Anda di halaman 1dari 22

PHYLUM PLATYHELMINTHES

LAPORAN PRAKTIKUM

disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Zoologi Invertebrata,
dengan dosen pengampu :

Dra. Ammi Syulasmi, MS.

Dr. Yayan Sanjaya M.Si

Dr. Rini Solihat, M.Si.

oleh :

Kelompok 3A 2018
Aviva Salma Nadhira 1807793
Dewi Siti Andiyani 1806247
Imam Syahid Hudzaifah 1701275
Listia Andriani 1800055
Nadya Putri Nur Alawiyah 1808471
Tiara Damarayu Wulandari 1804024

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


DEPARTEMEN PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN


ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2019
A. Judul Laporan
Phylum Platyhelminthes
B. Tujuan Praktikum
1. Mengenal keanekaragaman hewan Phylum Platyhelminthes
2. Observasi morfologi dan struktur tubuh hewan Phylum
Platyhelminthes
3. Mengelompokkan hewan-hewan Platyhelminthes ke dalam classis
yang berbeda berdasarkan persamaan dan perbedaan ciri
4. Observasi dan identifikasi ciri-ciri khas dari setiap classis
C. Dasar Teori
1. Pengertian Phylum Platyhelminthes
Secara umum, Platyhelmintes (Cacing Pipih) adalah phylum keempat
setelah Protozoa, Porifera dan Coelenterata dalam regnum Animalia
yang bersifat tripoblastik yang hidup parasit dan memiliki bentuk
tubuh yang rata (pipih). Terdapat 18.500 spesies dari Platyhelmintes
(cacing pipih). Platyhelminthes adalah kelompok cacing yang
tubuhnya berbentuk pipih. Secara bahasa platyhelminthes berasal dari
dua kata bahasa yunani , yaitu “Platy” yang artinya pipih dan
“helminthes” yang artinya cacing.

Platyheminthes biasanya hidup bebas di laut atau di air tawar, adapula


yang hidupnya parasit. Cacing ini kebanyakan bersifat hemafrodit,
yaitu memiliki dua kelamin, jantan dan betina, dalam satu tubuh.
Namun demikian mereka tetap melakukan perkawinan antara 2
individu. Platyhelmintes tidak memiliki sistem pernapasan dan sistem
peredaran darah. Sistem pencernaannya tidak sempurna, karena
mereka belum mempunyai anus. Ukuran tubuh Platyhelminthes
beranekaragam, mulai dari ukuran yang hamoir mikroskopis hingga
yang panjangnya dapat mencapai 20 m. Tubuh Platyhelmintes simetri
bilateral, artinya bagian tubuh yang sama didestribusikan secara
merata dari pusat tubuh.

2. Struktur dan Fungsi Tubuh Phylum Platyhelminthes


Platyhelminthes merupakan hewan yang tidak memiliki rongga tubuh
sehingga disebut hewan aselomata. Tubuhnya tersusun oleh tiga
lapisan (triploblastik), yaitu lapisan luar (ektoderm), lapisan tengah
(mesoderm) dan lapisan dalam (endoderm). Dinding tubuh bagian luar
disebut epidermis dan ditutupi oleh sel halus yang bersilia. Lapisan
dalam tersusun oleh otot yang berkembang dengan baik. Pada ujung
tubuhnya terdapat kepala yang tumpul atau membulat, sedangkan pada
ujung lainnya terdapat bagian ekor yang meruncing.
Pada bagian ujung depan tubuhya terdapat bagian sensorik yang dapat
merespon perubahan lingkungan dengan cepat. Dengan bagian
sensoriknya, yang juga merespon terhadap cahaya dan zat kimia,
hewan ini dapat bergerak menuju sumber makanan dengan cepat.
Platyhelminthes juga memiliki mulut, faring, dan usus yang berperan
dalam sistem pencernaan, ia tidak memiliki anus sehingga sisa
makanan akan dikeluarkan kembali melalui mulut. Sistem saraf
berbentuk seperti tali dengan pusat pada ganglion otak di bagian
depan tubuhnya. Sistem ekskresi berbentuk dua saluran dan akan
bermuara pada pori-pori tubuh, pusat dari saluran eksresi merupakan
sel api yang memiliki silia dan ketika silia tersebut bergerak sel ini
akan terlihat seperti kobaran api, sehingga disebut sel api. Fungsi silia
pada sel api adalah untuk mengatur pergerakan cairan. Pada cacing
hati terdapat dua bintik mata pada bagian kepalanya. Bintik mata
tersebut mengandung pigmen yang disebut oseli. Indra peraba pada
Planaria disebut aurikula (telinga), ada juga yang memiliki organ
keseimbangan dan organ untuk mengetahui arah aliran air
(reoreseptor).

3. Sistem Organ pada Phylum Platyhelminthes

a. Sistem Pencernaan
Sistem pencernaan dari Platyhelminthes terdiri atas mulut, faring
dan usus. Faring dapat keluar dari mulut untuk menangkap
makanan, kemudian masuk ke mulut dan dicerna di dalam usus
yang bentuknya bercabang-cabang kemudian didistribusikan ke
seluruh tubuh, sisa makanan dari Platyhelminthes akan dibuang dan
dikeluarkan melalui mulut karena cacing pipih tidak memiliki anus.
b. Sistem Saraf
Sistem Saraf Sistem saraf pada Platyhelminthes diatur oleh otak
yang terdapat pada bagian depan tubuh, otak ini akan bercabang
menjadi dua ganglion. Kemudian ganglion tersebut akan bercabang
lagi hingga mempersarafi tubuh, dan sel-sel saraf tersebut
terkonsentrasi pada bagian tepi tubuh. Sehingga sistem saraf pada
Platyhelmintes membentuk sistem tangga tali dengan otak pada
bagian depan tubuh yang menjadi pusatnya.
c. Sistem Ekskresi
Sistem ekskresi pada Platyhelminthes berupa dua saluran
memanjang yang akan bermuara pada pori-pori tubuh. Kedua
saluran tersebut akan bercabang-cabang pada bagian punggung dan
berakhir pada sel api yang memiliki silia sebagai pusatnya.
d. Sistem Reproduksi
Sistem reproduksi, pada Platyhelminthes, proses reproduksi dapat
berlangsung secara seksual maupun aseksual. Umunya hewan ini
bersifat hermafrodit, yaitu memiliki dua kelamin dalam satu
individu, namun demikian perkawinan tetap terjadi antara 2
individu yang berbeda, tapi ada juga sumber yang mengatakan
bahwa hewan ini dapat bereproduksi sendiri secara seksual.
Setelah bertemunya sperma dan ovum, maka akan dihasilkan sel
telur yang miksroskopik, pembuahan terjadi di dalam tubuh.
Sedangkan proses reproduksi secara aseksual terjadi melalui
fragmentasi.
e. Sistem Pernapasan dan Sistem Sirkulasi
Sistem pernapasan, pada Platyhelminthes tidak terdapat kedua
sistem ini. Sehingga proses pertukaran oksigen dan karbon dioksida
dilakukan melalui proses difusi, yaitu proses pertukaran zat dari
tempat yang berkonsentrasi tinggi ke tempat yang berkonsentrasi
rendah.

4. Ciri-ciri Phylum Platyhelminthes

a. Merupakan cacing berbentuk pipih yang tubuhnya simetri bilateral


dan tidak berongga (Aselomata).
b. Tubuhnya terdiri atas 3 lapisan (Triploblastik) yaitu lapisan luar
(Ektoderm), Lapisan tengah (Mesoderm) dan lapisan dalam
(Endoderm).
c. Tidak memiliki sistem respirasi dan sistem peredaran darah
(sirkulasi).
d. Sistem pencernaannya tidak sempurna karena tidak memiliki anus.
e. Memiliki sistem saraf dengan dua saluran ganglion dengan otak
sebagai pusatnya.

5. Klasifikasi Phylum Platyhelminthes

a. Classis Turbellaria
Turbellaria merupakan classis pada platyhelminthes yang dapat
bergerak dengan menggetarkan bulu getarnya. Cacing pipih jenis
ini hidup secara bebas (bukan parasit) dan tidak memiliki alat
hisap. Tempat hidupnya di air atau tempat lembab, dan tidak hidup
pada tempat yang terkena cahaya matahari langsung. Salah satu
hewan jenis ini yang sangat dikenal adalah planaria (Dugesia sp).
Tubuh Planaria memiliki panjang 1-2 cm. Planaria memakan
protista dan hewan kecil lainnya, planaria memakan mangsanya
dengan menggunakan faring. Setelah ditangkap, makanan akan
dipecah dan didorong masuk ke lambung oleh faring. Umumnya
hewan jenis ini melakukan reproduksi secara seksual. Warna
tubuhnya gelap dan pada bagian kepala terdapat bintik mata untuk
membedakan keadaan gelap dan terang. Mulutnya terdapat di
permukaan ventral juga bisa di tengah tubuh. Pada mulut terdapat
struktur seperti taring yang disebut probosis, probosis berfungsi
untuk menangkap mangsa. Turbellaria mampu beregenerasi
dengan cara memotong tubuh, dan daya regenerasi ini sangat baik.

b. Classis Trematoda

Tremotoda merupakan classis pada Platyhelminthes yang memiliki


alat hisap dan alat kait untuk menempelkan diri pada inangnya.
Trematoda merupakan platyhelminthes yang hidupnya parasit.
Tubuh bagian luarnya ditutupi oleh kutikula yang berfungsi agar
tubuhnya tidak tercerna oleh sel tubuh inangya. Hewan jenis ini
tidak memiliki silia pada permukaan luar tubuh. Makanan dari
trematoda merupakan cairan atau jaringan tubuh inangnya. Dinding
tubuhnya memiliki otot dan saraf. Con toh hewan ini adalah cacing
hati pada sapi (Fasciola hepatica).

c. Classis Cestoda

Cestoda merupakan classis pada Platyhelminthes yang berbentuk


seperti pita dan bersifat parasit. Pada bagian kepala hewan ini
terdapat kait yang berfungsi untuk mengaitkan tubuhnya pada usus
inang. Kepala cacing pita disebut skoleks dan bagian di bawah
kepala disebut strobilus. Bagian Strobilus berfungsi untuk
membentuk progtolid pada hewan ini. Progtolid merupakan bagian
tubuh yang akan menjadi individu baru nantinya. Cestoda terus
membentuk progtolid dan semakin ke ujung progtolid tersebut
semakin besar dan semakin matang. Selama siklus hidupnya
mereka dapat melibatkan lebih dari satu inang. Cacing pita (Taenia
solium) dapat ditularkan ke manusia melalui daging babi contoh
lainnya: 1) Taenia saginata (dalam usus manusia); 2) Choanotaenia
infundibulum (dalam usus ayam); 3) Echinococcus granulosus
(dalam usus anjing); 4) Dipylidium latum (menyerang manusia
melalui inang protozoa).

D. Alat dan Bahan


Tabel 1. Alat yang digunakan dalam praktikum mengobservasi
Phylum Platyhelminthes.

No. Alat Jumlah


1. Mikroskop binokuler 2 unit
2. Kaca preparat 4 unit
3. Kamera handphone 1 unit
4. Cover glass 1 set
5. Pipet tetes 1 unit
6. Cawan petri 1 unit
7. Pinset 1 unit

Tabel 2. Bahan yang digunakan dalam praktikum mengobservasi


Phylum Platyhelminthes

No. Bahan Jumlah


1. Preparat segar Dugesia 10 ekor
tigrina
2. Preparat segar Fasciola 1 unit
hepatica
3. Preparat awetan 1 unit
Echinococcus
granulosus
4. Preparat awetan 1 unit
Eyrytrema
pancreaticum
5. Awetan basah Taenia 1 unit
saginata
6. Awetan basah Bipalium 1 unit
sp.
7. Awetan basah 1 unit
Thysanosoma
actinoides
8. Awetan kering Taenia 1 unit
pisiformis
9. Siput Lymnea sp. 10 ekor

E. Langkah Kerja

Diagram 1. Langkah Kerja Pengamatan Morfologi Planaria, Cacing Hati


dan Beberapa Contoh Cacing Pita
Disediakan planaria segar dalam Diamati daya regenerasi pada
kaca arloji berisi air, diamati arah Planaria, dengan memotong
dorsal, warna dorsal dan ventral, Planatia dengan melintang, amati
bintik mata, mulut, aurikel dan setiap hari sampai terbentuknya
panjang serta lebar tubuh planaria individu baru yang menyrupai
dengan mikroskop binokuler atau induk asal
loupe

Diamati awetan cacing pita bagian


scolex (kepala), neck (leher), dan Diambi cacing hati dan letakan
proglotid (ruas). Bandingkan diatas kaca arloji, kemudian amati
besarnya kepala pada setiap ruas, bagian anterior, posterior, dorsal,
dan perbandingan ruas pada setiap ventral oral, sucker dan ventral
species. sucker.

Diagram 2. Langkah Kerja Pengamatan Tahapan Siklus Hidup Cacing Hati


pada Siput Lymnea sp.

Dipecahkan dengan mengginakan


pinset dari beberapa siput Lymnea Diteteskan cairan yang
sp. Dalam kaca arloji atau gelas mengandung benda keputihan tadi
piala yang berisi air bersih, jika pada kaca objek bersih, kemudian
terdapat larva cacing akan tampak tutup dengan baik, diamti dibawah
serbuk-serbuk halus berwarna mikroskop.
keputihan.

Ditentukan tahap-tahap siklus


hdup cacing hati yang terdiri dari
metacercaria,cercaria,redia, dan
sporocyst..

F. Hasil Pengamatan

Tabel 4. Klasifikasi Phylum Platyhelminthes.


No. Klasifikasi Gambar Observasi Gambar Referensi

1. Regnum : Animalia
Phylum : Platyhelminthes
Classis : Turbellaria
Ordo : Tricladida
Familia : Dugesidae
Genus : Dugesia
Gambar 2.1.1 Gambar 2.2
Species : Dugesia tigrina
Sayatan Melintang Dugesia tigrina
Dugesia tigrina (Mauricio Munoz,
(Dokumentasi 2003)
Kelompok 3A, 2019)

Gambar 2.1.2
Dugesia tigrina
(Dokumentasi
Kelompok 3A, 2019)

2. Regnum : Animalia
Phylum : Platyhelminthes
Classis : Turbellaria
Ordo : Tricladida
Familia : Geoplanidae
Genus : Bipalium
Gambar 3.1 Gambar 3.2
Species : Bipalium sp
Bipalium sp Bipalium sp
(Dokumentasi (Laura Bellmore,
Kelompok 3A, 2019) 2015)
G.

No. Klasifikasi Gambar Observasi Gambar Referensi

3. Regnum : Animalia
Phylum : Platyhelminthes
Classis : Trematoda
Ordo : Echinostomida
Familia : Fasciolidae
Genus : Fasciola Gambar 4.1.1 Gambar 4.2
Species : Fasciola hepatica Fasciola hepatica Fasciola hepatica
(Dokumentasi (Sinnclair Stammers,
Kelompok 3A, 2019) 2013)

Gambar 4.1.4
Fasciola hepatica
(Dokumentasi

Kelompok 3A, 2019)


No. Klasifikasi Gambar Observasi Gambar Referensi

Regnum : Animalia
Phylum : Platyhelminthes
Classis : Trematoda
Ordo : Plagiorchiida
Familia : Dicrocoeliidae
Genus : Eurytrema
Gambar 5.1 Gambar 5.2
Species : Eurytrema
Eurytrema Eurytrema
pancreaticum
pancreaticum pancreaticum
(Dokumentasi (Tai Soon Yong,
Kelompok 3A, 2019) 2003)
5. Regnum : Animalia
Phylum : Platyhelminthes
Classis : Cestoda
Ordo : Taeninoidea
Familia : Taeniidae
Genus : Taenia
Gambar 6.1 Gambar 6.2
Species : Taenia saginata
Taenia saginata Taenia saginata
(Dokumentasi (Carolyne Temanson,
Kelompok 3A, 2019) 2009)
H.

No. Klasifikasi Gambar Observasi Gambar Referensi

6. Regnum : Animalia
Phylum : Platyhelminthes
Classis : Cestoda
Ordo : Taeninoidea
Familia : Taeniidae
Genus : Taenia
Gambar 7.1.1 Gambar 7.2
Species : Taenia sp
Preparat Taenia sp Taenia sp
(Dokumentasi (R E Pugh, 2001)
Kelompok 3A, 2019)

Gambar 7.1.2
Taenia sp
(Dokumentasi
Kelompok 3A, 2019)

7. Regnum : Animalia
Phylum : Platyhelminthes
Classis : Cestoda
Ordo : Taeninoidea
Familia : Taeniidae
Genus : Taenia
Gambar 8.1 Gambar 8.2
Species : Taenia pisiformis
Taenia pisiformis Taenia pisiformis
(Dokumentasi (Alan Pederson,
Kelompok 3A, 2019) 2014)
I.

No. Klasifikasi Gambar Observasi Gambar Referensi

8 Regnum : Animalia
Phylum : Platyhelminthes
Classis : Cestoda
Ordo : Cyclophyllidea
Familia : Anoplucephalidae
Genus : Thysanosoma
Gambar 9.1 Gambar 9.2
Species : Thysanosoma
Thysanosoma Thysanosoma
actinoides
actinoides actinoides
(Dokumentasi (P. Junquera, 2007)
Kelompok 3A, 2019)
9 Regnum : Animalia
Phylum : Platyhelminthes
Classis : Cestoda
Ordo : Taeninoidea
Familia : Taeniidae
Genus : Echinococcus
Gambar 10.2
Species : Echinococcus
Echinococcus
granulosus Gambar 10.1
granulosus
Echinococcus
(Dr. SM Sajjadi,
granulosus
2011)
(Dokumentasi
Kelompok 3A, 2019)
J.

G. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap preparat awetan,awetan basah,
awetan kering, dan spesimen. Maka terdapat banyak hewan
Platyhelminthes. Hewan-hewan yang ditemukan pada sampel digolongkan
ke dalam tiga classis berdasarkan bentuk tubuh pipih, pipih seperti daun
dan pipih seperti pita, antara lain :
1. Classis Turbellaria
a. Bipalium sp
Bipalium sp adalah salah satu spesies Platyhelminthes yang
memiliki bentuk tubuh pipih dan bersimetri bilateral. Hewan ini
tidak memiliki anus, sucker dan proglotid. Tetapi, Bipalium sp
memiliki mulut, intestin, dan alat reproduksi. Oleh karena itu,
Bipalium sp termasuk ke dalam classis Turbellaria.
b. Dugesia tigrina
Dugesia tigrina merupakan salah satu species Platyhelminthes
yang masuk ke dalam classis Turbellaria. karena memiliki beberapa
karakteristik, yaitu pada permukaan tubuhnya terdapat silia (rambut
getar) yang digunakan untuk bergerak atau berenang, memiliki
sepasang bintik mata yang berfungsi untuk membedakan keadaan
gelap dan terang, pada umumnya tubuhnya berpigmen, memiliki
mulut di bagian ventral, tidak memiliki alat penghisap dan tidak
memiliki ruas pada tubuhnya, hal tersebut yang membedakan
antara Classis Turbellaria dengan classis lain dari Phylum
Platyhelminthes. Dugesia tigrina ini kami temukan di perairan
tawar, karena memang hewan ini biasanya hidup di kolam, danau,
atau mata air. Manfaat dari hewan ini yaitu dapat dijadikan pakan
ikan dan indikator air bersih.
1. Classis Trematoda
a. Fasciola hepatica
Fasciola hepatica adalah salah satu spesies Platyhelminthes yang
memiliki bentuk tubuh pipih daun dan bersimetri bilateral. Hewan
ini tidak memiliki anus dan proglotid. Tetapi Fasciola hepatica
memiliki alat penghisap (sucker), intestin, dan alat reproduksi.
Oleh karena itu, Fasciola hepatica termasuk ke dalam classis
Trematoda.
b. Eurytrema pancreaticum
Eurytrema pancreaticum adalah salah satu spesies
Platyhelminthes yang memiliki bentuk tubuh pipih daun dan
bersimetri bilateral. Eurytrema pancreaticum memiliki sucker
(alat penghisap), faring, intestin. Memiliki alat reproduksi dan
memiliki lubang ekskresi (anus). Oleh karena itu, Eurytrema
pancreaticum termasuk ke dalam classis Trematoda.
2. Classis Cestoda
a. Taenia saginata
Taenia saginata umumnya dikenal sebagai cacing pita sapi.
Hewan ini termasuk ke dalam kelas cestoda. Hewan ini memiliki
simetri tubuh bilateral, bentuk tubuhnya pipih pita, memiliki
proglotid dan sucker. Reproduksinya bersifat hermaprodit yaitu
memiliki sistem reproduksi jantan dan betina. Taenia saginata ini
dapat menyebabkan sistiserkosis pada manusia.
b. Taenia sp
Taenia sp adalah salah satu spesies Platyhelminthes yang
memiliki bentuk tubuh pipih pita dan bersimetri bilateral. Hewan
ini tidak memiliki mulut, anus, dan intestin. Tetapi, Taenia sp
memiliki proglotid dan sucker. Oleh karena itu, Taenia sp
termasuk ke dalam classis Cestoda.
c. Taenia pisiformis
Cacing ini merupakan cacing pipih pita, tidak berpigmen, tidak
mempunyai saluran pencernaan, mempunyai kepala (scolex) di
bagian anterior dengan dilengkapi sucker dan kait untuk
menempel pada inangnya, tubuhnya memiliki ruas-ruas. Tubuh
Taenia pisiformis ini terdiri atas tiga bagian proglotid, yakni
proglotid muda, proglotid dewasa, dan proglotid gravid, besar dan
panjang setiap bagian proglotid semakin ke ujung semakin
bertambah.
d. Thysanosoma actinoides
Cacing ini berbentuk pipih pita, memiliki scolex, tidak
berpigmen, dan tubuhnya memiliki segmen atau proglotid. Itu
sebabnya dikelompokkan ke dalam classis Cestoda. Tergolong
cacing pita tebal (familia Anocephalidae). Tubuhnya memiliki
proglotid dan scolex.

e. Echinococcus granulosus
Echinococcus granulosus memiliki simetri tubuh bilateral,
termasuk ke dalam kelas cestoda, tubuhnya memiliki proglotid
dan sucker. Reproduksinya bersifat hermaprodit atau memiliki
system reproduksi jantan dan betina.

Siklus Hidup Cacing Hati pada Siput Lymnea sp yaitu Fasciola


hepatica memiliki panjang 2,5 cm dan lebar 1 cm, tubuhnya
dilapisi oleh kutikula yang berfungsi untuk menjaga tubuhnya
agar tidak tercerna oleh inangnya sendiri. Pada bagian depan
tubuh cacing hati terdapat mulut penghisap yang digunakan
untuk menghisap makanannya. Cacing hati memiliki sifat
hermaprodit, mereka berkembang biak dengan cara membuahi
diri mereka sendiri.
1. Telur
Cacing hati dapat menghasilkan telur sekitar >100.000 telur
dalam sekali pembuahan di dalam hati atau empedu inangnya.
Telur yang di hasilkan akan di salurkan ke empedu agar bisa
keluar melewati usus besar dan anus dalam bentuk feses atau
kotoran hewan inangnya. Telur akan siap menetas dan menjadi
larva setelah di keluarkan dengan waktu menetasnya sekitar 8-
12 bulan. Syarat agar telur bisa menjadi larva adalah kondisi
lingkungan yang basah dan lembab atau tidak kering.
2. Larva (Mirasidium)
Larva cacing hati (mirasidium) memiliki silia (rambut getar)
diseluruh permukaan tubuh. Larva yang baru menetes akan
terbawa hujan sampai ke aliran air dan mencari inang baru
(inang perantara) seperti siput air tawar. . Di dalam siput,
mereka berkembang menjadi tiga bentuk parasit yang berbeda.
Larva bisa melakukan reproduksi aseksual di dalam tubuh siput
dan akan membentuk larva yang banyak. Larva akan berubah
menjadi sporosis saat di dalam tubuh siput. Sporosis akan
menjadi redia, begitu juga dengan redia akan menjadi serkaria.
Lama dari fase larva ke serkaria adalah sekitar 10-12 hari.
Cacing tanah tidak akan bersifat parasit saat berada pada siput
air. Hal ini kerena siput air atau Lymnea sp mempunyai resisten
atau ketahan terhadap infeksi cacing hati.
3. Serkaria
Serkaria memiliki sistem gerak pada struktur tubuh yang mirip
seperti ekor kecebong yang berguna untuk bergerak dan
berpindah. Pada tahap serkaria inilah cacing hati akan bergerak
ke tumbuhan yang basah atau ke rumput yang basah untuk
tinggal. Lalu serkaria akan membentuk fase metaserkaria
dimana ekor atau sistem gerak yang ada tadi akan menghilang.
Fase serkaria akan memiliki periode selama 5-7 minggu jika
kondisi lingkungan dan tumbuhan atau rumput tempat
tinggalnya lembab dan basah.
4. Metaserkaria
Metaserkaria adalah daur hidup dari cacing hati yang berasal
dari serkaria yang telah berubah saat hidup di tumbuhan basah.
Metasekaria adalah bentuk infeksi sejati cacing hati yang akan
membungkus diri menjadi kista dan akan bertahan lama pada
tumbuhan basah tempatnya hidup. Kista memiliki membrane
yang kuat sehingga dapat bertahan lama hidup di rumput dan
tumbuhan basah. Pada fase ini, jika ada mamalia yang memakan
rumput yang di tinggali metaserkaria akan terinfeksi cacing hati
seperti sapi dan kambing. Cacing hati juga dapat menginfeksi
manusia jika kita memakan tumbuhan yang ditinggali
metasekaria tanpa mengolahnya dan membersihkan terlebih
dahulu.
3. Cacing hati dewasa
Saat metaserkaria masuk kedalam tubuh inangnya, maka
metaserkaria akan keluar dari kista dan menjadi cacing hati
dewasa. Cacing dewasa tersebut akan menembus dinding usus
halus menuju rongga perut dan mengincar hati sebagai inang
baru. dan mencapai kematangan. Ketika dewasa, siap untuk
bereproduksi secara aseksual dan melepaskan telur baru. Ukuran
cacing hati sekitar panjang 2,5-3 cm dan lebar 1-1,5 cm. Cacing
hati (Fasciola hepatica) akan menjadi parasit di hati hewan
mamalia yang menjadi inangnya. Tahapan dari siklus hidup
cacing hati adalah sebagai berikut :

Telur (bersama feces)  larva bersilia (mirasidium)  siput


air (lymnea sp)  sporokista  redia  serkaria  keluar
dari tubuh siput menempel pada rumput atau tanaman air 
membentuk kista (metaserkaria)  dimakan domba atau
sapi usus  hati  sampai dewasa.

H. Diskusi dan Jawaban pertanyaan


1. Dapatkah anda menemukan persamaan yang dimiliki oleh setiap
speciesa? Tuliskan persamaan- persamaaan tersebut (berdasarkan hasil
pada tabel pengamatan)
Ya, terdiri 3 lapisan sel (triplosbatik), alat ekskresi berupa sel api,
respirasi, melalui permukaan tubuh dan sistem saraf dengan ganglion
anterior sebagai pusat sistem saraf, multiseluler, bentuk tubuh pipih,
simetri, bilateral tidak memiliki rongga tubuh
2. Dapatkah anda menemukan perbedaan yang dimiliki oleh setiap species
tersebut sehingga dimasukkan pada classis yang berbeda? Tuliskan
perbedaan – perbedaannya
Ya, tempat hidupnya ada yang beruas dan ada yang tidak
3. Tuliskan ciri khas dari tiap- tiap classis pada kolom berikut :

Classis Ciri Khas


Tubellaria Bersilia, tidak punya alat hisap,
memiliki mulut dibagian ventral,
memiliki intestin, beberapa
diantaranya bereproduksi secara
aseksual.
Trematoda Hidup parasit, dilapisi kutikula
bentuk seperti daun, memiliki mulut
dianterios, tidak beruas, saluran
pencernaan bercabang dua
Certoda Hidup parasit, tidak punya mulut,
mempunyai scolex dibagian anterior
dengan sucket dan kait, tidak
berpigmen tubuhnya dilapisi
kutikula
4. Tuliskan kegunaan dan manfaat dari species – species coelenterata yang
anda temukan :
 Dugesia sp sebagai indikator air bersih, makanan ikan, sebagai alat
percobaan bagi para ilmuan
 Trematoda dan cestoda sebagai parasit untuk penyeimbang alam
5. Dari teori perkuliahan atau buku sumber yang anda peroleh mengenai
filum coelenterata , lenngkapilah tabel berikut ini :

Phylu Pencernaa Ekskresi Pernapasa Sistem Reproduksi


m n n syaraf
Platyh Perceraian Alat Respirasi Terdiri Vegetarif
elmint terjadi ekskresi melalui dari Pembelahan
hes secara berupa permukaan gangliu tranversal
ekstra sel api tubuh m Generatif
seluler alat yang (belum anterior Persatuan
pencernaan dihubun memiliki yang antara gamet
I. K terdiri dari gkan sistem dihubun bentuknya dan
e mulut, dengan respirasi) gkan jantan di dalam
s faring dan saluran dengan tubuh
intastine ekskresi tali
i
bercabang- utama saraf
m cabang longitud
p inal dan
u tali
l saraf
a transver
sal
n
1. Plathyhelminthes
merupakan hewan multiseluler yang berbentuk pipih, simetri bilateral,
tripoblastik. Phylum ini terbagi menjadi tiga kelas, yaitu Tubellaria,
Trematoda, dan Cestoda. Keanekaragaman phylum Platyhelminthes yang
sudah diamati yaitu : Dugesia tigrina, Bipalium sp, Fasciola hepatica,
Eurytema pancreaticum, Taenia saginata, Taenia sp, Taenia pisiformis,
Thysanosoma actinodes, Echinoccocus granulosus.

2. Secara bahasa Platyhelminthes berasal dari dua kata bahasa yunani


, yaitu “Platy” yang artinya pipih dan “helminthes” yang artinya cacing.
yang bersifat tripoblastik yang hidup parasit dan memiliki bentuk tubuh
yang pipih dan simetri bilateral. Platyhelminthes adalah kelompok cacing
yang tubuhnya berbentuk pipih. Platyheminthes biasanya hidup bebas di
laut atau di air tawar, adapula yang hidupnya parasit. Cacing ini
kebanyakan bersifat hemafrodit, yaitu memiliki dua kelamin, jantan dan
betina, dalam satu tubuh. Platyhelmintes tidak memiliki sistem
pernapasan dan sistem peredaran darah. Sistem pencernaannya tidak
sempurna, karena mereka belum mempunyai anus. Ukuran tubuh
Platyhelminthes beranekaragam, mulai dari ukuran yang hampir
mikroskopis hingga yang panjangnya dapat mencapai 20 m. Epidermis
pada classis Turbellaria mengandung silia, lendir, dan bintik mata,
sedangkan pada Trematoda dan Cestoda epidermisnya mengandung
kutikula dan memiliki alat penghisap (sucker) dan kait (hook) untuk
menempel pada hospesnya. Platyhelminthes tidak memiliki rangka,
sistem respirasi, dan sistem peredaran darah. Sistem ekskresinya
menggunakan sel api yang terdapat pada nefridiofor. Sistem saraf dengan
sepasang ganglion anterior yang dihubungkan dengan satu atau tiga
pasang tali saraf longitudinal dan transversal.

3. Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa phylum


Platyhelminthes terbagi ke dalam tiga classis yang didasari oleh
perbedaan struktur tubuhnya. Ketiga classis tersebut adalah: Turbellaria,
Trematoda, dan Cestoda. Setelah dilakukan pengamatan ada Bipalium sp
dan Dugesia sp yang termasuk ke dalam classis Turbellaria karena
memiliki beberapa karakteristik, yaitu berbentuk pipih memanjang dan
simetri bilateral, pada permukaan tubuhnya terdapat silia (rambut getar)
yang digunakan untuk bergerakatauberenang, memiliki sepasang bintik
mata yang berfungsi untuk membedakan keadaan gelap dan terang, pada
umumnya tubuhnya berpigmen, memiliki mulut di bagian ventral, tidak
memiliki alat penghisap dan tidak memiliki ruas pada tubuhnya. Di kelas
Trematoda ada Fasciola hepatica dan Eurytema pancreaticum, karena
memiliki bentuk tubuh pipih daun dan bersimetri bilateral, pada
permukaan tubuhnya memiliki kutikula, memiliki sucker (alat
penghisap), faring, intestin. Memiliki alat reproduksi dan memiliki
lubang ekskresi berupa anus (tidak ada pada Fasciola hepatica). Dan ada
Taenia saginata, Taenia sp, Taenia pisiformis, Thysanosoma actinodes,
dan Echinoccocus granulosus yang termasuk pada kelas Cestoda karena
berbentuk pipih pita dan simetri bilateral, pada permukaan tubuh dilapisi
kutikula, hidup parasite,tidak bersilia, tidak memiliki saluran pencernaan,
memiliki scolex (kepala) yang terdiri dari hooks (kait), rostellum
(karangan kait), sucker (alat penempel dan penghisap) dan struktur tubuh
terdiri dari proglotid atau bersegmen.

4. Setiap kelas pada phylum Platyhelminthes memiliki ciri khas, yaitu


pada kelas Tubellaria, ia hidup bebas, epidermis dengan silia, memiliki
intestine, memiliki kelenjar lender, memiliki bintik mata di bagian
anterior, mulut di bagian ventral, alat pencernaan, tidak memiliki sucker,
umumnya berpigmen, dapat berproduksi secara vegetatif (pembelahan
transversal). Tidak beruas, memperoleh makanan secara holozoik dan
saprozoik. Pada kelas Trematoda, ia hidup parasit, beruas, memiliki
intenstine, tidak memiliki silia pada cacing dewasa, memiliki kutikula,
mempunyai alat pencernaan, sucker dan mulut dibagian anterior.
Memperoleh makanan secara saprozoik. Sedangkan pada kelas Cestoda,
ia endoparasit, epidermis berkutikula, tidak memiliki silia, tidak
berpigmen, tidak memiliki memiliki alat pencernaan dan memiliki scolex
(kepala) yang terdiri dari hooks (kait), rostellum (karangan kait), sucker
(alat penempel dan penghisap) dan struktur tubuh terdiri dari proglotid
atau bersegmen. Dan memperoleh makanan dengan cara saprofitik.

Daftar Pustaka

Hadi, Abdul. (2015). Pengertian, Ciri-Ciri dan Klasifikasi


Platyhelminthes. [online]. Diakses dari:
http://www.softilmu.com/2015/06/Pengertian-ciri- Struktur-Tubuh-
Klasifikasi-Platyhelminthes-adalah.html

Maspamudji, Adhi. (2016). Daur Hidup Fasciola hepatica. [online].


Diakses dari: https://promisespromisesbroadway.com/daur-hidup-fasciola-
hepatica/

Daftar Pustaka Gambar

Gambar 2.2 Dugesia tigrina


Munoz, Mauricio. (2003). ADW: Dugesia tigrina: PICTURES. [online].
Diakses dari: https://animaldiversity.org/accounts/Dugesia_tigrina/pictures
/collections/contributors/mauricio_munoz/Dugesia_tigrina/

Gambar 3.2 Bipalium sp


Bellmore, Laura. (2015). Beneficial In The Landscape #57 Land
Planarian. [online]. Diakses dari: https://aggie
ticulture.tamu.edu/galveston/beneficials/beneficial-
57(partial)_land_planarian.htm

Gambar 4.2 Fasciola hepatica


Stammers, Sinclair. (2013). Light Micrograph of Liver Fluke. [online].
Diakses dari: https://fineartamerica.com/featured/1-light-micrograph-of-
liver- fluke-fasciola-hepatica-sinclair-stammers.html

Gambar 5.2 Eurytrema pancreaticum


The Korean Society for Parasitology. (2003). Adult worm of Eurytrema
pancreaticum. [online]. Diakses dari:
http://atlas.or.kr/atlas/alphabet_view.php?my_codeName=Eurytrema%20p
ancreaticum

Gambar 6.2 Taenia saginata


Temanson, Carolyn. (2009). Taenia saginata. [online].
Diakses dari:
http://bioweb.uwlax.edu/bio203/s2009/temanson_caro/

Gambar 7.2 Taenia sp.


Pugh, RE. (2001). Taenia sp. [online]. Diakses dari:
http://parasite.org.au/pugh-
collection/Taenia%20sp.%20%2001.jpg_Index.html

Gambar 8.2 Taenia pisiformis


Pederson, Alan. (2014). Platyhelminthes / Cestoda: Taenia pisiformis
scolex. [online]. Diakses dari:

http://grauhall.com/catalog/product_info.phpmanufacturers_id=42&produ
cts_id=1568

Gambar 9.2 Thysanosoma actinioides


Junquera, P.(2007). Thysanosoma actinioides, the fringed tapeworm.
[online]. Diakses dari:
http://parasitipedia.net/index.php?option=com_content&view=article&id=
2586&Itemid=2868

Gambar 10.2 Echinococcus granulosus


Medicotips. (2011). Echinococcus granulosus – Life cycle. [online].
Diakses dari: http://www.medicotips.com/2011/07/echinococcus-
granulosus- morphology life.html

Anda mungkin juga menyukai