Anda di halaman 1dari 16

ZOOLOGI INVERTEBRATA

Filum Platyhelminthes

Oleh :

ASRI ARUM SARI


NIM.12222014

DOSEN PENGAMPU
AWALUL FATHIQIN, M.Si

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

RADEN FATAH PALEMBANG

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

PROGRAM STUDI TADRIS BIOLOGI

2013
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Platyhelminthes berasal dari kata Yunani yaitu platy dan


helminthes ; platy = pipih, helminthes= cacing. Bila dibandingkan
dengan Porifera dan Coelenterata, maka kedudukan filum
Platyhelminthes adalah lebih tinggi setingkat. Hal ini dapat dilihat
dengan tanda-tanda sebagai berikut: tubuh bilateral simetris, arah
t u b u h s u d a h j e l a s , y a i t u m e m p u n ya i a r a h : a n t e r i o r - p o s t e r i o r
d a n a r a h d o r s a l - ventral, bersifat triploblastis, sebab dinding
tubuhnya sudah tersusun atas tiga lapisan, yaitu lapisan ektodermis,
lapisan mesodermis dan endodermis. Filum Platyhelminthes dibagi
menjadi 3 kelas yaitu: Tubellaria, Trematoda dan Cestoda (Sutarno, 2009).
Mempunyai susunan syaraf tangga tali, yang terdiri dari
sepasang ganglia yang membesar di bagian anterir dan sepasang atau lebih
tali syaraf yang membentang dari arah anterior ke posterior, tubuhnya
sudah dilengkapi dengan gonad yangtelah mempunyai saluran tetap
dan juga alat kopulasi yang khusus. Anggota dari filum ini yang tlah
dikenal meliputi 10.000 hingga 15.000 spesies (Sutarno, 2009).
Kebanyakan filum ini hidup sebagai parasit, umumnya merugikan
manusia, baik langsung sebagai parasit pada tubuh manusia maupun sebagai
parasit pada binatang peliharaan seperti: babi, sapi, biri-biri, anjing dan
sebagainya. Usaha untuk mencegah infeksi pada manusia atau binatang
peliharaan biasanya dengan memutuskan siklus hidupnya baik mencegah
jangan sampai terjadi infeksi pada hospes perantara maupun pada hospes
tetapnya sendiri (Rusyana, 2011).
Oleh karena itu perlu dilakukan praktikum tentang filum
Platyhelminthes dengan menggunakan salah satu spesies dari kelas Tubellaria
yaitu Planaria sp agar kita semua dapat memahami struktur tubuh morfologi
dari filum Platyhelminthes.
1.2 Tujuan
Tujuan melaksanakan pratikum filum Platyhelminthes yaitu
1. Untuk mengetahui karakteristik umum dari filum Platyhelminthes
2. Untuk mengetahui klasifikasi dari filum Platyhelminthes
3. Untuk mengetahui peranan dari filum Platyhelminthes
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Filum Platyhelminthes


Platyhelminthes merupakan cacing yang mempunyai simetri bilateral,
dan tubuhnya pipih secara dorsoventral. Bentuk tubuhnya bervariasi, yang
berbentuk pipih memanjang, pita, hingga menyerupai daun. Ukuran tubuh
bervariasi mulai yang tampak mikroskopis beberapa milimeter hingga
berukuran panjang belasan meter. Sebagian besar cacing pipih berwarna
putih atau tidak berwarna. Sementara yang hidup bebas ada yang berwarna
coklat, abu abu, hitam atau berwarna cerah. Ujung anterior tubuh berupa
kepala. Bagian ventral terdapat mulut dan lubang genital tampak jelas pada
Turbellaria, tetapi tidak tampak jelas pada Trematoda dan Cestoda. Ada
organ yang menghasilkan sekresi (alat cengkram dan alat penghisap) yang
bersifat perekat untuk menempel dan melekat, misalnya oral sucker dan
ventral sucker pada Trematoda (Kastawi, 2001).
Struktur tubuh Platyhelminthes yang tripoblastik yang terdiri atas
lapisan ektoderm (tipis, mengandung sisik kitin dan sel-sel tunggal kelenjar,
dilapisi kutikula yang berfungsi melindungi jaringan dibawahnya dan cairan
hospes) lapisan endoderm (melapisi saluran pencernaan), lapisan mesoderm
(jaringan yang membentuk otot, alat eksresi saluran reproduksi).
Platyhelminthes tidak mempunyai rongga tubuh yang sebenarnya
(aselomata). Kelas Turbellaria, hidup bebas. Sedangkan kelas Trematoda
dan Cestoda bersifat parasit (Rusyana, 2011).

Cacing pipih (Playthelminthes) hidup di habitat-habitat laut, perairan


tawar, dan daratan yang lembab. Selain bentuk yang hidup bebas, cacing
pipih mencakup pula banyak spesies parasit, misalnya cacing hati (Flukes)
cacing pita (Tapeworm). Cacing pipih dinamai demikian karena mereka
memiliki tubuh kurus yang memipih secara dorsoventral (antara permukaan
dorsal dan ventral); Platyhelminth berarti cacing pipih. Cacing pipih paling
kecil merupakan spesies yang hidup bebas dan berukuran hampir
mikroskopik, sementara beberapa cacing pita bisa mencapai panjang lebih
dari 30 m. Walaupun cacing pipih mengalami perkembangan triploblastik,
mereka merupakan aselomata (hewan yang tidak memiliki rongga tubuh)
(Campbell, 2008).
Tubuhnya yang pipih menempatkan semua sel-selnya dekat dengan air
di lingkungan sekitar atau di dalam saluran pencernaannya. Karena
kedekatannya dengan air, pertukaran gas dan pembuangan zat bisa
bernitrogen (amonia) dapat terjadi melalui difusi menyeberangi permukaan
tubuh. Cacing pipih tidak memiliki organ yang terspesialisasi untuk
pertukaran gas, dan apparatus ekskresinya yang relatif sederhana terutama
berfungsi untuk mempertahankan keseimbangan osmotik dengan
lingkungannya. Aparatus terdiri atas protonefridia (protonephridia), jejaring
tubula dengan struktur bersilia disebut sebagai sel api (flame bulb) yang
menarik cairan melalui saluran bercabang-cabang yang membuka keluar.
Kebanyakan cacing pipih memiliki rongga gastrovaskular dengan hanya satu
bukaan. Meskipun cacing pipih tidak memiliki system sirkulasi, cabang-
cabang rongga gastrovaskular yang halus mengedarkan makanan secara
langsung ke sel-sel hewan (Campbell, 2008).

2.2 Klasifikasi Filum Platyhelminthes


2.2.1 Kelas Turbellaria
Turbellaria pada umumnya hidup bebas di alam, tetapi beberapa
jenis ada yang bersifat ektokomensal atau endokomensal atau parasit.
Tubuhnya tidak bersegmen, tertutup oleh epidermis. Epidermis ada
yang tersusun oleh sel-sel yang terpisah dan sel sinsitium, diantara sel-
sel sebagian ada yang bersilia. Epidermis itu dilengkapi dengan
rhabdoid. Ciri khas dari Turbellaria adalah adanya sel-sel kelenjar
yang jumlahnya banyak. Sel-sel kelenjar sebagian ada yang terletak di
dalam lapisan epidermis, sebagian yang lain terletak di bagian
mesenkim. Kelenjar-kelenjar menghasilkan mukosa yang berfungsi
untuk merekat, untuk menutup substrat yang akan dilalui, dan untuk
melihat mangsa. Sel sel kelenjar sering kali dikelompokkan bersam-
sama. Kelompok yang ada dibagian anterior disebut kelenjar frontal.
Kelenjar frontal merupakan ciri dari Turbellaria primitive. Turbellaria
jenis yang lain mempunyai kelenjar pada ujung kaudal tubuh yang
sebagian tersusun sebagian cicin yang mengelilingi tubuh. Pada
Bdelloura yang hidup komensal pada insang buku dari jenis ketan
yang hidup di Atlantik, kelenjar-kelenjar kaudalnya sangat menonjol
membentuk suatu lempeng adesiv. Sekresi yang dihasilkan oleh
kelenjar-kelenjar tersebut bersifat rekat sehingga memungkinkan
hewan dapat mencengkram kuat objek (Kastawi, 2001).
Hampir semua Turbellaria hidup bebas dan kabanyakan hidup di
laut. Turbellaria air tawar dikenal adalah anggota anggota genus
Degusia, umumnya disebut Planaria sp. Berlimpah di kolam-kolam
dan sungai kecil yang tidak tercemar, Planaria sp. memangsa hewan-
hewan yang lebih kecil atau memakan bangkai hewan. Mereka
bergerak dengan silia pada permukaan ventralnya, meluncur di
sepanjang lapisan mucus yang disekresikannya. Beberapa Turbellaria
yang juga menggunakan otot-ototnya untuk berenang melalui air
dengan gerakan berdenyut (Campbell, 2008).
Kepala Planaria sp. dilengkapi dengan sepasang bintik mata
yang sensitif cahaya dan kelopak lateral yang terutama berfungsi
untuk mendeteksi zat-zat kimia tertentu. Sistem syaraf Planaria sp.
lebih kompleks dan tersentralisasi padi pada jaring jaring syarap
knidaria. Sejumlah percobaan menunjukkan bahwa Planaria sp. dapat
belajar memodifikasi resposnya terhadap stimuli. Beberapa Planaria
sp. dapat bereproduksi secara aseksual melalui fisi. Induk
berkonstriksi kira-kira di bagian tengah tubuhnya, memisah menjadi
ujung kepala dan ujung ekor, masing-masing ujung kemudian
meregenerasikan bagian-bagian yang hilang. Repduksi seksual juga
terjadi. Planaria sp adalah hermafrodit, dan pasangan-pasangan yang
kawin umumnya saling melakukan fertilisasi silang (Campbell, 2008).
Turbellaria tergolong predator dan pemakan bangkai atau
kotoran dengan lubang mulut di partengahan tubuh bagian ventral.
Bergerak dengan bulu getar yang menutupi tubuhnya. Bersifat
hermaprodit, berkembang biak secara sexual dan asexual. Memiliki
alat indra yang berupa bintik mata, dan indera aurikel yang terdapat
dibagian kepala. Bintik mata berupa titik hitam, masing-masing
dilengkapi dengan sel-sel pigmen yang tersusun dalam bentuk
mangkok yang dilengkapi dengan sel-sel syaraf sensoris yang sangat
sensitive terhadap sinar. Contoh species Turbellaria antara lain adalah
Planaria sp, Dugesia sp dll (Satino, 2004).
Contoh spesies dari kelas Turbellaria diantaranya Dugesia tigrina
(hidup di air tawar dan dapat digunakan sebagai indikator air bersih
serta memiliki daya regenerqasi yang tinggi), Bipalium (hidup di
darat), Notoplana dan Planocera (hidup di laut) (Sutarno, 2009).
2.2.2 Kelas Trematoda
Hewan-hewan tergolong Trematoda merupakan hewan yang
hidup secara ektoparasit dan endoparasit. Tubuhnya berbentuk seperti
daun. Dinding tubuh tidak tersusun oleh epidermis dan silia.
Tubuhnya tidak bersegmen dan tertutup oleh kutikula. Mempunyai
alat pengisap yang berkembang baik. Saluran pencernaan makanannya
lengkap, tanpa anus. Terdiri dari mulut, faring, dan intestine. Organ
ekskresi berupa protonefridia. Bersifat hermaprodit, kecuali pada
beberapa family dari Digenia. Ovari biasanya hanya satu, sedang
testisnya dua atau banyak. Daur hidup ada yang sederhana dan ada
yang rumit (Kastawi, 2001).
Kelas Trematoda saat ini dikenal kurang lebih 8.000 jenis, mirip
dengan Turbellaria tetapi tidak memiliki bulu getar, dan mulut terletak
pada bagian anterior tubuh dan biasanya dilengkapi dengan alat
penghisap (sucker). Organ ini terdapat dibagian ventral dan berfungsi
sebagai alat untuk menempel pada hospes. Ada tidaknya sucker di
bagian oral dan/ atau ventral tubuhnya menjadi salah satu dasar
pembagian kelas ini ke dalam beberapa ordo. Contoh species
trematoda yang cukup representative sebagai wakil kelas ini adalah
Fasciola hepatica atau cacing hati. Cacing dewasa hidup parasit
dalam empedu biri-biri, babi, sapi dan kadang ditemukan juga pada
manusia (Satino, 2004).
Contoh spesies dari kelas Trematoda diantaranya Fasciolopsis
buski (Cacing intestin), Clonorchis sinensis (Cacing hati),
Paragonimus westermani (Cacing Paru-paru), Schistosoma
haematobium (Cacing darah hidup di Asia Tenggara), Schistosoma
mansoni (di Mesir, Afrika Selatan, Amerika Selatan, India Barat),
Schistosoma japonicum (Jepang, Cina) (Sutarno, 2009).
Kelas Trematoda terdiri dari 3 ordo (Jordan 1983 dalam
Kastawi, 2001) yaitu:
a. Ordo 1 Monogenia
b. Ordo 2 Aspidobothria, contoh: Aspidogaster.
c. Ordo 3 Digenia, contoh; Fasciola, Schistosoma, Bucephalus,
Clonorchis.
2.2.3 Kelas Cestoda
Anggota Cestoda umumnya hidup sebagai endoparasit pada
intestine Vertebrata. Cacing ini sering dikenal secara umum sebagai
cacing pita. Tubuhnya tidak mempunyai epidermis dan silia, tetapi
tertutup oleh kutikula. Tubuhnya terbagi menjadi beberapa atau
banyak segmen disebut proglotid, jarang ada yang tidak bersegmen.
Ujung anterior tubuh dilengkapi dengan alat pelekat, yaitu alat
pencengkram dan penghisap, kecuali pada Cestodaria. Mulut dan
saluran pencernaan tidak ada. Sistem ekskresi terdiri dari protonefridia
yang berakhir pada bola-bola api. Sistem syarafnya terbatas pada satu
pasang ganglia dan dua tali syaraf longitudinal yang terletak pada
kedua sisi tubuh. Tiap segmen tubuh mempunyai satu atau dua set
system reproduksi yang bersifat hermaprodit. Daur hidupnya
kompleks, biasanya melibatkan dua inang atau lebih (Kastawi, 2001).
Cacing pita bersifat parasitik. Cacing pita dewasa sebagian besar
hidup di dalam vertabrata, termasuk manusia. Pada banyak cacing
pita, ujung anterior, atau skoleks (scolex), dipersenjatai dengan
mengisap dan kait yang digunakan untuk melekatkan diri kelapisan
usus inangnya. Cacing pita tadak memiliki mulut dan rongga
gastrovaskular, mereka mengabsorpsi nutrient yang dilepaskan oleh
pencernaan didalam usus inangnya. Absorpsi terjadi diseluruh
permukaan tubuh cacing pita. Setelah reproduksi seksual, proglotid
yang penuh dengan ribuan telur yang terfertilisasi dilepaskan dari
ujung posterior dan meninggalkan tubuh inang bersama feses
(Campbell, 2008).
Pada salah satu tipe siklus hidup cacing pita, feses yang
terinfeksi mengontaminasi makanan atau air dari inang perantara,
misalnya babi atau sapi. Telur cacing pita pun berkembang menjadi
larva yang membentuk kista di dalam otot-otot hewan ini. Manusia
tertular larva melalui konsumsi daging yang tidak dimasak dengan
baik dan terkontaminasi dengan kista dan cacing akan berkembang
menjadi dewasa di dalam tubuh manusia. Cacing pita yang besar dapat
menyumbat usus dan merampas cukup banyak nutrient dari inang
manusia hingga menyebabkan defisiensi nutrisi. Dokter biasanya
meresepkan obat-obatan dimasukkan melalui mulut, niklosamida,
untuk membunuh cacing dewasa (Campbell, 2008)
Tubuh anggota kelas Cestoda berlapis kutikula, mirip dengan
Trematoda namun Cestoda belum memiliki saluran pencernaan dan
semua hidup endoparasit. Bagian anterior tubuhnya berstruktur khas
yang disebut scolex. Kelas Cestoda terdiri dari 2 sub kelas yaitu
Cestodaria dan Eucestoda. Sub kelas cestodaria memiliki ciri-ciri
tubuh tidak bersegmen, tidak ada scolex contoh Amphilina yang hidup
dalam coelom ikan. Sub kelas Eucestoda, tubuh panjang seperti pita
dengan 4–4.000 proglotid, scolex dengan sucker. Sub kelas ini terdiri
dari 9 ordo, dan salah satu ordo yang memiliki anggauta cukup
dikenal adalah ordo Taenidae dengan species Taenia saginata dengan
hospes perantara Sapi dan Taenia solium dengan hospes perantara
Babi, species ini tersebar diseluruh dunia (Satino, 2004).
Contoh spesies dari kelas Cestoda diantaranya Taenia solium
(inang: manusia dan babi), Taenia saginata (inang utama manusia,
inang sementara sapi), Taenia pisiformis (inang utama sementara kutu
tikus dan insekta), Echinococcus granulosus (inang utama anjing,
inang sementara manusia, sapi, kambing), Dibothriocepahalus latus
(inang utama manusia, inang crustacean lalu pindah ke ikan) (Sutarno,
2009).

2.3 Peranan Platyhelminthes Bagi Kehidupan Manusia


Kebanyakan filum ini hidup sebagai parasit, umumnya merugikan
manusia, baik langsung sebagai parasit pada tubuh manusia maupun sebagai
parasit pada binatang peliharaan seperti: babi, sapi, biri-biri, anjing dan
sebagainya. Usaha untuk mencegah infeksi pada manusia atau binatang
peliharaan biasanya dengan memutuskan siklus hidupnya baik mencegah
jangan sampai terjadi infeksi pada hospes perantara maupun pada hospes
tetapnya sendiri. Oleh karena hal tersebut, pembuangan feses manusia harus
diatur hingga tidak memungkinkan terjadinya siklus hidup yang lengkap.
Misalnya untuk Taenia terjadinya hexacant tertelan ternak tidak diberi
kemungkinan. Daging yang akan dimakan oleh manusia di usahakan harus
matang sehinga cysticercusnya mati (Rusyana, 2011).
BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum Zoologi Invertebrta mengenai Filum Platyhelminthes
dilaksanakan, pada hari Selasa tanggal 30 Desember 2013 pukul 13.20 –
15.00 WIB. Pelaksanaan praktikum ini bertempat di Laboratorium Biologi
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Program Studi Tadris Biologi Institut
Agama Islam Negeri (IAIN) Raden Fatah Palembang.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
Adapun alat-alat yang digunakan pada praktikum kali ini
diantaranya mikroskop, preparat, pinset, loupe, cawan petri
3.2.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan adalah spesimen Planaria sp

3.3 Cara Kerja


1. Siapkan alat dan bahan yang akan di praktikumkan
2. Letakkan spesimen di dalam cawan petri atau gelas arloji yang berisi air
3. Amati struktur tubuh bagian dorsal dan ventral dari Planaria sp
4. Amati kedua ujung tubuhnya. Tentukan bagian kepala dan ekor, apa
tandanya?
5. Berikan beberapa sentuhan pada bagian-bagian tubuh yang berbeda dan
amatilah perubahan gerakannya
6. Kemudian gambar hasil pengamatan Anda pada lembar yang tersedi dan
berilah keterangan
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Adapun hasil praktikum mengenai Filum Platyhelmintes yaitu
pengamatan secara morfologi dari Planaria sp adalah sebagai berikut:
4.1.1 Pengamatan secara morfologi berdasarkan praktikum

4.1.2 Pengamatan secara morfologi berdasarkan referensi

(Sumber: Sutarno, 2009)


4.2 Pembahasan
Adapun pembahasan dari Praktikum Zoologi Invertebrata tentang filum
Platyhelmintes berdasarkan hasil di atas bahwa Planaria sp adalah hewan
yang memiliki kemampuan regenerasi yang sangat mengagumkan.
Planaria sp dapat dipotong melintang atau memanjang, dan masing-masing
bagian potongan tubuh akan melakukan regenerasi bagian-bagian
yang hilang. Bagian tubuh yang mungkin dibentuk kembali adalah
kepala, ekor, atau bagian tengah dari farink. Planaria sp tubuhnya pipih,
lonjong dan lunak. Bagian anterior (kepala) berbentuk segitiga tumpul,
berpigmen gelap ke arah belakang, mempunyai 2 titik mata di mid dorsal.
Titik mata hanya berfungsi untuk membedakan intensitas cahaya dan belum
merupakan alat penglihat yang dapat menghasilkan bayangan. Lubang mulut
berada di ventral tubuh agak ke arah ekor, berhubungan dengan farink
(proboscis) berbentuk tubuler dengan dinding berotot, dapat ditarik dan
dijulurkan untuk menangkap makanan. Di bagian kepala, yaitu bagian
samping kanan dan kiri terdapat tonjolan menyerupai telinga disebut aurikel.
Tepat di bawah bagian kepala terdapat tubuh menyempit, menghubungkan
bagian badan dan bagian kepala, disebut bagian leher. Di sepanjang tubuh
bagian ventral diketemukan zona adesif.
Menurut Jasin (1984), Di sepanjang tubuh Planaria sp bagian ventral
diketemukan zona adesif yang berfungsi menghasilkan lendir liat yang
berfungsi untuk melekatkan tubuh Planaria ke permukaan benda yang
ditempelinya. Di permukaan ventral tubuh planaria ditutupi oleh rambut-
rambut getar halus, berfungsi dalam pergerakan.
Menurut Grisnawati (2012), Apabila dilakukan pemotongan sebuah
blastemaregenerasi akan terbentuk pada permukaan potongan dan bagian
yang hilang akan tumbuh dari blasterna tersebut. Bagian-bagian yang akan
direorganisasi dengan cara pengurangan skala, hingga individu yang
dihasilkan dari regenerasi ini akan berukuran lebih kecil dari ukuran semula.
Dengan demikian regenerasi pada hewan ini merupakan gabungan dari cara
dan morfalaksis. Platyhelminthes yang lain tidak memiliki regenerasi sebaik
Planaria sp. Planaria sp yang diamati melakukan regenerasi hanya
dengan membentuk bagian yang hilang. Bagian yang masih tersisa, tetap
menjadi bagian itu sendiri, tidak menjadi bagian yang lain. Planaria
melakukan regenerasi, Planaria sp tetap mempertahankan polaritas tubuhnya
artinya, bagian posterior hasil pemotogan akan tetap menjadi bagian posterior
begitu pula bagian anteriornya.
Menurut Rusyana (2011) Planaria sp memiliki daya regenerasi yang
sangat tinggi, bila hewan ini dipotong-potong, maka bagian yang hilang akan
tumbuh kembali dan menjadi individu utuh seperti sebelumnya.
Menurut Kastawi (2001), pencernaan Planaria sp terjadi secara
ekstraselular dan intraselular. Makanan yang sudah tercerna didistibusikan ke
cabang-cabang alat pencernaan. Bagian-bagian yang tidak tercerna
dikeluarkan melalui mulut, dapat hidup tanpa makanan dalam waktu yang
panjang dengan cara melarutkan organ reproduksi, parenkim, dan ototnya
sendiri, sehingga tubuh cacing menyusut. Tubuh yang menyusut akan
mengalami regenerasi jika cacing makan kembali.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilaksanakan mengenai filum
Platyhelminthes maka dapat diambil kesimpulan bahwa Platyhelminthes
memiliki tiga kelas utama yaitu Turbellaria, Trematoda, dan Cestoda.
Planaria sp merupakan salah satu contoh spesies dari filum Platyhelminthes.
Planaria sp merupakan memiliki daya regenerasi yang sangat tinggi, bila
hewan ini dipotong-potong, maka bagian yang hilang akan tumbuh kembali
dan menjadi individu utuh seperti sebelumnya. Filum Platyhelminthes
umumnya hidup sebagai parasit yang merugikan manusia.

5.2 Saran
Adapun saran yang dapat saya berikan setelah melakukan praktikum ini
adalah agar praktikan lebih teliti dalam mengamati morfologinya. Selain itu
sebaiknya sampel yang dibawa tidak hanya satu agar kita lebih memahami
mengenai filum Platyhelminthes dan pengetahuan kita tentunya akan
bertambah.
DAFTAR PUSTAKA

Campbell, Neil A. 2008. Biologi Jilid 2. Jakarta: Erlangga.


Grisnawati, 2012. Praktikum Planaria. http:// www. scribd. com/ document_
downloads/direct/140896098?extension=pdf&ft=1387012462&lt=13870160
72&user_id=103274420&uahk=dWCQImy8VVaB3jwxfuvnY0ewjE4.
Diakses Sabtu 2 November 2013 pukul 12.27 WIB
Jasin, Maskoeri. 1984. Sistematik Hewan Invertebrata dan Vertebrata. Surabaya:
Sinar Wijaya.
Kastawi,Yusuf. 2001. Zoologi Invertebrata. Malang: Universitas Negeri Malang
Rusyana, Adun. 2011. Zoologi Invertebrata. Bandung: Alfabeta
Satino, 2004. Praktikum Avertebrata. Website: http:// staff.uny.ac.id/ sites/
default/ files/ Praktikum% 20Avert.pdf. Diakses Sabtu 2 November 2013
pukul 12.27 WIB
Sutarno, Nono. 2009. Platyhelminthes. Website: http :// file. upi. edu/ Direktori/
FPMIPA/ JUR._PEND._ BIOLOGI/ 194808181974121
NONO_SUTARNO/ZOOIN/ PLATYHELMINTHES.pdf. Diakses Sabtu 2
November 2013 pukul 12.27 WIB

Anda mungkin juga menyukai