Anda di halaman 1dari 25

PAPER

PARASITOLOGI VETERINER

Cestoda pada Ruminansia

M. YOGRI BHAGASKORO

2002101010001

Kelas : 03

Dosen Pengampu : drh. Eliawardani, M.Si

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS SYIAH KUALA BANDA
ACEH
2022
1. PENDAHULUAN

Salah satu yang menyebabkan produktivitas sapi menurun yaitu terinfeksi


oleh parasit cacing Nematoda usus dan cestoda. Cestoda merupakan cacing
berbentuk pipih seperti pita yang merupakan endoparasit dan disebut cacing pita,
hal ini karena bentuk tubuh cacing tersebut yang panjang dan pipih menyerupai
pita. Cacing ini tubuhnya berwarna putih dan tertutup kutikula. Tidak memiliki
rongga tubuh. Cacing pita termasuk subkelas cestoda kelas cestoidea, filum
platyhelminthes.
Jenis cacing cestoda yang ditemukan di usus sapi adalah spesies Taenia
sp., Moniezia sp. dan Echinococcus granulosus. Dari ketiga cacing tersebut
hanya spesies Moniezia sp. yang hidup sampai dewasa dalam tubuh sapi.
Serangan cacing pita yang paling umum ditemukan pada usus sapi terutama oleh
genus Taenia, yaitu Taenia saginata (Arimurti et al., 2020). Beberapa spesies
Taenia bersifat zoonosis dan manusia sebagai induk semang definitif, induk
semang perantara (Estuningsih, 2009).
Cacing Moniezea expansa merupakan cacing Cestoda yang sering
menyerang kambing. Cacing ini memiliki panjang tubuh bisa mencapai 600 cm
dan lebar 1 – 6 cm. Bentuk cacing pipih, bersegmen dan berwarna putih
kekuningan.
Echinococcosis adalah infeksi yang disebabkan cacing Echinococcus
granulosus atau Echinococcus multilocularis. Hospes definitif dari Echinococcus
granulosus adalah hewan karnivora terutama anjing, serigala, dan beberapa
karnivora lain.
Kejadian penyakit cacing dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantara
kondisi lingkungan, pakan dan tata laksana. Penularan penyakit yang disebabkan
oleh parasit ada tiga faktor, yaitu sumber infeksi, cara penularan, dan sapi yang
peka dapat bertindak sebagai sapi karier. Pakan yang terkontaminasi dan sanitasi
lingkungan yang tidak memadai dapat menjadi sumber penularan cacing pada
sapi. Musim hujan baik untuk perkembangan telur dan larva cacing, sehingga
kejadian penyakit cacing lebih banyak ditemukan pada musim hujan daripada
musim kemarau (Paramitha et al., 2017).
2. NOMENKLATUR

A. Taksonomi Taenia

- Taksonomi dari Taenia saginata

Kingdom : Animalia

Phylum : Platyhelminthes

Class : Cestoda

Ordo : Cyclophyllidea

Family : Taeniidae

Genus : Taenia

Species : Taenia saginata,

B. Taksonomi Moniezea

- Taksonomi dari Moniezia expansa dan Moniezia


benedeni Kingdom : Animalia

Phylum : Platyhelminthes

Class : Cestoda

Ordo : Cyclophyllidea

Family : Anoplocephalidae

Genus : Moniezia

Species : Moniezia expansa, Moniezia benedeni


C. Taksonomi Echinococcus

- Taksonomi dari Echinococcosis Granulosus dan Echinococcus


Multilocularis

Kingdom : Animalia

Phylum : Platyhelminthes

Class : Cestoda

Ordo : Cyclophyllidea

Family : Taenidae

Genus : Echinococcus

Species : Echinococcus Granulosus, Echinococcus Multilocularis

3. MORFOLOGI UMUM

A. Taeniasis

Taenia saginata disebut sebagai cestoda usus (Brooker, 2008).Taenia


saginata juga di sebut sebagai cacing pita yang berukuran besar dan panjang yang
terdiri atas kepala disebut skoleks, leher dan strobila yang terdiri atas susunan
proglotid. Bentuk dari telur cacing Taenia saginata ini bulat dengan ukuran 30-40
x 20-30 mikron yang berisi embrio heksakan. Ketika telur baru keluar dari uterus,
telur tersebut masih di liputi selaput tipis yang di sebut lapisan luar telur (Sutanto
dkk, 2013). Taenia saginata dewasa terdiri dari skoleks (kepala) berbentuk
segiempat yang berukuran 1- 2 mm dan dilengkapi dengan empat buah alat
penghisap (sucker) menyerupai mangkuk sebuah leher dan sebuah strobila yang
panjangnya berkisar dari 3,5 mm sampai 6 mm (Hartono, 2005).
Skoleks pada Taenia saginata berukuran 1,5-2 milimeter dan memiliki 4
batil isap yang menyerupai mangkuk berdiameter kurang lebih 0,7-0,8 milimeter,
skoleks tidak memiliki rostelum ataupun kait. Cacing dewasa memiliki panjang
badan kurang lebih 6 meter dan akan tetapi pada keadaan yang sangat baik cacing
dewasa ini dapat berkembang mencapai 25 meter bahkan lebih. Cacing Taenia
saginata lebih panjang dari pada Taenia solium karena lebih banyak memiliki
proglotid dengan ukuran lebih panjang dan jumlah proglotid antara 1.000- 2.000
buah (Handjojo et al., 2008). Telur dilepaskan bersama proglotid atau tersendiri
melalui lubang uterus. Embrio didalam telur disebut onkosfer berupa embrio
heksakan yang tumbuh menjadi bentuk infeksi dalam hospes perantara. Infeksi
terjadi dengan menelan larva bentuk infeksi atau menelan telur (Sutanto dkk,
2013).

B. Monieziasis

Moniezia expansa memiliki tubuh cestode yang khas , terdiri dari skoleks
anterior berukuran lebar 0,3-0,8 mikron yang di lengkapi dengan prominant
sucker, sucker pada kepala terdapat empat buah yang berfungsi sebagai pelekat
tampa pengait, serta diikuti oleh leher dan tubuh, strobilus. Telur Moniezia
expansa berkembang dalam uteri dari proglotid yang masak dan akan pecah
sebelum atau sesudah proglotid terpisah. Bentuk telur dari Moniezia expansa
berbentuk triangular dengan diameter 57 mikron. menyerang usus kecil pada
domba, kaning, sapi dan ruminansia lainya. Panjang cacing ini bisa mencapai
panjang 2-6 m dengan lebar 1-6 cm.

Moniezia banedini memilikin glandula interproglotid pendek, lebar


proglotid mencapai 2,5 cm, telurnya segi empat lebih besar dari Moniezia
expansa. Biasanya Moniezia banedini umunya terdapat pada sapi dari pada
domba.

C. Echinococcosis

Cacing dewasa berukuran kecil panjangnya 3-6 mm terdiri dari skoleks,


leher, dan sebuah strobila yang hanya terdiri dari 3-4 segmen. Perkembangan
segmennya yaitu immatur, matur, dan gravid. Segmen gravidnya merupakan
segmen terbesar yang panjangnya 3-4 mm dan lebarnya 0,6 mm. Skoleksnya
terdiri dari 4 alat isap dengan rostelum yang dilengkapi 2 deret kait yang
melingkar.

Ukuran cacing dewasa Echinococcus granulosus dewasa bisa mencapai


panjang 2- 6 mm, hanya tersusun oleh tiga atau empat segmen (jarang lebih dari
enam). Skolek: dipersenjatai 30 - 60 kait yang tersusun dalam 2 baris, kait yang
besar panjangnya 33 – 40 mikron sedangkan yang kecil panjangnya 22 - 34
mikron. Ovarium berbentuk ginjal, lubang genital selang-seling tidak teratur dan
normalnya terbuka dibagian posterior pertengahan proglotida dewasa atau
bunting. Testes berjumlah 45 – 65 buah menyebar ke seluruh. Uterus memiliki
cabang lateral. Telur : keluar melalui lubang uterus (sehingga tidak ditemukan
proglotid didalam tinja) berukuran 32–36 x 25 – 30 mikron. Ukuran cacing
dewasa Echinococcus multilocularis sangat mirip dengan Echinococcus
granulosus, panjangnya 1 – 4 mm. Proglotid matang mempunyai 17 26 testes
yang kesemuanya terletak di sebelah posterior atau setinggi lobang kelamin yang
letaknya sedikit keanterior dari pertengahan proglotid. Uterusnya seperti kantong
tanpa cabang latera.

4. SIKLUS HIDUP

A. Taeniasis

Pada siklus hidup taenia saginata yang menjadi hospes perantaranya


adalah sapi. Sapi dapat tertular per os lewat rumput atau air minum yang
tercemar oleh feses manusia yang terinfeksi cacing tersebut (Urquhart et al.,
2002). Pada pencernaan sapi, cairan lambung serta cairan usus (Natadisastra et
al., 2009) atau enzim membuat telur menetas (Amin, 2009) dalam 10-40 menit
melepaskan zigot dalam bentuk heksakan embrio yang kemudian menembus
lapisan mukosa saluran pencernaan untuk memasuki sirkulasi darah (kapiler
darah atau saluran limph). Dari pembuluh darah, zigot akan menetap di otot
dalam waktu 12-15 minggu dan kemudian tumbuh larva yang membentuk kista,
seperti pada cacing cambuk. Onchospore yang tertelan sapi akan dilepas pada
lumen usus melalui proses enzimatik. Onchospore lalu akan menembus dinding
usus, kemudian melalui sirkulasi akan mencapai predileksinya, yakni otot
jantung, rahang lidah dan diafragma. Kista tersebut disebut Cysticercus bovis
terdapat pada otot masseter, paha belakang, kelosa serta otot lainnya.

Dalam kondisi alam kehadiran Cystisercus pada otot sapi tidak berasosiasi
pada suatu gejala klinis apapun, walaupun pada pedet atau anak sapi yang
terinfeksi secara massif akan menderita miokarditis dan kerusakan hati, yang
merupakan akibat manifestasi dari keberadaan Cystisercus di dalam hati
(Unquhart, 2002).

Bila daging sapi berisi kista tersebut dimakan manusia dalam keadaaan
mentah atau setengah matang, Cysticercus bovis akan mengadakan evaginasi
(penonjolan keluar). Protoskoleks akan melekat pada mukosa usus, untuk
menjadi dewasa (masa inkubasi) membutuhkan 8-10 minggu (Natadisastra et al.,
2009; Soeharso, 2002). Dalam referensi lain disebutkan bahwa cacing Taenia
saginata menjadi dewasa setelah 10-12 minggu (sekitar 2 bulan) (Marianto,
2011). Enzim enzim pencernaan akan memecah kista dan melepaskan larva
cacing. Selanjutnya, larva cacing yang menempel di usus kecil akan berkembang
hingga mencapai 5 meter dalam waktu tiga bulan. Cacing Taenia saginata yang
menempel tersebut yang menyebabkan seseorang mengalami Taeniasis (infeksi
cacing pita) (Martoyo, 2012). Pada cacing jenis ini (beef tapeworm) manusia
merupakan inang (hospes) definitive. Cacing dewasa Taenia saginata
menimbulkan infeksi pada usus manusia (Hartono, 2005). Menurut (Natadisastra
et al, 2009) cacing dewasa hidup di bagian atas jejunum. Cacing ini dapat
bertahan hidup sampai 25 tahun. Pada tubuh manusia biasanya ditemukan hanya
satu ekor cacing dewasa.
Siklus hidup Taenia saginata

B. Monieziasis

Siklus hidup pada Moniezia membutuhkan dua inang, ruminansia sebagai


inang definitif , dan tungau oribatid sebagai inang perantara . Telur dikeluarkan
dari usus inang pemamah biak sepanjang proglottid gravid dalam tinja ke dalam
tanah. Telurnya dimakan oleh tungau tanah . Telur harus mencapai usus inang
tungau dalam waktu 1 hari setelah dilepaskan, jika tidak telur akan dikeringkan .
Namun, peluang perkembangannya sangat baik karena tungau tanah bisa sangat
banyak di padang rumput bahkan jika hanya 3% yang terinfeksi (dengan 4-13
masing-masing cysticercoids ), hewan pemamah biak yang merumput dapat
menelan lebih dari 2.000 cysticercoids per kilogram rumput. Begitu berada di
dalam usus tungau, telur menetas dan oncosphere menembus ke dalam
haemocoel dan berkembang ke tahap cysticercoid. Tahap ini bisa memakan
waktu hingga 4 bulan. Ketika tungau yang terinfeksi dimakan oleh hewan
pemamah biak yang merumput, cysticercoids matang dicerna dari tungau, dan
berkembang menjadi cacing pita dewasa di usus kecil dalam waktu 5–6 minggu.
Siklus hidup Moniezia expansa

C. Echinococcosis

Cacing dewasa Echinococcosis granulosus (panjangnya 3 - 6 mm)


beradadi usus halus hospes definitif misalnya anjing. Lalu proglotid melepaskan
telur yang keluar bersama feses. Kemudian tertelan oleh hospes intermediet yang
sesuai (biri biri, kambing, babi, sapi, kuda, onta setelah itu telur menetas di halus
dan onkosfer keluar onkosfer menembus dinding usus dan menuju sitem
peredaran ke berbagai organ, terutama hati, paru-paru, dan ginjal. Di hati dan
paru-paru onkosfer berkembang menjadi kista kemudian berkembang secara
berangsur-angsur menghasilkan protoskoleks dan anak kista yang mengisi kista
interior.
Siklus hidup Echinococcosis

Hospes definitif dapat terinfeksi dengan cara memakan daging hospes


intermediet yang mengandung kista hidatid. Setelah tertelan, protoskoleks
melakukan evaginasi menuju ke mukosa usus dan berkembang menjadi cacing
dewasa setelah 32 sampai 80 hari kemudian proglotid melepaskan telur. Hospes
intermediet terinfeksi dengan cara menelan telur kemudian menetas
menghasilkan onkosfer pada usus dan menjadi kista dalam organ.

5. PATOGENESA

A. Taeniasis

Cara infeksinya melalui oral karena memakan daging sapi yang mentah
atau setengah matang dan mengandung larva cysticercus. Di dalam usus halus,
larva itu menjadi dewasa dan dapat menyebabkan gejala gastero intestinal seperti
rasa mual, nyeri di daerah epigastrium, napsu makan menurun atau meningkat,
diare. Selain itu, gizi penderita bisa menjadi buruk sehingga terjadi anemia,
malnutrisi. Pada kasus yang lebih berat dapat terjadi, yaitu apabila proglotid
menyasar masuk apendiks, atau terdapatileus yang disebabkan obstruksi usus oleh
strobilla cacing. Berat badan tidak jelas menurun. Sistiserkus hidup hanya
menimbulkan sedikit peradangan jaringan sekitar dan hanya hidupnya, sistiserkus
harus mampu hidup dalam otot hospes selama berminggu-minggu sampai
bulanan. Oleh karena itu, kista akan mengembangkan mekanisme untuk
mengatasirespon imun penjamu. Pada hewan yang telah terinfeksi sebelumnya
dengan stadium kistakebal terhadap reinfeksi onkosfer.

Sistiserkus hidup hanya menimbulkan sedikit peradangan jaringan sekitar


dan hanya sedikit mononuklear serta jumlah eosinofil yang bervariasi. Untuk
melengkapi siklus hidupnya, sistiserkus harus mampu hidup dalam otot hospes
selama berminggu-minggu sampai bulanan. Oleh karena itu, kista akan
mengembangkan mekanisme untuk mengatasi respon imun penjamu. Pada hewan
yang telah terinfeksi sebelumnya dengan stadium kista kebal terhadap reinfeksi
onkosfer. Imunitas ini dimediasi oleh antibodi dan komplemen. Meskipun begitu
dalam infeksi alami, respons antibodi dibangun hanya setelah parasit berubah
menjadi bentuk metacestoda yang lebih resisten.

Metacestoda dapat mengembangkan sebuah mekanisme untuk


memproteksi diri dari destruksi yang dimediasi komplemen dengan
menghasilkan paramiosin. Paramiosin akan mengikat C1q dan menghambat jalur
klasik aktivasi komplemen. Parasit juga akan mensekresikan inhibitor protease
serin yang disebut taeniastatin. Taeniastatin dapat menghambat jalur aktivasi
klasik atau alternatif, berintegrasi dengan kemotaksis leukosit, dan menghambat
produksi sitokin. Sedangkan polisakarida sulfa, yang melapisi dinding kista,
mengaktivasi komplemen untuk menjauhi parasit, menurunkan deposisi
komplemen, dan membatasi jumlah sel radang yang menuju parasit. Antibodi
saja tidak dapat membunuh metacestoda matang. Kista yang hidup juga dapat
menstimulasi produksi sitokin yang dibutuhkan untuk menghasilkan
imunoglobulin yang kemudian diambil oleh kista dan diperkirakan ini merupakan
sumber protein. Taeniastatin dan molekul parasit juga dapat menekan respon
imun seluler dengan menghambat proliferasi limfosit dan fungsi makrofag. Gejala
akan muncul ketika kista tidak dapat lagi memodulasi respons penjamu.

A. Monieziasis

Pada umumnya hanya hidup pada hewan dibawah 6 bulan dan terlihat
gejala yang timbul, meskipun parasit ini juga dapat terdapat pada hewan-hewan
dewasa juga bisa. Gejalaklinisnya tidak diketahui dengan jelas. Infeksi M.
expansa secara umum tubuh melemah danasymptomatic, bahkan ketika ada
dalam jumlah besar di dalam hewan muda yang seringterserang. Bagaimanapun
infeksi berat dapat menyebabkan terhambatnya sistem digesti,diare dan
kehilangan berat badan. Jaringan usus akan mengalami kerusakan akibat infestasi
cacing dewasa. Sedangkan jaringan otot akan terganggu saat cysticercus tersebar
keseluruh tubuh terutama di jaringan otot.dan akan nampak kista-kista di jaringan
otot.

B. Echinococcosis

Kista hidatidnya tumbuh seperti tumor ganas dan skoleks tersebar ke


seluruh tubuh. Ditandai dengan invasi dan penghancuran jaringan karena kista,
melakukan melakukan pengelompokan ke dalam, membentuk kista kecil-kecil
yang banyak jumlahnya yang membentuk sarang tawon pada organ yang terkena.

6. GEJALA KLINIS

A. Taeniasis

Gejala klinis yang muncul pada penderita cacing pita Taeniasis saginata
adalah terjadi inflamasi sub-akut pada mukosa usus. Gelaja klinis taeniasis ini
bervariasi dan tidak patognomonis. Sebagian kasus tidak menunjuk kan gelaja.
Gejala dapar timbul karena ritasi usus dan juga toksin yang dihasilkan cacing.
Gelaja klinis yang dapat timbul antara lain nafsu makan menurun, mual,
kekurangan gizi, berat badan menurun, diare, pusinh, sukar buang air besar.
Proglotid dari taenia dapat berimigrasike berbagai seperti uterus, apendiks,
duktus biliaris, dan nasofaring sehingga dapat menyebabkan appendisitis,
kolesistitis dan lain-lain.

B. Monieziasis

Gejala klinis sapi yang terinfeksi cacing expansa tidak akan nampak
dalam waktu yang sangat singkat, gejala akan nampak jika penyakit sudah parah.
Gejala yang tampak adalah sapi mengalami ganguan pencernaan seperti diare dan
ganguan absorb makanan namun, gejala akut seperti keracunan yang diakibatkan
racun yang dihasilkan dari eksresi cacing dewasa dapat menyebabkan ganguan
metabolisme pada sapi. Infeksi ringan akan menyebabkan ganguan pencernaan
dan hambatan pertumbuhan. Sedangkan infeksi beratakan menyebabkan diare
karena darah diserap oleh cacing dewasa yang melekat pada dindingmukosa usus,
dan menyebankan diareprofus karena ganguan penyerapan makanan,
pertumbuhan akan terhambat dan bisa bersifat fatal pada anak sapi.

C. Echinococcosis

Echinococcus granulosus menginfeksi selama bertahun-tahun sebelum


kista membesar dan menyebabkan gejala saat tersebar ke organ-organ vital. Bila
menginfeksi hatimaka terjadi rasa sakit dan nyeri di bagian abdominal, benjolan
di daerah hati, dan obstruksisaluran empedu. Pada saat kista menginfeksi paru-
paru menyebabkan dada sakit dan batuk hemoptysis. Kista yang menyebar ke
seluruh organ dapat menyebabkan demam, urtikaria, eosinofilia, dan shyok
anafilaktik. Kista dapat menyebar hingga ke otak, tulang, dan jantung. Gejala
klinis echinococcosis bergantung pada ukuran, jumlah dan lokasi larva
(metasestoda). Pembesaran kista dapat merusak jaringan, biasanya tanpa gejala
(asimptomatik). Gejala klinis berupa adanya lesi luas pada jaringan / organ.

7. DIAGNOSIS

A. Taeniasis

Diagnosis taeniasis berdasarkan penemuan telur cacing atau proglotid


dalam feses manusia. Pemeriksaan tinja dapat dilakukan untuk mengetahui
adanya telur Taenia, tapi tidak dapat dibedakan jenis karena morfologis bentuk
telur Taenia saginta dan Taenia solium sama. proglotid yang gravid dapat
dibedakan: Taenia solium mempunyai percabangan uterus kurang dari 13 pada
tiap sisi proglotid sedangkan pada Taenia saginata lebih dari 13. skoleks dapat
ditemukan setelah pengobatan (Irianto, 2013). Diagnosis pada hewan hidup dapat
dilakukan dengan palpasi pada lidah untuk menemukan adanya kista atau
benjolan.

B. Monieziasis
Diagnosis Moniezia expansa dilakukan dengan analisis sampel feses di
mana telur dapat dideteksi, atau sering dengan observasi proglottid gravid di
feses dan anus. Terlihatnya segmen yang menggantung di anus atau adanya
potongan segmen cacing bersama tinja dan disertai dengan gejala klinis cukup
memberikan petunjuk adanya infeksi cacaing Moniezea pada kambing. Apabila
potongan cacing tidak ditemukan, maka diagnosis didasarkan dengan
pemeriksaan telur cacing di bawah mikroskop.

C. Echinococcosis

Diagnosis Echinococcosis bisa dilakukan lewat sinar X dosis rendah,


ultrasonic atau CT scan. Diagnosis bisa juga dilakukan dengan meneliti guguran
kista didalam feses, muntahan, urin dan lender batuk. Tes kulit Casoni bisa juga
dilakukan lewat tes serologi dengan meng-fluorosen antibody dan mengetes
antibody hemaglutination langsung.

1. Pemeriksaan hematologi
Dilakukan pemeriksaan darah dengan melihat jumlah eosinofil dan
dilihat presentase jenis eosinfil pada pemeriksaan differensial lekosit.
Eosinofilia sering terjadi sekitar 20-25% pada kasus infeksi Echinococcus
granulosus namun tidak terlalu memberi makna yang berarti

2. Mikroskopis cairan kista hydatid

Prinsip pemeriksaannya adalah setetes cairan kista yang sudah


disentrifuge diteteskan pada objek gelas, dengan objek gelas lainnya
dibuat apusan kemudian dilakukan pewarnaan tertentu dan diamati secara
mikroskopis. Pada saat pembuatan hapusan terjadi goresan antara kait-kait
dengan objek gelas sehingga terdengar seperti suara goresan kaca di atas
pasir). Pemeriksaan ini dilakukan apabila ditemukan kista pada saat
pembedahan dari infeksikista hidatid, maka sebagian cairan kista dapat
diaspirasi dan diperiksa secara mikroskopisuntuk mendeteksi adanya
“hydatid sand” sehingga dapat dipastikan diagnosisnya. Aspirasikista juga
biasanya dilakukan pada saat akan dilakukan tindakan bedah. Tindakan ini
beresiko akan adanya kemungkinan bocornya cairan sehingga menyebar
ke jaringan. Namun hidatid sand tidak selalu ada. Karena jika kista sudah
tua, anak kista dan/ atauskoleks mungkin juga rusak sehingga yang tersisa
hanya kait-kaitnya. Keadaan inimenyulitkan untuk menemukan dan
identifikasinya apalagi jika terdapat debris di dalamkista. Hydatid sand
juga dapat diperiksa dari sampel urin dan sputum, yaitu pada :
a. Pemerikssan Urin, Pemeriksaan ini dilakukan untuk
memastikan adanya infeksi hydatid yangmenginfeksi organ ginjal.
Sehingga cairan kista akan dikeluarkan juga melalui urin.
Sehingga pemeriksaan ini bertujuan untuk menemukan hydatid
sand pada urin.
b. Pemeriksaan sputum, Pemeriksaan ini dilakukan untuk
memastikan adanyan infeksi hydatid yangmenginfeksi organ paru-
paru. Sehingga pemeriksaan ini dilakukan untuk menemukan
hydatidsand pada sputum.

Apabila skoleks masih tetap utuh pada pemeriksaan mikroskopik,


maka dari cairan sentrifuge dijadikan sediaan basah untuk memastikan
diagnosis ditemukannya skoleks. Apabila tidak ditemukan hydatid sand
dan skoleks, diagnosis dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan histologi
dari dinding kista pada jaringan.

3. Mikroskopik Jaringan

Pemeriksaan kista hidatid secara mikroskopik pada jaringan


diperiksa ketika pasien dengan adanya masa pada abdomen dan tidak
diketahui diagnosisnya secara pasti. Tes ini dilakukan dengan mengambil
sampel dari pembedahan untuk mengambil jaringan hati,tulang, paru-paru
dan jaringan lainnya lalu dibuat penampang melintang misalnya jaringan
tulang lalu dibuat preparat histologi jaringan dan diwarnai dengan
hematoxilyn dan eosin.
4.Tes Serologi Antibodi

Pasien terhadap Echinococcus granulosus yang terdapat dalam


serum dapat dideteksi dengan pemeriksaan serologi yang meliputi IHA
(Indirect hemaglutination), IFA(indirect fluorescent antibody),
hemaaglutination. Tesserolog imerupakan test yang sensitive untuk
mendeteksi antibody di dalam serum pasien infeksi kista hidatid,
sensitifitas bervarisi antara 60% hingga 90%, tergantung karakteristik dari
kistahydatidnya. Sensitifitas ini dipengaruhi oleh beberapa hal : ELISA,
CF, LA (latexaglutinasi), IE(immunoelektoforesis) ID, dan Indirek

5. Tes Kulit (tes intradermal)

Tes kulit atau tes intradermal berhubungan erat dengan tes


serologi, yaitumenggunakan antigen tes kulit Casoni yang merupakan
antigen yang bersal dari cairan kistahydatid, tes ini mempunyai banyak
keuntungan karena kesederhanaannya dan sebandingdengan tes serologi,
namun kelemahan tes kulit adalah kurang spesifik. Ini dikarenakan
teskulit belum terstandarisasi secara baik sehingga sering terlihat adanya
kekurangan darispesifitas dan sensitifitasnya. Tes Casoni merupakan salah
satu cara untuk mengetahui pemaparan dari penyakit hidatid namun
kendala utamanya yaitu kurangnya spesifitas

6.Tes Radiologi

Kista-kista asimptomatik ditemukan pada pemeriksaan radiologis.


Kista biasanya memiliki batas yang jelas dan terkadang terlihat tanda
batas cairan (fluid level). Pemeriksaan ini juga dapat membantu diagnosis
kelainan pada tulang Scan juga juga dapat menunjukkanlesi desak ruang
(space occupying lesion) terutama di dalam hati. Apabila kistanya besar
danlokasinya di abdomen, kadang-kadang dapat dideteksi gelombangnya.
X-ray dapat menunjukkan kista hidatid di dalam paru-paru dan jantung.
Kista yangtidak terkalsifikasi di tempat lain mungkin terdeteksi
pemindahan atau pembesaran organdengan Ultrasound dan CT scan,
sehingga hasil dapat ditunjukkan kista pada hati, otak,ginjal, atau jaringan
lainnya. Jika tidak tersedia, maka radioisotop atau angiografi
dapatdigunakan. Kista yang terkalsifikasi dapat ditemukan dimana saja.
Namun kista di paru-paru jarang terjadi kalsifikasi.

8. PROGNOSA

A. Taeniasis

Setiap penyakit di harapkan kesembuhan dan cara penanganannya, untuk


harapan menangani Taeniasis dapat dilakukan dengan pengobatan, maka infeksi
cacing pita akan hilang. Taenisis spp dapat kemungkinan dapat disembuhkan
(Dubius). Tapi pada saat taenia saginata telah memasuki otot lurik maka
kemungkinan sembuh 0 % ( infausta ).
B. Monieziasis

Tergantung lokasi larva. Pada sistiserkosis serebral, prognosis infausta.

C. Echinococcosis

Kasus cystic echinococcosis paling banyak ditemukan pada manusia,


dengan annual incidence di daerah endemik 1-200 kasus/100.000 populasi; kasus
alveolarechinococcosis juga cukup banyak, dengan annual incindence 0,03-1,2
kasus/100.000 populasi. Infeksi Echinococcus spp lebih banyak ditemukan pada
dewasa. Infeksi cystic echinococcosis awalnya tanpa gejala (asimptomatik). Syok
dan reaksi anafi laktik terjadi jika kista pecah, terutama di organ vital. Gejala
akan tampak jika kista berada di otak, hati, ginjal, dan jantung. Alveolar
echinococcosis juga banyak menginfeksi manusia dan berdampak serius; jika
diagnosis terlambat, berakibat fatal. Pengobatan jangka panjang dapat
menyembuhkan dan mengurangi gejala, peluang hidup 10-20 tahun dengan
keberhasilan pengobatan 80%. Jika tidak diobati, akan berdampak fatal (70-
100%). Echinococcus vogeli menyebabkan polycysticechinococcosis, yang juga
sering menginfeksi manusia. Dilaporkan 170 kasus di tahun 2007 dan, sama
seperti E. Multilocularis, memerlukan pengobatan jangka panjang. Kasus infeksi
E. oligarthrus jarang ditemukan pada manusia.

9. TERAPI

A. Taeniasis

- Kimia :

Obat-obat untuk memberantas cacing pita dapat digolongkan menjadi dua,


yaitu taeniafuge dan taeniacide. Taeniafuge ialah golongan obat yang
menyebabkan relaksasi otot cacing sehingga cacing menjadi lemas. Contohnya:
kuinakrin hidroklorid (atabrin), bitionol dan aspidium oleoresin. Sedangkan
taeniacide adalah golongan obat yang dapat membunuh cacing. Contohnya:
niklosamid (yomesan), mebendazol dan diklorofen.Cacing dewasa dianjurkan
penggunaan praziquantel atau niklosamid (Sotelo et al, 1985). Karena
kemungkinan sistiserkosis dapat terjadi melalui autoinfeksi, pasien harus segera
diobati setelah diagnosis ditegakkan.

- Herbal :

Kulit akar dan kulit kayu Punica granatum L.( delima ) dapat digunakan
untuk cacingan terutama cacing pita (Taeniasis) ( Nadra, 2011 ).

Kandungan aktif dalam buah pinang antara lain alkaloida yang sedikit
mengandung racun. Hal inilah yang membuat biji buah pinang digunakan sebagai
pembasmi penyakit cacingan terutama cacing pita.

B. Monieziasis

- Kimia :

1. Pemberian Alben 10% oral suspension yang tiap ml


mengandung albendazole 100mg dengan dosis : kuda, babi,
domba 0,75 ml per 10 kg berat badan

2. Cupper sulfat 10-100 ml

3. Dichlorophene 300-600 mg/kg BB

4. Yosemen 75 mg/kg BB

5. Lead arsenat 0,5-1 gram dalam kapsul gelatin

- Herbal :

Obat herbal yang dapat digunakan yaitu mengunakan serbuk biji


papaya matang.
C. Echinococcosis

 Dilakukan bioterapi untuk membunuh parasit dan membiarkan


absorbsi yang perlahan-lahan.
 Praziquantel dosis tunggal 25mg/kg BB
 Dapat dipakai Niclosamide (Yomesan), Operasi pembedahan sering
kali menjadi alternative utama menyembuhkan infeksiEchinococcus
granulosus bagi para dokter spesialis. Dikombinasikan dengan dosis
tinggiAlbendazole + Levamisole. Pengeringan jaringan tubuh local
lewat ultrasonic terhadap tubuh yang sudah mengkonsumsi dosis
tinggi . Albendazole juga terbukti efektif bagi kista-kista cacing yang
menghuni liver , Paru, Jantung Albendazole + Levamisole juga bisa
digunakanuntuk menggugurkan sisa sisa cacing setelah operasi kista
cacing atau setelah penyinaran.

10. PREVENTIF

A. Taeniasis
Untuk mencegah, mengendalikan, dan mungkin menghilangkan T.
solium, diperlukan intervensi kesehatan masyarakat yang tepat dengan
pendekatan yang mencakup sektor veteriner, kesehatan manusia, dan lingkungan.
Delapan intervensi untuk pengendalian T. solium dapat digunakan dalam
kombinasi berbeda yang dirancang berdasarkan konteks di negara-negara:
pengobatan kasus taeniasis; intervensi pada babi (vaksinasi plus pengobatan
antelmintik) bersama dengan pemberian obat massal strategis untuk taeniasis;
pendidikan kesehatan, termasuk kebersihan dan keamanan pangan; peningkatan
sanitasi; peningkatan peternakan babi; dan peningkatan inspeksi daging dan
pemrosesan produk daging.

B. Monieziasis
Sebagai upaya pencegahan dan pemberantasan terhadap cacing
Moniezea, selain tindakan pengobatan pada ternak yang sakit, juga harus
dilaksanakan pemberantasan terhadap insekta (serangga) yang dapat digunakan
sebagai inang antara.

C. Echinococcosis

Pencegahan Menjaga kebersihan badan setelah berkebun, memegang


pupuk kompos dan memegang feses anjing atau bermain main dengan anjing.
Menjaga kesehatan anjing peliharaan dengan secara rutin memberikan obat
cacing.Dalam proses penyembuhan parasite cacing harus diikuti dengan
pemberian Intraver 200- B12 guna pemulihan anemia akibat parasit darah.
Memutus siklushidup Echinococcus spp melalui control hewan peliharaan,
seperti mencegah anjingmemakan bagian visera hewan ungulata. Pajanan telur
Echinococcus spp dari hewan liar ke bahan makanan sulit dicegah,
diperlukanperilaku higienis dan keamanan bahan makanan. Sayuran dan Hasah-
buahan terlebih dahulu dicuci untuk menghilangkan telur Echinococcus spp.
Area perkebunan sayuratau buah dipagari untuk mencegah akses anjing atau
kucing buang feses. Sumber air tidak diolah, seperti sungai dan air danau.
Mungkin tercemar telur Echinococcus spp sehingga sebaiknya dihindari untuk
keperluan sehari-hari.

11. KERUGIAN

A. Taeniasis

Penyakit Taeniasis dan Cysticercosis menjadi isu permasalahan kesehatan


diseluruh dunia karena menyebabkan masalah kesehatan serta kerugian ekonomi
yang besar pada negara berkembang yang memiliki sistem sanitasi dan
pemeliharaan yang buruk. Selain itu kerugian dari penyakit ini adalah :
a) Cacing dari kelas Cestoda yang menyerang saluran pencernaan ternak
dapat menimbulkan kerugian berupa gangguan pertumbuhan dan mencret,
b) Kerugian pada saat wabah.
c) Biaya penanggulangan penyakit, pengobatan ternak dan manusia yang
sakit, kematian ternak bahkan menimbulkangangguan kesehatan
masyarakat, turunnya pendapatan peternak.
d) Kerugian pengendalian pasca wabah.

B. Moniezia

Kerugian Moniezia expansa dapat menyebabkan kematian ternak, Ternak


kurus, Produksi daging menurun hingga kerugian ekonomis yang diakibatkan
oleh penurunan berat badan serta produktivitas ternak, bahkan dapat
menyebabkan kematian.

C. Echinococcosis

Kerugian dari penyakit Echinoccocus adalah hewan tidak bebas


bersosialisasi dengan lingkungannya karena harus dipisahkan dari kelompok.
Hewan kekurangan banyak nutrisi, hewan tampak kurus, dapat menyebabkan
kematian ternak, hewan dihindari untuk dikonsumsi.
DAFTAR PUSTAKA

Amin, R. (2009). Pork Tapeworm (Taenia saginata Asiatica) Infection In Rural


Bangladesh. Journal Medicine, 10(2) : 135-138.

Brooker, C. (2008). Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta, EGC.

Handjojo., Margono, S.S., Wandra., Suasono. (2008). Taeniasis Cysticercosis In


Papua (Irian Jaya), Indonesia. Parasitol. Intl. 55: S143-S148.

Hartono. (2005). Penyakit Bawaan Makanan. Jakarta, EGC.

Irianto, K. (2013). Parasitologi Medis. Alfabetha, Bandung.

Sutanto, I., Ismid, I.S., Sjarifuddin, P.K., Sungkar, S., (2013). Buku Ajar
Parasitologi Kedokteran, Edisi ke-4 Penerbit Buku Balai Penerbit FKUI,
Jakarta.

Marianto. (2011). Kontaminasi Sistiserkus pada Daging dan Hati Sapi dan Babi
yang Dijual di Pasar Tradisional pada Kecamatan Medan Kota. Medan,
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Martoyo, A. (2012). Infeksi Cacing Pita. Khasanah Herbal.

Nadra , D. (2011). 1001 Pengobatan Tradisional Herbal. JAL Publishing, Jakarta

Natadisastra, D., Agoes, R. dan Astutui, N. Z .(2009). Parasitologi Kedokteran:


ditinjau dari Organ Tubuh yang diserang. Jakarta, EGC.

Soeharso. 2002. Penyakit Zoonosis I. Denpasar, Widya Utama.

Unquhart, dkk. 2002. Veterinary Parasitology 2ndEd .Scotlandia: Blackwell


Science Publishing.
LAMPIRAN GAMBAR

Gambar Parasit Taenia

1. Taenia saginata

Gambar Organ Normal

(Gambar usus normal dan daging normal )

Gambar Organ Terinfeksi

(Gambar usus terinfeksi dan daging yang terinfeksi)


Gambar Parasit
Monieziasis
2. Moniezia expansa

Gambar Organ Normal

(Gambar usus normal )

Gambar Organ Terinfeksi

(Gambar usus yang terinfeksi )


Gambar Parasit Echinococcis

Gambar Organ Normal

(Gambar hati normal)

Anda mungkin juga menyukai