Anda di halaman 1dari 12

Makalah

Platyhelminthes

NAMA ANGGOTA KELOMPOK :


1.
I GUSTI AYU NATA D.U
2.
LIONY ISMAYAWATI
3.
I GEDE AGUS ARDANA
4.
I PUTU WIASA
5.
JERY IRFANA

NARMADA, 2016

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Platyhelminthes adalah cacing daun yang umumnya bertubuh pipih. Cacing ini
merupakan yang paling sederhana diantara semua hewan simetris bilateral.
Platyhelminthes memiliki tubuh padat, lunak, dan epidermis bersilia. Cacing pipih
merupakan hewan tripoblastik yang tidak mempunyai rongga tubuh (acoelomata). Sebagian
besar cacing pipih, seperti cacing isap dan cacing pita adalah parasit. Namun, banyak yang
hidup bebas yang habitatnya di air tawar dan air laut, khususnya di pantai berbatu dan
terumbu.
Filum ini terdiri atas 9000 spesies. Pemberian nama pada organisme ini adalah
sangat cepat. Sejumlah besar hewan ini berbentuk hampir menyerupai pita. Hewan ini
simetris bilateral dengan sisi kiri dan kanan, permukaan dorsal dan ventral dan juga anterior
dan posterior. Cacing parasit ini mempunyai lapisan kutikula dan silia yang hilang setelah
dewasa. Hewan ini mempunyai alat pengisap yang mungkin disertai dengan kait untuk
menempel. Cacing pipih belum mempunyai sistem peredaran darah dan sistem
pernafasan. Sedangkan sistem pencernaannya tidak sempurna, tanpa anus.
Platyhelminthes terbagi dalam 3 kelas, yaitu Kelas Turbellaria, Kelas Trematoda dan kelas
Cestoda. Untuk lebih mengetahui lebih jauh mengenai hewan-hewan dalam kelas ini, maka
akan di bahas dalam bab II.

B. Tujuan Masalah
Adapun tujuan dari makalah yang terkait dengan Platyhelminthes adalah:
1. Untuk mengetahui karakteristiknya
2. Untuk mengetahui struktur tubuh Platyhelminthes
3. Dapat mengetahui klasifikasi dari Platyhelminthes
4. Dapat mengetahui bagaimana siklus hidup dari Platyhelminthes
5. Dapat mengetahu peranan Platyhelminthes dalam kehidupan

BAB II
PEMBAHASAN
Firman Allah SWT dalam Surat An-Nuur ayat 45:
Artinya: Dan Allah Telah menciptakan semua jenis hewan dari air, Maka sebagian dari
hewan itu ada yang berjalan di atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua kaki
sedang sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang
dikehendaki-Nya, Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

A. Karakteristik
Platyhelminthes berasal dari Bahasa Yunani, dari kata Platy = pipih dan helminthes =
cacing. Jadi berarti cacing bertubuh pipih. Filum Platyhelminthes terdiri dari sekitar 13,000
species, terbagi menjadi tiga kelas; dua yang bersifat parasit dan satu hidup bebas.
Planaria dan kerabatnya dikelompokkan sebagai kelas Turbellaria. Cacing hati adalah
parasit eksternal atau internal dari Kelas Trematoda. Cacing pita adalah parasit internal dari
kelas Cestoda. Umumnya, golongan cacing pipih hidup di sungai, danau, laut, atau sebagai
parasit di dalam tubuh organisme lain. Platyhelminthes yang hidup bebas adalah di air
tawar, laut, dan tempat-tempat yang lembab, sedangkan Platyhelminthes yang parasit
hidup di dalam tubuh inangnya (endoparasit) pada siput air, sapi, babi, atau manusia.
Cacing golongan ini sangat sensitif terhadap cahaya. Beberapa contoh
Platyhelminthes adalah Planaria yang sering ditemukan di balik batuan (panjang 2-3 cm),
Bipalium yang hidup di balik lumut lembab (panjang mencapai 60 cm), Clonorchis sinensis,
cacing hati, dan cacing pita.

B. Struktur Tubuh
Platyhelminthes tidak memiliki rongga tubuh (selom) sehingga disebut hewan
aselomata.Tubuh pipih dorsoventral, tidak berbuku-buku, simetri bilateral, serta dapat
dibedakan antara ujung anterior dan posterior. Lapisan tubuh tersusun dari 3 lapis
(triploblastik aselomata) yaitu ektoderm yang akan berkembang menjadi kulit, mesoderm
yang akan berkembang menjadi otot otot dan beberapa organ tubuh dan endoderm yang
akan berkembang menjadi alat pencernaan makanan.
Sistem respirasi Platyhelminthes melalui permukaan tubuhnya. Sistem pencernaan
terdiri dari mulut, faring, dan usus (tanpa anus), usus bercabang-cabang ke seluruh
tubuhnya. Platyhelminthes tidak memiliki sistem peredaran darah (sirkulasi) dan alat
ekskresinya berupa sel-sel api. Kelompok Platyhelminthes tertentu memiliki sistem saraf
tangga tali. Sistem saraf tangga tali terdiri dari sepasang simpul saraf (ganglia) dengan
sepasang tali saraf yang memanjang dan bercabang-cabang melintang seperti
tangga.Organ reproduksi jantan (testis) dan organ betina (Ovarium). Cacing pipih dapat
bereproduksi secara aseksual dengan membelah diri dan secara seksual dengan
perkawinan silang, platyhelminthes terdapat dalam satu individu sehingga disebut hewan
hermafrodit.

C. Klasifikasi
Filum Platyhelminthes terbagi menjadi tiga kelas, yaitu:
Turbellaria (berambut getar)
Contoh: Planaria sp
Trematoda (cacing hisap)
Contoh: Fasciola hepatica (cacing hati)
Cestoda (cacing pita)
Contoh: Taenia solium, Taenia saginata
1. Turbellaria (cacing berambut getar)
Keberadaan: 4000+ spesies di seluruh dunia; hidup di batu dan permukaan sedimen
di air, di tanah basah, dan di bawah batang kayu. Hampir semua Turbellaria hidup bebas
(bukan parasit) dan sebagian besar adalah hewan laut.
Kebanyakan turbellaria berwarna bening, hitam, atau abu-abu. Namun, beberapa
spesies laut, khususnya di turumbu karang, memiliki corak warna lebih cerah. Panjang
mulai kurang dari 1 mm hingga 50 cm. Spesies terbesar bertubuh seperti kertas.
Planaria sp
Cacing ini dipakai sebagai contoh yang mewakili anggota kelas Turbellaria pada
umumnya. Anggota genus Dugesia, yang umumnya dikenal sebagai Planaria, berlimpah
dalam kolam dan aliran sungai yang tidak terpolusi. Planaria mempunyai kebiasaan
berlindung di tempat-tempat yang teduh, misalnya di balik batu-batuan, di bawah daun
yang jatuh ke dalam air. Bentuk tubuh anggota ini adalah pipih dorsoventral, dengan bagian
kepala yang berbentuk seperti segitiga, sedangkan bagian ekornya berbentuk meruncing
yang panjang tubuh sekitar 5-25 mm. Planaria memangsa hewan yang lebih kecil atau
memakan hewan-hewan yang sudah mati. Planaria dan cacing pipih lainnya tidak memiliki

organ yang khusus untuk pertukaran gas dan sirkulasi. Bentuk tubuhnya yang pipih itu
menempatkan semua sel-sel berdekatan dengan air sekitarnya, dan percabangan halus
rongga gastrovaskuler mengedarkan makanan ke seluruh hewan tersebut.
Sistem saluran pencernaan makanan terdiri dari mulut, faring, oesofagus, dan usus.
Mulut, terletak di bagian ventral dari tubuh, yaitu kira-kira dekat dengan pertengahan agak
ke arah ekor. Lubang mulut ini dilanjutkan oleh kantung yang bentuknya silindris
memanjang yang disebut rongga mulut (Faring). Oesofagus merupakan persambungan
daripada faring yang langsung bermuara kedalam usus; ususnya bercabang tiga, yaitu
menuju ke arah anterior, sedang yang dua lagi sejajar menuju ke arah posterior.
Seperti halnya hewan tingkat rendah lainnya, Planaria juga belum mempunyai alat
pernafasan yang khusus. Pengambilan O2 maupun pengeluaran CO2 secara osmosis
langsung melalui seluruh permukaan tubuh.
Sistem ekskresi terdiri dari 2 tabung ekskresi longitudinal yang mulai dari sel-sel
nyala (flame cells) yang di bagian anteriornya berhubungan silang. Seluruh sistem ini
terbuka ke luar melalui porus ekskretorius. Flame cells atau sel-sel api berfungsi sebagai
alat ekskresi yang membuang zat-zat sampah yang merupakan sisa-sisa metabolisme dan
juga sebagai alat osmoregulasi dalam arti ikut membantu mengeluarkan ekses-ekses
penumpukan air di dalam tubuh, sehingga nilai osmosis tubuh tetap dapat dipertahankan
seperti ukuran normal.
Sistem saraf terdiri dari 2 batang saraf yang membujur memanjang, yang di bagian
anteriornya berhubungan silang, dan 2 ganglion anterior yang terletak dekat di bawah mata.
Ganglion berfungsi sebagai otak dalam arti bertindak sebagai pusat susunan saraf serta
mengkoordinir aktivitas-aktivitas anggota tubuh. Seonggok ganglion tersebut letaknya di
bagian kepala persis di bawah lapisan epidermis agak di sebelah bintik mata. Ganglion ini
karena terletak di bagian kepala dan berfungsi sebagai otak maka biasa disebut ganglion
kepala atau ganglion cerebral. Dari ganglin cerebral ini keluarlah cabang-cabang urat saraf
secara radier menuju ke arah lateral, anterior, dan pasterior. Cabang anterior menuju ke
bagian bintik mata, cabang lateral menuju ke alat indera cemoreseptor, sedangkan cabang
posterior ada satu pasang kanan kiri yang saling bersejajar yang membentang di bagian
ventral tubuh yang disebut tali saraf.
Planaria sudah mempunyai alat indera yang berupa bintik mata, dan indera aurikel,
yang kedua-duanya terletak di bagian kepala. Bintik mata merupakan titik hitam yang
terletak di bagian dorsal daripada bagian kepala. Masing-masing bintik mata terdiri dari selsel pigmen yang tersusun dalam bentuk mangkok yang dilengkapi dengan sel-sel saraf
sensorik yang sangat sensitif terhadap sinar. Bintik mata itu sekedar dapat membedakan
gelap dan terang saja.
Planaria bersifat hermafrodit, terdapat alat kelamin jantan dan betina. Alat kelamin
jantan terdiri dari:
1. Testis, yang berjumlah ratusan, berbentuk bulat tersebar di sepanjang sisi tubuh keduanya.

2. Vasa eferensia, yang merupakan pembuluh yang menghubungkan testis dengan bagian
pembuluh lainnya.
3. Vasa deferensia, merupakan pembuluh berjumlah dua buah yang masing-masing
membentang di setiap sisi tubuh yang kedua-duanya saling bertemu dan bermuara ke
dalam suatu kantung yang disebut vesiculus seminalis.
4. Vesiculus seminalis, berfungsi untuk menampung sperma dan menyalurkan sperma
menuju ke penis.
5. Penis, yang merupakan alat pentransfer ke tubuh waktu mengadakan kopulasi pada
perkawinan silang.
Sistem alat kelamin betina terdiri dari atas bagian-bagian seperti berikut:
1. Ovari, berjumlah dua buah, berbentuk bulat terletak di bagian anterior tubuh.
2. Oviduct, dari setiap ovarium akan membentang ke arah posterior sebuah saluran yang
disebut oviduct (saluran telur). Antara saluran telur kanan dan kiri saling bersejajar yang
masing-masing dilengkapi dengan kelenjar yang menghasilkan kuning telur.
3. Kelenjar kuning telur, menghasilkan kuning telur yang akan disediakan bagi sel telur bila
telah diproduksi oleh ovarium.
4. Vagina, merupakan suatu aliran yang berfungsi untuk menerima transfer spermatozoid dari
cacing planaria lain.
5. Uterus, merupakan ruangan yang bentuknya menggelembung yang berfungsi untuk
menyimpan spermatozoid. Uterus juga biasa disebut receptaculus seminalis.
6. Genital atrium (ruang genitalis) yaitu muara antara kedua buah saluran telur.
Planaria berkembang biak dengan cara seksual maupun aseksual. Planaria akan
menghindarkan diri bila terkena sinar yang kuat, oleh karena itu pada siang hari cacing itu
melindungkan diri di bawah naungan batu-batu atau daun atau di bawah objek yang lain.
Pada waktu istirahat biasanya Planaria melekatkanatau menempelkan diri pada suatu objek
dengan bantuan zat lendir yang dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar lendir. Planaria melakukan
dua macam gerak, yaitu gerak merayap dan meluncur.
2. Trematoda (cacing hisap)
Keberadaan: 12000 spesies di seluruh dunia; hidup di dalam atau pada tubuh hewan
lain. Semua cacing hisap adalah parasit, berbentuk silinder atau seperti daun. Panjang
berkisar 1 cm hingga 6 cm. Cacing ini memiliki penghisap untuk menempelkan diri ke organ
internal atau permukaan luar inangnya, dan semacam kulit keras yang membantu
melindungi parasit itu. Organ reproduksinya mengisi hampir keseluruhan bagian interior
cacing hisap.
Sebagai suatu kelompok, cacing trematoda memparasiti banyak sekali jenis inang, dan
sebagian besar spesies memiliki siklus hidup yang kompleks dengan adanya pergiliran
tahap seksual dan aseksual. Banyak trematoda memerlukan suatu inang perantara atau
intermediet tempat larva akan berkembang sebelum menginfeksi inang terakhirnya
(umumnya vertebrata), tempat cacing dewasa hidup. Sebagai contoh, trematoda yang
memparasati manusia menghabiskan sebagian dari sejarah hidupnya di dalam bekicot.

Trematoda dewasa pada umumnya hidup di dalam hati, usus, paru-paru, ginjal, dan
pembuluh darah vertebrata. Trematoda berlindung di dalam tubuh inangnya dengan
melapisi permukaan tubuhnya dengan kutikula dan permukaan tubuhnya tidak memiliki
silia.
Trematoda tidak mempunyai rongga badan dan semua organ berada di dalam
jaringan parenkim. Tubuh biasanya pipih dorsoventral, dan biasanya tidak bersegmen dan
seperti daun. Mereka mempunyai dua alat penghisap, satu mengelilingi mulut dan yang lain
berada di dekat pertengahan tubuh atau pada ujung posterior. Alat penghisap yang kedua
disebut asetabulum karena bentuknya mirip dengan mangkuk cuka.
Dinding luar atau tegumen trematoda adalah kutikula yang kadang2 mengandung
duri atau sisik.
Sistem pencernaan makanan sangat sederhana. Terdapat mulut pada ujung anterior,
yang dikelilingi oleh sebuah alat penghisap. Makanan dari mulut melalui farings yang
berotot ke esofagus dan kemudian ke usus, yang terbagi menjadi dua sekum yang buntu.
Sekum ini kadang2 bercabang, dan percabangan ini kadang-kadang sedikit rumit.
Kebanyakan trematoda tidak mempunyai anus, dengan demikian sisa bahan makanan
harus diregurgitasikan.
Sistem saraf adalah sederhana. Cincin dari serabut saraf dan ganglia mengelilingi
esofagus, dan dari sini saraf berjalan ke depan dan belakang. Biasanya, sebatang saraf
berjalan kebelakang pada setiap sisi, dan saraf-saraf bertolak dari sini menuju ke berbagai
organ.
Trematoda tidak mempunyai sistem peredaran darah. Sistem ekskresi tersusun dari
sebuah kandung kemih posterior. Sebuah sistem percabangan dari tabung pengumpul
yang masuk ke dalam kandung kemih, dan sebuah sistem sel-sel ekskresi yang terbuka ke
dalam saluran pengumpul tersebut. Tidak terdapat organ ekskresi yang terlepas, sel-sel
ekskresi ditempatkan secara strategis di seluruh tubuh. Sel ekskresi terdiri dari sebuah
sitoplasma basal yang berisi inti dan sebuah vakuola berisi seberkas silia ynag terbuka
secara tetap ke dalam saluran pengumpul.
Sistem reproduksinya kompleks. Sebagian besar dari trematoda adalah hermafrodit,
mempunyai organ jantan dan betina. Tetapi pembuahan silang merupakan hal yang biasa,
dan pembuahan sendiri tidak umum. Pembuahan biasanya uterus, sperma melewati sirus
dari satu cacing ke uterus cacing lain.
Siklus Hidup Trematoda
a. Clonorchis sp (cacing hati pada manusia)
Zygot
Metacercaria

Larva Myrasidium

Sporosit

Redia

Sercaria

Cacing dewasa.

Keterangan:
1. Telur dilepaskan bersamaan dengan kotoran dari penderita
2. Telur akan berkembang menjadi larva mirasidium dan masuk ke inang perantara 1,
biasanya adalah siput

3. Di tubuh siput, larva myrasidium akan bermetamorfosis menjadi sporosit


4. Sporosit ini mengandung banyak kantung embrio, yang akan tumbuh menjadi Redia
5. Redia akan tumbuh dan mengandung embrio yang akan berkembang menjadi Sercaria
6. Sercaria yang dihasilkan akan berpindah menempel pada tumbuhan air membentuk kista
metasercaria
7. Tumbuhan yang mengandung kista di makan oleh domba, maka kista akan berkembang
menjadi cacing hati dewasa.
b. Fasciola hepatica (cacing hati pada domba)
Zygot

Larva Myrasidium

Metacercaria

Sporosit

Redia

Sercaria

Cacing dewasa.

Keterangan:
1. Telur dilepaskan bersamaan dengan kotoran dari penderita
2. Telur akan berkembang menjadi larva mirasidium dan masuk ke inang perantara 1,
biasanya adalah siput
3. Di tubuh siput, larva myrasidium akan bermetamorfosis menjadi sporosit
4. Sporosit ini mengandung banyak kantung embrio, yang akan tumbuh menjadi Redia
5. Redia akan tumbuh dan mengandung embrio yang akan berkembang menjadi Sercaria
6. Sercaria yang dihasilkan akan berpindah menempel pada tumbuhan air membentuk kista
metasercaria.
7. Tumbuhan yang mengandung kista di makan oleh domba, maka kista akan berkembang
menjadi cacing hati dewasa
3. Cestoda (cacing pita)
Keberadaannya: 3500 spesies di seluruh dunia; hidup sebagai parasit dalam tubuh
hewan. Contoh cacing pita adalah Taenia solium dan Taenia saginata yang parasit pada
orang. Taenia terdiri dari sebuah kepala bulat yang disebut scolex, sejumlah ruas, yang
sama disebut disebut proglotid. Pada kepala terdapat alat hisap dan jenis Taenia solium
mempunyai kait (rostellum) yang sangat tajam yang mengunci cacing itu ke lapisan
intestinal inang. Di belakang scolex terdapat leher kecil yang selalu tumbuh yang akan
menghasilkan proglotid baru yang mula-mula kecil tumbuh menjadi besar. Panjang tubuh
cacing pita mencapai 2 m. Setiap proglotid mengandung organ kelamin jantan (testis) dan
organ kelamin betina (ovarium).Tiap proglotid dapat terjadi fertilisasi sendiri. Proglotid yang
dibuahi terdapat di bagian posterior tubuh cacing. Proglotid dapat melepaskan diri
(strobilasi) dan keluar dari tubuh inang utama bersama dengan tinja dengan membawa
ribuan telur. Jika termakan hewan lain, telur akan berkembang dan memulai siklus hidup
barunya. Cacing pita tidak memiliki saluran pencernaan. Cacing pita menyerap makanan
yang telah dicerna terlebih dahulu oleh inang.
Cestoda bersifat parasit karena menyerap sari makan dari usus halus inangnya. Sari
makanan diserap langsung oleh seluruh permukaan tubuhnya karena cacing ini tidak
memiliki mulut dan pencernaan (usus). Manusia dapat terinfeksi Cestoda saat memakan

daging hewan yang dimasak tidak sempurna. Inang perantara Cestoda adalah sapi pada
Taenia saginata dan babi pada taenia solium.
Cacing pita tidak mempunyai saluran pencernaan dan sitem peredaran darah.
Makanan langsung melalui dinding tubuh. Sistem ekskresi yaitu berupa sel api.
Sistem saraf tersusun dari beberapa ganglion pada skoleks, dengan komisura
melintang diantaranya. Dan tiga batang saraf longitudinal setiap sisil tubuh (sebuah batang
besar disebelah lateral dan yang kecil disebelah ventral), satu ganglion kecil disetiap
segmen pada masing-masing dari enam batang tersebut, dan komisura pada setiap
segmen menghubungkan ganglion-ganglion ini.
Cestoda adalah hermafrodit, yang mempunyai organ jantan dan betina. Organ jantan
terdiri dari testis (menghasilkan spermatozoa), vas deferen, seminal vesicle, penis, dan
lubang kelamin. Sedangkan organ bertina terdiri dari ovarium, oviduk, seminal uterus,
vagina, dan lubang kelamin.
Siklus Hidup Taenia sp
Larva, yang dilengkapi dengan scolex akan berkembang menjadi kista pada
jaringan tubuh inang, misal pada otot. Manusia yang memakan daging yang terinfeksi, akan
menyebabkan kista berkembang menjadi cacing pita dewasa Cacing pita dewasa terdiri
dari scolex dan proglotid.Proglotid pada bagian ujung mengandung telur yang telah dibuahi
yang siap dikeluarkan bersama feses untuk menginfeksi kembali Di dalam telur yang telah
dibuahi, embrio berkembang menjadi larva. Sapi mungkin akan memakan telur bersama
rumput dan akan menjadi inang sementara bagi cacing pita.

Daur hidup cacing pipih

D. reproduksi Platyhelminthes
Platyhelminthes bisa berreproduksi dengan cara aseksual dan seksual. Secara aseksual
dilakukan dengan pembelahan tubuh. Tiap-tiap hasil pembelahan akan meregenerasi
bagian tubuh yang hilang. Cara reproduksi aseksual tersebut biasanya dilakukan oleh
Tubellaria sp. Platyhelminthes juga bisa bereproduksi secara seksual dengan cara
perkawinan silang meskipun cacing pipih bersifat hermafrodit. Zigot dan kuning telur yang
terbungkus kapsul akan menempel pada batu atau tumbuhan, kemudian menetas menjadi
embrio yang mirip induknya.

E. Peranan Platyhelminthes Dalam Kehidupan


Adapun peranan Platyhelminthes dalam kehidupan adalah sebagai berikut:
1. Planaria menjadi salah satu makanan bagi organisme lain.
2. Cacing hati maupun cacing pita merupakan parasit pada manusia
a. Schistosoma sp, dapat menyebabkan skistosomiasis, penyakit parasit yang ditularkan
melalui siput air tawar pada manusia. Apabila cacing tersebut berkembang di tubuh
manusia, dapat terjadi kerusakan jaringan dan organ seperti kandung kemih, ureter, hati,
limpa, dan ginjal manusia.Kerusakan tersebut disebabkan perkembangbiakan cacing
Schistosoma di dalam tubuh.
b. Clonorchis sinensis yang menyebabkan infeksi cacing hati pada manusia dan hewan
mamalia lainnya, spesies ini dapat menghisap darah manusia.
c. Paragonimus sp, parasit pada paru-paru manusia. dapat menyebabkan gejala gangguan
pernafasan yaitu sesak bila bernafas, batuk kronis, dahak/sputum becampur darah yang
berwarna coklat (ada telur cacing).
d. Fasciolisis sp, parasit di dalam saluran pencernaan. Terjadinya radang di daerah gigitan,
menyebabkan hipersekresi dari lapisan mukosa usus sehingga menyebabkan hambatan
makanan yang lewat. Sebagai akibatnya adalah ulserasi, haemoragik dan absces pada
dinding usus. Terjadi gejala diaree kronis.
e. Taeniasis, penyakit yang disebabkan oleh Taenia sp. Cacing ini menghisap sari-sari
makanan di usus manusia.
f. Fascioliasis, disebabkan oleh Fasciola hepatica. Merupakan penyakit parasit yang
menyerang semua jenis ternak. Hewan terserang ditandai dengan nafsu makan turun,
kurus, selaput lendir mata pucat dan diare.

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan
1. Platyhelminthes berasal dari Bahasa Yunani, dari kata Platy = pipih dan helminthes =
cacing. Jadi berarti cacing bertubuh pipih.

2. Platyhelminthes terbagi menjadi 3 kelas, yaitu: Turbellaria, Trematoda (cacing hisap), dan
Cestoda (cacing pita).
3. Platyhelminthes yang hidup bebas adalah di air tawar, laut, dan tempat-tempat yang
lembab, sedangkan Platyhelminthes yang parasit hidup di dalam tubuh inangnya
(endoparasit) pada siput air, sapi, babi, atau manusia.
4. Platyhelminthes tidak memiliki rongga tubuh (selom) sehingga disebut hewan
aselomata.Tubuh pipih dorsoventral, tidak berbuku-buku, simetri bilateral, serta dapat
dibedakan antara ujung anterior dan posterior.
5. Sistem respirasi Platyhelminthes melalui permukaan tubuh, alat pencernaan tidak lengkap,
alat ekskresi berupa sel api, sistem saraf dengan ganglion anterior sebagai pusat sistem
saraf, reproduksi umumnya secara generatif.
6. Siklus hidup dari Platyhelminthes parasit yang ada hubungan dengan manusia
diantaranya: dari kelas Trematoda, Clonorchis sp dan Fasciola hepatica. Dan dari kelas
Cestoda, Taenia saginata dan Taenia solium.
7. Peranan platyhelminthes dalam kehidupan adalah: Planaria menjadi salah satu makanan
bagi organisme lain, cacing hati maupun cacing pita merupakan parasit pada manusia.

Anda mungkin juga menyukai