Anda di halaman 1dari 5

GREEN THOUGHT

Nur Auliani Safitri


1501121335

Isu lingkungan menjadi perhatian dunia sejak tahun 1980.


Banyaknya kerusakan alam yang terjadi sehingga menimbulkan bencana
yang menjadi ancaman bagi kehidupan manusia sehingga muncullah Green
Thought sebagai perspektif dalam hubungan internasional yang berperan
aktif dalam memikirkan kerusakan lingkungan hidup tersebut. Pemanasan
global, kelangkaan sumber daya dan menipisnya lapisan ozon merupakan
contoh permasalahan lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas manusia
dan permasalahan yang seperti itu membutuhkan respon dari berbagai
negara untuk menanggulanginya. Secara mendalam, perspektif ini
membahas sampai kepada sistem negara, struktur utama perekonomian
global, institusi -institusi global, dan bahkan teknologi modern yang
dimanfaatkan secara ekstensif dalam penyelesaian masalah lingkungan
hidup, dalam beberapa hal dianggap kurang tepat dan dianggap sebagai
penyebab dari degradasi lingkungan hidup secara global.1
Tercetusnya deklarasi mengenai kerjasama untuk menjaga
lingkungan hidup dalam konferensi di Stockholm di tahun 1972 menjadi
tanda bahwa masyarakat global mulai serius dalam persoalan lingkungan.
Karena lingkungan merupakan sarana interaksi memiliki pengaruh kuat
dalam hubungan internasional sehingga masalah ini penting untuk dikaji
dalam dunia Internasional.

Green Thought memiliki beberapa asumsi, pertama menekankan


global daripada internasional. Maksudnya disini adalah sangat
diperlukan adanya sebuah komunitas yang bersifat global karena seperti
yang kita ketahui lingkungan sudah menjadi masalah bersama seluruh
penduduk dunia, tidak hanya itu, pengontrolan sumber daya secara mandiri
tentunya sangat diperlukan. Dengan cara ini komunitas ataupun individu

1 Faisyal Rani, Perspektif Green Thought Dalam Paradigma Baru Politik Internasional
(Teori Dan Praktek) dalam Jurnal Transnasional, Vol.4, No. 2, Februari 2013
akan lebih peduli terhadap lingkungan sekitarnya/dalam regionalnya
sehingga ketika semua pihak sudah dapat menjalankan fungsinya dengan
baik maka lingkungan yang diidam-idamkan akan dapat diwujudkan dengan
mudah. Dalam hal ini komunitas lokal dianggap lebih mampu menangani
kasus lingkungan, mereka melihat berdasarkan tidak adanya world
governance seperti PBB yang benar-benar menindaklanjuti permasalahan
lingkungan secara serius dan mendalam. Dengan adanya komunitas lokal
yang lebih kecil daripada negara, bagi mereka, lebih dapat memberikan
perlindungan dan perawatan terhadap lingkungan.

Asumsi yang kedua adalah bahwa tidak sinkron kegiatan yang


dilakukan oleh manusia dengan dunia non-manusia. Manusia mempunyai
kebiasaan hanya mengambil keuntungan dari alam tanpa memperhatikan
lingkungan sekitarnya, sehingga manusia dapat dikatakan tidak menyatu
dengan alam, manusia berlaku seenaknya sendiri dan kehilangan keharusan
mereka dalam mengelola alam, sehingga eksploitasi besar-besaran terjadi
tanpa adanya kepedulian terhadap kelangsungan lingkungan hidup dan
biodiversitas yang bernaung didalamnya, jadi tidak heran jika alam pun tak
bersahabat dengan manusia, hal ini dapat dibuktikan dengan banyak dari
negara-negara maju yang berlomba-lomba meningkatkan sektor dibidang
perindustriannya, namun justru membuat negara-negara maju tersebut
secara tak langsung telah menyumbang Gas Emisi Karbondioksida dalam
jumlah yang besar, tentunya dapat merusak lingkungan serta menjadi
penyebab perubahan iklim. Seperti Amerika Serikat dan China sebagai
negara penyumbang Gas Emisi Karbon terbesar.2 Bahkan Amerika Serikat
dengan kemajuan industrinya itu, tidak bersedia meratifikasi Protokol
Kyoto, beralasan perrekonomian negara akan terganggu jika mereka
meratiikasi Protocol Kyoto.3 Protokol Kyoto itu sendiri merupakan
2Dalam https://insideclimatenews.org/news/20130129/united-states-china-carbon
greenhouse-gas-emissions-renewable-energy-coal-plants-pollution-global-
warwing-climate

3 Dalam www.mongabay.co.id/2012/12/1/cop-1-doha-negara-negara-maju-lepas-
tangan-dari-protocol-kyoto/amp/
perjanjian internasional terkait pemanasan global dalam agenda utama
Konvensi Rangka Kerja PBB mengenai Perubahan Iklim (United Nations
Framework Convention on Climate Change).4 Negara-negara maju tersebut
yang berpendapat bahwa negara mereka sangat peduli terhadap lingkungan,
namun justru negara merekalah yang menyebabkan kerusakan lingkungan
dengan sumbangan Gas Emisi Karbon dari negara-negara tersebut.

Dan asumsi yang ketiga menekankan praktik modern yang terjadi


saat ini, didukung dengan kepercayaan filosofis antroposentris (human-
centered),5 terlihat jelas dengan apa yang terjadi pada dunia modern saat ini,
dimana manusia cenderung melakukan inovasi yang berguna bagi
kepentingan manusia itu sendiri serta sesama manusia lainnya, tergambar
ketika lahirnya revolusi industri di Inggris terlebih setelah ditemukannya
mesin uap oleh James Watt, negara-negara eropa mulai saling bersaing
dalam berinovasi di bidang teknologi guna melancarkan pembangunan
mereka di bidang ekonomi lewat penjelajahan dunia timur, melancarkan
perdagangan ke negara luar, bahkan dalam hal keamanan dengan
meningkatkan persenjataan militernya. Hal tersebut hanya memikirkan
keefektifitas penggunaan barang yang dihasilkan tetapi tidak memikirkan
dampak terhadap lingkungan hidup. Dari contoh ini jelas bahwa penemuan
manusia di bidang teknologi yang juga memudahkan, namun bahkan
berdampak sangat negatif terhadap lingkungan hidup.

Jadi, dengan begitu Green thought berpendapat bahwa Negara


sekalipun dapat menjadi penyebab utama perusakan lingkungan karena
penggunaan teknologi-teknologi serta kemajuan dari sektor industri negara
tersebut. Seperti pembukaan lahan pertanian atau perkebunan warga ataupun
hutan alami dialihfungsikan menjadi lahan industrial, tempat perkumpulan
asap-asap yang dihasilkan cerobong asap tersebut yang dengan senang hati
merusak lingkungan sekitar. Pada bidang transportasi pun yang ditopang
4 Dalam http://unfccc.int/kyoto_protocol/items/2830.php

5 Jill steans & Llyod Pettiford, Hubungan Internasiona: Perspektif dan Tema, Pentj. Deasy
Silvya Sari, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2009, Hal.. 210-217.
oleh kemajuan teknologi yang tujuannya untuk memudahkan kehidupan
manusia, namun nyatanya pada saat ini transportasi jadi penghambat
kegiatan manusia. Terjadinya kemacetan di kota besar akan yang berimbas
terjadinya pemborosan bahan bakar, produksi polusi udara yang akhirnya
berdampak pada kerusakan lingkungan tadi akibat dari campur tangan
manusia yang kurang berkompeten dalam masalah ekologi.

Dengan melihat dunia yang seperti ini, penggambaran permasalahan


lingkungan seperti apa yang telah dipaparkan oleh perspektif Green Thought
ini semestinya sudah jadi kajian utama dalam suatu hubungan internasional.
Tidak hanya fokus terhadap isu pertahanan dan keamanan negara, militer,
perdagangan, ekonomi, politik dan sosial budaya saja yang menjadi
perhatian khusus, namun masalah lingkungan ini juga harus mendapat
perhatian khusus dari dunia internasional, mengingat kembali urgensi yang
terjadi dewasa ini yang mana bagaimanapunj juga lingkungan tetaplah
menjadi faktor pendukung yang utama dalam kehidupan masyarakat
internasional.
Dalam Hubungan Internasional sebagaimana telah diketahui bahwa
fokusnya adalah pada konflik internasional, khususnya perang antar negara.
Sebagian penstudi HI berpendapat konflik yang serupa berasal dari masalah
lingkungan hidup bukanlah konflik antara negara, tetapi dalam negeri itu sendiri.
Thomas Homer-Dixon berpendapat bahwa kelangkaan lingkungan hidup
menimbulkan konflik-konflik yang berintensitas rendah, lalu berkelanjutan, yang
memang mungkin tidak mengakibatkan konfrontasi yang dramatis tetapi dapat
melemahkan pemerintahan. Tidak sampai disitu, Homer-Dixon juga berpendapat
bahwa negara-negara yang mengalami permasalahan internal yang kronis oleh
tekanan lingkungan hidup kemungkinan akan terpecah atau menjadi lebih otoriter,
dan rezim otoriter mungkin cenderung melakukan serangan terhadap negara-negara
lain untuk mengalihkan perhatian umum dari tekanan-tekanan internal. 6 Sehingga
fokus analisis para penstudi HI terletak pada hubungan antara permasalahan
internasional dan permasalahan di dalam negeri. permasalahan lingkungan hidup
mampu memberikan tekanan pada negara untuk terlibat dalam kerja sama

6 Homer-Dixon, Thomas, 1999. in; Jackson, R., & Sorensen, G., Introduction to
International Relations, Oxford University Press. hal. 327
internasional yang lebih besar yang disebabkan karena degradasi lingkungan hidup
yang dapat dikatakan sebagai ancaman bukan bagi negara melainkan bagi
keseluruhan manusia.7

7 Jackson, R., & Sorensen, G., 1999. Introduction to International Relations,


Oxford University Press. pp. 325-327

Anda mungkin juga menyukai