Anda di halaman 1dari 8

VERMES DAN MOLLUSCA

Oleh :
Nama : Hasan Hariri
NIM : B1A016068
Rombongan : VIII
Kelompok :2
Asisten : Afra Nabila

LAPORAN PRAKTIKUM SISTEMATIKA HEWAN II

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2018
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Spesies dengan ciri-ciri yang sama, akan membentuk genus atau genera. Genera
yang mempunyai ciri sama akan membentuk famili. Famili akan bergabung menjadi
kelas. Kelas akan membentuk phylum, dan semua phylum akan membentuk kingdom
(Jasin, 1989). Animalia merupakan salah satu dari 5 kingdom yang ada. Makhluk hidup
dikelompokkan ke dalam kingdom Animalia apabila memiliki ciri-ciri dapat bergerak,
eukariotik, tidak memiliki dinding sel, klorofil dan heterotrof (Selys, 1854).
Kingdom Animalia dibagi menjadi dua kelompok, yaitu Vertebrata dan
Avertebrata (Djuhanda & Tatang, 1981). Vertebrata yaitu hewan yang bertulang
belakang dan memiliki struktur tubuh yang jauh lebih sempurna dibandingkan dengan
hewan Avertebrata (Zhang, 2011). Avertebrata merupakan hewan yang tidak bertulang
belakang serta memiliki struktur morfologi dan anatomi lebih sederhana dibandingkan
dengan kelompok hewan Vertebrata.
Sistem pencernaan, pernapasan dan peredaran darah hewan avertebrata juga
lebih sederhana (Darbohoesodo, 1976). Phylum Avertebrata antara lain Porifera,
Coelenterata, Platyhelminthes, Annelida, Mollusca, Arthropoda, dan Echinodermata.
Sedangkan Vertebrata terdiri atas Pisces, Amphibia, Reptilia, Aves, dan Mammalia
(Storer & Usinger, 1957).

B. Tujuan

Tujuan praktikum acara Vermes dan Moluska, antara lain:


1. Mengenal beberapa anggota Phylum Platyhelminthes, Annelida, dan Mollusca.
2. Mengetahui beberapa karakter penting yang digunakan untuk identifikasi dan
klasifikasi anggota phylum Platyhelminthes, Annelida, dan Mollusca
II. TINJAUAN PUSTAKA

Platyhelminthes berasal dari bahasa Yunani, yaitu platy = pipih dan helminthes =
cacing. Kedudukan phylum Platyhelminthes satu tingkat lebih tinggi daripada Porifera
dan Coelenterata. Karakter-karakter hewan Platyhelminthes antara lain sebagai berikut:
1. Simetri tubuh bilateral dan triploblastik.
2. Arah tubuh anterior-posterior dan dorsal-ventral sudah dapat dibedakan dengan
jelas.
3. Memiliki susunan syaraf dengan sistem tangga tali yang terdiri atas sepasang
ganglia yang membesar di bagian anterior dan sepasang atau lebih tali syaraf yang
membentang sepanjang anterior ke posterior.
4. Memiliki gonad yang telah mempunyai saluran tetap dan alat kopulasi.
Platyhelminthes tergolong hewan tingkat rendah, karena tidak memiliki rongga
tubuh yang sebenarnya (coelom), saluran pencernaan yang belum sempurna, dan alat
kelaminnya masih terletak pada satu tubuh (hermaphrodit) (Jasin, 1989).
Platyhelminthes dibagi menjadi 4 kelas sebagai berikut:
1. Turbellaria
Kelompok ini hidup bebas pada perairan air tawar yang jernih dan tidak
mengalir, biasanya berlindung pada tempat yang teduh. Tubuhnya pipih dorso-ventral,
bagian kepalanya berbentuk segitiga dengan tonjolan seperti dua keping yang terletak di
sisi lateral yang disebut auricles sebagai mekanoreseptor, bagian ekornya meruncing,
dan terdapat mata yang berfungsi sebagai fotoreseptor. Memiliki mulut yang
berhubungan dengan kerongkongan yang dindingnya dilengkapi dengan otot sirkuler
dan longitudinal. Permukaan ventral dikelilingi oleh rambut-rambut getar halus yang
berfungsi dalam pergerakan. Contoh hewan dari kelompok ini yaitu cacing planaria
(Dugesia sp.).
2. Trematoda
Habitatnya parasit di dalam tubuh hospes, ukuran tubuh antara 8-13 mm, bentuk
pipih seperti daun, triploblastik, terdapat jaringan parenkim yang mengisi rongga antara
dinding tubuh dengan saluran pencernaan dimana terdapat bermacam-macam organ.
Bagian mulutnya memiliki alat penghisap yang terdapat dibagian anterior dan ventral
tubuh. Contoh hewan dari kelompok ini yaitu cacing hati (Fasciola hepatica).
3. Cestoda
Hewan dewasa hidupnya parasit pada hospes tetap, sedangkan pada fase sebelum
dewasa hidupnya pada hospes sementara. Bagian-bagian tubuh terdiri atas kepala, leher,
dan segmen-segmen (proglotid). Bagian kepala (scolex) memiliki beberapa alat isap
untuk menempel pada dinding saluran pencernaan hospesnya, dan pada ujung kepalanya
mempunyai alat kait berbahan kitin untuk mengait pada dinding saluran pencernaan
agar tidak terbawa arus makanan. Kelompok hewan ini tidak memiliki mulut dan
saluran pencernaan. Tiap proglotid mengandung 2 alat kelamin, jantan dan betina. Bila
proglotid telah matang (berisi telur yang telah di buahi), proglotid akan melepaskan diri
dan hidup pada hospes sementara yaitu babi atau sapi. Selubung telur akan hancur dan
keluar embrio dengan 6 alat kait (hexacant). Alat kait ini akan menembus dinding usus
kemudian akan tumbuh pada jaringan, setelah itu mengalami metamorphosis sampai
pada tahap cysticercus. Cysticercus yang termakan manusia akan menjadi cacing
dewasa, contohnya yaitu cacing pita (Taenia saginata) (Rusyana, 2011).
4. Monogenea
Anggota dari kelompok ini hidup parasit pada kulit dan insang ikan laut maupun
tawar (ektoparasit) dan memiliki siklus hidup yang relatif sederhana. Monogeneans
Gyrodactylid sebagian besar adalah vivipar yang menlahirkan individu yang tidak
bersilia. Kulit ikan terdiri atas epidermis luar dan dalam yang terdiri atas sepuluh atau
lebih lapisan sel epidermis yang meristematis. Bagian yang sering mengalami
pembelahan adalah epidermis bagian dalam. Epidermis bagian luar yang sudah mati,
dimanfaatkan oleh cacing Monogeneans untuk kelangsungan hidupnya (Kearn, 2014).
Filum Annelida memilki bentuk seperti cincin kecil. Cacing-cacing yang
termasuk dalam filum ini tubuhnya bersegmen. Mereka hidup di dalam tanah yang
lembab, air laut, dan tawar. Umumnya Annelida hidup bebas, ada yang hidup dalam
liang, beberapa bersifat komensal pada hewan-hewan aquatik, dan ada juga yang
bersifat parasit pada vertebrata. Tubuhnya Annelida juga tertutup oleh kutikula yang
merupakan hasil sekresi dari epidermis, sudah mempunyai sistem nervosum, sistem
kardiovaskula tertutup, dan sudah memilki rongga badan atau coelom (Radiopoetro,
1996).
Karakteristik filum Annelida antara lain simetri bilateral, tubuh panjang, dan
bersegmen-segmen, adanya alat gerak berupa bulu-bulu kaku (setae) pada tiap segmen,
badan tertutup oleh kutikula yang licin, dinding badan dan traktus digestivus dengan
lapisan otot sirkuler dan longitudinal, traktus digestivus lengkap, tubuler, memanjang
sesuai dengan sumbu badan, sistem kardiovaskular tertutup, respirasi dengan kulit,
organ eksresi terdiri atas sepasang nephridia yang terdapat pada tiap segmen, sistem
syaraf pusat terdiri atas sepasang ganglia cerebrales pada ujung dorsal otak, kebanyakan
bersifat hermaphrodit (Radiopoetro,1996).
Phylum Annelida terdiri atas dua kelas, yakni:
1. Polychaeta, merupakan anggota terbesar dan hidup di air laut. Memiliki
parapodia yang dilengkapi dengan banyak setae. Bagian matanya memiliki tentakel.
Kelompok hewan ini tidak memiliki clitellum, contohnya Nereis virens. Beberapa
spesies ada yang monoecious dan dioecious.
2. Clitellata, merupakan anggota yang memiliki clitellum. Tidak memiliki
parapodia, hanya sedikit setae dan hermaphrodit. Dua subkelas Clitellata, yaitu:
a) Oligochaeta, merupakan kelompok hewan yang bermetamer dan memiliki
sedikit setae, kepalanya tidak dapat dibedakan dengan jelas, dan habitatnya di air
dan terrestrial. Contohnya yaitu Lumbricus terrestris.
b) Hirudinea, merupakan kelompok hewan yang memiliki 34 segmen yang
dilengkapi dengan annuli. Memiliki alat penghisap (sucker) pada bagian anterior
dan posterior. Tidak memiliki setae dan hidup pada perairan laut, tawar, dan
terrestrial. Contohnya yaitu Hirudo medicinalis atau yang biasa kita kenal
dengan nama lintah (Jasin, 1989).
Phylum Nemathelminthes merupakan organisme mikroskopis yang hidup di
perairan. Tubuhnya terbungkus oleh cangkang yang kuat yang disebut lorika. Sebelah
dalam lorika terdapat epidermis dan otot-otot longitudinal. Bagian anterior terdapat
korona (satu atau dua karangan) dengan silianya yang selalu bergetar. Letak mulut agak
ke belakang. Hewan ini memilki alat pencernaan yang terdapat di bagian batang
tubuhnya. Bagian posterior terdapat kaki yang berjumlah satu atau dua. Sebelah kaki
depan terdapat anus berupa kloaka. Contoh representative adalah Rotifera sp (Rusyana,
2011).
Mollusca berasal dari bahasa Romawi milos yang berarti lunak. Jenis Mollusca
yang umumnya dikenal siput, kerang dan cumi-cumi. Kebanyakan dijumpai di laut
dangkal sampai kedalaman mencapai 7000 m, beberapa di air payau, air tawar, dan
darat. Berdasarkan bentuk tubuh, bentuk dan jumlah cangkang, serta beberapa sifat
lainnya, filum Mollusca dibagi menjadi 8 kelas, yaitu Chaetodermomorpha,
Neomeniomorpha, Monoplacophora, Polyplacophora, Gastropoda, Pelecypoda,
Scaphopoda, dan Cephalopoda (Suwignyo, 2005). Mollusca merupakan komponen
penting dalam berbagai komunitas. Mollusca memiliki peran penting dalam ekosistem
akuatik dalam produksi biomassa (Sharma et al., 2013).
Ciri khas struktur tubuh Mollusca adalah adanya mantel. Mantel merupakan
sarung pembungkus bagian-bagian yang lunak dan melapisi rongga mantel. Tubuhnya
triploblastik, simetri bilateral, memiliki mantel yang dapat menghasilkan bahan
cangkang berupa kalsium karbonat. Cangkang berfungsi sebagai rumah (rangka luar)
yang terbuat dari zat kapur, misalnya kerang, tiram, siput sawah, dan bekicot. Namun
ada pula yang hanya memiliki cangkang dalam yaitu cumi-cumi, sotong, gurita, atau
siput telanjang. Mollusca memiliki struktur berotot yang disebut kaki yang memiliki
bentuk dan fungsi yang berbeda untuk tiap kelasnya. Alat ekskresi berupa ginjal. Sistem
syaraf terdiri atas tiga pasang ganglion, yaitu cerebral, visceral, dan pedal yang
ketiganya dihubungkan oleh saraf longitudinal (Rusyana, 2011).
Cacing sutra (Tubifex sp.) adalah cacing berwarna merah darah yang termasuk
dalam kelas Oligochaeta air tawar. Cacing sutra hidup dengan membentuk koloni dan
diperoleh dari hasil tangkapan di sungai atau melalui proses budidaya pada medium
bahan organik. Perkembangbiakan cacing sutra tergolong cepat, dalam waktu 42 hari,
cacing sutra tumbuh menjadi dewasa dan segera berkembang biak (Mandila & Hidajati,
2013).
Sotong (Sepia officinalis) termasuk dalam kelas Cephalopoda, artinya kaki yang
terletak di bagian kepala mengalami modifikasi, dan berfungsi untuk memegang,
sedangkan mantel teradaptasi untuk berenang. Bagian kepala terdapat mulut yang
dikelilingi oleh 8 kaki dan 2 tentakel. Bagian bawah kepala terdapat siphon yang
berfungsi untuk mengalirkan air waktu bernapas atau untuk berenang dengan cepat.
Seluruh badannya ditutupi oleh mantel. Bagian dalam rongga mantel terdapat insang.
Bagian kanan dan kiri tubuh terdapat sirip yang berfungsi sebagai pendayung untuk
bergerak kea arah depan dan belakang (Rusyana, 2011).
Turbo (Turbo sp.), bekicot (Helix aspersa), siput laut (Fissurella sp.), dan siput
air tawar (Lymnaea javanica) termasuk dalam kelas ini. Gastropoda mempunyai rumah
berbentuk spesial dan kaki untuk merayap, bentuk kepala jelas, serta memiliki tentakel
dan mata. Dalam ruang bukal (pipi) terdapat redula (pita bergigi). Hewan ini
menggunakan insang, paruparu, atau keduanya sebagai alat pernapasan. Larvanya
trokofor bersilia. Hidup di lumut air tawar dan darat. Kelaminnya terpisah atau
hermafrodit, ovipar, dan ovovivipar. (Jasin, 1989).
Chiton (Chiton sp.) termasuk ke dalam kelas Polyplacophora (Amphineura) dan
dianggap sebagai kelas primitif. Tubuhnya memanjang seperti elips dengan bagian
kepala yang tereduksi. Tubuhnya simetri bilateral, mempunyai radula, bagian dorsal
tubuhnya terdiri atas 8 lempeng, kakinya pipih dan terletak di permukaan ventral, sistem
syaraf terdiri atas cincin syaraf yang mengelilingi mulut dengan dua pasang jala yang
menuju bagian ventral, jenis kelaminnya terpisah, dan stadia larvanya disebut
trochopora (Rusyana, 2011).
Kerang darah (Anadara sp.) termasuk ke dalam kelas Bivalvia (Pelecypoda)
yaitu memiliki dua cangkang yang disatukan oleh suatu sendi elastis yang disebut hinge.
Bagian cangkang yang membesar atau menggelembung dekat sendi ini disebut umbo
(bagian yang umurnya paling tua) (Rusyana, 2011).
III. MATERI DAN METODE

A. Materi

Alat-alat yang digunakan pada praktikum acara Vermes dan Moluska adalah bak
preparat,pinset, kaca pembesar, mikroskop cahaya, mikroskop stereo, sarung tangan
karet (gloves), masker, dan alat tulis.
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum acara Vermes dan Moluska adalah
beberapa spesimen hewan Phylum Platyhelminthes, Annelida dan Mollusca.

B. Metode

Metode yang digunakan pada praktikum acara Vermes dan Moluska antara lain:
1. Karakter yang ada pada spesimen diamati, digambar, dan dideskripsikan
berdasarkan ciri-ciri morfologi.
2. Spesimen diidentifikasi dengan menggunakan kunci identifikasi.
3. Dibuat kunci identifikasi sederhana berdasarkan karakter spesimen yang diamati.
4. Dibuat laporan sementara hasil praktikum.
DAFTAR REFERENSI

Darbohoesodo, R.B. 1976. Taxonomy Avertebrata. Purwokerto: Fakultas Biologi


Universitas Jenderal Soedirman.
Djuhanda & Tatang. 1981. Dunia Ikan. Bandung: Armico.
Jasin, Maskoeri. 1989. Sistematik Hewan (Avertebrata dan Vertebrata) untuk
Universitas. Surabaya: Sinar Jaya.
Kearn, C. G. 2014. Some Aspect of the Biology of Monogenean (Platyhelminth)
Parasites of Marine and Freshwater Fishes. Oceanography, 2(117), pp. 1-10.
Mandila, S.P. dan Hidajati.N, 2013. Identifikasi Asam Amino Pada Cacing Sutra
(Tubifex Sp.) yang Diekstrak Dengan Pelarut Asam Asetat dan Asam Laktat.
UNESA, Journal of Chemistry, 2(1) pp. 1-6.
Radiopoetro. 1996. Zoologi. Jakarta: Erlangga.
Rusyana, A. 2011. Zoologi Invertebrata (Teori dan Praktek). Bandung: Alfabeta.
Selys. 1854. Principles of Systematis Zoology. New Delhi: Tata McGraw-Hill
Publishing Company.
Sharma, K. K., Komal B., & Minakshi S. 2013. Diversity and Distribution of Mollusca
in Relation to the Physico-Chemical Profile of Gho-Manhasan Stream Jammu.
Intl. Journal of Biodiversity and Conservation, 5(4), pp. 240-249.
Storer, I. T, & Usinger, R. L. 1957. General of Zoology. New York: Mc Graw Hill Book
Company Inc.
Suwignyo, S. 2005. Avertebrata Air Jilid 2. Jakarta: Penebar Swadaya.
Zhang, Zhi-Qiang. 2011. Animal Biodiversity: An Introduction to Higher-Level
Classification and Taxonomic Richness. Zootaxa, 1(3148), pp. 7-12.

Anda mungkin juga menyukai