Anda di halaman 1dari 9

Platyhelminthes

D
I
S
U
S
U
N
Oleh :
Kelompok 4 :
1. Chika Auralia
2. Gita Olivia
3. Sigit Arevanza
4. Suci Fazawana

SMA N 1 Matauli Pandan


2022
Bab I
Pendahuluan
A.Latar Belakang

Platyhelminthes adalah bagian dari filum dalam Krajaan Animalia.


Filum ini mencakup semua cacing pipih kecuali Nemertea. Tubuh dari
Platyhelminthes ini pipih dosoventral dan tidak bersegmen. Umumnya,
golongan cacing pipih hidup di sungai, danau, laut, atau sebagai parasit di
dalam tubuh organisme lain. Cacing golongan ini sangat sensitif terhadap
cahaya. Platyhelminthes tergolong triploblastik aselomata karena memiliki
tiga lapisan embrional yang terdiri dari ektoderma, endoderma, dan
mesoderma. Sistem pencernaan cacing pipih disebut sistem gastrovaskuler,
dimana peredaran makanan tidak melalui darah tetapi oleh usus. Sistem
pencernaan cacing pipih dimulai dari mulut, faring, dan dilanjutkan
ke kerongkongan. Di belakang kerongkongan ini terdapat usus yang
memiliki cabang ke seluruh tubuh. Dengan demikian, selain mencerna
makanan, usus juga mengedarkan makanan ke seluruh tubuh. Selain itu,
cacing pipih juga melakukan pembuangan sisa makanan melalui mulut
karena tidak memiliki anus. Cacing pipih tidak memiliki sistem transpor
karena makanannya diedarkan melalui sistem gastrovaskuler. Sementara itu,
gas O2 dan CO2 dikeluarkan dari tubuhnya melalui proses difusi. Cacing
pipih dapat bereproduksi secara aseksual dengan fragmentasi dan
secara seksual dengan perkawinan silang, walaupun hewan ini
tergolong hermafrodit. Platyhelminthes dapat dibedakan menjadi 3 kelas,
yaitu Turbellaria (cacing bulu getar), Trematoda (cacing isap), Monogenea,
dan Cestoda (cacing pita). Beberapa spesies Platyhelminthes dapat
menimbulkan penyakit pada manusia dan hewan. Salah satu diantaranya
adalah genus Schistosoma yang dapat menyebabkan skistosomiasis,
penyakit parasit yang ditularkan melalui siput air tawar pada manusia.
Apabila cacing tersebut berkembang di tubuh manusia, dapat terjadi
kerusakan jaringan dan organ seperti kandung kemih, ureter, hati, limpa,
dan ginjal manusia. Umumnya Platyhelminthes merupakan cacing yang
merugikan karena bersifat parasit pada manusia dan hewan, namun terdapat
spesies platyhelminthes (cacing pipih) yang tidak merugikan manusia atau
hewan yaitu planaria.
Bab II
Isi
A. Pengertian

Platyhelminthes berasal dari bahasa Yunani “Platy” artinya pipih serta


“helminthes” artinya cacing, oleh sebab itu Platyhelminthes sering disebut
cacing bertubuh pipih (cacing pipih). Dikategorikan bentuk pipih, karena
memiliki tubuh yang memipih secara dorsoventral (di antara permukaan
atas dan bawah). Platyhelminthes merupakan hewan triploblastik
(mempunyai 3 lapisan tubuh) yaitu ektodermis (lapisan luar), mesodermis
(lapisan tengah), dan endodermis (lapisan dalam). Selain itu Cacing ini
tergolong hewan aselomata atau tidak memiliki rongga tubuh. Cacing ini
hidup bebas dan parasit di air tawar, laut, dan tempat-tempat yang lembab
dan hidup parasit dalam tubuh inangnya.
B. Ciri-Ciri

Tubuh pipih dosoventral dan tidak bersegmen. Umumnya, golongan


cacing pipih hidup di sungai, danau, laut, atau sebagai parasit di dalam
tubuh organisme lain. Cacing golongan ini sangat sensitif terhadap cahaya.
Beberapa contoh Platyhelminthes adalah Planaria yang sering ditemukan di
balik batuan (panjang 2–3 cm), Bipalium yang hidup di balik lumut lembap
(panjang mencapai 60 cm), Clonorchis sinensis, cacing hati, dan cacing
pita.
C. Klasifikasi

1. Turbellaria (cacing rambut getar)


Turbellaria adalah cacing yang hidup bebas dan bergerak dengan
cara menggetarkan bulu getarnya. Cacing ini hidup bebas di air laut, air
tawar, dan tempat lembab. Cacing ini dapat digunakan sebagai indikator
biologis kemurnian air, Apabila dalam suatu perairan banyak terdapat
cacing ini, berarti air tersebut belum tercemar karena cacing ini hidup di
air yang jernih. Cacing ini mempunyai sepasang bintik mata yang
mengandung pigmen yang disebut oseli untuk mendeteksi cahaya,
sehingga tampak seperti mata bersilangan.
Turbellaria memiliki tubuh berbentuk seperti daun, tidak mempunyai
alat hisap, pada epidermis terdapat banyak sel kelenjar yang disebut
rhabdoid yang berfungsi untuk melekat, membungkus mangsa, dan
sebagai jejak lendir saat merayap. Panjang tubuhnya berkisar 1mm
hingga 50cm dan tidak memiliki darah.Tubuh berwarna gelap, coklat
dan abu-abu. Namun beberapa spesies laut memiliki warna lebih cerah.
Contoh kelas Turbellaria :
Planaria

Tubuh Planaria memiliki panjang 1 – 2 cm. Bagian anterior


(kepala) berbentuk segitiga, meruncing ke arah belakang, dan terdapat
bagian yang mirip telinga (auricle). Pada mulutnya terdapat struktur
seperti taring yang disebut dengan proboscis (tenggorokan yang
menonjol keluar) yang memiliki fungsi untuk menangkap mangsa.
Memiliki sel api sebagai sistem ekskresi yang terdiri dari serangkaian
kana-kanal yang saling berhubungan di sepanjang kedua sisi tubuhnya.
Sel api adalah sel berbentuk gelembung berisi seberkas silia dan terdapat
lubang di bagian tengah gelembung. Berkembang biak secara aseksual
dengan fragmentasi dan seksual secara Hermaprodit (fertilisasi silang).
2. Trematoda (cacing isap)
Trematoda hidup sebagai parasit pada manusia serta hewan.
Bentuk tubuh pipih dorsoventral, biasanya tidak bersegmen dan seperti
daun. Tubuhnya Cacing ini mempunyai alat isap yang memiliki kait dan
fungsinya untuk melekatkan diri pada tubuh inangnya. Pada saat
menempel cacing ini mengisap makanan berupa jaringan atau cairan
tubuh inangnya. Tubuh trematoda dilapisi dengan kutikula untuk
menjaga agar tubuhnya tidak tercerna oleh inangnya. Trematoda dewasa
umumnya hidup di dalam hati,usus, ginjal, pembuluh darah, hewan
ternak dan ikan. Contoh kelas Trematoda :
Fasciola hepatica

Tubuh Fasciola Hepatica mencapai panjang 2-5 cm, dilengkapi


alat penghisap yang letaknya mengelilingi mulut. Cacing ini
berkembangbiak secara seksual dengan pembuahan silang atau
pembuahan sendiri (hermaprodit).
Siklus hidup Fasciola Hepatica dimulai dari telur embrio Fasciola
yang hidup dalam tubuh inang akan dikeluarkan melalui sekresi tinja.
Telur tersebut kemudian bermembrio di air tawar dan membentuk larva
miracidia. Miracidia kemudian menemukan inangnya, yaitu siput air dan
menginfeksinya. Larva miracidia menyerap nutrisi dari siput dan
berkembang menjadi sporokista dan terus berkembang membentuk
rediae. Rediae adalah kantung larva yang berisi banyak larva baru yang
disebut dengan cercariae. Setelah cukup menyerap energi dari siput,
cercariae kemudian keluar melalui rongga paru siput dan berenang bebas
dalam air hingga menempel pada tumbuhan dan berkembang menjadi
metacercaria. Tumbuhan air tersebut bila dimakan oleh manusia, akan
melepaskan metacercaria ke dalam rongga peritoneum usus. Kemudian
berkembang menjadi cacing hati muda dan bermigrasi ke parenkim hati
hingga ke empedu. Dalam empedu cacing hati berkembang dengan
menjadi parasit selama tiga sampai empat bulan hingga menjadi cacing
hati dewasa. Dalam tahap ini infeksi cacing hati menyebabkan penyakit
Fasiciolosis.
3. Cestoda (cacing pita)
Cestoda hidup sebagai parasit dalam tubuh hewan. Cacing pita
(Cestoda) memiliki tubuh bentuk pipih, panjang antara 2 – 3m dan
terdiri dari bagian kepala (skoleks) dan bagian bawah kepala disebut
strobilus yang berfungsi untuk membentuk progtolid.Progtolid
mengandung alat perkembangbiakan dan termasuk bagian tubuh yang
akan menjadi individu baru. Cacing pita melekatkan dirinya pada bagian
dalam usus inang menggunakan skoleks, yang umumnya memiliki kait
dan alat pengisap. Cacing ini bersifat hermaprodit, cara berkembang
biak dengan cara mengeluarkan telur dan terkadang perbanyakan
dalam bentuk larva. Contoh kelas Cestoda :
Taenia solium
Tubuh cacing ini pipih (Platy) seperti pita yang terdiri atas tiga
bagian yaitu skoleks, leher, dan strobila. Pada bagian skoleks terdapat
sebuah rostelum yang dilengkapi kait-kait (hooks) dan empat buah batil
hisap (sucker). Cacing ini tergolong sebagai hemaprodit yaitu individu
yang berkelamin ganda (jantan dan betina). Cacing ini tidak memiliki
organ pencernaan sehingga untuk memperoleh nutrisi cacing ini
mengambil dari inangnya dengan menggunakan bagian tubuhnya yang
bernama tugumen. Siklus hidupnya pada manusia sebagai inang utama
dan babi sebagai inang perantara. Hal ini ditularkan ke babi melalui telur
cacing pita (gravid proglottids) yang terdapat di feses manusia atau
pakan ternak yang terkontaminasi, dan untuk manusia melalui daging
babi mentah atau setengah matang.
D. Struktur Tubuh

Platyhelminthes memiliki berbagai ukuran tubuh. Ukurannya bisa


berkisar dari mikroskopis hingga makroskopis. Platyhelminthes memiliki
tubuh simetri bilateral, yaitu tubuh dapat dibagi oleh pesawat terbang
menjadi dua bagian yang sama. Platyhelminthes adalah cacing tripoblastik
asobomata yang terdiri dari tiga lapisan embrionik (ektoderm, mesoderm
dan endoderm) dan aselomata, yang berarti ia tidak memiliki rongga tubuh.
Mesoderm dalam Platyhelminthes tidak mengalami spesialisasi, sehingga
sel-sel tetap seragam dan tidak membentuk sel khusus.

E. Sistem Organ Tubuh


1. Sistem pencernaan
Sistem pencernaan cacing itu tidak sempurna. Sistem pencernaan terdiri
dari mulut, tenggorokan dan kemudian kerongkongan. Cacing ini tidak
memiliki anus, sehingga sisa makanan dikeluarkan lagi melalui mulut.
Cacing ini memiliki sistem pencernaan gastro-vaskular di mana saluran
pencernaan bercabang di seluruh tubuh, bertindak sebagai usus.
2. Sistem saraf
Sistem saraf memiliki dua ganglia di ujung perut tubuh. Di mana
nantinya sepasang saraf muncul ke bagian belakang tubuh. Di antara
pasangan-pasangan saraf ini terletak serangkaian saraf lateral.
3. Pernapasan dan sirkulasi
Platyhelminthes tidak memiliki kedua sistem ini. Pertukaran O2
dan CO2 terjadi dengan difusi, dengan pertukaran dari lokasi
konsentrasi tinggi ke lokasi konsentrasi rendah.
4. Reproduksi
Sistem reproduksi bisa aseksual dan seksual. Secara aseksual,
proses reproduksi terjadi melalui fragmentasi, sementara secara seksual,
fusi gamet jantan dan betina terjadi. Secara umum, cacing ini bersifat
hemafrodit, yaitu dalam satu tubuh terdapat 2 alat kelamin (pria dan
wanita). Telur yang dihasilkan bersifat mikroskopis. Pemupukan terjadi
secara internal, baik sendiri atau melalui fertilisasi silang.
F. Peranan

1. Planaria menjadi salah satu sumber makanan bagi organisme lain.


2. Cacing Planaria ini mempunyai peranan yang dimanfaatkan yakni
sebagai makanan ikan.
3. Cacing hati maupun cacing pita merupakan parasit
pada manusia.
a. Schistosoma sp, dapat menyebabkan skistosomiasis, penyakit
parasit yang ditularkan melalui siput air tawar pada manusia.
Apabila cacing tersebut berkembang di tubuh manusia, dapat
terjadi kerusakan jaringan dan organ seperti kandung
kemih, ureter, hati,limpa, dan ginjal manusia. Kerusakan tersebut
disebabkan perkembangbiakan cacing
b. Clonorchis sinensis, yang menyebabkan infeksi cacing hati pada
manusia dan hewan mamalia lainnya, spesies ini dapat menghisap
darah manusia.
c. Paragonimus sp, parasit pada paru-paru manusia. Dapat
menyebabkan gejala gangguan pernafasan yaitu sesak bila
bernafas, batuk kronis, dahak/sputum becampur darah yang
berwarna coklat (ada telur cacing).
d. Fasciolisis sp, parasit di dalam saluran pencernaan. terjadinya
radang di daerah gigitan,menyebabkan hipersekresi dari lapisan
mukosa usus sehingga menyebabkan hambatan makanan yang
lewat. Sebagai akibatnya adalah ulserasi, haemoragik dan absces
pada dinding usus. Terjadi gejala diare kronis.
e. Taeniasis, penyakit yang disebabkan oleh Taenia sp. Cacing ini
menghisap sari-sari makanan di usus manusia.
f. Fascioliasis, disebabkan oleh Fasciola hepatica, merupakan
penyakit parasit yang menyerang semua jenis ternak. Hewan
terserang ditandai dengan nafsu makan turun,kurus, selaput lendir
mata pucat dan diare.

BAB III
Penutup
A. Kesimpulan
Platyhelminthes berasal dari bahasa yunani yakni “platy” yang artinya
pipih dan “helminthes” yang artinya cacing. Jadi platyhelminthes yaitu
cacing yang bertubuh pipih. Platyhelminhes terbagi menjadi 3 kelas yaitu
Turbellaria(cacing berbulu getar), Trematoda (cacing isap), dan Cestoda
(cacing pita).
Platyhelminthes (planaria) dapat hidup bebas di air tawar, laut dan
tempat-tempat yang lembeb sedangkan yang parasit hidup di dalam tubuh
inangnya (endoparasit) pada siput air, sapi, babi dan manusia.
Platyhelminthes tidak memiliki rongga tubuh (selom) sehingga di sebut
hewan aselomata. Tubuh pipih dorsoventral, tidak berbuku-buku, simetri
bilateral, serta dapat dibedakan antara ujung anterior dan posterior. Sistem
respirasi Platyhelminthes melalui permukaan tubuh, alat pencernaan tidak
lengkap, alat ekskresi berupa sel api, sistem saraf dengan ganglion anterior
sebagai pusat sistem saraf, reproduksi umumnya secara generatif.
Peranan Platyhelminthes dalam kehidupan yaitu Planaria menjadi salah
satu makanan bagi organisme lain sedangkan cacing hati maupun cacing
pita merupakan parasit pada manusia.

Anda mungkin juga menyukai