 1997

Setelah berlakunya UU ini berbagai perangkat setingkat UU juga mulai mencantumkan UU No.
23 tahun 1997 diantaranya adalah :

1. Undang-undang No. 25 Tahun 1997  tentang Ketenaga Kerjaan


2. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang jasa Kontruksi
3. Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan di Daerah
4. Undang-undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
5. Undang-undang Nomor 29 tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman
6. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
7. Undang-undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara
8. Undang-undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
9. Undang-undang Nomor 27 tahun 2003 tentang Panas Bumi
10. Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air
11. Undang-undang nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
12. Undang-undang Nomor 4 Tahun 2006 tentang Pengesahan Plant Genetic Resources for
Food and Agriculture.
13. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
14. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
15. Undang-undang Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
16. Undang-undang Nomor 9 Tahun 2008 tentang Penggunaan Bahan Kimia dan Larangan
Penggunaan Bahan Kimia Sebagai Senjata Kimia.
17. Undang-undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
18.  Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah
19. Dll

Dengan lahirnya Undang-undang nomor 23 tahun 1997 ini nampaknya tidak juga
menyelesaikan persoalan-persoalan yang bersifat laten seperti pencemaran dan kerusakan
lingkungan hidup. Setelah 12 tahun berlakunya UU ini kemudian dievaluasi melalui tim yang
ditugaskan membentuk Undang-undang baru. Adapun hasilnya adalah sbb :

1. Mainstreaming lingkungan hidup belum dicapai.


2. Kebijakan pro lingkungan hidup masih merupakan harapan
3. Masyarakat semakin sadar akan pentingnya lingkungan hidup
4. Putusan perkara lingkungan hidup belum memuaskan
5. Keterbatasan kewenangan kelembagaan lingkungn hidup
6. Amdal hanya sekedar dokumen kajian.
7. Keterbatasan kewenangan penyidik pegawai negeri sipil (ppns) dan pejabat pengawas
lingkungan hidup (pplh)
8. Kasus lingkungan hidup di daerah sulit dilakukan penegakan hukumnya
9. Issu lingkungan hidup di tataran internasional terus berkembang

Hasil evaluasi ini menjadi sangat penting. Hal ini mendorong Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) periode 2004-2009 yang kemudian menggunakan hak inisiatif terutama dalam hal
penyusunan Undang-undang Lingkungan Hidup yang baru. Hasilnya adalah terbitnya Undang-
undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Ada
beberapa pertimbangan atau alasan perlunya UU Nomor 23 Tahun 1997 diubah/diganti
diantaranya adalah :

1. Penguatan kewenangan kelembagaan lingkungan hidup.

2. Selama ini terjdi materi yang multi tafsir  seperti :


    pasal 1 angka 12 à defenisi pencemaran

    pasal 18 (1) à usaha/kegiatan berdampak besar dan penting

3. Penguatan atas kewenangan pplh dan ppns

4. Instrumen atur  dan awasi serta atur diri sendiri kurang efektif sehingga perlu peningkatan
kemampuan atas instrumen ini

5. Amdal masih belum optimal dan diperlukan penguatan salah satu diantaranya melalui sistem
registrasi, lisensi dan sertifikasi.

6. Rumusan sanksi administrasi  lemah sehingga perlu diperkuat.

7. Dibuatkannya pidana mnimum

8. Prinsip desentralisasi dan demokrasi perlu ditingkatkan

9  Perkembangan penyesuaian atas dinamika dan issu international

10. Asas subsidiaritas perlu disempurnakan.

Maka lahirnya Undang-undang ini menjadi sangat penting. Maka periode baru muncul yaitu
periode UUPPLH nomor 32 Tahun 2009.

2.2 Jenis-Jenis Perundang-Undangan Lingkungan Hidup di Indonesia

Kini kebijakan pengelolaan lingkungan telah tertuang melalui Undang-Undang Republik


Indonesia No. 32 Tahun 2009 yang menginstruksikan bahwa pembangunan yang dilaksanakan
harus memperhatikan lingkungan atau disebut pembangunan berkelanjutan sebagaimana
dicantumkan dalam Pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 yang menyebutkan
bahwa “Pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana , yang memadukan aspek
lingkungan hidup, sosial dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan
lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa
kini dan generasi masa depan”.
Indonesia sebagai negara yang berkembang, yang saat ini sedang melaksanakan
pembangunan di segala bidang, juga harus berorientasi kepada pembangunan lingkungan.
Pengertian pembangunan di sini merupakan upaya sadar bangsa Indonesia untuk meningkatkan
taraf hidupnya dengan memanfaatkan segala sumber daya yang dimilikinya.
Dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2009 digariskan konsep perlindungan dan
pengelolaan lingkungan adalah upaya sistematis terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan
hidup yang meliputi kebijaksanaan :
1) perencanaan,
2) pemanfaatan,
3) pengendalian,
4) pemeliharaan,
5) pengawasan dan,
6) penegakan hukum
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup menuntut dikembangkannya suatu
sistem yang terpadu berupa suatu kebijakan nasional perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup yang harus dilaksanakan secara taat asas dan konsekuen dari pusat sampai ke daerah
Menurut Pasal 2 Undang-undang No. 32 Tahun 2009 bahwa Perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan berdasarkan asas:
1) tanggung jawab negara;
2) kelestarian dan keberlanjutan;
3) keserasian dan keseimbangan;
4) keterpaduan;
5) manfaat;
6) kehati-hatian;
7) keadilan;
8) ekoregion;
9) keanekaragaman hayati;
10) pencemar membayar;
11) partisipatif;
12) kearifan lokal;
13) tata kelola pemerintahan yang baik; dan
14) otonomi daerah.
UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
sebagai Undang-undang baru menjanjikan banyak hal perubahan. Perbedaan mendasar antara
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan
Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 ini adalah adanya penguatan tentang prinsip-prinsip
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang didasarkan pada tata kelola pemerintahan
yang baik karena dalam setiap proses perumusan dan penerapan instrumen pencegahan
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta penanggulangan dan penegakan hukum
mewajibkan pengintegrasian aspek transparansi, partisipasi, akuntabilitas, dan keadilan
Berbeda dari dua undang-undang pendahulunya yang hanya menggunakan istilah
Pengelolaan Lingkungan Hidup pada penamaannya, Undang-undang No. 32 Tahun 2009 diberi
nama Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Penambahan istilah “Perlindungan” ini
didasarkan pada pandangan anggota Panja DPR RI dengan rasionalisasi agar lebih memberikan
makna tentang pentingnya lingkungan hidup untuk memperoleh perlindungan. Pihak eksekutif
dan tim penyusun dan tim ahli sebenarnya sudah menjelaskan kepada para anggota Panja DPR
bahwa pengelolaan lingkungan hidup merupakan konsep yang di dalamnya telah mengandung
unsur perlindungan lingkungan hidup di samping pemanfaatan lingkungan hidup. Tetapi para
anggota Panja DPR bersikeras bahwa istilah perlindungan harus dicantumkan dalam judul
undang-undang sehingga akhirnya hal itu sepakat diterima.
Dibandingkan dengan Undang-Undang Lingkungan Hidup 1982 dan Undang-Undang
Lingkungan Hidup 1997, Undang-Undang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
memuat bab dan pasal yang lebih banyak. Undang-Undang Perlindungan Dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup terdiri atas XVII bab dan 127 Pasal. Penamaan bab-babnya adalah sebagai
berikut: Bab 1 tentang Ketentuan Umum, Bab II tentang Asas, Tujuan dan Ruang Lingkup, Bab
III tentang Perencanaan, Bab IV tentang Pemanfaatan, Bab V tentang Pengendalian, Bab VI
tentang Pemeliharaan, Bab VII tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, Bab VIII
tentang Sistem Informasi, Bab IX tentang Tugas dan Wewenang Pemerintah dan pemerintah
daerah, Bab X tentang Hak, Kewajiban dan Larangan, Bab XI tentang Peran Masyarakat, Bab
XII tentang Pengawasan dan Sanksi Administratif, Bab XIII tentang Penyelesaian Sengketa
Lingkungan, Bab XIV tentang Penyidikan dan Pembuktian, Bab XV tentang Ketentuan Pidana,
Bab XVI tentang Ketentuan Peralihan dan terakhir Bab XVII tentang Ketentuan
Penutup.Undang-Undang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup memerlukan
peraturan pelaksanaan dalam bentuk peraturan pemerintah dalam bidang-bidang sebagai berikut :
1) Inventarisasi lingkungan hidup (Pasal 11);
2) Penerapan ekoregion (Pasal 11);
3) Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Pasal 11);
4) Penetapan daya dukung dan daya tampung (Pasal 12 ayat (4);
5) Kajian Lingkungan Hidup Strategis (Pasal 18 ayat (2);
6) Baku Mutu Lingkungan Hidup (Pasal 20 ayat (4);
7) Kriteria Baku Kerusakan (Pasal 21 ayat (5);
8) Analisis mengenai dampak lingkungan (Pasal 33);
9) Izin Lingkungan (Pasal 41);
10) Instrumen ekonomi lingkungan (Pasal 43 ayat (4);
11) Analisis risiko lingkungan (Pasal 47 ayat (3);
12) Tata cara penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan (Pasal 53 ayat (3);
13) Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup (Pasal 56);
14) Tata cara pemulihan fungsi lingkungan hidup (Pasal 54 ayat (3);
15) Dana penjaminan (Pasal 55 ayat (4);
16) Konservasi dan pencadangan sumber daya alam serta pelestarian fungsi atmosfer (Pasal 57
ayat (5);
17) Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (Pasal 58 ayat (2);
18) Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Pasal 59 ayat (7);
19) Tata cara dan persyaratan dumping (Pasal 61 ayat (3);
20) Tata cara pengawasan (Pasal 75);
21) Sanksi administrasi (Pasal 83);
22) Penyelesaian sengketa lingkungan hidup (Pasal 86 ayat (3).
Selain itu, Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 juga mengatur :
a. keutuhan unsur-unsur pengelolaan lingkungan hidup;
b. kejelasan kewenangan antara pusat dan daerah;
c. penguatan pada upaya pengendalian lingkungan hidup;
d. penguatan instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, yang
meliputi instrumen kajian lingkungan hidup strategis, tata ruang, baku mutu lingkungan hidup,
kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, Analisis mengenai dampak lingkungan, upaya
pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup, perizinan, instrumen
ekonomi lingkungan hidup, peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup, anggaran
berbasis lingkungan hidup, analisis risiko lingkungan hidup, dan instrumen lain yang sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
e. pendayagunaan perizinan sebagai instrumen pengendalian;
f. pendayagunaan pendekatan ekosistem;
g. kepastian dalam merespons dan mengantisipasi perkembangan lingkungan global;
h. penguatan demokrasi lingkungan melalui akses informasi, akses partisipasi, dan akses
keadilan serta penguatan hak-hak masyarakat dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup;
i. penegakan hukum perdata, administrasi, dan pidana secara lebih jelas;
j. penguatan kelembagaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang lebih efektif dan
responsif; dan penguatan kewenangan pejabat pengawas lingkungan hidup dan penyidik pegawai
negeri sipil lingkungan hidup.
Dalam menjalankan tugasnya Pemerintah melakukan pengelolaan lingkungan lebih
bersifat preventif daripada represif. Kepada pemerintah oleh Undang-undang No. 23 Tahun 1997
diberikan instrumen hukum yang dikenal dengan baku mutu lingkungan, analisis mengenai
dampak lingkungan (Analisis mengenai dampak lingkungan) dan perizinan.
Apabila dibandingkan dengan Undang-undang No. 23 Tahun 1997, maka dalam Undang-
undang No. 32 Tahun 2009 ada sejumlah penguatan terhadap intrumen pemerintah dalam
pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan sebagaimana disebut dalam Pasal 14
Undang-undang No. 32 Tahun 2009 yang terdiri atas :
a. Kajian Lingkungan Hidup Strategis;
b. tata ruang;
c. baku mutu lingkungan hidup;
d. kriteria baku kerusakan lingkungan hidup;
e. Analisis mengenai dampak lingkungan;
f. UKL-UPL (Upaya Pengelolaan Dan Upaya Pemantauan Terhadap Lingkungan Hidup);
g. perizinan;.
h. instrumen ekonomi lingkungan hidup;
i. peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup;
j. anggaran berbasis lingkungan hidup;
k. analisis risiko lingkungan hidup;
l. audit lingkungan hidup; dan
m. instrumen lain sesuai dengan kebutuhan dan/atau perkembangan ilmu pengetahuan.
Penguatan terhadap intrumen pemerintah di atas antara lain adalah : kewajiban
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah membuat Kajian Lingkungan Hidup Strategis
(KLHS). Kajian itu untuk memastikan pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan
terintegrasi dalam kebijakan, rencana, dan program pembangunan.
Dengan demikian Undang-Undang ini mewajibkan Pemerintah dan pemerintah daerah
untuk membuat Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) untuk memastikan bahwa prinsip
pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu
wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program. Dengan perkataan lain, hasil Kajian
Lingkungan Hidup Strategis harus dijadikan dasar bagi kebijakan, rencana dan/atau program
pembangunan dalam suatu wilayah. Apabila hasil Kajian Lingkungan Hidup Strategis
menyatakan bahwa daya dukung dan daya tampung sudah terlampaui, kebijakan, rencana,
dan/atau program pembangunan tersebut wajib diperbaiki sesuai dengan rekomendasi Kajian
Lingkungan Hidup Strategis dan segala usaha dan/atau kegiatan yang telah melampaui daya
dukung dan daya tampung lingkungan hidup perlu mempertimbangkan;
a. Pemanfaatan sumber daya alam harus didasarkan pada rencana Perlindungan Dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (PPLH) yang menjadi dasar penyusunan rencana pembanhygunan jangka
panjang dan menengah.
b. Penguatan dampak lingkungan untuk mencegah kerusakan lingkungan dengan meningkatkan
akuntablitas, penerapan sertifikasi kompetensi penyusun dokumen analisis mengenai dampak
lingkungan, penerapan sanksi hukum bagi pelanggar. Selain itu, perlu mempertimbangkan
potensi dampak negatif yang ditimbulkan sebagai konsekuensi dari pembangunan, terus
dikembangkan upaya pengendalian dampak secara dini. Analisis mengenai dampak lingkungan
adalah salah satu perangkat preemtif pengelolaan lingkungan hidup yang terus diperkuat melalui
peningkatkan akuntabilitas dalam pelaksanaan penyusunan Analisis mengenai dampak
lingkungan dengan mempersyaratkan lisensi bagi penilai Analisis mengenai dampak lingkungan
dan diterapkannya sertifikasi bagi penyusun dokumen, serta dengan memperjelas sanksi hukum
bagi pelanggar di bidang Analisis, yang menjadi salah satu persyaratan utama dalam
memperoleh izin lingkungan yang mutlak dimiliki sebelum diperoleh izin usaha.
c. Masalah perijinan juga diperkuat dengan menjadikan izin lingkungan sebagai prasyarat
memperoleh izin usaha/kegiatan dan izin usaha/kegiatan dapat dibatalkan apabila izin
lingkungan dicabut. Upaya preventif dalam rangka pengendalian dampak lingkungan hidup perlu
dilaksanakan dengan mendayagunakan secara maksimal instrumen pengawasan dan perizinan.
d. Dalam hal pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup sudah terjadi, perlu dilakukan upaya
represif berupa penegakan hukum yang efektif, konsekuen, dan konsisten terhadap pencemaran
dan kerusakan lingkungan hidup yang sudah terjadi. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu
dikembangkan satu sistem hukum perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang jelas,
tegas, dan menyeluruh guna menjamin kepastian hukum sebagai landasan bagi perlindungan dan
pengelolaan sumber daya alam serta kegiatan pembangunan lain Memperkuat sistem hukum
PPLH dalam hal penegakan hukum lingkungan dengan antara lain pejabat pengawas yang
berwenang menghentikan pelanggaran seketika di lapangan, Penyidik PNS dapat melakukan
penangkapan dan penahanan serta hasil penyidikan disampaikan ke jaksa penuntut umum, yang
berkoordinasi dengan kepolisian.
e. Pejabat pemberi ijin lingkungan yang tidak sesuai prosedur dan pejabat yang tidak
melaksanakan tugas pengawasan lingkungan juga dapat dipidana.
Adanya penguatan terhadap peran pemerintah dalam pengelolaan lingkungan memang
dilatar belakangi semakin meningkatnya kompleksitas permasalahan lingkungan hidup yang
perlu penanganan secara lebih komprehenship. Tetapi pertanyaan besar yang timbul adalah telah
siapkah aparat pemerintah terutama di daerah dalam menjalankan amanat Undang-undang No.
32 Tahun 2009 tersebut ? Pertanyaan ini muncul dengan melihat kasus-kasus lingkungan yang
terjadi di daerah masalahnya adalah bukan terletak karena terbatasnya instrumen pengelolaan
lingkungan tetapi lebih dari itu karena soal sumber daya manusia yang kurang memadai dari segi
jumlah dan kompetensi.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Fungsi dari Undang-Undang Lingkungan Hidup dan Undang-undang Pengelolaan


Lingkungan Hidup/Undang-Undang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup tersebut
harus mampu menjadi dasar dan landasan bagi pembentukan peraturan perundang-undangan
tentang lingkungan hidup, di samping secara khusus memberikan arah serta ciri-cirinya terhadap
semua jenis tata pengaturan lingkungan hidup. Sehingga semua peraturan perundang-undangan
tentang lingkungan hidup dapat terangkum dalam satu sistem Hukum Lingkungaan Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

http://www.bukukerja.com/2014/02/sejarah-perundang-undangan-limgkungan.html

Saleha Sitti.2009. Kerusakan Lingkungan dan Penanggulangannya. Salemba Medika: Jakarta

Http:www//walhi.org.id/penanggulangan_kerusakakan_hutan.html

http://organisasi.org/
usaha_cara_metode_pelestarian_hutan_agar_tidak_gundul_dan_rusak_akibat_eksploitasi_berlebih_d
emi_melestarikan_lingkungan

http://afand.abatasa.com/post/detail/2405/lingkungan-hidup-kerusakan-lingkungan-pengertian-
kerusakan-linkungan-dan-pelestarian-.htm
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas semua limpahan rahmat dan karunia-
Nya sehingga makalah yang berjudul “Sejarah Perundang-Undangan Lingkungan Hidup dan
Jenis-Jenis Peraturan Perundang-Undangan Lingkungan Hidup di Indonesia” dapat terselesaikan
tepat waktu. Tulisan ini terbagi menjadi 3 bagian, yakni : bagian pendahuluan yang memuat latar
belakang, rumusan masalah serta tujuan pengkajian topic tersebut. Bagian kedua mencakup
pembahasan terkait sejarah dan jenis-jenis peraturan perundang-undangan lingkungan hidup di
Indonesia. Bagian ketiga adalah penutup yang berisi simpulan-simpulan tentang sejarah dan
jenis-jenis peraturan perundang-undangan lingkungan hidup di Indonesia.

Penyusun menyadari makalah ini belum sempurna, olehnya penyusun berharap saran dan
kritik yang membangun dari para pembaca untuk perbaikan penulisan di masa yang akan dating.
Akhirnya, penyusun berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan juga dapat
menambah referensi yang ada.

Palu, Februari 2020

Penyusun

Anda mungkin juga menyukai