Anda di halaman 1dari 21

PRAKTIKUM ZOOLOGI INVERTEBRATA

Diajukan untuk Memenuhi Mata Kuliah Zoologi Invertebrata

Dosen: Aa Juhanda, M.Pd.

Disusun oleh:

Andri Kurnia R. (1631011008)

Eka Lesaman (1631011003)

Lulu Robiatul Fajrin N. (1631011011)

Lusi Kusherawati (1631011028)

Luthfiyah Zahro (1631011013)

Utami Khofifah (1631011015)

PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUKABUMI


BAB I
PENDAHULUAN
A. Landasan Teori
Platyhelminthes merupakan cacing yang berbentuk pipih dan
mempunyai tubuh simetri radial.Ukuran tubuh dari cacing ini bervariasi
mulai yang tampak mikroskopis beberapa milimeter hingga berukuran
panjang belasan meter.Sebagian besar cacing pipih tidak
berwarna.Sementara yang hidup bebas ada yang berwarna coklat, abu,
hitam atau berwarna cerah.Warna ini disebabkan karena adanya pigmen
pada tubuhnya.Bagian ujung anterior pada cacing ini berupa kepala.Pada
bagian ventralnya terdapat mulut atau lubang genital.Mulut dan lubang
genital ini jelas pada Turbellaria, tetapi tidak tampak jelas pada Trematoda
dan Cestoda (Kastawi, 2005).
Bentuk tubuh Platyhelminthes beragam, dari yang berbentuk pipih
memanjang, seperti pita maupun seperti daun. Bagian tubuhnya ada yang
tertutupi oleh lapisan epidermis bersilia yang tersusun oleh sel-sel
sinsitium pada classis Turbellaria dan ada juga yang tertutup oleh kutikula
pada classis Trematoda dan Cestoda. Kerangka luar dan dalam sama sekali
tidak ada sehingga tubuhnya lunak. Bagian yang keras hanya ditemukan
pada kutikula, duri, dan gigi pencengkram.Tubuhnya tidak mempunyai
rongga tubuh (acoela).Ruangan-ruangan di dalam tubuh yang ada diantara
berbagai organ terisi dengan mesenkim yang biasanya disebut parenkim
(Kastawi, 2005).
Platyhelminthes mempunyai alat kelamin yang tidak terpisah
(hermafrodit), artinya dalam satu species terdapat alat reproduksi jantan
maupun betina kecuali pada beberapa familia dari Digenia.Sistem
reproduksi pada kebanyakan cacing pipih sangat berkembang dan
kompleks.Pada kebanyakan cacing pipih telurnya tidak mempunyai kuning
telur, tetapi dilengkapi oleh sel yolk khusus yang tertutup oleh cangkok
telur.Pada classis platyhelminthes ada yang bisa melakukan pembuahan
sendiri ada juga yang tidak dapat melakukan pembuahan sendiri.Yang bisa
melakukan pembuahan sendiri adalah classis Trematoda dan Cestoda,
sedangkan pada classis Turbellaria tidak dapat melakukan pembuahan
sendiri (Kastawi, 2005).
Platyhelminthes belum mempunyai alat pernapasan khusus.
Pengambilan oksigen bagi anggota yang hidup bebas dilakukan secara
difusi melalui permukaan tubuhnya sedangkan anggota yang hidup sebagai
parasit bernapas secara anaerob, artinya respirasi berlangsung tanpa
oksigen.Hal ini karena Platyhelminthes yang parasit hidup dalam
lingkungan yang kekurangan oksigen.Cacing ini sudah mulai maju dalam
hal sistem ekskresinya walaupun masih sangat sederhana. Selain itu
Platyhelminthes sudah memiliki alat-alat pencernaan yang mendukung
sistem pencernaannya antara lain terdiri dari mulut, faring, dan usus,
walaupun pada classis tertentu ada yang tidak memiliki mulut yaitu
Cestoda (Kastawi, 2005).
Habitat Platyhelminthes adalah di laut, perairan tawar, dan daratan
yang lembap.Platyhelminthes yang hidup tidak parasit biasanya berlindung
dibawah bebatuan, daun, mata air, dan lain-lain.Sedangkan
Platyhelminthes yang parasit membutuhkan beberapa macam inang untuk
kelangsungan hidupnya. Ada yang hidup di ternak mammalia, peredaran
darah manusia, kantung kemih katak, otot babi, unggas, dan beberapa jenis
vertebrata lainnya (Kastawi, 2005)

1. Klasifikasi Platyhelminthes
a. Turbellaria
Hampir semua Turbellaria hidup bebas dan kebanyakan hidup di
laut.Turbellaria air tawar yang paling dikenal adalah anggota-anggota
genus Dugesia, umumnya disebut Planaria.Berlimpah di kolam-kolam
dan sungai-sungai kecil yang tidak tercemar, Planaria sp. memakan
hewan-hewan yang lebih kecil atau memakan bangkai hewan.Mereka
bergerak dengan silia pada permukaan ventralnya, meluncur di
sepanjang lapisan mukus yang disekresikannya. Beberapa Turbellaria
yang lain juga menggunakan otot-ototnya untuk berenang melalui air
dengan gerakan berdenyut (Campbell, Reece, Urry, Cain, Wasserman,
Minorsky, Jackson, 2008).
Beberapa Planaria sp. dapat bereproduksi secara aseksual
melalui fisi.Induk berkonstriksi kira-kira dibagian tengah tubuhnya,
memisah menjadi ujung kepala dan ujung ekor, masing-masing ujung
kemudian meregenerasikan bagian bagian yang hilang.Reproduksi
seksual juga terjadi.Planaria hermafrodit, dan pasang-pasang yang
kawin umumnya saling melakukan fertilisasi silang (Campbell et al.,
2008).
b. Trematoda
Trematoda memiliki bentuk tubuh seperti daun.Tubuhnya
tertutupi oleh kutikula.Saluran pencernaan makanannya lengkap, tanpa
anus.Terdiri dari mulut, faring, dan intestin.Organ ekskresi berupa
protonefridia.Bersifat hermafrodit, kecuali pada beberapa familia dari
Digenia. Cacing Schistosoma haematobium memiliki alat kelamin yang
terpisah tetapi antara cacing jantan dan cacing betina selalu melekat
satu sama lain (Kastawi, 2005).
Trematoda hidup sebagai parasit di dalam tubuh hewan lain.
Kebanyakan memiliki alat penghisap (sucker) yang melekat ke organ-
organ internal atau permukaan-permukaan luar dari hewan
inang.Lapisan luar yang keras membantu melindungi parasit di dalam
inangnya.Organ-organ reproduksi menempati hampir di seluruh bagian
dalam dari cacing-cacing ini (Campbell et al., 2008).
c. Cestoda
Cacing pita (Cestoda) bersifat parasit.Cacing pita dewasa sebagian
besar hidup didalam vertebrata, termasuk manusia.Pada kebanyakan
cacing pita, bagian ujung anterior atau scolex dipersenjatai dengan
penghisap dan kait yang digunakan untuk melekatkan diri ke lapisan
usus inangnya.Cacing pita tidak memiliki mulut dan rongga
gastrovaskular.Mereka mengabsorpsi nutrien yang dilepaskan oleh
pencernaan di dalam usus inang.Absrorpsi terjadi di seluruh permukaan
tubuh cacing pita (Kastawi, 2005).

d. Daur Hidup Fasciola hepatica


Fasciola hepatica hidup parasit didalam empedu atau dalam
pembuluh darah hati manusia dan hewan ternak seperti sapi, babi,
kerbau, dan domba.Daur hidup Fasciola hepatica sebagai berikut.

Telur mirasidium masuk ke tubuh Lymnea (siput air tawar)


sporokista redia serkaria metaserkaria kista masuk ke
tubuh domba, lembu, biri-biri, atau kerbau cacing dewasa
(Kusumawati, Hidayat, Retnaningati, 2012).

B. Tujuan
Kegiatan praktikum ini bertujuan agar mahasiswa dapat:
1. Mengobservasi morfologi dan anatomi cacing Pltyhelminthes
2. Menyatakan hasil observasi dengan gambar dan deskripsi

C. Metode Praktikum
1. Alat dan bahan
a. Alat
1) Mikroskop monokuler dan binokuler beserta perlengkapannya
2) Pisau bedah
3) Kaca arloji
4) Alat tulis (pensil dan buku)
5) Kamera atau handphone

b. Bahan
1) Preparat segar cacing Plathyhelmintes

2. Cara kerja
Untuk pengamatan anatomi Planaria, Fasciola hepatica, dan Taenia sp.
a. Preparat awetan Planaria yang telah disediakan diambil kemudian
diamati dengan menggunakan mikroskop.
b. Bagian-bagian seperti mulut, faring, usus pada bagian depan dan
belakang diamati.
c. Preparat awetan sayatan melintang dari Planaria diamati dan tentukan
bagian-bagian:
1) Faring, berupa rongga/lingkaran besar terdapat di tengah tubuh.
2) Usus, di kiri kanan faring.
3) Batang syaraf, di bagian ventral.
4) Silia, epidermis, otot longitudinal, dorsoventral dan melingkar.
d. Lalu preparat awetan Fasciola hepatica diamati dengan mikroskop
binokuler dan tentukan bagian-bagian :
1) Oral sucker dan ventral sucker.
2) Faring
3) Usus, yang bercabang-cabang.
4) Kelenjar yolk
5) Testis dan uterus.
e. Preparat awetan Taenia sp. diamati dan tentukan bagian-bagian :
1) Kepala (scolex) yang memiliki : sucker (alat penghisap), rostellum
(karangan kait), hooks (kait).
2) Leher (neck)
3) Proglotid dewasa, berisi : uterus, testis, kelenjar yolk, vagina dan
lubang genital.
Untuk pengamatan tahapan-tahapan siklus hidupFasciola hepatica pada
siput Lymnea sp.
a. Beberapa siput Lymnea sp. dipecahkan dengan pinset di dalam kaca
arloji atau gelas piala yang telah berisi air bersih. Jika terdapat larva
cacing akan tampak serbuk-serbuk halus berwarna keputih-putihan.
b. Cairan yang mengandung benda keputih-putihan tadi diteteskan pada
kaca objek bersih, kemudian ditutup dengan hati-hati dan diamati
dibawah mikroskop.
c. Tahap-tahap siklus cacing hati diamati serta ditentukan :
1) Metaserkaria (berupa kista)
2) Serkaria (larva yang berekor)
3) Redia (kista yang berisi cercaria muda)
4) Sporokista (kista yang berisi redia muda)
BAB II
HASIL & PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan
Tabel 1 Identifikasi Phyllum Platyhelminthes berdasarkan struktur tubuh

No Nama Simetri Bentuk Beruas/p Mulut Anus Intestine Sucker Alat Classis
Species Tubuh tubuh roglotid reproduksi

Tidak
1 Dugesia sp. Bilateral Pipih Tidak Ada Ada Tidak ada Ada Turbellaria
ada

Taenia Tidak Tidak


2 Bilateral Pipih Ya Tidak ada Ada Ada Cestoda
saginata ada ada

Tidak Tidak
3 Taenia sp. Bilateral Pipih Ya Tidak ada Ada Ada Cestoda
ada ada

Echinococcus Tidak Tidak


4 Bilateral Pipih Ya Tidak ada Ada Ada Cestoda
granulosus ada ada

Taenia Tidak Tidak


5 Bilateral Pipih Ya Tidak ada Ada Ada Cestoda
serrata ada ada

Moniezia Tidak Tidak


6 Bilateral Pipih Ya Tidak ada Ada Ada Cestoda
expanza ada ada

Fasciola Tidak
7 Bilateral Pipih Tidak Ada Ada Ada Ada Trematoda
hepatica ada

Taenia Tidak Tidak


8 Bilateral Pipih Ya Tidak ada Ada Ada Cestoda
pisiformis ada ada
Thysanosoma Tidak Tidak
9 Bilateral Pipih Ya Tidak ada Ada Ada Cestoda
actinoides ada ada

10
Tidak Tidak
Taenia solium Bilateral Pipih Ya Tidak ada Ada Ada Cestoda
ada ada

B. Pembahasan
Dalam parktikum ini, diamati empat spesies dari Phyllum Platyhelminthes,
yakni:
1. Euplanaria sp.
Kingdom:Animalia
Philum:Platyhelminthes
Kelas:Turbellaria
Ordo:Tricladida
Familia:Paludicola
Genus:Euplanaria
Spesies : Euplanaria sp

Planaria merupakan cacing pipih, yang hidup bebas di perairan yang jernih
dengan ukuran tubuhnya yang kecil (Soemadji,1994/1995). Planaria
tubuhnya selain pipih juga lonjong, dan lunak dengan panjang tubuh kira-
kira antara 0,5-75mm. Bagian anterior (kepala) berbentuk segi tiga
memiliki dua buah bintik mata Bintik mata Planaria hanya berfungsi untuk
membedakan intensitas cahaya dan belum merupakan alat penglihatan
yang dapat menghasilkan bayangan (Soemadji,1994).
Planaria tubuhnya pipih, lonjong dan lunak dengan panjang tubuh kira-kira
antara 5-25 mm. Bagian anterior (kepala) berbentuk segitiga tumpul,
berpigmen gelap kearah belakang, mempunyai 2 titik mata di mid dorsal.
Titik mata hanya berfungsi untuk membedakan intensitas cahaya dan
belum merupakan alat penglihat yang dapat menghasilkan bayangan
(Soemadji, 1994/1995).

Lubang mulut berada di ventral tubuh agak kearah ekor, berhubungan


dengan pharink (proboscis) berbentuk tubuler dengan dinding berotot,
dapat ditarik dan dijulurkan untuk menangkap makanan. Di bagian kepala,
yaitu bagian samping kanan dan kiri terdapat tonjolan menyerupai telinga
disebut aurikel. Tepat di bawah bagian kepala terdapat tubuh menyempit,
menghubungkan bagian badan dan bagian kepala, disebut bagian leher. Di
sepanjang tubuh bagian ventral diketemukan zona adesif. Zona adesif
menghasilkan lendir liat yang berfungsi untuk melekatkan tubuh planaria
ke permukaan benda yang ditempelinya. Di permukaan ventral tubuh
planaria ditutupi oleh rambut-rambut getar halus, berfungsi dalam
pergerakan (Jasin, 1984).

Siklus hidup Euplanaria sp.

Reproduksi merupakan proses pembentukan individu baru. Cacing


Planaria yang sudah mencapai dewasa, mempunyai sistem reproduksi
jantan dan betina, jadi bersifat monoecous (hermaprodit). Testis dan
ovarium Planaria berkembang dari sel-sel formatif dari parenchym.
Perkembangbiakan Planaria secara aseksual terjadi dengan pembelahan
arah transversal. Seekor cacing Planaria dapat mengalami kontriksi
(penyempitan) biasanya di belakang faring, kemudian membelah dan
masing-masing potongan melengkapi bagian tubuhnya menjadi individu-
individu baru. Reproduksi secara seksual, dua Planaria saling melekat
pada sisi ventral-posterior tubuhnya dan terjadi kopulasi, penis masing-
masing dimasukkan kedalam atrium genitalis. Sperma dari vesikula
seminalis pada sistem reproduksi jantan masing-masing masuk ke seminal
reseptacle cacing pasangannya, saling bertukaran produk sex antara dua
individu yang berbeda di sebut cross fertilisasi, dan transfer langsung
sperma dari jantan ke organ kelamin betina di sebut fertilisasi internal.
Setelah perkawinan selesai, 2 cacing tersebut memisah, dan sperma
mengadakan migrasi di dalam oviduck, untuk membuahi telur-telur.
Beberapa zygot dan banyak sel-sel yolk kemudian bersatu didalam kapsul
yang terpisah (di dalam kulit telur, di buat oleh dinding atrium kemudian
keluar). Perkembangan secara langsung tidak ada stadium larva.
Perkembangan planaria secara aseksual di alam, dilakukan selain bulan
februari-maret. Kondisi lingkungan selain bulan tersebut, planaria sudah
dewasa / maksimum dalam beregenerasi, sehingga planaria mengalami
kontriksi atau penyempitan di belakang faring, terjadinya kontriksi karena
sel-sel cuboid yang menutupi bagian luar permukaan tubuh, kemudian
dengan adanya dorongan dari otot-otot sirkuler dan longitudinal akan
berkontraksi dan menimbulkan perubahan bagian tubuh diantara epidermis
dan tractus digestivus yang berguna untuk membantu distribusi makanan
dan pengeluaran sisa-sisa makanan terhambat dan kemudian terjadi
pembelahan (Radiopoetra,1990). Selain itu faktor abiotik yang minimum
membantu perkembangan planaria secara aseksual (Isnaini,2003)

2. Fasciola hepatica
Kingdom : Animalia
Phyllum : Platyhelminthes
Classis : Trematoda
Ordo : Echinostomida
Familia : Fasciolidae
Genus : Fasciola
Species : Fasciola hepatica

Fasciola hepatica dewasa mempunyai panjang tubuh antara 12.22-


29.00 mm (Periago, et al. dalam Ericka, 2012).Species ini berbentuk pipih,
memiliki usus yang bercabang, biasanya hidup di saluran empedu pada
sapi. Sesuai dengan pendapat Brown dalam Ericka (2012) Fasciola
hepatica berbentuk pipih seperti daun dengan bentuk bahu yang khas yang
disebabkan oleh kerucut kepalanya (chepalic cone), batil hisap kepala dan
perut yang sama besarnya di daerah kerucut kepala, usus dengan banyak
cabang di vertikulum, testis yang bercabang banyak dan tersusun sebagai
tandem, kelenjar vitellaria yang bercabang-cabang secara merata di bagian
lateral dan posterior badan, uterus pendek dan berkelok-kelok.

Fase larva Fasciola hepatica pada tubuh siput Lymnea sp. yang telah
kami amati, terdiri dari fase sporokista, fase redia I, fase redia II, dan fase
serkaria. Siput Lymnea sp. dijadikan inang karena memiliki lendir dan
tubuhnya cocok bagi keberlangsungan hidup dari larva Fasciola hepatica.
Kami membedakan setiap fase larva Fasciola hepatica yang ada pada
Lymnea sp. dengan cara memperhatikan struktur dari larvanya. Pada fase
sprokista, larva cenderung diam, memiliki kista dan di dalamnya terdapat
redia muda, pada fase ini tidak terdapat faring. Pada fase redia I, kami
melihat adanya faring dan larva mengandung serkaria muda tanpa ekor,
sedangkan pada fase redia II, di dalamnya terdapat serkaria yang aktif
bergerak, pada fase ini juga memiliki faring. Kemudian fase serkaria, pada
fase ini serkaria keluar dari dalam redia II dan kami melihat larva serkaria
ini memiliki ekor.
3. Taenia Saginata
Kingdom : Animalia
Phyllum : Platyhelminthes
Classis : Cestoda
Ordo : Cyclophyllidea
Familia : Taeniidae
Genus : Taenia
Species : Taenia saginata
Taenia saginata merupakan cacing terbesar dari spesies yang
termasuk dalam genus Taenia .Panjang cacing dewasa biasanya 4 sampai
10 m. Tubuhnya bersegmen. Tubuh berwarna putih dan terdiri dari tiga
bagian : scolex , leher dan Strobila . Scolex terdiri dari empat pengisap,
tetapi tidak memiliki kait.(Jr. Washington, Allen, Janda, Koneman,
Procop, Paul, Gail, 2006).Dikelompokkan ke dalam classis Cestoda karena
memiliki scolex, bersegmen dan hidup sebagai parasit. Species ini
berparasit di tubuh hewan karnivora khususnya anjing.Perantaranya ialah
manusia, kambing, domba, sapi, dan lain-lain.Larva dari pecies ini
menyebabkan penyakit hidatidosis (Chopperandco, 2013).
Siklus hidup taenia saginata

4. Taenia solium
Kingdom : Animalia
Phyllum : Platyhelminthes
Classis : Cestoda
Ordo : Cyclophyllidea
Familia : Taeniidae
Genus : Taenia
Species : Taenia solium
Species ini biasanya menjadi parasit pada babi.Tidak berpigmen,
memiliki alat hisap dan kait, tidak memiliki mulut tapi memiliki scolex
yang menjadi salah satu alasan kenapa species ini dikelompokkan ke
dalam classis Cestoda.Sesuai dengan salah satu pendapat bahwa Cacing
pita (Cestoda) bersifat parasit.Cacing pita dewasa sebagian besar hidup
didalam vertebrata, termasuk manusia.Pada kebanyakan cacing pita,
bagian ujung anterior atau scolex dipersenjatai dengan pengisap dan kait
yang digunakan untuk melekatkan diri ke lapisan usus inangnya.Cacing
pita tidak memiliki mulut dan rongga gastrovaskular.Mereka
mengabsropsi nutrien yang dilepaskan oleh pencernaan di dalam usus
inang.Absrorpsi terjadi di seluruh permukaan tubuh cacing pita (Kastawi,
2005).
Siklus hidup Taenia solium.
BAB III
A. Kesimpulan
1. Keanekaragaman phyllum Platyhelminthes yang telah diamati diantaranya:
Euplanaria sp.,Taenia solium, Taenia saginata, Taenia pisiformis, dan
Fasciola hepatica.
2. Platyhelminthes adalah hewan multiseluler berupa cacing pipih
dorsoventral yang tidak memiliki coelom dan simetri tubuhnya simetri
bilateral. Platyhelminthes termasuk triploblastik karena tersusun dari tiga
lapis jaringan yaitu ektoderm (menyusun lapisan luar seperti epidermis),
mesoderm (lapisan tengah), dan endoderm (menyusun lapisan dalam seperti
sistem pencernaan). Epidermis pada classis Turbellaria mengandung silia,
lendir, dan bintik mata, sedangkan pada Trematoda dan Cestoda
epidermisnya mengandung kutikula dan memiliki alat penghisap (sucker)
dan kait (hook) untuk menempel pada hospesnya. Platyhelminthes tidak
memiliki rangka, sistem respirasi, dan sistem peredaran darah. Sistem
ekskresinya menggunakan sel api atau aprotonephridia yang terdapat pada
nefridiofor. Sistem saraf dengan sepasang ganglion anterior yang
dihubungkan dengan satu atau tiga pasang tali saraf longitudinal dan
transversal.
3. Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa phyllum
Platyhelminthes terbagi ke dalam tiga classis yang didasari oleh perbedaan
struktur tubuhnya. Ketiga classis tersebut adalah: Turbellaria, Trematoda,
dan Cestoda. Adapun species yang berhasil kami amati dan kami
kelompokkan diantaranya spesimen yang termasuk ke dalam classis
Trematoda diantaranya Fasciola hepatica, karena memiliki mulut dibagian
anterior, memiliki sucker dan alat pencernaan. Sedangkan Taenia solium,
Taenia saginata, ke dalam classis Cestoda karena tidak memiliki alat
pencernaan, memiliki scolex (kepala) yang terdiri dari hooks (kait),
rostellum (karangan kait), sucker (alat penempel dan penghisap) dan
struktur tubuh terdiri dari proglotid atau bersegmen.
4. Ciri khas classis Turbellaria yaitu memiliki bintik mata di bagian anterior,
mulut di bagian ventral, alat pencernaan, tidak memiliki sucker. Classis
Trematoda memiliki ciri khas mempunyai alat pencernaan, sucker dan
mulut dibagian anterior. Sementara classis Cestoda tidak memiliki alat
pencernaan dan memiliki scolex (kepala) yang terdiri dari hooks (kait),
rostellum (karangan kait), sucker (alat penempel dan penghisap) dan
struktur tubuh terdiri dari proglotid atau bersegmen.
LAMPIRAN

A. Jawaban Pertanyaan
1. Dapatkah anda menemukan persamaan yang dimiliki oleh setiap species
yang anda temukan? Tuliskan persamaan-persamaan tersebut!
Jawaban:
Berdasarkan hasil pengamatan yang penulis lakukan dapat diamati
persamaan yang dimiliki oleh ketiga classis dalam phyllum
Platyhelminthes, yaitu tubuhnya bilateral simetris; memiliki tiga lapisan
sel (triploblastik); tubuhnya pipih dorsoventral; memiliki alat penghisap
(sucker); alat pencernaan tidak komplit, memiliki mulut tetapi tidak ada
anus, intestine bercabang-cabang, sedangkan pada cestoda tidak memiliku
mulut; tidak memiliki coelom (triploblastik acoelom); tidak memiliki
rangka, sistem respirasi, dan sistem peredaran darah; sistem ekskresi
berupa sel api; sistem saraf tangga tali.
2. Dapatkah anda menemukan perbedaan yang dimiliki oleh setiap species
tersebut sehingga dimasukkan pada classis yang berbeda? Tuliskan
perbedaan-perbedaannya!
Jawaban:
Turbellaria: bentuk pipih memanjang dan memiliki cilia pada bagian
ventral tubuhnya yang digunakan untuk bergerak sehingga disebut cacing
getar; Trematoda: memiliki bentuk seperti daun, memiliki alat penghisap
(sucker) dan hook yang digunakan untuk melekat pada tubuh inangnya
sehingga disebut cacing hisap; Cestoda: tubuhnya berupa strobilus yang
terdiri dari beberapa proglotid sehingga membentuk pita, oleh karena itu
cestoda disebut sebagai cacing pita, mulutnya terletak di bagian anterior.
3. Tuliskan ciri khas dari tiap-tiap classis pada kolom berikut:
Classis Ciri Khas
Hidup bebas, tidak beruas, epidermis
bersilia, bentuknya pipih memanjang,
Turbellaria mulut terletak di bagian ventral, tidak
mempunyai alat penghisap, umumnya
berpigmen
Hidup sebagai parasit, tidak beruas,
tidak bersilia, epidermis dilapisi
kutikula, bentuknya seperti daun, alat
Trematoda
penghisap satu atau lebih, mulut terletak
di bagian anterior, saluran pencernaan
bercabang dua
Hidup sebagai parasit, epidermis dilapisi
kutikula, tidak bersilia, tubuhnya
bersegmen/ruas, bentuknya seperti pita,
tidak berpigmen, tidak mempunyai
Cestoda
saluran pencernaan, mempunyai kepala
(Scolex) di bagian anterior dengan
sucker dan kait untuk melekatkan tubuh,
memiliki hospes sementara
4. Tuliskan kegunaan dan manfaat dari species-species Platyhelminthes yang
anda temukan:
Jawaban:
Planaria berperan sebagai salah satu makanan bagi organisme lain,
contohnya ikan. Sedangkan Fasciola hepatica dapat menyebabkan
penyakit hati pada manusia, Taenia sp. dapat menjadi parasite pada hati
dan tubuh manusia.
5. Dari teori perkuliahan atau buku sumber yang anda peroleh mengenai
phyllum Platyhelminthes, lengkapilah table berikut ini:
Phyllum Platyhelminthes
Alat pencernaan tidak lengkap terdiri atas mulut,
Pencernaan faring, dan intestine yang bercabang-bercabang
Makanan kecuali pada classis cestoda tidak memiliki alat
pencernaan.

Ekskresi Alat ekskresi berupa sel api

Pernapasan Tidak memiliki sistem pernapasan

Sistem saraf dengan sepasang ganglia anterior yang


dihubungkan dengan satu atau tiga pasang tali saraf
Sistem Syaraf
longitudinal dan tali-tali saraf transversal, disebut
sistem saraf tangga tali
Setiap individu memiliki alat reproduksi jantan dan
betina (berumah satu), ada yang tidak dapat
melakukan fertilisasi sendiri (Turbellaria), tetapi
Reproduksi
umumnya dapat (Trematoda dan Cestoda). Fertilisasi
internal, umumnya memiliki bentuk larva tetapi ada
juga yang tidak
DAFTAR PUSTAKA

Agisni, G.I. (2012). Phyllum Platyhelminthes. [Online]. Tersedia di:


gitaintanagisni.blogspot.com.Diakses 13 Maret 2014.

Campbell, Reece, Michael. (2008). Biologi Edisi Kedelapan Jilid 2.Jakarta :


Erlangga
Ericka, D. (2012). Fasciola hepatica (Cacing Hati).[Online]. Tersedia di:
http://erickbio.wordpress.com/2012/08/12/fasciola-hepatica-cacing-hati/.
Diakses 14 Maret 2014.

Kusumawati, R., Hidayat, M., dan Retnaningati, D. (2012) Detik-detik Ujian


Nasional Biologi.Klaten : Intan Pariwarna.

Mirza, I., Kurniasih. (2002). Identifikasi Cacing Eurytrema sp. Pada Ternak Sapi
Berdasarkan Ciri-ciri Morfologis.[Online]. Tersedia di:
http://peternakan.litbang.deptan.go.id/fullteks/semnas/pronas02-72.pdf
.Diakses 14 Maret 2014.

Roberts, L. S., and J. Janovy. Gerald d. schmidt & larry s.(2005). Roberts'
Foundations of Parasitology.8th Edition. Missouri: McGraw-Hill
Science/Engineering/Math.

Syulasmi,A. Sriyati, S. Peristiwati. (2011). Petunjuk Praktikum Zoologi


Invertebrata. Bandung: Universitas Pendidikan Biologi.

Winn, Jr. Washington; Allen, Stephen; Janda, William; Koneman, Elmer;


Procop, Gary; Schreckenberger, Paul; Woods, Gail (2006).Koneman's
Color Atlas and Textbook of Diagnostic Microbiology (6th ed.).
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. pp. 12821284

Anda mungkin juga menyukai