Anda di halaman 1dari 6

Platyhelminthes atau Cacing Pipih, Filum ketiga dalam Kingdom Animalia

Platyhelminthes atau Cacing Pipih

A. Pengertian Platyhelminthes

        Platyhelminthes dalam bahasa Yunani artinya Cacing Pipih. Cacing Pipih adalah


filum dalam kerajaan Animalia (hewan). Filum ini mencakup semua  Cacing
pipih kecuali Nemertea, yang dulu merupakan salah satu kelas pada Platyhelminthes yang
telah dipisahkan.

Platyhelminthes

        Platyhelminthes merupakan filum ketiga dari


kingdom Animalia setelah Porifera dan Coelenterata. Platyhelminthes merupakan
hewan triploblastik dan bisa hidup sebagai parasit. Hewan Triploblastik adalah hewan (dari kingdom
Animalia) yang mempunyai 3 lapisan tubuh.

B. Ciri-Ciri Platyhelminthes
cacing Pipih

Ciri-ciri Platyhelminthes:
1. Memiliki tubuh yang pipih, simetris, dan tidak bersegmen.
2. Mempunyai satu lubang mulut tanpa dubur.
3. Hidup sebagai parasit, mempunyai alat hisap akan tetapi juga ada yang hidup bebas.
4. Reproduksi generatif dengan perkawinan silang, secara vegetatif dengan membelah diri
(fragmentasi).
5. Hidup di air tawar/laut, tempat lembab, atau di dalam tubuh hewan lain.
6. Sangat sensitif terhadap cahaya.

C. Struktur dan Fungsi Tubuh Platyhelminthes

1. Sistem Pencernaan
       Gastrovakuler adalah sistem pencernaan pada Cacing Pipih atau Platyhelminthes. Peredaran
makanan pada sistem pencernaan Cacing Pipih melalui usus, yang dimulai dari mulut, faring, dan
kerongkongan. Di belakang kerongkongan terdapat usus yang memiliki cabang ke seluruh tubuh,
yang berarti makanan disebarkan keseluruh tubuh.

       Gas Oksigen dan karbondioksida dikeluarkan melalui proses difusi. Platyhelminthes tidak
memiliki sistem peredaran darah dan rongga tubuh(selom) sehingga disebut hewan aselomata.

2. Indera
         Beberapa Cacing pipih memunyai oseli di kepala. Oseli adalah bintik mata yang mengandung
pigmen yang peka terhadap cahaya.  Cacing pipih memiliki indra peraba dan sel kemoresptor.
Beberapa jenis lainnya juga memiliki indra tambahan seperti aurikula(telinga), statosista (pengatur
keseimbangan), dan reoreseptor (berfungsi untuk mengetahui arah aliran sungai).

3. Reproduksi
        Walaupun cacing pipih merupakan hewan hemafrodit, beberapa cacing pipih tidak bisa
melakukan perkawinan secara individu. Reproduksi dilakukan secara aseksual dan seksual.

        Reproduksi seksual akan menghasilkan gamet. Fertilisasi ovum terjadi di dalam tubuh. Fertilisasi


bisa dilakukan sendiri atau dengan pasangan lain.

        Sedangkan reproduksi aseksual dilakukan dengan membelah diri (fragmentasi).

D. Klasifikasi Platyhelminthes

1. Turbellaria atau Cacing Rambut Getar


        Memiliki bulu getar yang berfungsi untuk bergerak.
Contoh: Planaria

2. Trematoda atau Cacing Isap


        Memiliki alat pengisap, terdapat pada mulut di bagian kepala. Alat penghisap berfungsi untuk
menempel pada inangnya untuk menghisap makanan, berarti Trematoda merupakan parasit.
Trematoda dewasa hidup di dalam hati, usu, paru-paru, ginjal, dan pembuluh darah vertebrata.
Contoh: Fasciola(Cacing Hati), Clonorchis, dan Schistosoma.

3. Cestoda atau Cacing Pita


        Memiliki kulit berlapis kitin berfungsi melindungi diri dari enzim inangnya, dengan
demikian Cestoda merupakan parasit. Cestoda terdiri dari anterior yang disebut skoleks, leher
(strobilus), dan proglotid.

E. Penyakit yang Dapat Ditimbulkan Oleh Platyhelminthes

        Platyhelminthes menimbulkan penyakit pada manusia dan hewan, salah satunya


yaitu Schistosoma yg menyebabkan skistosomiasis. penyakit parasit yang ditularkan melalui siput air
tawar pada manusia.

        Apabila cacing tersebut berkembang di tubuh manusia, dapat terjadi kerusakan jaringan dan
organ seperti kandung kemih, ureter, hati, limpa, dan ginjal manusia.

Cara hidup dan habitat

Platyhelminthes ada yang hidup bebas maupun parasit. Platyhelminthes yang hidup bebas memakan
hewan-hewan dan tumbuhan kecil atau zat organik lainnya seperti sisa organisme. Platyhelminthes parasit
hidup pada jaringan atau cairan tubuh inangnya. Habitat Platyhelminthes yang hidup bebas adalah di air
tawar, laut, dan tempat-tempat yang lembap. Platyhelminthes yang parasit hidup di dalam tubuh inangnya
(endoparasit) pada siput air, sapi, babi, atau manusia.

A. Struktur Tubuh Platyhelminthes

Tubuh Platyhelminthes memiliki tiga lapisan embrional, yaitu ektoderma, mesoderma, dan endoderma. Endoderm membatasi rongga
gastrovaskuler. Diantara ekstoderm dan endoderm terdapat lapisan mesoderm. Mesoderm terdiri dari jaringan ikat yang longgar. Pada
mesoderm terdapat organ-organ misalnya organ kelamin jantan dan betina. 

Cacing memiliki saluran pencernaan dari mulut, faring, menuju kerongkongan. Akan tetapi, cacing pipih tidak memiliki saluran pencernaan.
Cacing pipih hanya memiliki usus yang bercabang-cabang menuju seluruh tubuh sehingga peredaran makanan tidak melalui pembuluh
darah, tetapi langsung diedarkan dan diserap tubuh dari cabang usus tersebut. Sistem ini disebut dengan sistem pencernaan gastrovaskuler.

Platyhelminthes tidak memiliki anus atau sistem pembuangan. Pengeluaran dilakukan melalui mulut sedangkan sisa makanan berbentuk cair
dikelurkan melalui permukaan tubuhnya. Sistem saraf hampir sama dengan sistem saraf pada Coelenterata, dapat bergerak aktif karena
adanya sistem saraf dan sistem indra. Pada cacing hati terdapat dua bintik mata pada bagian kepalanya. Bintik mata tersebut mengandung
pigmen yang disebut oseli. Indra peraba pada Planaria disebut aurikula (telinga), ada juga yang memiliki organ keseimbangan dan organ
untuk mengetahui arah aliran air (reoreseptor).

B. Sistem Reproduksi Platyhelminthes

Platyhelminthes bisa bereproduksi dengan cara aseksual dan seksual. Secara aseksual dilakukan dengan pembelahan tubuh. Tiap-tiap hasil
pembelahan akan meregenerasi bagian tubuh yang hilang. Cara reproduksi aseksual tersebut biasanya dilakukan oleh Tubellaria sp.
Platyhelminthes juga bisa bereproduksi secara seksual dengan cara perkawinan silang meskipun cacing pipih bersifat hermafrodit. Zigot dan
kuning telur yang terbungkus kapsul akan menempel pada batu atau tumbuhan, kemudian menetas menjadi embrio yang mirip induknya.

Reproduksi Aseksual Platyhelminthes

Sistem pencernaan[sunting | sunting sumber]


Sistem pencernaan cacing pipih disebut sistem gastrovaskuler, dimana peredaran makanan tidak melalui darah
tetapi oleh usus.[4] Sistem pencernaan cacing pipih dimulai dari mulut, faring, dan dilanjutkan ke kerongkongan.
[4]
 Di belakang kerongkongan ini terdapat usus yang memiliki cabang ke seluruh tubuh.[4] Dengan demikian,
selain mencerna makanan, usus juga mengedarkan makanan ke seluruh tubuh.[4]
Selain itu, cacing pipih juga melakukan pembuangan sisa makanan melalui mulut karena tidak memiliki anus.
[4]
 Cacing pipih tidak memiliki sistem transpor karena makanannya diedarkan melalui sistem gastrovaskuler.
[4]
 Sementara itu, gas O2 dan CO2 dikeluarkan dari tubuhnya melalui proses difusi.[4]

Sistem syaraf[sunting | sunting sumber]


Ada beberapa macam sistem syaraf pada cacing pipih:[4]

 Sistem syaraf tangga tali merupakan sistem syaraf yang paling sederhana.[4] Pada sistem tersebut,
pusat susunan saraf yang disebut sebagai ganglion otak terdapat di bagian kepala dan berjumlah sepasang.
[4]
 Dari kedua ganglion otak tersebut keluar tali saraf sisi yang memanjang di bagian kiri dan kanan tubuh
yang dihubungkan dengan serabut saraf melintang.[4]
 Pada cacing pipih yang lebih tinggi tingkatannya, sistem saraf dapat tersusun dari sel saraf (neuron)
yang dibedakan menjadi sel saraf sensori (sel pembawa sinyal dari indera ke otak), sel saraf motor (sel
pembawa dari otak ke efektor), dan sel asosiasi (perantara).[4]

Indera[sunting | sunting sumber]
Beberapa jenis cacing pipih memiliki sistem penginderaan berupa oseli, yaitu bintik mata yang mengandung
pigmen peka terhadap cahaya.[4] Bintik mata tersebut biasanya berjumlah sepasang dan terdapat di bagian
anterior (kepala).[4] Seluruh cacing pipih memiliki indra meraba dan sel kemoresptor di seluruh tubuhnya.
[5]
 Beberapa spesies juga memiliki indra tambahan berupa aurikula (telinga), statosista (pegatur keseimbangan),
dan reoreseptor (organ untuk mengetahui arah aliran sungai).[4] Umumnya, cacing pipih memiliki sistem
osmoregulasi yang disebut protonefridia.[6] Sistem ini terdiri dari saluran berpembeluh yang berakhir di sel api.
[5]
 Lubang pengeluaran cairan yang dimilikinya disebut protonefridiofor yang berjumlah sepasang atau lebih.
[6]
 Sedangkan, sisa metabolisme tubuhnya dikeluarkan secara difusi melalui dinding sel.[6]

Reproduksi[sunting | sunting sumber]
Cacing pipih dapat bereproduksi secara aseksual dengan membelah diri dan secara seksual dengan perkawinan
silang, walaupun hewan ini tergolong hermafrodit.[7]

Siklus Hidup Platyhelminthes[sunting | sunting sumber]


Fasciola hepatica[sunting | sunting sumber]
Telur (bersama feces) -> larva bersilia (mirasidium) -> siput air (lymnea auricularis atau lymnea javanica) ->
sporokista -> redia -> serkaria -> keluar dari tubuh siput -> menempel pada rumput / tanaman air -> membentuk
kista (metaserkaria) -> dimakan domba(hepatica)/sapi(gigantica) -> usus -> hati -> sampai dewasa

Clonorchis sinensis[sunting | sunting sumber]


Telur (bersama feces) -> mirasidium -> siput air -> sporosista -> menghasilkan redia -> menghasilkan serkaria ->
keluar dari tubuh siput -> ikan air tawar (menempel di ototnya) -> membentuk kista (metaserkaria) -> ikan
dimakan -> saluran pencernaan -> hati -> sampai dewasa

Schistosoma javanicum[sunting | sunting sumber]


Telur (bersama feces) -> mirasidium -> siput air -> sporosista -> menghasilkan redia -> menghasilkan serkaria ->
keluar dari tubuh siput -> menembus kulit manusia -> pembuluh darah vena

Taenia saginata / Taenia solium[sunting | sunting sumber]


Proglotid (bersama feces) -> mencemari makanan babi -> babi -> usus babi (telur menetas jadi hexacan) ->
aliran darah -> otot/daging (sistiserkus) -> manusia -> usus manusia (sistiserkus pecah -> skolex menempel di
dinding usus) -> sampai dewasa di manusia -> keluar bersama feces[4][9]

Penyakit yang disebabkan Platyhelminthes[sunting | sunting


sumber]

Schistosoma mansoni, penyebab Schistosoma pada manusia.

Beberapa spesies Platyhelminthes dapat menimbulkan penyakit pada manusia dan hewan.[9] Salah satu


diantaranya adalah genus Schistosoma yang dapat menyebabkan skistosomiasis, penyakit parasit yang
ditularkan melalui siput air tawar pada manusia.[9] Apabila cacing tersebut berkembang di tubuh manusia, dapat
terjadi kerusakan jaringan dan organ seperti kandung kemih, ureter, hati, limpa, dan ginjal manusia.[4]
[9]
 Kerusakan tersebut disebabkan perkembanganbiakan cacing Schistosoma di dalam tubuh hingga
menyebabkan reaksi imunitas. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit endemik di Indonesia.[4][9]. Contoh
lainnya adalah Clonorchis sinensis yang menyebabkan infeksi cacing hati pada manusia dan
hewan mamalia lainnya.[10] Spesies ini dapat menghisap darah manusia.[10] Pada hewan, infeksi cacing pipih juga
dapat ditemukan, misalnya Scutariella didactyla yang menyerang udang jenis Trogocaris dengan cara
menghisap cairan tubuh udang tersebut.[11]
Ciri-ciri Platyhelminthes
 Bersifat triploblastik aselomata, yaitu memiliki lapisan embrional tiga lapis (ektoderm, mesoderm, dan
endoderm) serta tidak memiliki rongga tubuh.
 Rongga pencernaan berupa ruang gastrovaskuler yang tidak mempunyai anus.

 Simetri tubuh bilateral.

 Tidak memiliki sistem peredaran darah (sirkulasi), respirasi, dan eksresi. Platyhelminthes bernapas
melalui seluruh permukaan tubuh secara difusi. Proses eksresi dilakukan oleh sel api (flame cell) yang
menyebar pada seluruh permukaan tubuhnya.

 Sistem saraf terdiri atas sepasang ganglion otak di bagian kepala dengan sepasang tali saraf yang
memanjang dan bercabang membentuk pola seperti tangga.

 Platyhelminthes bergerak dengan kontraksi otot tubuh.

 Pada umumnya hidup sebagai parasit, kecuali Planaria yang hidup bebas di air tawar.

Reproduksi Platyhelminthes
Reproduksi Platyhelminthes yaitu sebagai berikut.
 Aseksual, dengan cara membelah tubuhnya (fragmentasi) diikuti regenerasi.
 Seksual, dengan penyatuan sperma dan ovum (fertilisasi internal)

Platyhelminthes termasuk hewan hermaprodit (testis dan ovarium terdapat dalam satu individu), sehngga
fertilisasi bisa dilakukan sendiri maupun oleh dua individu.

Peranan Platyhelminthes Bagi Kehidupan


Beberapa peranan platyhelminthes dalam kehidupan, diantaranya sebagai berikut :
1. Planaria dapat digunakan sebagai indikator pencernaan air.
2. Anggota Platyhelminthes yang lain pada umumnya merugikan karena hidup sebagai parasit dalam
tubuh manusia maupun hewan ternak. Beberapa peranan Platyhelminthes yang merugikan antara lain
sebagai berikut :

 Schistosoma mansoni (blood flukes), menyebabkan skistosomiasis yang menyebabkan terjadinya


pendarahan pada saat mengeluarkan feses, menyebabkan kerusakan hati, gangguan jantung dan
limpa, serta gangguan ginjal.

 Cacing pita Taenia saginata, Taenia solium, dan Dibothriocephalus hidup parasit di usus manusia.

 hati hewan ternak (fasciola hepatica), hati manusia (chlonorchis sinensis), peredaran darah manusia
(schistostoma japonicum), usus halus manusia (fasciolopsis buski).

Anda mungkin juga menyukai